. Al-Utsaimin
َمعْ ِر َف ُة اَأْلحْ َك ِام ال َّشرْ عِ َّي ِة ْال َع َملِ َّي ِة ِبَأ ِدلَّ ِت َها ال َّت ْفصِ ْيلِ َّي ِة
Mengenal hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliyyah dengan dalil-dalilnya yang
terperinci.
Az-Zarkasyi
ْالع ِْل ُم ِباَأْلحْ َك ِام ال َّشرْ عِ َّي ِة ْال َع َملِ َّي ِة ْال ُم ْك َت َسبُ مِنْ َأ ِدلَّ ِت َها ال َّت ْفصِ يلِ َّي ِة
Ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliyyah yang digali dari dalil-
dalilnya yang terperinci.
Imam Al-Haramain
ه َُو ْالعلم ِبَأحْ َكام َأف َعال ْال ُم َكلّفين ال َّشرْ عِ يَّة دون ْال َع ْقلِيَّة
Adalah ilmu tentang hukum-hukum perbuatan mukallaf secara syar’i bukan secara
akal.
Contoh
ك
ّ الرخصة التناط بالش
Keringanan hukum tidak bisa dikaitkan dengan keraguan.
Contoh kaidah:
Dalam perjalanan pulang ke kampung, saya merasa ragu mengenai jauh jarak yang
ditempuh dalam perjalan tersebut, apakah sudah memenuhi syarat atau belum
Dalam kondisi semacam ini, saya tidak boleh meng-qasharshalat.
1. Aliran Mutakallimin
Para ulama dalam aliran ini dalam pembahasannya dengan menggunakan cara-
cara yang digunakan dalam ilmu kalam yakni menetapkan kaidah ditopang
dengan alasan-alasan yang kuat baik naqliy (dengan nash) maupun 'aqliy
(dengan akal fikiran) tanpa terikat dengan hukum furu' yang telah ada dari
madzhab manapun, sesuai atau tidak sesuai kaidah dengan hukum-hukum furu’
tersebut tidak menjadi persoalan. Aliran ini diikuti oleh para ulama dari golongan
Mu'tazilah, Malikiyah, dan Syafi'iyah.
2. Aliran Hanafiyah.
Para ulama dalam aliran ini, dalam pembahasannya, berangkat dari hukum-
hukum furu’ yang diterima dari imam-imam (madzhab) mereka; yakni dalam
menetapkan kaidah selalu berdasarkan kepada hukum-hukum furu ’ yang diterima
dari imam-imam mereka. Jika terdapat kaidah yang bertentangan dengan hukum-
hukum furu’ yang diterima dari imam-imam mereka, maka kaidah itu diubah
sedemikian rupa dan disesuaikan dengan hukum-hukum furu’ tersebut. Jadi para
ulama dalam aliran ini selalu menjaga persesuaian antara kaidah dengan hukum
furu’ yang diterima dari imam-imam mereka.
3. ALIRAN MUTA’AKHIRIN
Metode ini merupakan gabungan antara Metode Mutakallimin dan metode
fuqaha.Metode yang ditempuh ialah dengan cara mengombinasi kedua aliran
tersebut.Mereka memerhatikan kaidah – kaidah ushuliyah dan mengemukakan
dalil – dalil atas kaidah ini juga memerhatikan penerapannya terhadap masalah
fikih far’iyah dan relevansinya dengan kaidah – kaidah tersebut
Fungsi hadits terhadap Al Quran yang pertama adalah sebagai Bayan At-Taqrir yang
berarti memperkuat isi dari Al-Quran. Sebagai contoh hadits yang diriwayatkan oleh H.R
Bukhari dan Muslim terkait perintah berwudhu, yakni:
“Rasulullah SAW bersabda, tidak diterima shalat seseorang yang berhadats sampai ia
berwudhu” (HR.Bukhori dan Abu Hurairah)
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah muka dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh)
kakimu sampai dengan kedua mata kaki” - (QS.Al-Maidah:6)
Contoh hadits sebagai bayan At-tafsir adalah penjelasan nabi Muhammad SAW
mengenai hukum pencurian.
“Rasulullah SAW didatangi seseorang yang membawa pencuri, maka beliau memotong
tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan”
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah” -
(QS.Al-Maidah: 38)
Apa itu Sunnah Tasyri’? Sunnah Tasyri’iyyah, yaitu Sunnah yang disampaikan
dengan jalan risalah (ma sabiluhu sabilu tabligh al-risalah). Hadis ini muncul dari diri
Muhammad sebagai pembawa risalah dan harus ditaati, sebab bisa dikatakan
bahwa apa yang diterima Muhammad pada kedudukan tersebut merupakan wahyu
atau juga ijtihad Nabi atas bimbingan wahyu..
Contoh Sunnah Tasyri’ Pertama, Ilmu-ilmu tentang hari akhirat dan keajaiban-
keajaiban yang tidak dapat dicapai oleh manusia biasa. Semua hal ini berdasarkan
wahyu dari Allah. Contoh : ض َعلَ ْي ِه َم ْق َع ُدهُ ِباْل َغدَا ِة َ ات ع ُِرَ اِنَّ اَ َح َد ُك ْم ِا َذا َم:هللا ص َقا َل ِ ْن ُع َم َر اَنَّ َرس ُْو َل
ِ َع ِن اب
َ
wَ wك َح َّتى َيب َْعث
ُك هللاw َ
َ ُدwذا َم ْق َعww ه:ُالww ُي َق.ار
ِ ار َفمِنْ اَهْ ِل ال َّن
ِ ان مِنْ اَهْ ِل ال َّن
َ لج َّن ِة َو اِنْ َكَ لج َّن ِة َفمِنْ اَهْ ِل ْا
َ ان مِنْ اَهْ ِل ْا
َ َو ْا َلعشِ يّ اِنْ َك
2199 w:4 لمw مس.ِ ةw ِالَ ْي ِه َي ْو َم ْالقِ َيا َمDari Ibnu ‘Umar bahwasanya Rasulullah SAW bersabda,
“Sesungguhnya salah seorang di antara kalian apabila meninggal dunia akan
diperlihatkan kepadanya tempat duduknya di waktu pagi dan sore. Jika ia termasuk
ahli surga, maka akan diperlihatkan surga kepadanya. Dan jika ia termasuk ahli
neraka, akan diperlihatkan neraka kepadanya. Lalu dikatakan kepadanya, “Ini
adalah tempatmu hingga Allah membangkitkan kamu kepadanya pada hari qiyamat”
[HR. Muslim juz 4, hal. 2199].
1. Mazhab Hanafi
:Mazhab ini juga menggunakan dalil yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
داwwمع أحwwان فلم أسwwر وعثمww صليت مع رسول هللا صلى هللا عليه وسلم وأبي بكر وعم:وعن أنس أيضا رضي هللا عنه قال
رواه مسلم.منهم يقرأ بسم هللا الرحمن الرحيم
2. Mazhab Maliki Mazhab Maliki berpendapat bahwa Basmallah pada surat Al-Fatihah
tidak perlu dibaca sama sekali. Dalam hal ini, Mazhab Maliki menggunakan dalil
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:رww أن النبي صلى هللا عليه وسلم وأبا بك:عن أنس رضي هللا عنه
رواه البخاري.وعمر رضي هللا عنهما كانوا يفتتحون الصالة بالحمد هلل رب العالمين.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata: "Bahwa Rasulullah SAW, Abu Bakr,
Umar, Utsman dan Ali memulai salatnya dengan Al-hamdulillahi rabbil 'aalamiin.
(HR. Bukhari)
:Mazhab ini juga menggunakan dalil yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
داwwمع أحwwان فلم أسwwر وعثمww صليت مع رسول هللا صلى هللا عليه وسلم وأبي بكر وعم:وعن أنس أيضا رضي هللا عنه قال
. رواه مسلم.منهم يقرأ بسم هللا الرحمن الرحيم
Dari Anas bin Malik RA berkata: "Saya salat di belakang Rasulullah SAW, Abu Bakr,
Umar dan Utsman, Saya tidak mendengar satupun dari mereka membaca
Bismillahirrahmanirrahim. (HR. Muslim)
3. Mazhab Syafi'i
Mazhab Syafi'i berpendapat bahwa membaca Basmallah pada surat Al-Fatihah
disunnahkan dibaca Jahr atau keras. Dalam hal ini, Mazhab Syafi'i menggunakan
dalil yang diriwayatkan oleh Imam Ad-Daruqutni: قال رسول هللا صلى هللا عليه:عن أبي هريرة قال
رحينww إنها أم القرآن وأم الكتاب والسبع المثاني وبسم هللا الرحمن ال، إذا قرأتم الحمد فاقرأوا بسم هللا الرحمن الرحيم:وسلم
اةw رجال إسناده كلهم ثق: قال الدارقطني.إحدى آياتها.Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata:
Bahwa Rasulullah SAW bersabda: jika kalian ingin membaca surat Al-Fatihah maka
bacalah Basmallah. Sesungguhnya Basmallah itu salah satu ayat dari surat Al-
Fatihah. (HR. Ad-Daruqutni Perawinya Tsiqoh semua).
Mazhab Syafii juga menggunakan dalil yang diriwayatkan oleh Imam An-Nasai, Ibnu
Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Imam Al-Hakim. Hadis ini dishahihkan oleh Imam ad-
بسم هللا الرحمن: فقرأ، «صليت وراء أبي هريرة: أنه قال، عن نعيم المجمر:Daruqutni & Imam Al-Baihaqi
هww» أخرج- لمwwه وسwwلى هللا عليww ص- ول هللاwwالة برسwwبهكم صww إني ألش،دهww والذي نفسي بي: وقال، ثم قرأ بأم القرآن.الرحيم
.النسائي وابن خزيمة وابن حبان في صحيحهما والحاكم في مستدركه وصححه الدارقطني والخطيب والبيهقي وغيرهم
Dari Nu'aim bin al-Mujammir RA berkata: Saya salat di belakang Abu Hurairah, Abu
Hurairah menjahrkan (mengeraskan) Basmallah dalam salatnya. Setelah salam dia
berkata: Demi Allah, Aku adalah orang yang paling mirip salatnya dengan salatnya
Rasulullah SAW. (HR. Imam An-Nasai, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, & Imam Al-
Hakim).
Juga menggunakan dalil yang diriwayatkan oleh Imam Abu Hatim, Ibnu Hibban &
Ad-Daruqutni dengan sanad yang shahih:فقد بان وثبت أن النبي صلى هللا عليه وسلم كان يجهر ببسم
حيحwwديث صwwذا حwwال هwwننه وقwwدارقطني في سww وأخرجه أبو حاتم ابن حبان في صحيحه وال.هللا الرحمن الرحيم في الصالة
لمwwاري ومسwwرط البخwwحيح على شwwديث صwwذا حww ه:الwwحيح وقwwتدرك على الصwwاكم في المسww ورواه الح.اتwwوكلهم ثق.
Telah jelas dan tsabit bahwa Nabi SAW menjahrkan Basmallah ketika salat. (HR.
Abu Hatim, Ibnu Hibban & Ad-Daruqutni, Ini Hadits Shahih, Imam al-Hakim
mengatakan sanadnya berdasarkan syarat sanad Bukhari Muslim)
4. Mazhab Hanbali
Mazhab Hanbali berpendapat bahwa membaca Basmallah pada surat Al-Fatihah
disunnahkan dibaca sirr atau pelan. Minimal dibaca di dalam hati. Pendapat
Madzhab Hanbali ini sama seperti pendapat Madzhab Hanafi. Dalam hal ini, Mazhab
Hanbali menggunakan dalil yang diriwayatkan oleh Imam Ad-Daruqutni:
رآنwwا أم القww إنه،رحيمwwرحمن الww إذا قرأتم الحمد فاقرأوا بسم هللا ال: قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم:عن أبي هريرة قال
اةwwناده كلهم ثقwwال إسww رج:دارقطنيwwال الww ق.اwwدى آياتهwwرحين إحwwرحمن الwwم هللا الwwاني وبسwwبع المثwwاب والسwwوأم الكت.
Dari Abu Hurairah RA berkata: Bahwa Rasulullah SAW bersabda: jika kalian ingin
membaca surat Al-Fatihah maka bacalah Basmallah. Sesungguhnya Basmallah itu
salah satu ayat dari surat Al-Fatihah. (HR. Ad-Daruqutni Perawinya Tsiqoh semua)
Kesimpulan
Mazhab Hanafi dan Mazhab Hanbali membaca Basmallah dengan sirr (pelan). Hal
ini sering kita temui di Makkah dan Madinah (Saudi Arabia) yang memakai mazhab
Hanbali sebagai mazhab resminya. Sedangkan Mazhab Maliki (muslim di Afrika
Utara) tidak membaca Basmallah sama sekali. Adapun Mazhab Syafi'i (mayoritas
Indonesia, Malaysia, Asia Tenggara, Yaman, sebagian Mesir dll) membaca Al-
Fatihah dengan mengeraskan Basmallah (jahr).
Sedangkan maqashid syariah menurut Ibnu Asyur adalah hal-hal yang dikehendaki
syari’ (Allah) untuk merealisasikan tujuan-tujuan manusia yang bermanfaat, atau
untuk memelihara kemaslahatan umum mereka dalam tindakan-tindakan mereka
secara khusus.
