Anda di halaman 1dari 16

1

LAPORAN PENDAHULUAN
MALNUTRISI

DI SUSUN OLEH

NAMA:POPPY PURNAMASARI

NIM:(039styc)

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT SEKOLAH

TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM PROGRAM STUDI S1

KEPERAWATAN

MATARAM 2021
2

1. Konsep Penyakit Malnutrisi


I.1 Definisi
Malnutrisi merupakan kekurangan konsumsi pangan secara relatif atau
absolut untuk periode tertentu (Bakri dalam Lutfiana, 2013). Sedangkan
menurut Djaeni (2004) malnutrisi adalah kesalahan pangan terutama
terletak dalam ketidakseimbangan komposisi hidangan penyediaan
makanan.

Begitu juga menurut DepKes RI (2000) malnutrisi adalah keadaan kurang


gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam
keadaan sehari-hari sehingga tidak memenuhi dalam angka kecukupan gizi.

Berdasarkan tipe, malnutrisi dibagi menjadi marasmus, kwarsiorkor dan


marasmus kwarsiorkor. Marasmus adalah malnutrisi karena kekurangan
asupan energi dalam semua bentuk, termasuk protein. Sedangkan
kwarsiorkor adalah malnutrisi karena kekurangan asupan protein. Dan
marasmus-kwarsiorkor adalah gabungan tanda gejala dari marasmus dan
kwarsiorkor (www.aldodokter.com).

I.2 Etiologi
Penyebab malnutrisi dapat dibagi menjadi 2, antara lain:
1. Penyebab langsung
a. Kurangnya asupan makanan: Kurangnya asupan makanan sendiri
dapat disebabkan oleh kurangnya jumlah makanan yang diberikan,
kurangnya kualitas makanan yang diberikan dan cara pemberian
makanan yang salah.
b. Adanya penyakit: Terutama penyakit infeksi, mempengaruhi
jumlah asupan makanan dan penggunaan nutrien oleh tubuh. Infeksi
apapun dapat memperburuk keadaan gizi, malnutrisi walaupun
masih ringan mempunyai pengaruh negatif pada daya tahan tubuh
terhadap infeksi.
2. Penyebab tidak langsung
a. Kurangnya ketahanan pangan keluarga: Keterbatasan keluarga
untuk menghasilkan atau mendapatkan makanan. Penyakit
kemiskinan malnutrisi merupakan problem bagi golongan bawah
masyarakat tersebut.

1
3

b. Kualitas perawatan ibu dan anak.


c. Buruknya pelayanan kesehatan.
d. Sanitasi lingkungan yang kurang.
e. Faktor Keadaan Penduduk
Dalam World Food Conference di Roma dikemukakan bahwa
kepadatan jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan
tambahnya persediaan bahan makanan setempat yang memadai
merupakan sebab utama krisis pangan. Ms. Lorent memperkirakan
bahwa marasmus terdapat dalam jumlah yang banyak jika suatu
daerah terlalu padat daerahnya dengan hygiene yang buruk
(Lutfiana, 2013).

I.3 Tanda Gejala


Adapun tanda dan gejala dari malnutrisi adalah sebagai berikut:
1. Kelelahan dan kekurangan energi
2. Pusing
3. Sistem kekebalan tubuh yang rendah (yang mengakibatkan tubuh
kesulitan untuk melawan infeksi)
4. Kulit yang kering dan bersisik
5. Gusi bengkak dan berdarah
6. Gigi yang membusuk
7. Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat
8. Berat badan kurang
9. Pertumbuhan yang lambat
10. Kelemahan pada otot
11. Perut kembung
12. Tulang yang mudah patah
13. Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh (Lutfiana, 2013).

Tanda gejala malnutrisi berdasarkan tipe dari malnutrisi adalah:


1. Marasmus
a. Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit.
b. Wajah seperti orang tua.
c. Cengeng, rewel.
4

d. Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit, bahkan


sampai tidak ada.
e. Sering disertai diare kronik atau konstipasi, serta penyakit kronik.
f. Tekanan darah, nadi dan pernafasan frekuensinya dapat menurun

2. Kwarsiorkor
a. Odema umumnya diseluruh tubuh dan terutama pada kaki.
b. Wajahnya membulat dan sembab.
c. Otot-otot mengecil, lebih nyata apabila diperiksa pada posisi berdiri
dan duduk, anak-anak berbaring terus menerus.
d. Perubahan status mental: cengeng, rewel, kadang apatis.
e. Anak sering menolak segala jenis makanan (anorexia).
f. Pembesaran hati.
g. Sering disertai infeksi, anemia, dan diare/mencret.
h. Rambut berwarna kusam dan mudah dicabut.
i. Gangguan kulit berupa bercak merah yang meluas dan berubah
menjadi hitam terkelupas.
j. Pandangan mata anak nampak sayu.
3. Marasmus-Kwarsiorkor
Tanda-tanda marasmus-kwarsiorkor adalah gangguan dari tanda-tanda
yang ada pada marasmus dan kwarsiorkor (Lutfiana, 2013).

