Disusun Oleh:
Akbar Maulana(204010101)
Dosen Pembimbing:
Dr.Hj.Ellen Rusliati,SE,MSIE
Manajemen Bisnis
Fakultas Ekonomi & Bisnis
Universitas Pasuundan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Makalah yang berjudul “ALIRAN KAS PROYEK”
Adapun tujuan dari penyusunan Makalah ini adalah untuk memenuhi dan
melengkapi salah satu tugas mata kuliah manajemen keuangan
Penyusunan Makalah ini merupakan suatu bentuk pemenuhan tugas dengan mata
kuliah Manajemen Keuangan. Tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai Tugas
dari Ibu Dr.Hj.Ellen Rusliati,SE,MSIE Penyusunan makalah ini tidak lepas dari
dukungan, semangat, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
Semoga segala bantuan, bimbingan, dorongan, dan doa yang diberikan mendapat
ridho dari Allah SWT. Semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
pembaca. Amin.
Akbar Maulana
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................4
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................37
JURNAL................................................................................................................................38
2
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Perusahaan mengadakan investasi dalam aktiva tetap dengan harapan
memperoleh kembali dana yang diinvestasikan tersebut seperti halnya pada aktiva
lancar. Perbedaannya adalah pada jangka waktu dan cara kembalinya dana yang
diinvestasikan dalam kedua golongan aktiva tersebut. Keseluruhan proses
perencanaan dan pengambilan keputusan mengenai dana dimana jangka waktu
kembalinya dana tersebut melebihi waktu satu tahun disebut penganggaran modal
atau Capital Budgeting.
Contoh penganggaran modal adalah pengeluaran dana untuk aktiva tetap yaitu
tanah, bangunan, mesin-mesin dan peralatan. Penganggaran modal menjelaskan
tentang perencanaan untuk mendanai proyek besar jangka panjang. Keputusan
penganggaran modal memiliki efek yang sangat jelas terhadap tingkat kesehatan
keuangan perusahaan untuk jangka panjang. Sebuah proyek yang didasarkan pada
keputusan penganggaran modal yang berhasil, akan mendorong mengalirnya
pemasukan (cashflow) perusahaan untuk jangka panjang. Sebaliknya, penganggaran
modal yang tidak baik akan menyebabkan tingkat pengembalian investasi yang
mencukupi. Akibatnya dapat saja sebuah proyek atau sebuah perusahaan mengalami
kebangkrutan. Keputusan penganggaran modal dapat pula digunakan sebagai dasar
untuk pengambilan keputusan, barang atau jasa apa yang akan dibuat, bagaimana
barang atau jasa itu dijual pada pelanggan? Dan bagaimana cara menjualnya?
Rumusan Masalah
1. Apa yang harus dilakukan oleh para manajer keuangan agar dapat menjalankan
perusahaan dengan baik?
2. Bagaimana pihak perusahaan mengestimasikan arus kas serta menganalisis resiko
dengan tepat?
Tujuan
Tujuan dari pembahasan rumusan masalah dari makalah ini yaitu untuk
mengetahui lebih jelas lagi apa itu capital budgeting terutama di dalam konsep cash
flow
Manfaat
Setelah membaca dan mempelajari makalah ini, diharapkan agar pembaca
dapat lebih mengetahui dan memahami apa itu capital budgeting terutama dalam cash
flow dan keputusan yang harus di ambil perusahaan
3
BAB II
PEMBAHASAN
Langkah paling sulit dan paling penting dalam penganggaran modal adalah
memperkirakan arus kas suatu proyek, konsep penting yang digunakan dalam
proses ini adalah hanya mempertimbangkan arus kas selisih (incremental cash
flows) yang didefinisikan sebagai suatu perbedaan antara arus kas perusahaan jika
proyek diambil dan arus kas perusahaan tanpa proyek.
Arus Kas Proyek = Arus kas dengan proyek – Arus kas tanpa proyek
Arus kas harus dibedakan dari laba menurut akuntansi (accounting income). yang
paling penting adalah masalah perlakuan biaya depresiasi. Akuntansi menganggap
depresiasi sebagai biaya, sedangkan dalam penganggaran modal, perhitungan
didasarkan pada arus kas yaitu rupiah sesungguhnya (the actrual rupiahs) yang
keluar dan masuk ke perusahaan selama periode tertentu.
Arus kas suatu proyek dapat dikelompokan menjadi 3 :
1) Arus kas permulaan (intial cash flows)
2) Arus kas operasi (operating cash flows)
3) Arus kas terminal (terminal cash flows)
Initial cash flows umumnya negative (pengeluaran). Sedangkan operating cash
flows dan terminal cash flows umumnya positif (penerimaan). Dalam
penganggaran modal, arus kas ini harus didasarkan pada “after tax basis”.
