OLEH :
NIM. 1817051148
FAKULTAS EKONOMI
SINGARAJA
2022
PENERAPAN SAK EMKM SEBAGAI DASAR ANALISA PROFITABILITAS PADA
UMKM USAHA TELUR BAPAK KETUT DANTIK
PROPOSAL
Diajukan kepada
Oleh
NIM 1817051148
PRODI S1 AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
SINGARAJA
2022
LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL
Dewan Penguji,
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
A. Latar Belakang
UMKM merupakan bentuk usaha yang tidak dapat dipisahkan dari aktivitas ekonomi
UMKM terus berkembang pesat di Indonesia. Pertumbuhan yang cepat tersebut menjadikan
UMKM sebagai sektor yang memiliki peranan yang penting serta strategis dalam pembangunan
ekonomi. Hal tersebut dikarenakan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat Indonesia sehingga
memilih menggantungkan hidupnya dari UMKM, baik UMKM tradisional maupun modern.
Selain itu adanya UMKM juga dapat menyerap tenaga kerja baik di wilayah desa maupun
perkotaan (Nurul Hidayati, 2016). Kristiyanti dalam (Nurul Hidayati, 2016) mengemukakan
bahwa ketahanan UMKM sudah teruji. Saat terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998, UMKM
dapat bertahan ditengah guncangan krisis, sementara sektor usaha yang lebih besar sulit bertahan
dan cenderung tumbang karena krisis. Kuatnya pertahanan UMKM disebabkan oleh permodalan
dalam usahanya yang relative kecil dan tidak bergantung pada mata uang asing sehingga UMKM
tidak terpengaruh oleh kondisi fluktuasi mata uang asing seperti perusahaan-perusahaan besar.
Hal tersebut juga menjadi faktor masyarakat hingga kini terus melakukan upaya untuk berinovasi
dalam menciptakan produk UMKM guna bersaing dipasaran. Berdasarkan data kementrian
Koperasi dan UMKM jumlah UMKM pada tahun 2021 mencapai 64,2 juta. Dengan jumlah yang
tinggi tersebut UMKM memberikan sumbangan PDB sebesar 61,07% atau senilai dengan
8.573,89 triliun rupiah. Secara persentase kemampuan UMKM dalam menyerap tenaga kerja
aadalah sebesar 97% dan dapat menghimpun hingga 60,4% dari total keseluruhan investasi
(Limanseto, 2021).
UMKM tercipta dalam berbagai sektor usaha, berkembang dan berinovasi sesuai dengan
perkembangan zaman serta kebutuhan masyarakat. Terlebih pada saat situasi pandemi dimana
masyarakat sangat mengutamakan kebutuhan pangan daripada kebutuhan lainnya. Akibat adanya
virus Covid-19 memberikan dampak pada berbagai sektor terutama sektor ekonomi. Pemulihan
ekonomi tentu sangat dibutuhkan dan menjadi sebuah tantangan besar bagi pemerintah.
Pemulihan ekonomi dikatakan dapat dilakukan dengan menjaga ketahanan dan keberlangsungan
pada sektor riil (Pamela, 2020). Hal tersebut disebabkan karena ditengah pandemi Covid-19
masyarakat hanya terfokus dalam pemenuhan pangan maka dengan demikian sektor riil menjadi
kunci pemulihan perekonomian nasional. Sektor riil pangan terdiri dari peternakan, perkebunan,
makanan dasar dan lain sebagainya. Salah satu sub sektor dengan penghasil PDB yang tinggi
adalah peternakan. Menurut (Ermansyah, 2021) dalam Statistik dan Kesehatan Hewan Produk
Domestik Bruto subsektor peternakan tahun 2020 sebesar Rp167,1 Triliun. Angka tersebut
tentunya bukan angka yang kecil. Selain kontribusi PDB nilai ekspor produk peternakan tahun
2020 sebesar US$964,5 juta, angka tersebut meningkat 29,61% dibandingkan tahun sebelumnya
yakni tahun 2019 (Ermansyah, 2021). Badan Pusat Statistik melansir data produksi hasil
peternakan paling tinggi adalah pada perunggasan yaitu produksi telur yang berjumlah 7.309 di
tahun 2020 (Direktorat Statistik Peternakan, 2021). Selain pemeliharaan yang mudah ayam
petelur juga memiliki omset usaha yang cukup tinggi dengan modal yang relative rendah. Namun
usaha peternakan unggas petelur juga memiliki resiko yang cukup tinggi dikarenakan peternak
ayam petelur mesti menyesuaikan harga telur sesuai dengan yang beredar di pasaran. Telur juga
merupakan salah satu makanan pokok masyarakat Indonesia sehingga konsumi yang tinggi juga
pertumbuhannya juga dipengaruhi oleh kondisi perekonomian serta sektor-sektor lainnya. Sebab
pendapatan pada sebuah daerah akan mempengaruhi konsumsi pada daerah tersebut. Seperti
halnya pada provinsi Bali, sektor pariwisata yang terus tumbuh juga memberikan pengaruh pada
sektor lainnya yaitu peternakan. Hal tersebut dikarenakan sektor pariwisata tidak dapat
dipisahkan dengan konsumsi, turis domestik dan mancanegara tentu akan membeli makanan
serta mengkonsumsi makanan ketika mereka berwisata. Terlebih daging dan telur adalah hasil
peternakan yang mudah diolah. Produk ternak unggas juga bias dijadikan beragam olahan
makanan yang bervariasi, masyarakat kelas bawah hingga retoran bintang lima sudah tentu
menyediakan menu makanan berbahan dasar daging ayam dan telur. Peternakan unggas di Bali
sudah muncul sejak sekitar tahun 1975. Bisnis ternak ayam terus berkembang dan menarik minat
masyarakat lokal (Poultry, 2021). Berikut adalah data produksi telur unggas di Provinsi Bali
Tabel A.1
Terlihat pada tabel tersebut terdapat 4 kabupaten dengan produksi telur ayam ras tertinggi
yaitu Kabupaten Bangli, Badung, Tabanan dan Karangasem. Kabupaten Karangasem menempati
posisi keempat dalam data tersebut. Peternakan telur di Kabupaten Karangasem juga didorong
oleh tingkat pendidikan masyarakatnya yang masih rendah sehingga memilih untuk membuka
usaha peternakan yang mudah serta memberikan keuntungan yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi.