Anda di halaman 1dari 4

BAB IX

ANALISA EKONOMI

Kelayakan pendirian suatu pabrik selain mempertimbangkan faktor teknis


juga harus ditinjau kelayakannya dari segi ekonomis. Oleh karena itu perlu
dilakukan perhitungan atau analisa ekonomi terhadap pendirian pabrik tersebut
yang bertujuan untuk memperkirakan apakah modal yang dipakai layak atau tidak
untuk diinvestasikan ke tahap rancangan. Berbagai parameter ekonomi digunakan,
sebagai pedoman untuk menentukan kelayakan pendirian pabrik ini. Parameter-
parameter ekonomi tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Total Capital Investment (TCI)
2. Total Production Cost (TPC)
3. Laba/keuntungan
4. Rate of Return (ROR)
5. Pay Out Time (POT)
6. Break Event Point (BEP)
7. Internal Rate of Return (IRR)

9.1 Total Capital Investment (TCI)


Modal investasi adalah jumlah biaya keseluruhan yang harus dikeluarkan
agar suatu pabrik dapat terwujud dan dapat beroperasi. Modal investasi yang
diperlukan dalam perencanaan pabrik ini ditentukan melalui metode perkiraan,
yaitu suatu metode dimana semua investasi pabrik dihitung berdasarkan harga
peralatan pabrik. Secara garis besar modal investasi terbagi dua, yaitu :
1. Fixed capital investment (FCI) adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk
pembelian dan pemasangan seluruh proses dan alat penunjang lainnya.
Dari hasil perhitungan pada Lampiran E diperoleh modal investasi tetap
(FCI) sebesar Rp 430.145.375.782,-
2. Working capital investment (WCI) adalah biaya yang harus dikeluarkan
setelah pabrikberdiri. Biaya ini dimaksudkan untuk pembiayaan pabrik
pada awal operasi yang meliputi biaya permulaan, atau modal kerja. Dari
hasil perhitungan pada Lampiran E diperoleh modal investasi kerja (WCI)
sebesar Rp 107.536.343.946,-

Modal investasi total adalah penjumlahan fixed capital investment (FCI)


dan working capital investment (WCI), sehingga diperoleh total capital
investment (TCI) sebesar Rp 537.681.719.728,-. Sumber modal yang
direncanakan berasal dari modal pinjaman sebesar 40% dan modal sendiri sebesar
60% dari total investasi.

9.2 Total Production Cost (TPC)


Biaya produksi adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk
mengoperasikan pabrik sehingga menghasilkan produk. Biaya ini terdiri dari :
1. Manufacturing cost, yaitu biaya yang berhubungan dengan biaya produksi
langsung (direct production cost), biaya tetap (fixed charges) dan plant
over head cost. Dari hasil perhitungan pada Lampiran E diperoleh
manufacturing cost sebesar Rp 1.274.251.258.882,-
2. General expense, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk keperluan
administrasi, distribusi dan pemasaran, serta penelitian dan pengembangan
(reseach and development). Dari hasil perhitungan pada Lampiran E
diperoleh general expense sebesar Rp 164.586.110.648,-
Biaya produksi total adalah penjumlahan manufacturing cost dan general
expense, sehingga diperoleh total production cost (TPC) sebesar Rp
1.438.837.369.530,-

9.3 Laba/keuntungan
Laba adalah hasil yang diperoleh dari total penjualan dikurangi total biaya
produksi. Laba yang diperoleh sebelum dikurangi pajak penghasilan disebut laba
kotor, sedangkan laba yang diperoleh setelah dikurangi pajak penghasilan disebut
laba bersih. Berdasarkan hasil perhitungan pada Lampiran E diperoleh hasil
penjualan sebesar Rp 1.904.355.823.315,- dengan laba kotor sebesar Rp
465.518.453.785,- dan laba bersih sebesar Rp 349.138.840.339,-
9.4 Rate of Return (ROR)
Laju pengembalian modal diperoleh dari perbandingan antara laba yang
diperoleh setiap tahun terhadap total investasi. Perhitungan laju pengembalian
modal dilakukan untuk mengetahui apakah suatu pabrik sudah berjalan dengan
baik atau tidak. Pada pabrik ini diperoleh ROR setelah pajak sebesar 64,93%.

9.5 Pay Out Time (POT)


Pay out time adalah waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal
yang telah digunakan oleh suatu pabrik. Waktu pengembalian modal ini diperoleh
dari perbandingan antara modal investasi total terhadap jumlah laba dan
depresiasi. Pay out time untuk industri-industri kimia biasanya 2 sampai 5 tahun
(Coulson, 1999). Berdasarkan hasil perhitungan pada Lampiran E diperoleh pay
out time (POT) untuk pabrik ini diperoleh POT 2 tahun.

9.6 Break Event Point (BEP)


Titik impas adalah titik dimana hasil dari penjualan produk sama dengan
ongkos-ongkos yang dikeluarkan, atau dapat diartikan sebagai suatu keadaan
dimana dalam operasinya perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita
rugi. Hasil perhitungan pada Lampiran E diperoleh break event point (BEP)
sebesar 28,40%.

9.7 Internal Rate of Return (IRR)


Internal rate of return adalah tingkat suku bunga dari suatu proyek dalam
jangka waktu tertentu, yang bila digunakan untuk mencari harga sekarang dari
penerimaan maupun pengeluaran sama dengan jumlah investasi yang ditanam.
Laju pengembalian internal juga dapat diartikan sebagai beban discount yang
mampu ditanggung oleh sebuah perusahaan sedemikian rupa, sehingga present
value perusahaan mendekati nilai nol (tidak menguntungkan dan tidak
merugikan). Apabila IRR yang diperoleh lebih besar dari laju bunga uang yang
didepositokan di bank, maka pabrik dikatakan layak didirikan ditinjau dari segi
ekonomis. Berdasarkan hasil hitungan ekonomi pada unit ini diperoleh nilai IRR
sebesar 53,25%

9.8 Hasil Perhitungan Analisa Ekonomi


Hasil perhitungan analisa ekonomi berdasarkan pada Lampiran E adalah
sebagai berikut :
1. Fixed Capital Investment = Rp. 430.145.375.782
2. Working Capital Investment = Rp. 107.536.343.946
3. Total Capital Investment = Rp. 537.681.719.728
4. Total Biaya Produksi = Rp. 1.438.837.369.530
5. Hasil Penjualan = Rp. 1.904.355.823.315
6. Laba bersih = Rp. 349.138.840.339

Perhitungan analisa ekonomi yang lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran
E. Berikut adalah grafik BEP :

2,000,020,000,000.00
1,800,020,000,000.00
1,600,020,000,000.00
1,400,020,000,000.00
Biaya (Rp)

1,200,020,000,000.00 SC
1,000,020,000,000.00 Linear (SC)
800,020,000,000.00 TPC
600,020,000,000.00 Linear (TPC)
FC
400,020,000,000.00 28,40%
200,020,000,000.00
20,000,000.00
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Kapasitas (%)

Gambar 9.1 Kurva Break Event Point metode Cash Flow

Anda mungkin juga menyukai