Anda di halaman 1dari 21

PAJAK-PAJAK ATAS

PROPERTI RIIL

Dr. BUDI HARJANTO,Adv.DEM,MSi


PAJAK ATAS PROPERTI

PAJAK PUSAT PAJAK DAERAH

PBB P3 BPHTB
PBB-P2
PPh (Final)
PAJAK HOTEL
PPN
PAJAK
PPnBM RESTORAN
PAJAK REKALME
PAJAK BGGC
( 2 )
ya t
4 a
a l
Pas
PPh

PAJAK PENGHASILAN
ATAS PENGALIHAN
TANAH DAN BANGUNAN
PPh ATAS PROPERTI
Pasal 4 ayat (2) huruf d
UU No. 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah
dengan
UU No. 10 Tahun 1994 sebagaimana diubah
dengan
UU No. 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan.
PP No. 71 Tahun 2008 dan
SE Dirjen Pajak No :SE-6/PJ.3/2008
DASAR PERTIMBANGAN DIBERIKAN
PERLAKUAN SENDIRI :

a. Kesederhanaan dalam pemungutan


pajak, keadilan, pemerataan dalam
pengenaan pajaknya dan memperhatikan
perkembangan ekonomi dan moneter.
b. Perlu diatur sendiri sifat, besarnya, dan
tata cara pelaksanaan pembayaran,
pemotongan atau pemungutan dengan
Peraturan Pemerintah.
c. Untuk kemudahan dalam pelaksanaan
pengenaan, tidak menambah beban
administrasi baik bagi Wajib Pajak
maupun fiskus (DJP) maka pengenaan
PPh dapat bersifat final
Objek Pajak PPh atas Properti

“ Keuntungan atas penghasilan yang diterima atau


diperoleh dari penjualan atau pengalihan harta
merupakan objek pajak penghasilan”
SUBJEK PAJAK
 WP PPh atas properti meliputi orang atau
badan yang menerima atau memperoleh
penghasilan dari pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan.

 Perbuatan hukum pengalihan hak atas tanah


mencakup : penjualan, tukar menukar termasuk
ruislag, perjanjian pemindaahn hak, pelepasan
hak, penyerahan hak, lelang hibah, atau cara lain
yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Nilai peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan
dengan nilai minimal sebesar NJOP
untuk PBB tahun fiskal yang bersangkutan kecuali
yang nilainya kurang dari Rp 60.000.000,- dan
Merupakan bagian-bagian yang tidak dipecah-pecah
Besarnya PPh
(berdasar PP No. 71/2008 dam SE-06/PJ.3/2008)
Berlaku sejak 1 Januari 2009

Besarnya pajak penghasilan yang wajib dibayar oleh orang


pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh dari pengalihan hak atas tanah dan bangunan
adalah sebesar

5% x Jumlah Bruto Nilai Pengalihan hak atas Tanah


dan/atau bangunan.

Sifat Pembayaran PPh-nya adalah Final


Kecuali :
atas pengalihan hak atas RS dan Rusuna yang
dilakukan oleh WP yang usaha pokoknya
melakukan pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan dikenai PPh sebesar

1% X Jumlah Bruto Nilai Pengalihan

Sifat Pembayaran PPh-nya adalah Final


Dikecualikan dari Pembayaran PPh dari
Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
 Orang pribadi yang mempunyai penghasilan dibawah PTKP yang
melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan
jumlah bruto pengalihannya kurang dari Rp 60.000.000,- dan bukan
merupakan jumlah yang dipecah-pecah.

 Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh


penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
kepada pemerintah guna melaksanakan pembangunan untuk
kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.
(contoh untuk pelabuhan laut, perlu syarat khusus seperti
kedalaman laut, arus laut, lokasi, pendangkalan dll)
Lanjutan
 Orang Pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan
dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial
termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan
usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
Permenkeu, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan
usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak
yang bersangkutan.

 Badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan


cara hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial
termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan
usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
Permenkeu, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan
usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak
yang bersangkutan.
•Pasal 16 C, UU No. 8 Tahun 1983 sebagaimana diubah
dalam UU No. 18 Tahun 2000, Yaitu : “ Pajak Pertambahan
Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang
dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh
orang pribadi atau badan, yang hasilnya digunakan sendiri
atau digunakan pihak lain yang batasan dan tatacaranya
diatur dengan KepMenKeu”
• PMK No.163/PMK.03/2012
SUBJEK & OBJEK PPN KMS
 Kegiatan membangun sendiri terutang Pajak Pertambahan Nilai.
 PPN KMS terutang bagi orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan
membangun sendiri.
 Kegiatan membangun sendiri (KMS) adalah kegiatan membangun bangunan
yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi
atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
 Bangunan yang menjadi objek PPN KMS berupa satu atau lebih konstruksi
teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah
dan/atau perairan dengan kriteria:
a. konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau
bahan sejenis,dan/atau baja;
b. diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan
c. luas keseluruhan paling sedikit 200 m2 (dua ratus meter persegi).
 PPN KMS = 10% X Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
 DPP = 20% x Jumlah biaya yang dikeluarkan
dan/atau dibayarkan untuk
membangun bangunan, tidak
termasuk harga perolehan
tanah
SAAT & TEMPAT TERHUTANGNYA
PPN KMS
 Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai
atas kegiatan membangun sendiri terjadi
pada saat mulai dibangunnya bangunan.
 Kegiatan membangun sendiri yang
dilakukan secara bertahap dianggap
merupakan satu kesatuan kegiatan
sepanjang tenggang waktu antara tahapan-
tahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua)
tahun.
 Tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang
atas kegiatan membangun sendiri adalah di
tempat bangunan tersebut didirikan.
Pembayaran, Penyetoran & Pelaporan
 Pembayaran PPN KMS terutang dilakukan setiap bulan sebesar
10% X 20% X jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang
dibayarkan pada setiap bulannya.
 PPN KMS disetor ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau Bank
Persepsi paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah
berakhirnya masa pajak.
 Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun
sendiri wajib melaporkan penyetoran kepada KPP yang
wilayahnya meliputi tempat bangunan tersebut dengan
mempergunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak paling lama
akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
 Pajak Masukan yang dibayar sehubungan dengan kegiatan
membangun sendiri tidak dapat dikreditkan.
Pajak Penjualan atas
Barang Mewah
(PPnBM)
atas Tanah & Bangunan
Dasar Hukum/ Aturan :

•Pasal 8 ayat (4) UU No.8 Tahun 1983 sttd UU


No 18 Tahun 2000 tentang PPN dan PPnBM
•Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 145
Tahun 2000 sttd PP No. 12 Tahun 2006 tentang
kelompok BKP yang tergolong Mewah dan
dikenakan PPnBM
•PMK No. 103/PMK.03/2009 tentang jenis BKP
yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan
Bermotor yang dikenakan PPnBM
Pengenaan PPnBM untuk Hunian Mewah:

Huruf b Lampiran PMK No. 103/PMK.03/2009

Daftar Jenis BKP yang Tergolong Mewah Selain


Kendaraan Bermotor yang dikenakan PPnBM Dengan
Tarif Sebesar 20% (Dua Puluh Persen)

Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah,


apartemen, kondominium, townhouse dan sejenisnya
adalah :
•Rumah dan town house dari jenis non strata title,
dengan luas bangunan 350 m2 atau lebih.
•Apartemen, kondominium, town house dari jenis strata
title, dan sejenisnya dengan luas bangunan 150 m2 atau
lebih.

Anda mungkin juga menyukai