Anda di halaman 1dari 5

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Helm Standar

Helm standar adalah bentuk perlindungan tubuh yang dikenakan di kepala dan
biasanya dibuat dari metal atau bahan keras lainnya seperti kevlar, serat resin. Helm dapat
memberi pelrindungan pada kepala dari benda jatuh dan dapat mengurangi cidera yang
dialami ketika terjadi kecelakaan. Salah satu syarat yang harus dipenuhi dari helm standar di
Indonesia adalah adanya logo SNI yang tertempel dihelm tersebut. Sebuah penelitian
menunjukkan bahwa helm tidak hanya berfungsi untuk menyelamatkan jiwa, helm juga dapat
menahan dari terpaan angina. Bagian yang paling rentan mengalami luka adalah muka,
kepala bagian atas, dan leher. Oleh karena itu, sebuah helm yang baik adalah helm yang bisa
melindungi ketiga bagian kepala tersebut. Ada dua jenis helm, yaitu :

a. Helm open face


Helm open face memiliki bentuk untuk menutupi bagian belakang kepala tetapi tidak
menutupi bagian muka. Helm ini hanya memberikan perlindungan maksimal pada
bagian belakang kepala saja.
b. Helm full face
Helm jenis ini adalah helm yang paling aman untuk digunakan pengendara motor.
Helm ini mampu melindungi muka, kepala, leher, telinga, dan dagu dengan sempurna.
Helm ini juga mampu melindungi pemakainya dari cedera yang tidak diinginkan saat
terjadi kecelakaan.

2.2 Melepas Helm

Melepas helm adalah tindakan berbahaya dan hanya dilakukan jika pengendara motor tidak
bernapas yang mana membutuhkan resusitasi jantung paru. Jika pengendara motor masih
bernapas, jangan dilepas, lakukan tindakan pertolongan lain.

2.3 Indikasi

2.3.1 Indikasi Pelepasan Helm di RS :

 Suspek cidera servikal spine


 Suspek cidera kepala
 Ketidakmampuan untuk mengimmobilisasi leher dalam rangka memindahkan pasien
ke fasilitas lain

2.3.2 Indikasi Pre-Hospital :

 Jika helm dan tali pengikat dagu gagal menahan kepala tetap aman
 Jika helm dan tali pengikat dagu menghalangi jalan napas, bahkan setelah penutup
muka di lepas
 Jika penutup muka tidak dapat di lepas
 Jika helm menghalangi proses immobilisasi dalam rangka memindahkan pasien

2.4 Perhatian dan Kontra Indikasi


a. Melepas helm mungkin dapat ditunda pada pasien yang tidak mengalami gangguan
jalan napas ketika diduga mengalami cedera servikal-spinal. Pada situasi ini, maka
gergaji dapat digunakan untuk memotong dan membuka helm (Koenig, 1997 dalam
Proehl, 1999). Ketika membiarkan helm ditempatnya kita membutuhkan
bantalan/ganjal untuk menglevasikan badan pasien dari kemungkinan turunnya bahu.
Sedangkan pada anak dapat terjadi fleksi.
b. Dianjurkan untuk berlatih dengan dokter terlatih (bedah, ortopedi, anestesi, gawat
darurat, dst), perawat terlatih (perawat UGD atau paramedic AGD 118) atau pelatih
palang merah (KSR PMI).
c. Ada tiga faktor yang harus dijaga :
 Karena kebanyakan helm berbentuk telur (egg shaped) maka waktu menarik
helm keatas penolong pertama juga menarik kesamping sehingga tidak
menyangkut di telinga.
 Jika helm full face maka kaca harus dilepas lebih dahulu. Jika helm full face
maka penarikan pertama dengan mengangkat sisi bawah miring kedepan
kemudian baru diikuti penarikan dengan arah yang berlawanan dari gerakan
pertama sehingga tidak menyangkut di telinga.
 Selama proses pelepasan helm, penolong kedua menjaga imobilisasi dengan
mencegah gerakan yang tidak perlu. Setelah semua helm terlepas, penolong
pertama menggantikan posisi penolong kedua dengan menempatkan tangan di
belakang telinga untuk menjaga jalan napas dan mencegah gerakan yang tidak
perlu. Jika perlu pasang kollar dan pindahkan ke spinal board.
d. Kontraindikasi
Kontraindikasi utama adalah paresthesia atau nyeri leher selama prosedur. Paresthesia
mengakibatkan memburuknya peregangan atau tekanan pada saraf saat helm
dilepaskan.
2.5 Perlengkapan
 2 orang yang telah terlatih
 Sarung tangan
 Disarankan obeng, nirkabel, namun obeng biasa juga bisa
 Gunting
2.6 Persiapan Pasien
a. Stabilkan secara manual kepada pasien
b. Instruksikan pasien untuk tetap tenang/diam sedapat mungkin dan biarkan penolong
melakukan pekerjaannya melepaskan helm
c. Instruksikan pasien untuk segera mengingatkan penolong jika ada maneuver yang
meningkatkan rasa nyeri di leher atau kebas dan kesemutan di ekstremitas
d. Jika mungkin, lepaskan kacamata pasien dan anting yang ada di telinga

