Anda di halaman 1dari 13

Menurut Khudary Beik

Yaitu ilmu tentang kaedah/aturan-aturan dimana dengan kaedah tersebut seseorang


mujtahid sampai menemukan hukum syar’i yang diambil dari dalilnya.

-Menurut Ali Hasaballah


Yaitu kaedah-kaedah yang dengan kaedah tersebut menyampaikan untuk
mengisbatkan ( mengeluarkan ) hukum-hukum dari dalil yang terperinci.

-Menurut Abdul Wahab Khallaf


Yaitu tentang kaedah-kaedah/ketentuan dan pembahasan yang dijadikan sebagai
sasaran untuk memperoleh hukum-hukum syara’ yang berkaitan dengan amaliyah
dari dali-dalil Nya yang terperinci.

-Menurut Prof.Dr.TM. Hasbi


Yaitu kaedah yang dipergunakan untuk mengeluarkan hukum dari dalil-Nya  dan
kaedah-kaedah yang menetapkan dalil-dali hukum

-Menurut Kamaludin Ibnu Humam


Ushul Fiqh adalah pengetahuan tentang kaedah-kaedah yang dapat mencapai
kemampuan dalam penggalian fiqh.

-Menurut Muhammad Abu Zahra


Yaitu ilmu tentang kaedah-kaedah yang menggariskan jalan untuk memperoleh jalan
hukum-hukum syara’ mengenai perbuatan dan dalil-dalilnya yang terperinci.

. Al-Utsaimin
‫َمعْ ِر َف ُة اَأْلحْ َك ِام ال َّشرْ عِ َّي ِة ْال َع َملِ َّي ِة ِبَأ ِدلَّ ِت َها ال َّت ْفصِ ْيلِ َّي ِة‬
Mengenal hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliyyah dengan dalil-dalilnya yang
terperinci.
Az-Zarkasyi
‫ْالع ِْل ُم ِباَأْلحْ َك ِام ال َّشرْ عِ َّي ِة ْال َع َملِ َّي ِة ْال ُم ْك َت َسبُ مِنْ َأ ِدلَّ ِت َها ال َّت ْفصِ يلِ َّي ِة‬
Ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliyyah yang digali dari dalil-
dalilnya yang terperinci.
Imam Al-Haramain
‫ه َُو ْالعلم ِبَأحْ َكام َأف َعال ْال ُم َكلّفين ال َّشرْ عِ يَّة دون ْال َع ْقلِيَّة‬
Adalah ilmu tentang hukum-hukum perbuatan mukallaf secara syar’i bukan secara
akal.

Contoh
‫ك‬
ّ ‫الرخصة التناط بالش‬
Keringanan hukum tidak bisa dikaitkan dengan keraguan.
Contoh kaidah:
Dalam perjalanan pulang ke kampung, saya merasa ragu mengenai jauh jarak yang
ditempuh dalam perjalan tersebut, apakah sudah memenuhi syarat atau belum
Dalam kondisi semacam ini, saya tidak boleh meng-qasharshalat.
1. Aliran Mutakallimin
Para ulama dalam aliran ini dalam pembahasannya dengan menggunakan cara-
cara yang digunakan dalam ilmu kalam yakni menetapkan kaidah ditopang
dengan alasan-alasan yang kuat baik naqliy (dengan nash) maupun  'aqliy
(dengan akal fikiran) tanpa terikat dengan  hukum furu' yang telah ada dari
madzhab manapun, sesuai atau tidak sesuai kaidah dengan hukum-hukum furu’
tersebut tidak menjadi persoalan. Aliran ini diikuti oleh para ulama dari golongan
Mu'tazilah, Malikiyah, dan Syafi'iyah.

2. Aliran Hanafiyah.
Para ulama dalam aliran ini, dalam pembahasannya, berangkat dari hukum-
hukum furu’ yang diterima dari imam-imam (madzhab) mereka; yakni dalam
menetapkan kaidah selalu berdasarkan kepada hukum-hukum furu ’ yang diterima
dari imam-imam mereka. Jika terdapat kaidah yang bertentangan dengan hukum-
hukum furu’ yang diterima dari imam-imam mereka, maka kaidah itu diubah
sedemikian rupa dan disesuaikan dengan hukum-hukum furu’ tersebut. Jadi para
ulama dalam aliran ini selalu menjaga persesuaian antara kaidah dengan hukum
furu’ yang diterima dari imam-imam mereka.

3. ALIRAN MUTA’AKHIRIN
Metode ini merupakan gabungan antara Metode Mutakallimin dan metode
fuqaha.Metode yang ditempuh ialah dengan cara mengombinasi kedua aliran
tersebut.Mereka memerhatikan kaidah – kaidah ushuliyah dan mengemukakan
dalil – dalil atas kaidah ini juga memerhatikan penerapannya terhadap masalah
fikih far’iyah dan relevansinya dengan kaidah – kaidah tersebut

Fungsi Hadist Terhadap Al Quran

Bayan At-Taqrir (Memperjelas isi Al Quran)

Fungsi hadits terhadap Al Quran yang pertama adalah sebagai Bayan At-Taqrir yang
berarti memperkuat isi dari Al-Quran. Sebagai contoh hadits yang diriwayatkan oleh H.R
Bukhari dan Muslim terkait perintah berwudhu, yakni:

“Rasulullah SAW bersabda, tidak diterima shalat seseorang yang berhadats sampai ia
berwudhu” (HR.Bukhori dan Abu Hurairah)

Hadits diatas mentaqrir dari surat Al-Maidah ayat 6 yang berbunyi:

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah muka dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh)
kakimu sampai dengan kedua mata kaki” - (QS.Al-Maidah:6)

Bayan At-Tafsir (Menafsirkan isi Al Quran)


Fungsi hadist terhadap Al Quran selanjutnya adalah sebagai Bayan At-Tafsir yang
berarti memberikan tafsiran (perincian) terhadap isi Al Quran yang masih bersifat umum
(mujmal) serta memberikan batasan-batasan (persyaratan) pada ayat-ayat yang bersifat
mutlak (taqyid).

Contoh hadits sebagai bayan At-tafsir adalah penjelasan nabi Muhammad SAW
mengenai hukum pencurian.

“Rasulullah SAW didatangi seseorang yang membawa pencuri, maka beliau memotong
tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan”

Hadist diatas menafsirkan surat Al-maidah ayat 38:

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah” -
(QS.Al-Maidah: 38)

Apa itu Sunnah Tasyri’? Sunnah Tasyri’iyyah, yaitu Sunnah yang disampaikan
dengan jalan risalah (ma sabiluhu sabilu tabligh al-risalah). Hadis ini muncul dari diri
Muhammad sebagai pembawa risalah dan harus ditaati, sebab bisa dikatakan
bahwa apa yang diterima Muhammad pada kedudukan tersebut merupakan wahyu
atau juga ijtihad Nabi atas bimbingan wahyu..

Contoh Sunnah Tasyri’ Pertama, Ilmu-ilmu tentang hari akhirat dan keajaiban-
keajaiban yang tidak dapat dicapai oleh manusia biasa. Semua hal ini berdasarkan
wahyu dari Allah. Contoh : ‫ض َعلَ ْي ِه َم ْق َع ُدهُ ِباْل َغدَا ِة‬ َ ‫ات ع ُِر‬َ ‫ اِنَّ اَ َح َد ُك ْم ِا َذا َم‬:‫هللا ص َقا َل‬ ِ ‫ْن ُع َم َر اَنَّ َرس ُْو َل‬
ِ ‫َع ِن اب‬
َ
wَ w‫ك َح َّتى َيب َْعث‬
ُ‫ك هللا‬w َ
َ ‫ ُد‬w‫ذا َم ْق َع‬ww‫ ه‬:ُ‫ال‬ww‫ ُي َق‬.‫ار‬
ِ ‫ار َفمِنْ اَهْ ِل ال َّن‬
ِ ‫ان مِنْ اَهْ ِل ال َّن‬
َ ‫لج َّن ِة َو اِنْ َك‬َ ‫لج َّن ِة َفمِنْ اَهْ ِل ْا‬
َ ‫ان مِنْ اَهْ ِل ْا‬
َ ‫َو ْا َلعشِ يّ اِنْ َك‬
2199 w:4 ‫لم‬w‫ مس‬.ِ‫ ة‬w‫ ِالَ ْي ِه َي ْو َم ْالقِ َيا َم‬Dari Ibnu ‘Umar bahwasanya Rasulullah SAW bersabda,
“Sesungguhnya salah seorang di antara kalian apabila meninggal dunia akan
diperlihatkan kepadanya tempat duduknya di waktu pagi dan sore. Jika ia termasuk
ahli surga, maka akan diperlihatkan surga kepadanya. Dan jika ia termasuk ahli
neraka, akan diperlihatkan neraka kepadanya. Lalu dikatakan kepadanya, “Ini
adalah tempatmu hingga Allah membangkitkan kamu kepadanya pada hari qiyamat”
[HR. Muslim juz 4, hal. 2199].

Kedua, Aturan-aturan syariat, batasan-batasan ibadah, dan masalah-masalah


irtifaqat (muamalah sesama manusia). Contoh: Baca Juga  Mengapa Hadis Niat
Selalu Ditulis Pertama? ‫ظ ُر الرَّ ُج ُل ِإلَى َع ْو َر ِة الرَّ ج ُِل َوالَ ْال َمرْ َأةُ ِإلَى َع ْو َر ِة ْال َمرْ َأ ِة‬
ُ ‫“ ال َي ْن‬Janganlah laki-
laki melihat aurat laki-laki yang lain. Janganlah pula wanita melihat aurat wanita
yang lain.” (HR. Muslim no. 338).

Ketiga, kebijakan-kebijakan praktis (hikam al-mursalah) dan kemaslahatan mutlak


yang nabi tidak menetapkannya untuk waktu tertentu dan tidak pula menentukan
batasannya, seperti penjelasan Nabi tentang yang baik dan buruk. Contoh: ‫انَّ رجاًل‬
ِ ‫أيُّ ال َّن‬ww‫ ف‬: ‫ قا َل‬، ‫سن عملُ ُه‬
ُ‫ ُره‬w‫ا َل عم‬ww‫ َمن ط‬: ‫ا َل‬ww‫رٌّ ؟ ق‬ww‫اس ش‬ ِ ‫ يا رسو َل هَّللا ِ أيُّ ال َّن‬: ‫قا َل‬
َ ، ُ‫ َمن طا َل عم ُره‬: ‫اس خي ٌر ؟ قا َل‬
َ ‫وح‬
‫ وسا َء عملُ ُه‬Ketika Rasulullah SAW ditanya, ”Siapa manusia terbaik?” Beliau menjawab,
”Orang yang panjang usianya dan baik amalnya.” Beliau kembali ditanya, ”Lalu siapa
manusia terburuk?” Jawab Rasul, ”Orang yang panjang usianya tetapi jelek
amalnya.” (HR at-Tirmidzi).

Keempat, keutamaan-keutamaan perbuatan dan sifat-sifat istimewa dari orang yang


berbuat kebajikan. Contoh: ‫ب‬ ِ ‫ ِر‬w‫ ِر ِق َو ْال َم ْغ‬w ‫ا َبي َْن ْال َم ْش‬ww‫ َد َم‬w‫ار َأ ْب َع‬ ِ w‫ َي ْن‬،ِ‫ ة‬w‫ َد لَ َي َت َكلَّ ُم ِب ْال َكلِ َم‬w‫انَّ ْال َع ْب‬
ِ ‫ا فِي ال َّن‬ww‫ز ُل ِب َه‬w
“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan kalimat tanpa dipikirkan terlebih
dahulu, dan karenanya dia terjatuh ke dalam neraka sejauh antara timur dan barat.”
(HR. Muslim no. 2988). Demikian ulasan tentang bagaimana konsep kedudukan
Nabi Muhammad Saw dan juga Sunnah Tasyri’. Untuk pembahasan tentang Sunnah
Ghairu Tasyri’ akan di bahas di artikel berikutnya.

Membaca Basmallah (‫رحيم‬ww‫رحمن ال‬ww‫م هللا ال‬ww‫ )بس‬pada Surah Al-Fatihah termasuk masalah


khilafiyah (perbedaan pendapat) dalam fiqih Salat. Bagaimana sebenarnya hukum
membaca Basmallah yang diajarkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

Berikut penjelasan Ustaz Muhammad Ajib , pengajar di Rumah Fiqih Indonesia (RFI)


dalam bukunya berjudul "Masalah Khilafiyah 4 Mazhab Terpopuler". Berikut
penjelasannya:

1. Mazhab Hanafi

Mazhab Hanafi berpendapat bahwa membaca Basmallah pada surat Al-Fatihah


disunnahkan dibaca sirr atau pelan. Minimal dibaca di dalam hati. Dalam hal ini,
Mazhab Hanafi menggunakan dalil yang diriwayatkan oleh Imam Ad-Daruqutni:
‫رآن‬ww‫ا أم الق‬ww‫ إنه‬،‫رحيم‬ww‫رحمن ال‬ww‫ إذا قرأتم الحمد فاقرأوا بسم هللا ال‬:‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬:‫عن أبي هريرة قال‬
‫اة‬ww‫ناده كلهم ثق‬ww‫ال إس‬ww‫ رج‬:‫دارقطني‬ww‫ال ال‬ww‫ ق‬.‫ا‬ww‫دى آياته‬ww‫رحين إح‬ww‫رحمن ال‬ww‫م هللا ال‬ww‫اني وبس‬ww‫بع المث‬ww‫اب والس‬ww‫وأم الكت‬.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata: Bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Jika kalian ingin membaca surat Al-Fatihah maka bacalah Basmallah.
Sesungguhnya Basmallah itu salah satu ayat dari surat Al-Fatihah. (HR. Ad-
Daruqutni Perawinya Tsiqoh semua)

:Mazhab ini juga menggunakan dalil yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
‫دا‬ww‫مع أح‬ww‫ان فلم أس‬ww‫ر وعثم‬ww‫ صليت مع رسول هللا صلى هللا عليه وسلم وأبي بكر وعم‬:‫وعن أنس أيضا رضي هللا عنه قال‬
‫ رواه مسلم‬.‫منهم يقرأ بسم هللا الرحمن الرحيم‬

Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata: "Saya salat di belakang Rasulullah


SAW, Abu Bakr, Umar dan Utsman. Saya tidak mendengar satupun dari mereka
membaca Bismillahirrahmanirrahim. (HR. Muslim)

2. Mazhab Maliki Mazhab Maliki berpendapat bahwa Basmallah pada surat Al-Fatihah
tidak perlu dibaca sama sekali. Dalam hal ini, Mazhab Maliki menggunakan dalil
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:‫ر‬ww‫ أن النبي صلى هللا عليه وسلم وأبا بك‬:‫عن أنس رضي هللا عنه‬
‫ رواه البخاري‬.‫وعمر رضي هللا عنهما كانوا يفتتحون الصالة بالحمد هلل رب العالمين‬.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata: "Bahwa Rasulullah SAW, Abu Bakr,
Umar, Utsman dan Ali memulai salatnya dengan Al-hamdulillahi rabbil 'aalamiin.
(HR. Bukhari)

:Mazhab ini juga menggunakan dalil yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
‫دا‬ww‫مع أح‬ww‫ان فلم أس‬ww‫ر وعثم‬ww‫ صليت مع رسول هللا صلى هللا عليه وسلم وأبي بكر وعم‬:‫وعن أنس أيضا رضي هللا عنه قال‬
.‫ رواه مسلم‬.‫منهم يقرأ بسم هللا الرحمن الرحيم‬

Dari Anas bin Malik RA berkata: "Saya salat di belakang Rasulullah SAW, Abu Bakr,
Umar dan Utsman, Saya tidak mendengar satupun dari mereka membaca
Bismillahirrahmanirrahim. (HR. Muslim)

3. Mazhab Syafi'i
Mazhab Syafi'i berpendapat bahwa membaca Basmallah pada surat Al-Fatihah
disunnahkan dibaca Jahr atau keras. Dalam hal ini, Mazhab Syafi'i menggunakan
dalil yang diriwayatkan oleh Imam Ad-Daruqutni:‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه‬:‫عن أبي هريرة قال‬
‫رحين‬ww‫ إنها أم القرآن وأم الكتاب والسبع المثاني وبسم هللا الرحمن ال‬،‫ إذا قرأتم الحمد فاقرأوا بسم هللا الرحمن الرحيم‬:‫وسلم‬
‫اة‬w‫ رجال إسناده كلهم ثق‬:‫ قال الدارقطني‬.‫إحدى آياتها‬.Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata:
Bahwa Rasulullah SAW bersabda: jika kalian ingin membaca surat Al-Fatihah maka
bacalah Basmallah. Sesungguhnya Basmallah itu salah satu ayat dari surat Al-
Fatihah. (HR. Ad-Daruqutni Perawinya Tsiqoh semua).

Mazhab Syafii juga menggunakan dalil yang diriwayatkan oleh Imam An-Nasai, Ibnu
Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Imam Al-Hakim. Hadis ini dishahihkan oleh Imam ad-
‫ بسم هللا الرحمن‬:‫ فقرأ‬،‫ «صليت وراء أبي هريرة‬:‫ أنه قال‬،‫ عن نعيم المجمر‬:Daruqutni & Imam Al-Baihaqi
‫ه‬ww‫» أخرج‬- ‫لم‬ww‫ه وس‬ww‫لى هللا علي‬ww‫ ص‬- ‫ول هللا‬ww‫الة برس‬ww‫بهكم ص‬ww‫ إني ألش‬،‫ده‬ww‫ والذي نفسي بي‬:‫ وقال‬،‫ ثم قرأ بأم القرآن‬.‫الرحيم‬
.‫النسائي وابن خزيمة وابن حبان في صحيحهما والحاكم في مستدركه وصححه الدارقطني والخطيب والبيهقي وغيرهم‬
Dari Nu'aim bin al-Mujammir RA berkata: Saya salat di belakang Abu Hurairah, Abu
Hurairah menjahrkan (mengeraskan) Basmallah dalam salatnya. Setelah salam dia
berkata: Demi Allah, Aku adalah orang yang paling mirip salatnya dengan salatnya
Rasulullah SAW. (HR. Imam An-Nasai, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, & Imam Al-
Hakim).

