Anda di halaman 1dari 10

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Sindrom Koroner Akut (SKA)

Jantung adalah organ tubuh yang berfungsi memompa darah ke seluruh

jaringan tubuh melalui pembuluh darah (Arteri), sebaliknya jantung menerima

darah kembali melalui pembuluh darah balik (Vena). Untuk dapat menjalankan

fungsinya otot-otot jantung mendapat pasokan darah melalui pembuluh darah

yang disebut pembuluh darah koroner (Syukri, Panda, & Rotty, 2011).

Pembuluh darah koroner merupakan penyalur aliran darah (membawa

oksigen dan makanan yang dibutuhkan miokard agar dapat berfusi dengan baik

(Djohan, 2004). Sebagaimana organ-organ tubuh lainnya, organ jantung

memperoleh zat asam (oksigen) dan makanan (nutrisi) melalui pembuluh darah

koroner tadi. Ketika pasokan oksigen dan nutrisi ke otot jantung berkurang

(defisit) yang disebabkan karena pembuluh darah koroner mengalami

penyempitan dengan akibat pasokan darah ke organ jantung melalui pembuluh

darah koroner tadi berkurang, maka gangguan ini disebut PJK (Penyakit Jantung

Koroner) (Syukri et al., 2011).

Adanya aterosklerosis koroner dimana terjadi kelainan pada intima

bermula berupa bercak fibrosa (fibrous plaque) dan selanjutnya terjadi ulserasi,

pendarahan, kalsifikasi dan trombosis. Perjalanan dalam kejadian aterosklerosis

tidak hanya disebabkan oleh faktor tunggal, akan tetapi diberati juga banyak

faktor lain seperti : hipertensi, kadar lipid, rokok, kadar gula darah yang abnormal

(Djohan, 2004).
Gambaran klinis PJK termasuk iskemia tanpa gejala, angina pektoris stabil, angina

tidak stabil, infark miokard, gagal jantung, dan kematian mendadak (sudden

death).

Kejadian-kejadian yang bersifat akut dan memiliki risiko kematian tinggi telah

dikategorikan kedalam Sindroma Koroner Akut (SKA) (Syukri et al., 2011).

2.pengertian

Sindrom koroner akut adalah suatu kondisi dimana terjadi imbalans dari suplly

dan demand oksigen otot jantung yang paling sering disebabkan oleh plak

aterosklerosis yang menyebabkan penyempitan arteri-arteri koroner. Selain itu

sindrom koroner akut. dapat pula terjadi akibat spasme arteri yang disebut dengan

angina varian. Presentasi klinis yang dapat ditimbulkan dapat bermacam-macam

dan membentuk spektrum sindrom koroner akut., namun manifestasi yang paling

sering adalah angina pectoris (Young dan lLibby, 2007).

SKA merupakan suatu penyakit yang dinamis, dimana ada suatu proses transisi

dari spektrum penyakit akibat perubahan intralumen mulai dari oklusi parsial

sampai dengan total ataupun reperfusi.

Adapun spektrum klinis dari SKA adalah sebagai berikut (Young dan Libby,

2007):

 Penyakit jantung koroner : kondisi imbalans dari suplai dan kebutuhan

oksigen miokardium yang berakibat hipoksia dan akumulasi

metabolitberbahaya, paling sering disebabkan aterosklerosis.

 Angina pectoris :sensasi tidak nyaman di daerah dada dan sekitar, akibat

proses iskemia otot jatung.


 Angina stabil : bentuk kronik dari angina yang hilang timbul, timbul saat

aktivitas dan emosi, dan hilang saat istirahat dan pemberian nitrat. Tidak

ada kerusakan permanen otot jantung.

 Angina varian : klinis seperti angina, timbul saat istirahat, terjadi akibat

spasme pembuluh darah koroneer.

 Angina tidak stabil : bentuk dari angina dengan peningkatan frekuensi dan

durasi, muncul saat aktivitas yang lebih ringan. Dapat menjadi imfark

miokard akut jika tidak segera ditangani.

 Silent Ischemia : bentuk asimptomatis dari proses iskemia miokardium.

Dapat dideteksi melalui EKG dan pemeriksaaan laboratorium.

 Infark Miokard Akut : proses nekrosi miokardium yang disebabkan

penurunan aliran darah berkepanjangan. Paling seering disebabkan oleh

thrombus, dapat bermanifestasi pertama kali ataupun muncul kesekian kali

dngan riwayat angina pektoris.