I.4 Patofisiologi
Sebenarnya malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat
banyak faktor. Faktor-faktor ini dapat digolong-kan atas tiga faktor penting
yaitu : tubuh sendiri (host), agent (kuman penyebab), environment
(lingkungan). Memang faktor diet (makanan) memegang peranan penting
tetapi faktor lain ikut menentukan

Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk


mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi.
Kemampuan tubuh untuk mem-pergunakan karbohidrat, protein dan lemak
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan;
karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai
bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat
5

sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan.


Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan
menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar
dan di ginjal.

Selama puasa jaringan lemak dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton
bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai
sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh
akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi setelah
kira-kira kehilangan separuh dari tubuh. Pada Malnutrisi, di dalam tubuh
sudah tidak ada lagi cadangan makanan untuk digunakan sebagai sumber
energi. Sehingga tubuh akan mengalami defisiensi nutrisi yang sangat
berlebihan dan akan mengakibatkan kematian.
I.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan antopometri
Lebih ditujukan untuk menemukan malnutrisi ringan dan sedang. Pada
pemeriksaan antopometri, dilakukan pengukuran fisik anak (berat,
tinggi, lingkar kepala,lingkar lengan, dll) dan kemudian dibandingkan
dengan angka standard.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium misalnya pemeriksaan kadar darah merah
(Hb) dan kadar protein (albumin/globulin) darah, dapat dilakukan pada
anak malnutrisi. Dengan pemeriksaan laboratorium yang lebih rinci,
dapat pula lebih jelas diketahui penyebab malnutrisi dan
komplikasiyang terjadi.

I.6 Komplikasi
Komplikasi akibat malnutrisi adalah:
1. Stomatitis ganggrainosa merupakan pembususkan mukosa mulut yang
bersifat progresif hingga dapat menembus pipi, bibir, dan dagu.
2. Penyakit infeksi lain.
3. Dehidrasi sedang dan berat.
4. Defisiensi vit A
5. Anemia berat
6

I.7 Penatalaksanaan
a. Pengobatan atau pencegahan hipoglikemia
Pada hipoglikemia, anak terlihat lemah, suhu tubuh rendah. Jika anak
sadar dan dapat menerima makanan usahakan memberikan makanan
sering/cair 2–3 jam sekali. Jika anak tidak dapat makan (tetapi masih
dapat minum) berikan air gula dengan sendok.
b. Pengobatan dan pencegahan hipotermia
Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah < 36 o Celcius.
Pada keadaan ini anak harus dihangatkan dgn cara ibu atau orang
dewasa lain mendekap anak di dadanya lalu ditutupi selimut atau
dengan membungkus anak dengan selimut tebal dan meletakkan lampu
di dekatnya. Selama masa penghangatan dilakukan pengukuran suhu
anak pada dubur setiap 30 menit sekali. Jika suhu anak sudah normal
dan stabil tetap dibungkus dengan selimut/pakaian rangkap agar tidak
jatuh kembali pada keadaan hipotermia.
c. Pengobatan dan pencegahan kekurangan cairan
Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak KEP berat dengan
dehidrasi adalah ada riwayat diare sebelumnya, anak sangat kehausan,
mata cekung, nadi lemah, tangan dan kaki teraba dingin, anak tidak
buang air kecil dalam waktu cukup lama.
Tindakan yang dapat dilakukan:
- Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap 1/2jam
sekali tanpa berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan
tindakan rehidrasi oral dengan memberi minum anak 50 ml (3
sendok makan) setiap 30 menit dengan sendok. Cairan rehidrasi
oral khusus KEP disebut ReSoMal.
- Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan KEP berat dapat
menggunakan oralit yang diencerkan 2x. Jika anak tidak dapat
minum, lakukan rehidrasi intravena (infus) RL/Glukosa 5% dan
NaCl dgn perbandingan 1:1.
d. Pada semua KEP Berat/gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan
elektrolit diantaranya :
- Kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah.
- Defisiensi Kalium (K) dan Magnesium (Mg).
7