Juga menggunakan dalil yang diriwayatkan oleh Imam Abu Hatim, Ibnu Hibban &
Ad-Daruqutni dengan sanad yang shahih:‫فقد بان وثبت أن النبي صلى هللا عليه وسلم كان يجهر ببسم‬
‫حيح‬ww‫ديث ص‬ww‫ذا ح‬ww‫ال ه‬ww‫ننه وق‬ww‫دارقطني في س‬ww‫ وأخرجه أبو حاتم ابن حبان في صحيحه وال‬.‫هللا الرحمن الرحيم في الصالة‬
‫لم‬ww‫اري ومس‬ww‫رط البخ‬ww‫حيح على ش‬ww‫ديث ص‬ww‫ذا ح‬ww‫ ه‬:‫ال‬ww‫حيح وق‬ww‫تدرك على الص‬ww‫اكم في المس‬ww‫ ورواه الح‬.‫ات‬ww‫وكلهم ثق‬.
Telah jelas dan tsabit bahwa Nabi SAW menjahrkan Basmallah ketika salat. (HR.
Abu Hatim, Ibnu Hibban & Ad-Daruqutni, Ini Hadits Shahih, Imam al-Hakim
mengatakan sanadnya berdasarkan syarat sanad Bukhari Muslim)

4. Mazhab Hanbali
Mazhab Hanbali berpendapat bahwa membaca Basmallah pada surat Al-Fatihah
disunnahkan dibaca sirr atau pelan. Minimal dibaca di dalam hati. Pendapat
Madzhab Hanbali ini sama seperti pendapat Madzhab Hanafi. Dalam hal ini, Mazhab
Hanbali menggunakan dalil yang diriwayatkan oleh Imam Ad-Daruqutni:
‫رآن‬ww‫ا أم الق‬ww‫ إنه‬،‫رحيم‬ww‫رحمن ال‬ww‫ إذا قرأتم الحمد فاقرأوا بسم هللا ال‬:‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬:‫عن أبي هريرة قال‬
‫اة‬ww‫ناده كلهم ثق‬ww‫ال إس‬ww‫ رج‬:‫دارقطني‬ww‫ال ال‬ww‫ ق‬.‫ا‬ww‫دى آياته‬ww‫رحين إح‬ww‫رحمن ال‬ww‫م هللا ال‬ww‫اني وبس‬ww‫بع المث‬ww‫اب والس‬ww‫وأم الكت‬.
Dari Abu Hurairah RA berkata: Bahwa Rasulullah SAW bersabda: jika kalian ingin
membaca surat Al-Fatihah maka bacalah Basmallah. Sesungguhnya Basmallah itu
salah satu ayat dari surat Al-Fatihah. (HR. Ad-Daruqutni Perawinya Tsiqoh semua)

Dan juga menggunakan dalil yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:


‫دا‬ww‫مع أح‬ww‫ان فلم أس‬ww‫ر وعثم‬ww‫ صليت مع رسول هللا صلى هللا عليه وسلم وأبي بكر وعم‬:‫وعن أنس أيضا رضي هللا عنه قال‬
‫لم‬ww‫ رواه مس‬.‫رحيم‬ww‫رحمن ال‬ww‫م هللا ال‬ww‫رأ بس‬ww‫منهم يق‬.Dari Anas bin Malik RA berkata: Saya salat di
belakang Rasulullah SAW, Abu Bakr, Umar dan Utsman, Saya tidak mendengar
satupun dari mereka membaca Bismillahirrahmanirrahim. (HR. Muslim)

Kesimpulan
Mazhab Hanafi dan Mazhab Hanbali membaca Basmallah dengan sirr (pelan). Hal
ini sering kita temui di Makkah dan Madinah (Saudi Arabia) yang memakai mazhab
Hanbali sebagai mazhab resminya. Sedangkan Mazhab Maliki (muslim di Afrika
Utara) tidak membaca Basmallah sama sekali. Adapun Mazhab Syafi'i (mayoritas
Indonesia, Malaysia, Asia Tenggara, Yaman, sebagian Mesir dll) membaca Al-
Fatihah dengan mengeraskan Basmallah (jahr).

Sedangkan maqashid syariah menurut Ibnu Asyur adalah hal-hal yang dikehendaki
syari’ (Allah) untuk merealisasikan tujuan-tujuan manusia yang bermanfaat, atau
untuk memelihara kemaslahatan umum mereka dalam tindakan-tindakan mereka
secara khusus.

Dilihat dari sisi subyektifitas maqashid al syari’ah terbagi menjadi dua [5]:


