Anda di halaman 1dari 3

Hukum Memajang Foto di Rumah, Begini Penjelasannya Rusman H Siregar Senin, 03 Januari 2022 - 15:23

WIB views: 2.765 Hukum memajang foto di rumah kerap diperdebatkan para ulama karena adanya
perbedaan pandangan dalam menafsirkan Hadis Nabi. Foto/dok mutiaradakwah Hukum memajang foto
di rumah kerap kali diperdebatkan, bahkan ada ulama yang mengharamkannya secara mutlak tanpa
pengecualian. Pokoknya apapun gambar, lukisan bahkan foto hukumnya haram. Sebagian lainnya
bersikap sebaliknya yaitu menghalalkan seluruh gambar makhluk bernyawa secara mutlak. Di tengah-
tengah ada kalangan ulama yang mengharamkannya sebagian dan menghalalkan sebagian. Untuk lebih
jelasnya, mari kita simak penjelasan Pengasuh Rumah Fiqih Indonesia Ustaz Ahmad Sarwat Lc dilansir
dari rumahfiqih. Pendapat yang Menghalalkan Mutlak Pendapat pertama menyebutkan bahwa lukisan
atau gambar dengan objek makhkuk hidup yang bernyawa seperti manusia atau hewan hukumnya halal
secara mutlak. Ada banyak dalil yang mereka gunakan untuk menghalalkan lukisan dan gambar
bernyawa ini, antara lain: 1. Larangan Hanya Berlaku Pada Objek Tiga Dimensi Dalam pandangan
mereka, semua dalil yang mengharamkan itu terbatas larangan untuk membuat patung berbentuk tiga
dimensi. Sedangkan apabila gambar itu dibuat di atas kertas, kanvas, kain atau apa pun objek yang
datang, tidak termasuk ke dalam yang diharamkan syariat. Di dalam Al-Qur'an, Allah memang secara
tegas mengharamkan patung berbentuk tiga dimensi yang dibuat untuk disembah oleh manusia. ‫َقا َل‬
َ ُ‫ون َوهَّللا ُ َخلَ َق ُك ْم َو َما َتعْ َمل‬
‫ون‬ َ ‫" َأ َتعْ ُبد‬Ibrahim berkata: 'Apakah kamu menyembah patung-patung yang
َ ‫ُون َما َت ْن ِح ُت‬
kamu pahat itu? Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu". (QS. Ash-
Shaaffaat: 95-96) 2. Syariat di Masa Lalu Membolehkan Patung Mereka juga mendasarkan pendapat atas
kebolehan membuat patung yang diberlakukan dalam syariat bagi ummat terdahulu. Dan hal itu
diabadikan di dalam salah satu ayat Al-Qur'an. ‫ت‬ ٍ ‫ُور رَّ اسِ َيا‬ ٍ ‫ب َوقُد‬ ِ ‫ان َك ْال َج َوا‬
ٍ ‫يب َو َت َماثِي َل َو ِج َف‬
َ ‫ار‬ َ ُ‫َيعْ َمل‬
ِ ‫ون لَ ُه َما َي َشاء مِن م ََّح‬
"Para Jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi dan
patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas
tungku)." (QS. Saba' : 13) Dalam ayat ini jelas sekali bahwa para Jin anak buah Nabi Sulaiman
membuatkan untuknya patung-patung untuknya. Dan hal itu tidak dilarang atau diharamkan. Meski
peristiwanya di masa Nabi Sulaiman, namum dalam pandangan mereka, syariat yang Allah turunkan di
masa lalu juga berlaku buat kita umat Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Dan berlakunya syariat
masa lalu itu juga ditegaskan di dalam Al-Qur'an. ‫ِين َهدَى هّللا ُ َف ِبهُدَ ا ُه ُم ا ْق َت ِد ْه‬ َ َ‫" ُأ ْول‬Mereka itulah orang-orang
َ ‫ـِئك الَّذ‬
yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka." (QS. Al-An'am : 90) 3. Dinar dan
Dirham Bergambar Manusia Tidak Diharamkan Dalil mereka yang lain adalah bahwa di masa Nabi,
orang-orang bermualat dan berjual-beli dengan menggunakan koin logam dari emas dan perak. Yang
terbuat dari emas disebut dengan dinar. Koin itu digunakan di barat, yaitu negeri Romawi dan wilayah
jajahannya. Dan sudah lazim bahwa pada tiap-tiap koin dinar itu ada gambar para raja Romawi. Koin