Pada umumnya, arus kas operasi adalah laba bersih sesudah pajak proyek
ditambah depresiasi.
Operating Cash Flows = EAT + Depreciation
dimana :
Contoh :
Penjualan 1,6 juta
Biaya operasi tunai (0,6 juta)
Depresiasi (0,2 juta)
EBIT (0,8 juta)
Biaya bunga 0
4
EBT 0,8 juta
Pajak (34%) 0,272 juta
EAT 0, 528 juta
Mengapa EAT harus ditambah denga biaya depresiasi ? Biaya depresiasi pada
dasarnya merupakan “biaya menggunakan aktifa tetap”. Pada analisis
penganggaran modal, pengeluaran untuk memperoleh aktifa tetap telah
diperhitungkan pada awal proyek (intial cash flows) bila biaya depresiasi tetap
diperhitungkan pada perhitungan operating cash flows, akan terjadi dua kali
perhitungan (double counting) terhadap pengeluaran aktiva tetap.
Dalam perhitungan arus kas, unsur biaya bunga (seandainya proyek direncanakan
akan dibiayai dengan hutang) tidak dimasukan. Alasannya : biaya bunga sudah di
perhitungkan dalam biaya modal proyek yang direncanakan akan dibiayai dengan
hutang (discount rate) atau tingkat keuntungan yang disyaratkan pada proyek.
Dengan demikian, operating cash flows proyek yang dibiayai dengan 100%
modal sendiri atau 50% modal sendiri, 50% hutang adalah sama saja.
Contoh :
Penjualan 1,6 juta
Biaya operasi tunai (0,6 juta)
Depresiasi (0,2 juta)
EBIT (0,8 juta)
Biaya bunga 0,1 juta
EBT 0,7 juta
Pajak (34%) 0,238 juta
EAT 0,462 juta
Bunga (1 – Pajak) atau [Bunga – (Bunga x Pajak)] adalah beban bunga yang
sebenarnya, yang adalah beban bunga yang dibayar dikurangi dengan
besarnya penghematan pajak akibat adanya bunga (tax saving) sebesar bunga
x pajak.
Mengapa bunga ini ditambahkan kembali arus kas atau dengan kata lain kita
tidak memperhitungkan sebagai biaya? Biaya bunga ini sudah diperhitungkan
5
dalam biaya modal (WACC) yaitu sebagai Kd (biaya hutang), jika kita juga
memperhitungkan biaya bunga dalam menghitung arus kas, akan terjadi
perhitungan ganda (double counting). Kesimpulan : dalam memperkirakan
arus jas operasi suatu proyek, kita dapat menganggap seolah-olah proyek
tersebut dibiayai dengan 100% modal sendiri.
Operating cash flows suatu proyek dapat pula dihitung menggunakan rumus :
dimana :
Contoh :
Arus kas contoh sebelumnya dapat dihitung dengan menggunakan rumus ini :
Operating cash flow = (R – C) (1 – T) + T.D
= (1,6 – 0,6) (1 – 0,34) + (0,34) (0,2)
= 0,66 + 0,068
= 0,728
Contoh :
Suatu perusahaan merencanakan untuk membua cabang baru. Untuk itu pada
tahun 1990, perusahaan mengeluarkan biaya 10 juta untuk melakukan survey
tempat. Apakah pengeluaran 10 juta ini adalah biaya yang relevan untuk
perhitungan penganggaran modal pada tahun 1991? Jawabannnya tidak.
Perusahaan tidak dapat memperoleh kembali uang tersebut, tidak peduli apakah
perusahaan jadi membuka cabang baru atau tidak.
6
Contoh :
Suatu perusahaan memiliki sebidang tanah yang cocok untuk dibangun gedung
cabang yang baru. Apakah biaya untuk membeli tanah tidak perlu
dipertimbangkan? Perlu. Walau tanah tersebut milik sendiri tapi ada opportunity
cost-nya. Misalnya tanah tersebut dapat dijual seharga 150 juta (harga pasar).
Maka 150 juta ini merupakan suatu biaya kesempatan yang harus
dipertimbangkan.
Efek dari proyek yang akan diambil terhadap proyek-proyek perusahaan yang
sudah ada juga harus diperytimbangkan (biasanya hal ini disebut “externalities”).
Misalnya, peluncuran suatu produk baru perusahaan dapat mengurangi
permintaan terhadap produk perusahaan yang sudah ada (kanibalisme).