2.7 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR MELEPAS HELM

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR MELEPAS HELM

Melepaskan helm adalah tindakan berbahaya dan hanya dilakukan jika


PENGERTIAN pengendara motor tidak bernafas dan yang mana membutuhkan resusitasi
jantung paru.

TUJUAN Melepaskan helm untuk membantu penatalaksanaan jalan nafas

INDIKASI Korban kecelakaan yang menggunakan helm

 Sarung tangan
PERSIAPAN  Disarankan obeng, nirkabel, namun obeng biasa juga bisa
ALAT
 Gunting

PERSIAPAN 1. Memindahkan korban ke tempat yang lebih aman.


LINGKUNGAN 2. Memindahkan korban ke tempat yang keras dan datar

PELAKSANAAN 1. Mengecek respon korban.

2. Satu orang menstabilkan kepala dan leher korban dengan meletakkan


tangan pada setiap sisi helm dengan jari terletak pada mandibula korban.
Posisi ini mencegah tergelincirnya helm bila tali pengikat lepas.

3. Penolong kedua memotong atau melepas tali helm pada cincin D-nya

4. Penolong kedua meletakkan satu tangan pada angulus mandibula


dengan ibu jari pada saat sisi dan jari-jari lainnya. Sementara tangan yang
lain melakukan penekanan di bawah kepala daregiooksipitalis. Manuver ini
mengalihkan tanggung jawab imobilisasi lurus kepada penolong kedua.

5. Penolong pertama kemudian melebarkan helm ke lateral untuk


membebaskan kedua daun telinga dan secara hati-hati melepaskan helm.
Bila helm yang dipakai mempunyai penutup wajah yang lengkap maka
hidung penderita dapat terhimpit dan meyulitkan pelepasan helm. Untuk
membebaskan hidung, helm harus di dorong kebelakang lalu dinaikkan
keatas melalui hidung penderita.

6. Selama tindakan ini penolong kedua harus tetap mempertahankan


mobilisasi dari bawah, guna menghindari tertekuknya kepala.

7. Setelah helm terlepas, imobilisasi lurus manual di mulai dari atas, kepala
dan leher penderita diamankan selama penatalaksanaan pertolongan jalan
nafas.

8. Bila upaya melepaskan helm menimbulkan rasa nyeri dan parestesia


maka helm harus dilepas dengan menggunakan gunting. Bila dijumpai
tanda-tanda cedera vertebral servikalis pada foto rontgen melepaskan
helm harus menggunakan gunting.

Sikap selama pelaksanaan :

SIKAP 1. Hati –hati


2. Teliti
Responsif terhadap reaksi korban

SUMBER Proehl, J.A. (1999). Emergency nursing procedures.


(2nd ed.). Philadelphia: W.B. Saunder Company.

Anda mungkin juga menyukai