yang terbuat dari perak disebut dirham. Berasal dari negeri Persia dan wilayah jajahannya, yang terletak
di timur negeri Arab. Dan juga sudah menjadi lazim bahwa pada tiap-tiap koin perak itu terukir gambar
para raja Persia yang sedang berkuasa. Namun meski koin-koin emas dan perak itu bergambar kepala
manusia, kita belum pernah mendengar bahwa Rasulullah mengharamkan pemakaian kedua jenis koin
itu. Seandainya gambar manusia yang bernyawa itu haram, maka seharusnya kita menemukan dalil yang
qath'i dari lisan Nabi bahwa beliau mengharamkannya karena ada gambar makhluk bernyawa. 4. Tafsir
Atas Hadits Ketika menghalalkan lukisan, mereka juga menggunakan hadits yang umumnya digunakan
orang untuk mengharamkan lukisan. Namun mereka mengkritisi cara mengambil kesimpulan hukumnya.
Hadits itu adalah: ‫ُون‬ َ ‫صوِّ ر‬ َ ُ ‫هللا َي ْو َم القِ َيا َم ِة المـ‬ ِ ‫" ِإنَّ َأ َش َّد ال َّن‬Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahuanhu bahwa
ِ ‫اس َع َذابًا عِ ْن َد‬
Rasulullah SAW bersabda,"Sesungguhnya orang yang paling keras siksanya di sisi Allah pada hari kiamat
adalah orang yang melukis". (HR Al-Bukhari) Kalau kalangan yang mengharamkan lukisan menjadikan
hadits ini sebagai dalil untuk melarang praktek membuat lukisan dan gambar, mereka justru memahami
sebaliknya. Hadits ini justru menjadi bukti bahwa yang dimaksud dengan orang yang melukis di sini
bukan sembarang melukis. Namun, melukis di sini maknanya adalah membuat patung atau berhala yang
disembah. Logikanya, para ulama sudah sepakat lewat dari Qur'an dan Sunnah bahwa orang yang paling
keras siksanya di hari kiamat adalah orang-orang yang menyekutukan Allah dan menyembah berhala.
Kalau hadits di atas hanya dipahami secara kulit-kulitnya saja, yaitu sekadar membuat lukisan saja, maka
tentu akan terjadi perbedaan (ta'arudh) yang sangat besar. Sebab melukis itu bukan jenis pekerjaan
syirik atau menyekutukan Allah. Agar maknanya sesuai dengan dalil yang lain, maka yang dimaksud
dengan al-mushawwir di dalam hadits Bukhari ini harus disesuaikan maknanya dengan apa yang telah
menjadi kesepakatan para ulama, yaitu maksudnya adalah orang yang melukis atau membuat patung
berhala dalam rangka menyekutukan Allah. Pendapat yang Mengharamkan Mutlak Di tengah umat Islam
kita menemukan pendapat yang cenderung mengharamkan gambar makhluk bernyawa secara mutlak.
Hal ini berdasarkan beberapa logika, yaitu zhahir nash dan kehati-hatian. 1. Banyak Nash yang
Mengharamkan Dilihat dari sisi sanad, kebanyakan di antaranya adalah hadits-hadits yang bisa diterima
sebagai dalil-dalil syar'i. Di dalam tulisan ini saja, setidaknya ada 12 hadits yang berbeda, dimana
semuanya mengarah ke satu titik, yaitu haramnya gambar. Maka jumlah hadits yang banyak ini tidak
bisa diremehkan begitu saja, kecuali kita benar-benar menerima apa adanya. 2. Ancaman yang Sangat
Keras Hadits-hadits di atas bukan hanya banyak dari segi kuantitas, tetapi apabila kita perdalam esensi
dan kandungannya, ternyata ada ancaman yang sangat keras bagi mereka yang menggambar dan segala
yang terkait. Dari sekian banyak ancaman itu antara lain Allah memastikan bahwa orang yang paling
pedih siksanya di hari kiamat adalah para pelukis dan penggambar. ‫اس َع َذابًا عِ ْندَ هَّللا ِ َي ْو َم ْالقِ َيا َم ِة‬ ِ ‫ِإنَّ َأ َش َّد ال َّن‬
‫ُون‬ َ ‫" ْال ُم‬Orang yang paling pedih siksaannya di sisi Allah pada hari kiamat kelak adalah para pelukis."
َ ‫صوِّ ر‬