Ketidakmampuan elektrolit ini memicu terjadinya edema dan untuk


pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan waktu minimal 2
minggu. Berikan makanan tanpa diberi garam/rendah garam, untuk
rehidrasi, berikan cairan oralit 1 liter yang diencerkan 2x (dengan
pe+an 1 liter air) ditambah 4 gr kecil dan 50 gr gula atau bila balita
KEP bisa makan berikan bahan makanan yang banyak mengandung
mineral bentuk makanan lumat
e. Lakukan pengobatan dan pencegahan infeksi
Pada KEP berat tanda yang umumnya menunjukkan adanya infeksi
seperti demam seringkali tidak tampak. Pada semua KEP berat secara
rutin diberikan antibiotik spektrum luar.
f. Pemberian makanan, balita KEP berat
Pemberian diet KEP berat dibagi 3 fase:
- Fase Stabilisasi (1–2 hari)
Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati,
karena keadaan faali anak yang sangat lemah dan kapasitas
homeostatik berkurang, Pemberian makanan harus dimulai segera
setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa sehingga
energi dan protein cukup untuk memenuhi metabolisme basal saja,
Formula khusus seperti formula WHO 75/modifikasi/modisko ½
yang dilanjutkan dan jadual pemberian makanan harus disusun agar
dapat mencapai prinsip tersebut dengan persyaratan diet sbb: porsi
kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa, energi 100
kkal/kg/hari, protein 1–1,5 gr/kgbb/hari, cairan 130 ml/kg BB/hari
(jika ada edema berat 100 ml/kg bb/hari),bila anak mendapat ASI
teruskan, dianjurkan memberi formula WHO 75/pengganti/modisco
½ dengan gelas, bila anak terlalu lemah berikan dengan
sendok/pipet, Pemberian formula WHO 75/pengganti/modisco ½
atau pengganti dan jadual pemberian makanan harus sesuai dengan
kebutuhan anak.
- Fase Transisi (minggu II)
1) Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara perlahan
untuk menghindari resiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila
anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara
mendadak.
8

2) Ganti formula khusus awal (energi 75 kal dan protein 0.9 – 1.0
gr/100 ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 kkal dan
protein 2.9 gr/100 ml) dalam jangka waktu 48 jam . Modifikasi
bubur/mknn keluarga dapat digunakan asal kandungan energi
dan protein sama
3) Naikkan dengan 10 ml setiap kali sampai hanya sedikit formula
tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kg bb/kali
pemberian (200 ml/kg bb/hari).

- Fase Rehabilitasi (Minggu III–VII)


1) Formula WHO-F 135/pengganti/modisco 1 ½ dengan jumlah
tidak terbatas dan sering.
2) Energi : 150–220 kkal/kg bb/hari.
3) Protein : 4–6 gr/kgbb/hari.
4) Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan
makanan formula karena energi dan protein ASI tidak akan
mencukupi untuk tumbuh kejar.
5) Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga.

g. Berikan stimulasi dan dukungan emosional. Pada KEP berat terjadi


keterlambatan perkembangan mental dan perilaku, karenanya diberikan
:
kasih sayang, ciptakan lingkungan menyenangkan,.lakukan terapi
bermain terstruktur 15-330 menit/har, rencanakan aktifitas fisik setelah
sembuh, tingkatkan keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan,
bermain)
h. Persiapan untuk tindak lanjut di rumah
Bila BB anak sudah berada di garis warna kuning anak dapat dirawat di
rumah dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas/bidan di desa.
9

I.8 Pathway
Penyakit Tidak Langsung
Penyakit Langsung (ekonomi, perawatan ibu anak,
(kurangnya asupan, penyakit) pelayanan kesehatan,dll))

Malnutrisi

Protein menurun Energi menurun


Penurunan daya
tahan tubuh
Kwarsiorkor Marasmus
Resiko
infeksi
Gangguan absorbsi Hipoalbumi Kebutuhan tubuh
dan transpor zat gizi nemia terus meningkat

Pengambilan Cadangan makanan diambil


Tek. Osmotik
energi selain dari lemak bawah kulit
plasma
protein (otot) menurun
Kebutuhan nutrisi dan
Penyusutan kalori tidak terpenuhi
otot Oedema
Defisiensi nutrisi
Penurunan dan kalori
Gangguan
BB keseimbangan
Gangguan
cairan
integritas kulit
Nutrisi kurang
dari
kebutuhan
10