Pengurangan ini harus diperhitungkan dalam analisis. Efek dari pajak dapat
memberika dampak yang besar bagi arus kas proyek. Pajak mempengaruhi arus
kas operasi melalui 2 cara :
1) Mengurangi arus kas operasi suatu proyek. Semakin beasr pajak, semakin
besar pengurangannya
2) Hukum pajak menentukan besarnya biaya depresiasi yang dapat dialokasikan
setiap tahun. Karena keputusan penganggaran modal memfokuskan diri pada
arus kas yang aktual, metode depresiasi yang digunakan adalah untuk
kepentingan pajak (tax depreciation) daripada menggunakan metode
depresiasi untuk laporan rugi laba (book depreciation). Di Amerika Serikat
sejak 1986 perusahaan harus menggunakan metode “Modified Accelerated
Cost Recovery System” (MACRS) untuk menghitung depresiasi untuk
kepentingan pajak. Di Indonesia untuk perhitiungan pajak, digunakan metoda
“Double Declining Balance” atau metoda garis lurus. Pada kasus tertentu
dapat pula digunakan kombinasi antara keduanya.
Beberapa metoda depresiasi yang umum digunakan :
1) Garis Lurus
2) Double Declining Balance
3) Sum of The Years Digits.
Contoh :
Suatu mesin senilai 30 juta memiliki usia ekonomis 3 tahun tanpa nilai sisa
(Salvage Value).
Tahun Depresiasi
1 1/3 x 30 = 10 juta
2 1/3 x 30 = 10 juta
3 1/3 x 30 = 10 juta
7
= 30 juta
Tahun Depresiasi
1 2/3 x 30 = 20 juta
2 2/3 x 10 = 6,7 juta
3 Sisa = 3,3 juta
= 30 juta
Tahun Depresiasi
1 3/6 x 30 = 15 juta
2 2/6 x 30 = 10 juta
3 1/6 x 30 = 5 juta
= 30 juta
Dari contoh diatas tampak bahwa “Metoda Double Declining Balance” dan “Metoda
Sum of The Years Digits” merupakan metode depresiasi yang dipercepat (biaya
depresiasi pada tahun-tahun awal lebih besar).
Untik pembayaran pajak, metode seperti ini lebih menguntungkan karena perusahaan
dapat menikmati penghematan pajak akibat biaya depresiasi lebih awal (nilai waktu
uang).
Contoh :
Suatu mesin senilai 30 juta memiliki usia ekonomis 3 tahun dengan nilai sisa
3 juta.
Tahun Depresiasi
1 1/3 x (30 – 5) = 9 juta
2 1/3 x 27 = 9 juta
3 1/3 x 27 = 9 juta
= 27 juta
8
Tahun Depresiasi Nilai buku akhir tahun
1 2/3 x 30 = 20 juta 10 juta
2 2/3 x (30 – 20) = 6,67 juta 3,3 juta
3 3,33 – 3 = 0,33 juta 3 juta
= 27 juta
Untuk kategori 27½ dan 31½ tahun, digunakan metoda garis lurus tanpa
memperhitungkan apakah ada nilai sisa atau tidak. Untuk kategori 3, 5, 7 dan
10 dihitung dengan daftar sebagai berikut :
Kelas Investasi
Tahun 3 Tahun 5 Tahun 7 Tahun 10 Tahun
1 33% 20% 14% 10%
2 45 32 25 18
3 15 19 17 14
4 7 12 13 12
5 11 9 9
6 6 9 9
7 9 7
8 4 7
9 7
10 6
11 3
Contoh :
Suatu mesin senilai 3 juta dikategorikan sebagai Depresiasi menurut MACRS:
Investasi 3 tahun.
Depresiasi
33% x 30 = 9,9 juta
20% x 30 = 13,5 juta
14% x 30 = 4,5 juta
10% x 30 = 2,1 juta 9
30 juta
Umumnya persediaan tambahan diperlukan untuk mendukung suatu proyek
baru dan perluasan penjualan juga akan menghasilkan tambahan piutang.
Tambahan persediaan da piutang (Aktiva Lancar) ini harus dibiayai. Namun
hutang lancar juga cenderung meningkat (misalnya hutang dagang).
Perbedaan antara kenaikan aktiva lancar dan kenaikan hutang lancar disebut
perubahan pada modal kerja bersih (Net Working Capital).
Modal Kerja bersih = Aktiva Lancar – Hutang Lancar.
Arus kas suatu proyek baru (new project) atau perluasan proyek (expansion
project) terdiri atas : Initial cash flows, operating cash flows, terminal cash
flows.
Initial cash flows adalah arus kas yang terjadi pada waktu investasi dilakukan
(t=0). Arus kas ini biasa nya terdiri dari : harga beli suatu aktiva ditambah
biaya transportasi dan pemasangan, perubahan pada Net Working Capital, dll.
Jumlah bersih semua item pada t=0 merupakan pengeluaran investasi.
Operating cash flows adalah arus kas yang dihasilkan dari operasi proyek.
Mula-mula kita melihat proyek baru terhadap biaya dan penghasilan.