(HR Ahmad) Dan Allah menjuluki orang yang membuat lukisan dan gambar sebagai makhluk paling jahat
َ ‫" الص َُّو َر ُأولَِئ‬Mereka itu adalah sejahat-jahatnya makhluk di sisi Allah." (HR. Al-
di dunia. ِ ‫ك شِ َرا ُر ْال َخ ْل ِق عِ ْن َد هَّللا‬
Bukhari Muslim) Selain itu juga ada ancaman nanti di akhirat dipaksa meniupkan ruh ke dalam lukisan
buatannya. Dan tentunya masih banyak lagi jenis-jenis ancaman yang berat bagi pelakunya. 3. Kehati-
hatian Semua itu larangan dan ancaman yang sudah disebutkan di atas tentu bukan untuk dilupakan
atau ditinggalkan, juga sikap kita bukan pura-pura tidak tahu. Sebagai muslim, di dalam hati kita harus
ada rasa takut atas semua ancaman itu, dan khawatir apabila nanti ancaman itu benar-benar dijatuhkan.
Setidaknya, sikap yang paling bijak itu adalah lebih hati-hati dengan segala larangan dan ancaman yang
bertubi-tubi. Dan orang yang bersikap hati-hati tidak akan pernah merugi, bahkan dia akan beruntung
dan selamat dari segala resiko. Pendapat Pertengahan Di antara dua pendapat yang membolehkan
secara mutlak dengan yang mengharamkan secara mutlak, ada pendapat pertengahan. Maksudnya,
pendapat ini tidak secara ekstrem menghalalkan gambar namun juga tidak secara ekstrim
mengharamkannya. Halal dan haramnya tergantung kriteria dan 'illat yang dilanggar, karena
bertentangan dengan syariah. Setidaknya, dalam pandangan mereka, keharaman itu tidak bersifat
mutlak, tetapi muqayyad, yaitu bila memang di dalam lukisan itu ada hal-hal yang secara nyata
melanggar dan menyalahi ketentuan syariah. 1. Lukisan yang Haram Keharaman lukisan menurut
pendapat pertengahan ini yaitu apabila di dalam lukisan itu terkandung hal-hal yang bertentangan
dengan syariat. Misalnya, lukisan Allah atau Para Dewa, lukisan objek tertentu yang dianggap sebagai
Allah, lukisan Rasulullah SAW, lukisan Nabi Isa (Yesus). Atau lukisan orang berzina, atau adegan tidak
senonoh, . 2. Menghalalkan Foto Para ulama mazhab pertengahan tidak mengharamkan lukisan yang
dibuat berdasarkan teknik fotografi. Perbedaan yang asasi antara melukis dan memotret adalah bahwa
esensi memotret itu tidak lain hanyalah sebatas menangkap proyeksi atau bayangan suatu benda pada
suatu media. Sedangkan melukis adalah membuat atau menciptakan tiruan dari suatu benda. Jadi,
gambar atau foto-foto yang dipajang di rumah itu tidak haram menurut ulama pertengahan ini. Para
ulama mazhab pertengahan secara umum mengharamkan patung yang memenuhi kriteria keharaman.
Sedangkan benda-benda yang mirip patung, tetapi tidak sampai memenuhi kriteria patung yang telah
ditetapkan, tidak diharamkan. Demikian penjelasan yang dinukil daru keterangan para ulama. Kita tidak
bermaksud bukan menyalahkan salah satu pendapat dan membela pendapat lain. Tugas kita
menyampaikan apa-apa yang telah diijtihadkan oleh para ulama terdahulu. Wallahu A'lam

Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com pada Senin, 03 Januari 2022 - 15:23 WIB oleh
Rusman H Siregar dengan judul "Hukum Memajang Foto di Rumah, Begini Penjelasannya". Untuk
selengkapnya kunjungi:

https://kalam.sindonews.com/read/646501/68/hukum-memajang-foto-di-rumah-begini-penjelasannya-
1641196881?showpage=all

Untuk membaca berita lebih mudah, nyaman, dan tanpa banyak iklan, silahkan download aplikasi
SINDOnews.

- Android: https://sin.do/u/android

- iOS: https://sin.do/u/ios

Anda mungkin juga menyukai