1.      Maqasid As Syari' (Allah dan Rasul-Nya), misalnya : Tujuan asal penciptaan
syari'at, tujuan pemahaman syari'at, tujuan pembebanan syari'at, tujuan pemasukan
hamba ke dalam lingkup hukum.
2.      Maqasid Al Mukallaf (hamba), seperti tujuan para hamba dalam keyakinan,
ucapan dan tindakannya
Dilihat dari sisi orisinilitas maqashid al syari’ah terbagi menjadi dua[6] :
1.      Al Maqasid Al Ashliyah : tujuan yang tidak memperhatikan kepentingan para
hamba, (tidak ada pertimbangan hawa nafsu, kecenderungan dan tabiat manusia),
seperti tujuan keta’atan dalam kewajiban zakat.
2.      Al Maqasid At Tabai'yah : tujuan yang memperhatikan hawa nafsu,
kecenderungan dan tabiat manusia. Seperti tujuan memenuhi kebutuhan fakir miskin
dalam ibadah zakat.
Dilihat dari sisi universalitas maqashid al syari’ah terbagi menjadi dua[7] :
1.      Al Maqasid Al Amah : Makna dan hikmah yang selalu diperhatikan oleh As
Syari' (Allah dan rasul-Nya) dalam setiap atau mayoritas
proses tasyri' (pensyari'atan), seperti Ad Dharuriyat (kemaslahatan primer)
2.      Al Maqasid Al Khassah : Makna dan hikmah yang diperhatikan pada bab atau
hukum tertentu, seperti tujuan menghapus intimidasi kaum perempuan dalam
fikih usrah (keluarga), tujuan membuat jerah dalam Al Jinayat (kriminal) dan tujuan
mengantisipai penipuan dalam Al Mu'amalah Al Maliyah (transaksi)
Dilihat dari sisi urgensitas maqashid syari’ah terbagi menjadi tiga[8]:
1.      Dharuriyat : Kemaslahatan yang dibutuhkan oleh seluruh umat manusia, apabila
tidak dipenuhi maka akan sangat berpengaruh pada tatanan kehidupan, bisa
berakibat fatal
2.      Hajiyat : tujuan untuk kemudahan dan kenyamanan dalam menjalani kehidupan
3.      Tahsiniyat : tujuan yang berkisar pada budi pekerti dan keluhuran akhlak,
keindahan interaksi sosial dan tradisi. 

Landasan fikih (at-takyif al-fiqhi) zakat profesi ini menurut Al-Qaradhawi adalah perbuatan
sahabat yang mengeluarkan zakat untuk al-maal al-mustafaad (harta perolehan). Al-maal al-
mustafaad adalah setiap harta baru yang diperoleh seorang muslim melalui salah satu cara
kepemilikan yang disyariatkan, seperti waris, hibah, upah pekerjaan, dan yang semisalnya.

Berikut ini adalah dalil yang bermakna kewajiban zakat secara umum, yaitu:
‫ك َس َكنٌ َل ُه ْم َوهَّللا ُ َسمِي ٌع َعلِي ٌم‬
َ ‫صاَل َت‬
َ َّ‫ص ِّل َعلَي ِْه ْم ِإن‬
َ ‫يه ْم ِب َها َو‬ َ ‫ُخ ْذ مِنْ َأ ْم َوال ِِه ْم‬
ِ ‫ص َد َق ًة ُت َط ِّه ُر ُه ْم َو ُت َز ِّك‬
Artinya:
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. At
Taubah: 103).

Berikut ini juga terdapat dalil yang menjelaskan kewajiban zakat terhadap harta tertentu,
yaitu:
‫ون َولَسْ ُت ْم ِبآ ِخذِي ِه‬ َ ‫ض ۖ َواَل َت َي َّممُوا ْال َخ ِب‬
َ ُ‫يث ِم ْن ُه ُت ْنفِق‬ ِ ْ‫ت َما َك َس ْب ُت ْم َو ِممَّا َأ ْخ َرجْ َنا لَ ُك ْم م َِن اَأْلر‬
ِ ‫ِين آ َم ُنوا َأ ْنفِقُوا مِنْ َط ِّي َبا‬
َ ‫يا َأ ُّي َها الَّذ‬
‫هَّللا‬ ‫َأ‬
‫ِإ نْ ُت ْغ ِمضُوا فِي ِه ۚ َواعْ لَمُوا نَّ َ َغنِيٌّ َحمِي ٌد‬ ‫َأ‬ ‫اَّل‬
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik, …”
(Q.S Al Baqarah: 267)
Ayat pertama di atas menunjukkan lafadz atau kata yang masih umum ; dari hasil apa saja. 
“.. infakkanlah (zakatkanlah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik.”
dan dalam ilmu fiqh terdapat kaidah “Al “ibrotu bi Umumi lafdzi laa bi khususi sabab”
“bahwa ibroh (pengambilan makna) itu dari keumuman katanya bukan dengan kekhususan
sebab.” Dan tidak ada satupun ayat atau keterangan lain yang memalingkan makna
keumuman hasil usaha tadi, oleh sebab itu profesi atau penghasilan termasuk dalam ketegori
ayat di atas.

ZAKAT PROFESI
Istilah zakat profesi sangat populer hari ini baik itu dalam pengamalannya bagi golongan
yang menerimanya, begitu juga dibincangkan kajian atas dasar hukumnya bagi pihak
yang menolaknya.

Apa yang menjadi landasan hukum kewajiban zakat profesi? Dan berapa besarnya kadar,
lalu kapan dikeluarkannya zakat profesi?

LANDASAN HUKUM KEWAJIBAN ZAKAT PROFESI :


1. Ayat-ayat al-Quran yang bersifat umum yang mewajibkan semua jenis harta
untuk dikeluarkan zakatnya.
2. Berbagai pendapat ulama terdahulu, maupun sekarang. Sebagian menggunakan
istilah yang bersifat umum, yaitu al-amwaal. Sementara sebagian lagi secara
khusus memberikan istilah dengan istilah al-Maal al-Mustafaad.
3. Dari sudut keadilan, penetapan kewajiban zakat pada setiap harta yang dimiliki
akan terasa sangat jelas. Para petani harus berzakat, apabila hasil panen
pertaniannya mencukupi nishab. Dan sangat adil, jika zakat ini pun bersifat wajib
pada penghasilan yang diperoleh para pekerja profesional semacam dokter,
dosen, konsultan hukum dan lain sebagainya.
4. Sejalan dengan perkembangan kehidupan sosial manusia, kususnya bidang
ekonomi. Kegiatan ekonomi masyarakat dalam bentuk keahlian dan profesi
semakin berkembang dan bahkan menjadi ladang penghasilan utama sebagian
besar masyarakat. Karenanya, zakat profesi menjadi penting dan harus
diterapkan.
WAKTU PENGELUARAN ZAKAT DAN BESAR KADARNYA :
Besar dan waktunya dianalogikan (disesuaikan) dengan dua jenis zakat. Yaitu, waktunya
disesuaikan dengan zakat pertanian: setiap musim panen atau dalam hal ini ketika
seseorang mendapat honor (gaji). Dan kadarnya disesuaikan dengan zakat perdagangan
atau sama dengan zakat emas dan perak, yaitu kadar zakatnya 2,5 persen. Jadi, setiap
bulan seseorang harus mengeluarkan zakat profesi sebesar 2,5 persen dari besarnya gaji.