Kulit tipis, kering


dan keriput Gangguan
pertumbuhan dan
perkembangan

II. Rencana Asuhan Klien dengan Malnutrisi


II.1 Pengkajian
II.1.1 Riwayat Keperawatan
a. Identitas
Pengkajian mengenai nama, umur dan jenis kelamin, alamat,
no.register.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan
pertumbuhan (berat badan semakin lama semakin turun), bengkak
pada tungkai, sering diare dan keluhan lain yang menunjukkan
terjadinya gangguan kekurangan gizi.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal,
hospitalisasi dan pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola
kebiasaan, tumbuh-kembang, imunisasi, status gizi (lebih, baik,
kurang, buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-lain.
Data fokus yang perlu dikaji dalam hal ini adalah riwayat pemenuhan
kebutuhan nutrisi anak (riwayat kekurangan protein dan kalori dalam
waktu relatif lama).
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan
rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga,
11

fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan,


perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga
tentang penyakit klien dan lain-lain.
e. Riwayat Tumbuh Kembang
Riwayat tumbuh kembang anak dapat mengalami gangguan.
f. Riwayat Imunisasi
Anak usia pra sekolah sudah harus mendapat imunisasi lengkap
antara lain: BCG, POLIO I,II, III; DPT I, II, III; dan campak.
g. Riwayat Nutrisi
Untuk mengetahui status gizi pada anak, adakah tanda-tanda yang
menunjukkan anak mengalami gangguan kekurangan nutrisi.

II.1.2 Pemeriksaan Fisik (data fokus)


Pengkajian secara umum dilakukan dengan metode head to too yang
meliputi: keadaan umum dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area
kepala dan wajah, dada, abdomen, ekstremitas dan genito-urinaria.
Fokus pengkajian pada anak adalah pengukuran antropometri (berat
badan, tinggi badan, lingkaran lengan atas dan tebal lipatan kulit). Tanda
dan gejala yang mungkin didapatkan adalah:
a. Penurunan ukuran antropometri.
b. Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan
mudah dicabut).
c. Gambaran wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema
palpebra.
d. Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi,
retraksi otot intercostal).
e. Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat
meningkat bila terjadi diare.
f. Edema tungkai
g. Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pavement
dermatosis terutama pada bagian tubuh yang sering tertekan (bokong,
fosa popliteal, lulut, ruas jari kaki, paha dan lipat paha).
12

II.1.3 Pemeriksaan penunjang


a. Pemeriksaan antopometri (berat, tinggi, lingkar kepala,lingkar
lengan, dll) dan kemudian dibandingkan dengan angka standard.
b. Pemeriksaan Laboratorium (pemeriksaan kadar darah merah (Hb)
dan kadar protein (albumin/globulin) darah).

II.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa I: Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
II.2.1 Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
II.2.2 Batasan karakteristik
a. Nyeri abdomen
b. Menghindari makanan
c. BB 20% atau lebih di bawah BB ideal.
d. Bising usus hiperaktif
e. Kurang informasi
f. Penurunan BB dengan asupan makanan adekuat.
g. Kurang minat pada makanan.
h. Ketidakmampuan memakan makanan
i. Kelemahan otot untuk menelan.
j. Tonus otot menurun.
k. Kelemahan otot pengunyahan.
II.2.3 Faktor yang berhubungan
a. Faktor biologis
b. Faktor ekonomi
c. Ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrien.
d. Ketidakmampuan untuk mencerna makanan.
e. Ketidakmampuan untuk menelan makanan.
f. Faktor psikologis.

Diagnosa II: gangguan pertumbuhan dan perkembangan


II.2.4 Definisi
Kondisi yang menunjukan penyimpangan dari norma kelompok
usianya.
13

II.2.5 Batasan Karakteristik


a. Perubahan pertumbuhan fisik
b. Menurunnya massa respon
c. Keterlambatan atau kesulitan dalam menguasai keterampilan
d. Afek datar
e. Ketidakmampuan untuk melakukan perawatan diri atau
aktivitas kontrol diri yang layak bagi usianya
f. Tidak bergairah
II.2.6 Faktor yang Berhubungan
a. Efek ketunadayaan fisik
b. Defisiensi lingkungan dan stimulasi
c. Ketidakadekuatan penerimaan asuhan
d. Responsivitas yang tidak konsisten
e. Ketidakacuhan
f. Banyaknya penerima asuhan
g. Ketergantungan obat resep
h. Terpisah dari orang terdekat