Patogenesis terkini Sindrom Koroner Akut (SKA) menjelaskan, Sindrom Koroner

Akut (SKA) disebabkan oleh obstruksi dan oklusi trombotik pembuluh darah

koroner, yang disebabkan oleh plak aterosklerosis yang vulnerable mengalami

erosi, fisur, atau ruptur. Penyebab utama Sindrom Koroner Akut (SKA) yang

dipicu oleh erosi, fisur, atau rupturnya plak aterosklerotik adalah karena

terdapatnya kondisi plak aterosklerotik yang tidak stabil dengan karakteristik;

lipid core besar, fibrous cups tipis, dan bahu plak penuh dengan aktivitas sel-sel

inflamasi seperti sel limfosit T dan lain-lain. Tebalnya plak yang dapat dilihat

dengan persentase penyempitan pembuluh koroner pada pemeriksaan angiografi

koroner tidak berarti apa-apa selama plak tersebut dalam keadaan stabil (Depkes

RI, 2006).
Gambar Karakteristik Plak Yang Rentan/Tidak Stabil (Vulnerable) (Depkes
RI, 2006)

Patogenesis Pada Berbagai Manifestasi Klinik SKA

NO Manifestasi Klinik SKA Patogenesis


1. Angina Pektoris Tidak StabilPada angina pektoris tidak stabil terjadi
(APTS) erosi atau fisur pada plak aterosklerosis
yang relatif kecil dan menimbulkan oklusi
trombus yang transien. Trombus biasanya
labil dan menyebabkan oklusi sementara
yang berlangsung antara 10-20 menit.
2. Non-ST Elevation Myocardial Pada NSTEMI kerusakan pada plak lebih
Infarction berat dan menimbulkan oklusi yang lebih
(NSTEMI) persisten dan berlangsung sampai lebih
dari 1 jam. Pada kurang lebih ¼ pasien
NSTEMI, terjadi oklusi trombus yang
berlangsung lebih dari 1 jam, tetapi distal
dari penyumbatan terdapat koleteral.
Trombolisis spontan, resolusi
vasikonstriksi dan koleteral memegang
peranan penting dalam mencegah
terjadinya STEMI.
3. ST Elevation Myocardial Pada STEMI disrupsi plak terjadi pada
Infarction daerah yang lebih besar dan menyebabkan
(STEMI) terbentuknya trombus yang fixed dan
persisten yang menyebabkan perfusi
miokard terhenti secara tiba-tiba yang
berlangsung lebih dari 1 (satu) jam dan
menyebabkan nekrosis miokard transmural
2.Tahap pengumpulan data

a.Tahap persiapan

dengan pemberian oksigen dan mengamankan jalan napas. Akses intravena dan

pemeriksaan darah juga harus dilakukan secepatnya. Semua pasien dengan gejala

sindroma koroner akut harus dipantau dengan pemasangan monitor tanda vital dan

jantung. Bila terjadi henti jantung maka lakukan resusitasi dan defibrilasi.

B.Tahap Pelaksanaan

Pelaksanaan Tindakan Keperawatan suatu kegiatan yang dilakukan oleh perawat

berdasarkan perencanaan keperawatan yang sudah ditentukan sebelumnya.

Melakukan tindakan keperawatan harus mengacu pada ketetapan SOP yang sudah

ditentukan oleh IGD berdasarkan tingkat kegawatan dan prioritas, contoh kasus

SKA dengan diagnosa keperawatan Jalan nafas tidak efektif, maka tindakan

mandiri yang dapat dilakukan adalah monitor pernafasan meliputi kecepatan,

irama, pengembangan dinding dada, penggunaan otot tambahan, bunyi nafas, ratio

saat inspirasi maupun ekspirasii ; melakukan pemasangan pulse oksimetri ;

observasi sputum, jumlah, warna, kekentalan ; lakukan jaw thrust khusus pasien

cedera servikal, atau bisa menggunakan metode chin lift dan head lift ; posisikan
pasien semi fowler agar dapat mengurangi beban paru ; pemasangan Oro

Pharingeal Airway (OPA), Nasopharyngeal Airway (NPA), Laryngeal Mask

Airway (LMA), jika diperlukan. Sedangkan tindakan kolaboratif yang dapat

dilakukan adalah pemberian obat-obatan dan pemasangan Endo Tracheal Tube

(ETT). Melakukan monitoring respon pasien terhadap tindakan keperawatan,

mengutamakan prinsip keselamatan dan privacy, menerapkan standar

precaution,dan mendokumentasikan tindakan keperawatan.

C.pemeriksaan Diagnostik

1. Elektrokardiogram (EKG)

Befungsi untuk merekam sinyal-sinyal listrik yang bergerak melalui

jantung didalam tubuh. EKG seringkali dapat mendiagnosis bukti

serangan jantung sebelum kejadian atau yang sedan berlangsung

2. Ekokardiogram

Tes untuk mendiagnosis kondisi penyakit jantung koroner. Alat ini

menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambar jantung

anda.