HUKUM ZAKAT PROFESI :


Akad adalah ibadah ,dan dalam beribadah hendaknya selalu berpatokan kepada dalil
(tauqifiyyah).

Dan tentang zakat profesi,tidak ada dalil baik dari Al-Qur’an, maupun Sunnah Rasulullah
SAW, dan Ijma’ atau Qiyas yang Shohih. Dan tidak satu pun dari kalangan para Ulama
salaf yang menyatakan disyari’atkannya.

Kesimpulannya, mewajibkan sesuatu kepada harta manusia apa-apa yang tidak


diwajibkan oleh Allah ,adalah perkara yang diharamkan,dan termasuk memakan harta
manusia dengan cara yang batil Allah Ta’ala berfirman:

ِ ‫ال َتْأ ُكلُو ْا َأمْ وَ الَ ُكم بَ ْينَ ُكم ِبا ْلب‬
‫َاط ِل وَ تُ ْدلُو ْا ِب َها‬ َ َ‫و‬
َ ‫َأ‬ ‫َأ‬ ‫ْأ‬
َ‫َّاس ِباِإل ْث ِم وَ نتُ ْم تَ ْعلمُون‬ ِ ‫ِإلَى ا ْل ُح َّك ِام ِلتَ ُكلوا ف ِريقًا ّمِنْ مْ وَ ا ِل الن‬
َ ْ ُ
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui” (QS. Al Baqarah: 188).

Hukum Zakat Profesi/ Penghasilan


Zakat Penghasilan dan Profesi tidak bisa disamakan dengan zakat hasil pertanian dan
peternakan karena tidak ada nash maupun qiyas yang menjelaskannya. Zakat Profesi
harus sesuai dengan nisab dan haul.
Para ulama menyatakan suatu kaidah yang agung hasil kesimpulan dari Al-Qur’an dan
As-Sunnah bahwa pada asalnya tidak dibenarkan menetapkan disyariatkannya suatu
perkara dalam agama yang mulia ini kecuali berdasarkan dalil dari Al-Qur’an dan As-
Sunnah. Allah SWT berfirman:

“Apakah mereka memiliki sekutu-sekutu yang mensyariatkan bagi mereka suatu perkara
dalam agama ini tanpa izin dari Allah?” (Asy-Syura: 21)
Pada asalnya tidak ada kewajiban atas seseorang untuk membayar zakat dari suatu harta
yang dimilikinya kecuali ada dalil yang menetapkannya. Berdasarkan hal ini jika yang
dimaksud dengan zakat profesi bahwa setiap profesi yang ditekuni oleh seseorang
terkena kewajiban zakat, dalam arti uang yang dihasilkan darinya berapapun jumlahnya,
mencapai nishab atau tidak, dan apakah uang tersebut mencapai haul atau tidak wajib
dikeluarkan zakatnya, maka ini adalah pendapat yang batil. Tidak ada dalil dari Al-Qur’an
dan As-Sunnah yang menetapkannya. Tidak pula ijma’ umat menyepakatinya. Bahkan
tidak ada qiyas yang menunjukkannya.

Adapun jika yang dimaksud dengan zakat profesi adalah zakat yang harus dikeluarkan
dari uang yang dihasilkan dan dikumpulkan dari profesi tertentu, dengan syarat
mencapai nishab dan telah sempurna haul yang harus dilewatinya, ini adalah pendapat
yang benar, yang memiliki dalil dan difatwakan oleh para ulama besar yang diakui
keilmuannya dan dijadikan rujukan oleh umat Islam sedunia pada abad ini dalam urusan
agama mereka. Hakikatnya ini adalah zakat uang yang telah kami bahas pada Rubrik
Problema Anda edisi yang lalu.

Al-Lajnah Ad-Da’imah menyebutkan dalam Fatawa Al-Lajnah (9/281):


“Tidak samar lagi bahwa di antara jenis harta yang terkena kewajiban zakat adalah emas
(dinar) dan perak (dirham), dan bahwasanya di antara syarat wajibnya zakat pada harta
tersebut adalah sempurnanya haul. Berdasarkan hal ini uang yang dikumpulkan dari gaji
hasil profesi wajib dikeluarkan zakatnya di akhir tahun apabila jumlahnya mencapai
nishab, atau mencapai nishab bersama uang yang lain yang dimilikinya dan telah
sempurna haul yang harus dilewatinya. Zakat uang gaji hasil profesi tidak boleh
diqiyaskan (disamakan) dengan zakat hasil tanaman (biji-bijian dan buah-buahan yang
terkena zakat) yang wajib dikeluarkan zakatnya saat dihasilkan (dipanen). Karena
persyaratan sempurnanya haul yang harus dilewati oleh nishab yang ada pada zakat
emas (dinar) dan perak (dirham) adalah persyaratan yang tetap berdasarkan nash, dan
tidak ada qiyas yang dibenarkan jika bertentangan dengan nash. Dengan demikian, uang
yang terkumpul dari gaji hasil profesi tidaklah terkena kewajiban zakat kecuali di akhir
tahun saat sempurnanya haul.”
Al-’Allamah Al-’Utsaimin dalam Majmu’ Rasa’il (18/178) berkata:

“Tentang zakat gaji bulanan hasil profesi. Apabila gaji bulanan yang diterima oleh
seseorang setiap bulannya dinafkahkan untuk memenuhi hajatnya sehingga tidak ada
yang tersisa sampai bulan berikutnya, maka tidak ada zakatnya. Karena di antara syarat
wajibnya zakat pada suatu harta (uang) adalah sempurnanya haul yang harus dilewati
oleh nishab harta (uang) itu. Jika seseorang menyimpan uangnya, misalnya setengah
gajinya dinafkahkan dan setengahnya disimpan , maka wajib atasnya untuk
mengeluarkan zakat harta (uang) yang disimpannya setiap kali sempurna haulnya.”
Penjelasan imam ahli fiqih abad ini serta ulama lainnya yang tergabung dalam Komite
Fatwa Al-Lajnah Ad-Da’imah yang kami nukilkan di atas sudah cukup bagi siapapun yang
mencari kebenaran dalam agama ini. Wallahul muwaffiq. Selanjutnya untuk pedoman
umum dalam perhitungan zakat uang yang dikumpulkan oleh seseorang dari gaji
profesinya setiap bulan, berikut ini kami nukilkan fatwa Al-Lajnah dan Al-’Utsaimin.