Landasan fikih (at-takyif al-fiqhi) zakat profesi ini menurut Al-Qaradhawi adalah perbuatan
sahabat yang mengeluarkan zakat untuk al-maal al-mustafaad (harta perolehan). Al-maal al-
mustafaad adalah setiap harta baru yang diperoleh seorang muslim melalui salah satu cara
kepemilikan yang disyariatkan, seperti waris, hibah, upah pekerjaan, dan yang semisalnya.
Berikut ini adalah dalil yang bermakna kewajiban zakat secara umum, yaitu:
ك َس َكنٌ َل ُه ْم َوهَّللا ُ َسمِي ٌع َعلِي ٌم
َ صاَل َت
َ َّص ِّل َعلَي ِْه ْم ِإن
َ يه ْم ِب َها َو َ ُخ ْذ مِنْ َأ ْم َوال ِِه ْم
ِ ص َد َق ًة ُت َط ِّه ُر ُه ْم َو ُت َز ِّك
Artinya:
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. At
Taubah: 103).
Berikut ini juga terdapat dalil yang menjelaskan kewajiban zakat terhadap harta tertentu,
yaitu:
ون َولَسْ ُت ْم ِبآ ِخذِي ِه َ ض ۖ َواَل َت َي َّممُوا ْال َخ ِب
َ ُيث ِم ْن ُه ُت ْنفِق ِ ْت َما َك َس ْب ُت ْم َو ِممَّا َأ ْخ َرجْ َنا لَ ُك ْم م َِن اَأْلر
ِ ِين آ َم ُنوا َأ ْنفِقُوا مِنْ َط ِّي َبا
َ يا َأ ُّي َها الَّذ
هَّللا َأ
ِإ نْ ُت ْغ ِمضُوا فِي ِه ۚ َواعْ لَمُوا نَّ َ َغنِيٌّ َحمِي ٌد َأ اَّل
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik, …”
(Q.S Al Baqarah: 267)
Ayat pertama di atas menunjukkan lafadz atau kata yang masih umum ; dari hasil apa saja.
“.. infakkanlah (zakatkanlah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik.”
dan dalam ilmu fiqh terdapat kaidah “Al “ibrotu bi Umumi lafdzi laa bi khususi sabab”
“bahwa ibroh (pengambilan makna) itu dari keumuman katanya bukan dengan kekhususan
sebab.” Dan tidak ada satupun ayat atau keterangan lain yang memalingkan makna
keumuman hasil usaha tadi, oleh sebab itu profesi atau penghasilan termasuk dalam ketegori
ayat di atas.
ZAKAT PROFESI
Istilah zakat profesi sangat populer hari ini baik itu dalam pengamalannya bagi golongan
yang menerimanya, begitu juga dibincangkan kajian atas dasar hukumnya bagi pihak
yang menolaknya.
Apa yang menjadi landasan hukum kewajiban zakat profesi? Dan berapa besarnya kadar,
lalu kapan dikeluarkannya zakat profesi?
Dan tentang zakat profesi,tidak ada dalil baik dari Al-Qur’an, maupun Sunnah Rasulullah
SAW, dan Ijma’ atau Qiyas yang Shohih. Dan tidak satu pun dari kalangan para Ulama
salaf yang menyatakan disyari’atkannya.
ِ ال َتْأ ُكلُو ْا َأمْ وَ الَ ُكم بَ ْينَ ُكم ِبا ْلب
َاط ِل وَ تُ ْدلُو ْا ِب َها َ َو
َ َأ َأ ْأ
ََّاس ِباِإل ْث ِم وَ نتُ ْم تَ ْعلمُون ِ ِإلَى ا ْل ُح َّك ِام ِلتَ ُكلوا ف ِريقًا ّمِنْ مْ وَ ا ِل الن
َ ْ ُ
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui” (QS. Al Baqarah: 188).
“Apakah mereka memiliki sekutu-sekutu yang mensyariatkan bagi mereka suatu perkara
dalam agama ini tanpa izin dari Allah?” (Asy-Syura: 21)
Pada asalnya tidak ada kewajiban atas seseorang untuk membayar zakat dari suatu harta
yang dimilikinya kecuali ada dalil yang menetapkannya. Berdasarkan hal ini jika yang
dimaksud dengan zakat profesi bahwa setiap profesi yang ditekuni oleh seseorang
terkena kewajiban zakat, dalam arti uang yang dihasilkan darinya berapapun jumlahnya,
mencapai nishab atau tidak, dan apakah uang tersebut mencapai haul atau tidak wajib
dikeluarkan zakatnya, maka ini adalah pendapat yang batil. Tidak ada dalil dari Al-Qur’an
dan As-Sunnah yang menetapkannya. Tidak pula ijma’ umat menyepakatinya. Bahkan
tidak ada qiyas yang menunjukkannya.