3. CT scan jantung

Dapat melihat deposit kalsium di arteri anda. Kelebihan kalsium dapat

mempersempit arteri sehingga ini dapat menjadi pertanda

kemungkinan penyakit arteri koroner. Selain itu melakukan X-ray dan

ultrasound untuk menyimpulkan kondisi anda.

e. Pemeriksaan laboratorium
Data laboratorium, yang harus dikumpulkan di ruang gawat darurat adalah

tes darah rutin, gula darah sewaktu, status elektrolit, koagulasi darah, tes

fungsi ginjal, dan panel lipid. Pemeriksaan laboratorium tidak boleh

menunda terapi Sindrom Koroner Akut (SKA)

4. Pencegahan penderita SKA

a. Pencegahan primer

pengontrolan tekanan darah dan kebijakan nasional industri makanan

impor dan ekspor dalam pencegahan hipertensi dan aktivitas fisik, untuk

meningkatkan kesehatan dan menurunkan faktor risiko.

b. Pencegahan sekunder

Pencegahan ini dilakukan pada sasaran orang yang sakit dengan tujuan

untuk tidak terjadinya kondisi yang semakin memburuk dan menurunkan

kejadian serangan berulang. Pencegahan ini dapat dilakukan konsumsi

obat yang rutin, gaya hidup Yang sehat serta mampu mengendalikan

stress. Pencegahan ini memiliki prioritas dalam perubahan kebiasaan hidup

serta adanya rehabilitas setelah terjadinya serangan jantung. Tenaga medis

berperan penting dalam melakukan upaya ini.

c. Pencegahan Tersier
pencegahan tersier untuk mempertahan-kan kesehatan secara optimal

melalui dukungan dan kekuatan yang ada pada diri penderita (Indrawati,

2014).

5. Penatalaksanaan

tahap awal dan cepat pengobatan pasien sindrom koroner akut (SKA) adalah:

a. Oksigenasi: Langkah ini segera dilakukan karena dapat membatasi

kekurangan oksigen pada miokard yang mengalami cedera serta

menurunkan beratnya ST-elevasi. Ini dilakukan sampai dengan pasien

stabil dengan level oksigen 2–3 liter/ menit secara kanul hidung.

b. . Nitrogliserin (NTG): digunakan pada pasien yang tidak hipotensi. Mula-

mula secara sublingual (SL) (0,3 – 0,6 mg ), atau aerosol spray. Jika

sakit dada tetap ada setelah 3x NTG setiap 5 menit dilanjutkan dengan drip

intravena 5–10 ug/menit (jangan lebih 200ug/menit ) dan tekanan darah

sistolik jangan kurang dari 100 mmHg. Manfaatnya ialah memperbaiki

pengiriman oksigen ke miokard; menurunkan kebutuhan oksigen

dimiokard; menurunkan beban awal (preload) sehingga mengubah

tegangan dinding ventrikel; dilatasi arteri koroner besar dan memperbaiki

aliran kolateral; serta menghambat agregasi platelet (masih menjadi

pertanyaan).

c. Morphine: Obat ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan dan

kegelisahan; mengurangi rasa sakit akibat iskemia; meningkatkan venous

capacitance; menurunkan tahanan pembuluh sistemik; serta nadi menurun

dan tekanan darah juga menurun,sehingga preload dan after load menurun,

beban miokard berkurang, pasien tenang tidak kesakitan. Dosis 2 – 4 mg


intravena sambil memperhatikan efek samping mual, bradikardi, dan

depresi pernapasan

d. Aspirin: harus diberikan kepada semua pasien sindrom koroner akut jika

tidak ada kontraindikasi (ulkus gaster, asma bronkial). Efeknya ialah

menghambat siklooksigenase –1 dalam platelet dan mencegah

pembentukan tromboksan-A2. Kedua hal tersebut menyebabkan agregasi

platelet dan konstriksi arterial.

 Wasid (2007). Tinjauan Pustaka Konsep Baru Penanganan Sindrom

Koroner Akut.

 Supriyono, M. 2008. Faktor-faktor yang Berpengaryh Terhadap Kejadian

Penyakit Jantung Koroner Pada Kelompok Usia ≤ 45 Tahun. Tesis.

Semarang: Universitas Diponegoro.

 Yadi, A. Dwi H, A. dan Ridha, A. 2013. “Faktor Gaya Hidup dan Stress

yang Beresiko terhadap Kejadian Penyakit Jantung Koroner pada Pasien

Rawat Jalan”. Jurnal Mahasiswa dan Penelitian Kesehatan. 87 – 101.

 Majid, A. 2017. Asuhan Keperawatan pada Pasien Dengan Gangguan

Sistem Kardiovaskular. Yogyakarta:

Anda mungkin juga menyukai