Al-Lajnah menyebutkan dalam Fatawa Al-Lajnah (9/280): “Barangsiapa memiliki sejumlah


uang yang merupakan nishab, kemudian dia memiliki tambahan uang berikutnya pada
waktu yang berbeda-beda dan bukan hasil keuntungan uang yang pertama kali
dimilikinya, melainkan tambahan uang tersendiri yang tidak ada kaitannya dengan uang
sebelumnya. Seperti tambahan uang dari gaji profesinya setiap bulan, atau dari uang
warisan yang didapatkannya, atau dari pemberian yang diterimanya, atau dari sewa
tanah yang disewakannya.

Jika dia bertekad untuk mengambil haknya secara utuh dan tidak ingin memberikan
kepada fakir miskin lebih dari kadar yang wajib didapatkan oleh mereka dari zakat
hartanya, hendaklah dia membuat daftar/catatan khusus untuk menghitung secara
khusus haul setiap jumlah uang yang ditambahkannya kepada simpanan sebelumnya
mulai dari hari dia memiliki tambahan tersebut, agar dia mengeluarkan zakat setiap
tambahan itu setiap kali haul masing-masingnya sempurna. Jika dia tidak ingin terbebani
lalu memilih untuk berlapang dada dan sukarela mengutamakan kepentingan fakir
miskin serta golongan lainnya yang berhak mendapatkan zakat dari kepentingan
pribadinya, maka hendaklah dia mengeluarkan zakat uang yang dimilikinya secara total
di akhir haul nishab uang yang pertama kali dimilikinya. Hal ini lebih besar pahalanya,
lebih mengangkat derajatnya, lebih melegakan dirinya dan lebih memerhatikan hak fakir
miskin serta golongan lainnya yang berhak mendapatkan zakat. Adapun kadar zakat
yang lebih dari yang semestinya untuk dikeluarkan pada tahun itu dianggap sebagai
zakat yang disegerakan pengeluarannya setahun sebelum waktunya tiba .”

Al-’Utsaimin berkata dalam Majmu’ Rasa’il (18/178) setelah menerangkan syarat


wajibnya zakat uang yang dikumpulkan dari hasil profesi – yang telah kami nukilkan di
atas–: “Namun memberatkan bagi seseorang untuk mencatat setiap tambahan uang
yang disisihkan dari gajinya dan ditambahkan pada simpanan sebelumnya dalam rangka
menghitung haulnya sendiri-sendiri, sehingga dia bisa mengeluarkan zakatnya pada
akhir haulnya masing-masing. Untuk mengatasi kesulitan ini hendaklah dia
mengeluarkan zakat total uang yang dimilikinya satu kali dalam setahun di akhir haul
nishab yang pertama kali dimilikinya. Misalnya jika simpanan pertamanya yang
merupakan nishab sempurna haulnya di bulan Muharram, hendaklah dia menghitung
total uang yang dimilikinya di bulan Muharram dan mengeluarkan seluruh zakatnya.
Dengan demikian zakat uang yang telah sempurna haulnya dikeluarkan pada waktunya,
dan zakat uang yang belum sempurna haulnya disegerakan pengeluarannya setahun
sebelumnya dan hal itu boleh.”

Wallahu a’lam.
Keterangan :
1. Nishab adalah kadar/nilai tertentu yang ditetapkan dalam syariat apabila harta yang
dimiliki oleh seseorang mencapai nilai tersebut maka harta itu terkena kewajiban zakat.
(pen)
2. Haul adalah masa satu tahun yang harus dilewati oleh nishab harta tertentu tanpa
berkurang sedikitpun dari nishab sampai akhir tahun. Rasulullah bersabda:

‫َم ِن ْاس َت َفا َد َما ًال فَ َال َزاَك َة عَلَ ْي ِه َحىَّت حَي ُ ْو َل عَلَ ْي ِه الْ َح ْو ُل‬

“Barangsiapa menghasilkan harta maka tidak ada kewajiban zakat pada harta itu
hingga berlalu atasnya waktu satu tahun”
Hadits ini diriwayatkan oleh beberapa sahabat Nabi, dan pada setiap riwayat tersebut
ada kelemahan, namun gabungan seluruh riwayat tersebut saling menguatkan sehingga
merupakan hujjah. Bahkan Al-Albani menyatakan bahwa ada satu jalan riwayat yang
shahih sehingga beliau menshahihkan hadits ini.