II.3Perencanaan
Diagnosa I: Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh.
SDKI SLKI Rasional
Setelah dilakukan intervensi Nutrition Management Nutrition Management
...x24 jam diharapkan 1. Kaji status nutrisi 1. Pengkajian dilakukan
pemenuhan kebutuhan pasien. untuk mengetahui
intake pasien tercukupi status nutrisi pasien
dengan kriteria hasil: sehingga dapat
Nutrition status menentukan
 Intake nutrisi tercukupi intervensi yang
2. Jaga kebersihan mulut,
 Asupan makanan dan diberikan.
anjurkan untuk selalu
cairan tercukupi 2. Mulut yang bersih
melakukan oral hygien.
Nausea dan vomiting dapat meningkatkan
3. Berikan informasi yang
severity nafsu makan.
tepat terhadap pasien
 Penurunan intensitas 3. Untuk membantu
tentang kebutuhan
terjadinya mual muntah memenuhi kebutuhan
nutrisi yang tepat dan
14

 Penurunan frekuensi sesuai. nutrisi yang


mual muntah dibutuhkan pasien.
Weight: body mass Nausea Management

 Pasien tidak mengalami 1. Kaji frekuensi mual Nausea Management

penurunan BB atau muntah, durasi, tingkat 1. Untuk menentukan

mengalami peningkatan keparahan, penyebab . intervensi yang akan

BB. 2. Anjurkan pasien diberikan.


makan sedikit demi 2. Makan sedikit demi
sedikit tapi sering. sedikit tapi sering
dapat meningkatkan
3. Anjurkan pasien intake nutrisi.
makan selagi makanan 3. Makan makanan
masih hangat. dalam kondisi hangat
dapat menurunkan
rasa mual sehingga
4. Delegatif pemberian intake nutrisi dapat
terapi antiemetik. ditingkatkan.
4. Antiemetik dapat
digunakan sebagai
terapi farmakologis
dalam manajemen
mual dengan
Weight Management
menghambat sekresi
1. Timbang BB pasien
asam lambung.
jika memungkinkan
dengan teratur.
Weight Management
1. Dengan menimbang
2. Diskusikan dengan
BB dapat memantau
keluarga dan pasien
peningkatan dan
pentingnya intake
penurunan status gizi.
nutrisi dan hal-hal
2. Membantu memilih
yang menyebabkan
alternatif pemenuhan
penurunan BB.
nutrisi yang adekuat.
15

Diagnosa II: gangguan pertumbuhan dan perkembangan


SDKI SLKI Rasional
Setelah dilakukan intervensi 1. Kaji adanya 1. Mengetahui adanya
...x24 jam diharapkan tidak keterlambatan masalah
terjadi keterlambatan pertumbuhan dan keterlambatan.
perkembangandengan perkembangan.
kriteria hasil: 2. Lakukan pengukuran 2. Mengetahui
 Perkembangan pasien antopometri secara pertumbuhan fisik
sesuai usia. berkala. sesuai dengan usia.

 Pertumbuhan fisik sesuai 3. Lakukan stimulasi


standar usia tingkat perkembangan 3. Stimulasi diperlukan
sesuai dengan usia untuk mengejar

pasien. keterlambatan.

4. Ajarkan kepada 4. Orang tua

orangtua tentang mengetahui standar

standar pertumbuhan yang sesuai dengan

fisik dan tugas-tugas usianya.

perkembangan sesuai
usia anak.
5. Keluarga lebih
5. Tingkatkan
mengerti tentang
pengetahuan keluarga
anaknya sehingga
tentang keterlambatan
dapat menstimulasi
pertumbuhan dan
dirumah.
perkembangan anak.
6. Kolaborasi dengan ahli
6. Pasien dapat
gizi dalam pemberian
diberikan diet sesuai
makan/minuman sesuai
dengan
program terapi diet
kebutuhannya.
pemulihan.

III. Daftar Pustaka


Djaelani, Achmad. (2002). Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta: Dian
Rakyat
16

Depkes RI. (2000). Program Perbaikan Gizi Mikro. Jakarta: Depkes RI.
Lutfiana. (2013). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Gizi Buruk
Pada Lingkungan Tahan Pangan Dan Gizi. Skripsi, Universitas Negeri
Semarang.
Willkinson, Judith M. (2011). Buku Saku Diagnosisi Keperawatan, diagnosis
NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC. EGC: Jakarta.
www.alodokter.com/kwarsiorkor-dan-marasmus-malnutrisi-yang-mengancam-
nyawa (diakses tanggal 19 juni 2017)

Martapura, Juni 2017

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

(.....................................................) (.................................................)

Anda mungkin juga menyukai