Adapun jika yang dimaksud dengan zakat profesi adalah zakat yang harus dikeluarkan
dari uang yang dihasilkan dan dikumpulkan dari profesi tertentu, dengan syarat
mencapai nishab dan telah sempurna haul yang harus dilewatinya, ini adalah pendapat
yang benar, yang memiliki dalil dan difatwakan oleh para ulama besar yang diakui
keilmuannya dan dijadikan rujukan oleh umat Islam sedunia pada abad ini dalam urusan
agama mereka. Hakikatnya ini adalah zakat uang yang telah kami bahas pada Rubrik
Problema Anda edisi yang lalu.
“Tentang zakat gaji bulanan hasil profesi. Apabila gaji bulanan yang diterima oleh
seseorang setiap bulannya dinafkahkan untuk memenuhi hajatnya sehingga tidak ada
yang tersisa sampai bulan berikutnya, maka tidak ada zakatnya. Karena di antara syarat
wajibnya zakat pada suatu harta (uang) adalah sempurnanya haul yang harus dilewati
oleh nishab harta (uang) itu. Jika seseorang menyimpan uangnya, misalnya setengah
gajinya dinafkahkan dan setengahnya disimpan , maka wajib atasnya untuk
mengeluarkan zakat harta (uang) yang disimpannya setiap kali sempurna haulnya.”
Penjelasan imam ahli fiqih abad ini serta ulama lainnya yang tergabung dalam Komite
Fatwa Al-Lajnah Ad-Da’imah yang kami nukilkan di atas sudah cukup bagi siapapun yang
mencari kebenaran dalam agama ini. Wallahul muwaffiq. Selanjutnya untuk pedoman
umum dalam perhitungan zakat uang yang dikumpulkan oleh seseorang dari gaji
profesinya setiap bulan, berikut ini kami nukilkan fatwa Al-Lajnah dan Al-’Utsaimin.
Jika dia bertekad untuk mengambil haknya secara utuh dan tidak ingin memberikan
kepada fakir miskin lebih dari kadar yang wajib didapatkan oleh mereka dari zakat
hartanya, hendaklah dia membuat daftar/catatan khusus untuk menghitung secara
khusus haul setiap jumlah uang yang ditambahkannya kepada simpanan sebelumnya
mulai dari hari dia memiliki tambahan tersebut, agar dia mengeluarkan zakat setiap
tambahan itu setiap kali haul masing-masingnya sempurna. Jika dia tidak ingin terbebani
lalu memilih untuk berlapang dada dan sukarela mengutamakan kepentingan fakir
miskin serta golongan lainnya yang berhak mendapatkan zakat dari kepentingan
pribadinya, maka hendaklah dia mengeluarkan zakat uang yang dimilikinya secara total
di akhir haul nishab uang yang pertama kali dimilikinya. Hal ini lebih besar pahalanya,
lebih mengangkat derajatnya, lebih melegakan dirinya dan lebih memerhatikan hak fakir
miskin serta golongan lainnya yang berhak mendapatkan zakat. Adapun kadar zakat
yang lebih dari yang semestinya untuk dikeluarkan pada tahun itu dianggap sebagai
zakat yang disegerakan pengeluarannya setahun sebelum waktunya tiba .”
Wallahu a’lam.
Keterangan :
1. Nishab adalah kadar/nilai tertentu yang ditetapkan dalam syariat apabila harta yang
dimiliki oleh seseorang mencapai nilai tersebut maka harta itu terkena kewajiban zakat.
(pen)
2. Haul adalah masa satu tahun yang harus dilewati oleh nishab harta tertentu tanpa
berkurang sedikitpun dari nishab sampai akhir tahun. Rasulullah bersabda:
َم ِن ْاس َت َفا َد َما ًال فَ َال َزاَك َة عَلَ ْي ِه َحىَّت حَي ُ ْو َل عَلَ ْي ِه الْ َح ْو ُل
“Barangsiapa menghasilkan harta maka tidak ada kewajiban zakat pada harta itu
hingga berlalu atasnya waktu satu tahun”
Hadits ini diriwayatkan oleh beberapa sahabat Nabi, dan pada setiap riwayat tersebut
ada kelemahan, namun gabungan seluruh riwayat tersebut saling menguatkan sehingga
merupakan hujjah. Bahkan Al-Albani menyatakan bahwa ada satu jalan riwayat yang
shahih sehingga beliau menshahihkan hadits ini.