Ibnu Qudamah berkata dalam Al-Mughni (2/392): “Kami tidak mengetahui adanya
khilaf dalam hal ini.” Lihat pula Majmu’ Fatawa (25/14).
Perhitungan haul ini menurut tahun Hijriah dan bulan Qamariah yang jumlahnya 12
(duabelas) bulan dari Muharram sampai Dzulhijjah. Bukan menurut tahun Masehi dan
bulan-bulan selain bulan Qamariah. Lihat Al-Muhalla (no. 670), Fatawa Al-Lajnah Ad-
Da’imah (9/200). (pen)

3. Nishabnya adalah uang yang jumlahnya senilai dengan 85 (delapan puluh lima) gram
emas murni atau 595 (lima ratus sembilan puluh lima) gram perak murni. Namun realita
yang ada sekarang, harga nishab perak jauh lebih murah dari harga nishab emas,
sehingga bisa dikatakan bahwa nishabnya adalah senilai harga 595 gram perak
sebagaimana kata guru kami Asy-Syaikh Abdurrahman Mar’i hafizhahullah. Jika nishab
yang dimiliki telah sempurna haul yang harus dilewatinya, maka di akhir tahun wajib
dikeluarkan zakatnya sebesar 1/40 atau 2,5 % dari uang tersebut.
4. Sementara uang dengan berbagai jenis mata uang yang ada merupakan pengganti
emas (dinar) dan perak (dirham) sehingga zakat uang memiliki hukum yang sama
dengan zakat emas dan perak. (pen)

5. Maksudnya yang tersimpan adalah nishab, karena apabila uang yang disisihkan dari
gajinya untuk disimpan pada bulan pertama tidak mencapai nishab maka belum ada
perhitungan haul. Namun pada bulan berikutnya dia menyisihkan lagi sebagian dari
gajinya untuk disimpan dan jumlahnya bersama simpanan sebelumnya mencapai nishab
–misalnya– saat itulah perhitungan haulnya dimulai. (pen).

6. Menyegerakan pengeluaran zakat setahun sebelum waktunya (sebelum sempurna


haulnya) boleh menurut jumhur (mayoritas) ulama berdasarkan hadits Ali bin Abi Thalib:

َ ‫ فَ َرخ ََّص هَل ُ يِف ْ َذكِل‬،‫َأ َّن الْ َع َّب َاس ْب َن َع ْب ِد الْ ُم َّط ِل ِب َسَأ َل النَّيِب َّ يِف ْ تَ ْعجِ ْيلِ َصدَ قَ ِت ِه قَ ْب َل َأ ْن حَت ِ َّل‬

“Bahwasanya Al-’Abbas bin Abdil Muththalib bertanya kepada Nabi tentang maksudnya
untuk menyegerakan pengeluaran zakatnya sebelum waktunya tiba, maka Nabi memberi
kelonggaran kepadanya untuk melakukan hal itu.” (HR Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi,
Ibnu Majah, Ad-Daraquthni, Al-Baihaqi, dan yang lainnya.)

Abu Dawud, Ad-Daraquthni, Al-Baihaqi, dan Al-Albani merajihkan bahwa hadits ini
mursal namun Al-Albani menghasankannya dalam Irwa’ Al-Ghalil (no. 857) dengan
syawahid (penguat-penguat) yang ada.
Adapun memajukan pengeluaran zakat harta yang belum mencapai nishab, hal ini tidak
boleh berdasarkan kesepakatan ulama. Karena nishab merupakan sebab (faktor)
sehingga suatu harta terkena kewajiban zakat. Jika sebab (faktor) tersebut belum ada,
maka pada asalnya harta itu tidak terkena kewajiban zakat.

Sebab kalau sesuai dengan pensyariatan dalam Al-Quran, dibolehkannya


menghqashar shalat itu hanya apabila terjadi perjalanan perang saja. Kalau bukan
karena perjalanan perang, tidak ada keringanan qashar.
ِ َّ ِ ِ ‫ض َفلَيس علَي ُكم جنَاح َأن َت ْقصرواْ ِمن َّ ِ ِإ‬
ْ‫ين َك َفُروا‬
َ ‫الصالَة ْن خ ْفتُ ْم َأن َي ْفتنَ ُك ُم الذ‬ َ ُُ ٌ ُ ْ ْ َ َ ْ ِ ‫اَألر‬ َ ‫َوِإ َذا‬
ْ ‫ضَر ْبتُ ْم يِف‬
Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-
qashar shalat, jika kamu takut diserang orang-orang kafir. (QS. An-Nisa : 110)

Nabi SAW bersabda menjelaskan hal itu :


‫هللا هِب َا عَلَ ْيمُك ْ فَا ْق َبلُوا َصدَ قَتَ ُه‬
ُ ‫َصدَ قَ ٌة ت ََصد ََّق‬
"Itu adalah sedekah yang Allah berikan kepada kalian, maka terima lah sedekah itu".
(HR. Muslim)
Hadits shahih ini menepis berbagai penafsiran dan spekulasi bahwa shalat qashar
terbatas hanya pada situasi perang saja. Dan bahwa dalam keadaan damai pun
shalat qashar tetap berlaku.
Apa itu illat dan contohnya?
Illat merupakan sesuatu sifat yang jelas dan dapat dinalar oleh akal sehat. Menurut
Abd al-Wahhab Khalaf, apabila ia tidak dapat dipikirkan oleh akal dinamakan dengan
al-sabab (sebab) (Khalaf 1972:50). Contohnya, menyaksikan ru`yah (bulan)
sebagai penyebagian wajibnya puasa bulan Ramadhan

Secara bahasa, kata al-ta’alil adalah mashdar dari ‘allala-yu’alilu-ta’lilan, berarti


“sesuatu yang berubah keadaannya karena sampainya sesuatu yang lain padanya.”
Sakit adalah ‘illat karena tubuh berubah keadaanya dengan adanya sakit. Oleh
karena itu, si fulan dikatakan ber-‘illat apabila keadaanya berubah dari sehat menjadi
sakit.[1]

Secara terminology, Wahab Khallaf berpendapat, ‘illat adalah suatu sifat pada asal
yang di bina atasnnya hukum dan diketahui dengannya hukum pada sesuatu.[2] Al-
Bazdawi menyatakan, ‘illat merupakan hukum qiyas dalam arti suatu sifat yang pada
asal sifat itu menjadi dasar untuk menetapkan hukum pada far’u yang belum
ditetapkan hukumnya.[3] Dipahami bahwa ‘illat itu suatu keadaan atau sifat yang
jelas, dan mengandung relevansi sehingga kuat dugaan dia-lah yang menjadi alasan
penetapan sesuatu ketentuan syar’I guna mewujudkan kemaslahatan bagi manusia.

Anda mungkin juga menyukai