Ibnu Qudamah berkata dalam Al-Mughni (2/392): “Kami tidak mengetahui adanya
khilaf dalam hal ini.” Lihat pula Majmu’ Fatawa (25/14).
Perhitungan haul ini menurut tahun Hijriah dan bulan Qamariah yang jumlahnya 12
(duabelas) bulan dari Muharram sampai Dzulhijjah. Bukan menurut tahun Masehi dan
bulan-bulan selain bulan Qamariah. Lihat Al-Muhalla (no. 670), Fatawa Al-Lajnah Ad-
Da’imah (9/200). (pen)
3. Nishabnya adalah uang yang jumlahnya senilai dengan 85 (delapan puluh lima) gram
emas murni atau 595 (lima ratus sembilan puluh lima) gram perak murni. Namun realita
yang ada sekarang, harga nishab perak jauh lebih murah dari harga nishab emas,
sehingga bisa dikatakan bahwa nishabnya adalah senilai harga 595 gram perak
sebagaimana kata guru kami Asy-Syaikh Abdurrahman Mar’i hafizhahullah. Jika nishab
yang dimiliki telah sempurna haul yang harus dilewatinya, maka di akhir tahun wajib
dikeluarkan zakatnya sebesar 1/40 atau 2,5 % dari uang tersebut.
4. Sementara uang dengan berbagai jenis mata uang yang ada merupakan pengganti
emas (dinar) dan perak (dirham) sehingga zakat uang memiliki hukum yang sama
dengan zakat emas dan perak. (pen)
5. Maksudnya yang tersimpan adalah nishab, karena apabila uang yang disisihkan dari
gajinya untuk disimpan pada bulan pertama tidak mencapai nishab maka belum ada
perhitungan haul. Namun pada bulan berikutnya dia menyisihkan lagi sebagian dari
gajinya untuk disimpan dan jumlahnya bersama simpanan sebelumnya mencapai nishab
–misalnya– saat itulah perhitungan haulnya dimulai. (pen).
َ فَ َرخ ََّص هَل ُ يِف ْ َذكِل،َأ َّن الْ َع َّب َاس ْب َن َع ْب ِد الْ ُم َّط ِل ِب َسَأ َل النَّيِب َّ يِف ْ تَ ْعجِ ْيلِ َصدَ قَ ِت ِه قَ ْب َل َأ ْن حَت ِ َّل
“Bahwasanya Al-’Abbas bin Abdil Muththalib bertanya kepada Nabi tentang maksudnya
untuk menyegerakan pengeluaran zakatnya sebelum waktunya tiba, maka Nabi memberi
kelonggaran kepadanya untuk melakukan hal itu.” (HR Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi,
Ibnu Majah, Ad-Daraquthni, Al-Baihaqi, dan yang lainnya.)
Abu Dawud, Ad-Daraquthni, Al-Baihaqi, dan Al-Albani merajihkan bahwa hadits ini
mursal namun Al-Albani menghasankannya dalam Irwa’ Al-Ghalil (no. 857) dengan
syawahid (penguat-penguat) yang ada.
Adapun memajukan pengeluaran zakat harta yang belum mencapai nishab, hal ini tidak
boleh berdasarkan kesepakatan ulama. Karena nishab merupakan sebab (faktor)
sehingga suatu harta terkena kewajiban zakat. Jika sebab (faktor) tersebut belum ada,
maka pada asalnya harta itu tidak terkena kewajiban zakat.
Secara terminology, Wahab Khallaf berpendapat, ‘illat adalah suatu sifat pada asal
yang di bina atasnnya hukum dan diketahui dengannya hukum pada sesuatu.[2] Al-
Bazdawi menyatakan, ‘illat merupakan hukum qiyas dalam arti suatu sifat yang pada
asal sifat itu menjadi dasar untuk menetapkan hukum pada far’u yang belum
ditetapkan hukumnya.[3] Dipahami bahwa ‘illat itu suatu keadaan atau sifat yang
jelas, dan mengandung relevansi sehingga kuat dugaan dia-lah yang menjadi alasan
penetapan sesuatu ketentuan syar’I guna mewujudkan kemaslahatan bagi manusia.