Penghasilan incremental (R) merupakan arus kas masuk, Biaya incremental
(C) merupakan arus kas keluar. Kemudian biaya depresiasi (D) setiap tahun
dihitung dan disesuaikan dengan pajak (T).
CF = (R – C) (1 – T) + T.D
Terminal cash flows adalah arus kas yang terjadi pada akhir proyek,
misalnya : 1) Nilai sisa atau salvage value pada tahun terakhir. Dampak pajak
harus diperhitungkan dan 2) Net Working Capital yang terjadi pada awal
proyek harus dikembalikan (offset). Misalnya, pada awal proyek ada
tambahan NWC sebesar 10 juta (arus kas keluar), maka pada akhir periode,
harus ada kas masuk 10 juta. Logikanya, modal kerja yang diperlukan pada
awal proyek sudah tidak di gunakan lagi begitu proyek berakhir sehingga
harus dikembalikan.
10
Contoh :
Selama usia proyek (1994 s/d 1996), setiap tahun proyek ini dapat
menghasilkan 25.000 unit penjualan dengan harga jual 2000 pada 1994 harga
jual ini naik 10% setiap tahun karena factor inflasi. Biaya variabel adalah 50%
dari penjualan. Biaya tetap (overhead) konstan sebesar 8 juta pertahun. Pajak
15% per tahun. Tambahan modal kerja bersih (Net Working Capital) 0,5 juta
pada tahun 1994 dan 1995.
Pada 1996, modal kerja bersih dikembalikan (recovery). Terlebih dahulu kita
menghitung depresiasi gedung dan mesin dengan metoda “Double Declining
Balance”.
(Catatan : Tanah tidak didepresiasi)
Gedung.
Tahun Depresiasi
’94 2/3 x 8 = 5,33 jt
’95 2/3 x 2,67 = 1,78 jt
’96 sisa = 0,89 jt
8 jt
Mesin
Tahun Depresiasi
’94 2/3 x 8 = 5,33 jt
’95 2/3 x 2,67 = 1,78 jt
’96 sisa = 0,89 jt
10 jt
11
Operating Cash Flows :
1995
*3 juta adalah recovery dari 25.000 seluruh modal kerja bersih yang
telah dikeluarkan sepanjang 2.200 usia proyek yaitu : 2 + 0,5 + 0,5 =
3 juta 55 jt
Karena tidak ada nilai sisa 27,5 jt maka tidak ada terminal cash
flows. Maka arus kas 8 jt proyek ini adalah :
Arus Kas 1,78 jt
(1,2 jt) 2,22 jt
(4 jt) 15,5 jt
(16 jt) 2,325 jt
15,75 jt 13,175 jt
16,675 jt 17,175 jt
4. 22,2125 jt ANALISIS ARUS KAS
(0,50 jt)
PROYEK PENGGANTIAN
16,675 jt
(REPLACEMENT)
Contoh :
Perusahaan ingin mengganti mesin lama dengan mesin baru. Nilai buku mesin
lama 90 juta dan nilai ekonomisnya masih 3 tahun lagi tanpa ada nilai sisa.
Harga mesin baru 180 juta dengan nilai ekonomis 3 tahun tnpa nilai sisa.
Mesin baru dapat menghemat biaya operasi 50 juta per tahun. Mesin lama
dapat dijual senilai dengan nilai bukunya (90 juta) sekarang. Pajak 15%.
Depresiasi dengan metoda garis lurus.
Contoh :
1 2 3
Penghemat biaya 50 jt 50 jt 50 jt
Tambahan Penyusutan : 6 jt 6 jt 6 jt
Depresiasi mesin baru 30 jt
Depresiasi mesin lama 30 jt
6 jt
13
Dapat disimpulkan bahwa analisa arus kas untuk proyek Replacement sedikit lebih sulit dari
analisis arus kas proyek baru atau pengembangan. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada
awal proyek (t=0) :
a) Kas yang diterima dari penjualan perlengkapan lama merupakan arus kas masuk.
b) Jika perlengkapan lama dijual dibawah nilai bukunya, akan ada penghematan pajak.
Jika dijual diatas nilai bukunya, ada pajak untuk keuntungan (selisih) antara harga
jual dengan nilai buku.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perhitungan arus kas operasi :
a) Lihat efek perlengkapan baru pada penghasilan (revenues) dan biaya (cost). Selisih
kenaikan pada penghasilan akan menghasilkan arus kas masuk, sedangkan selisih
kenaikan pada biaya akan menghasilkan arus kas keluar.
b) Depresiasi pada perlengkapan baru harus dibandingkan dengan depresiasi pada
perlengkapan lama untuk memperoleh perubahan bersih pada depresiasi.
c) Setiap nilai sisa pada perlengkapan lama, termasuk efek pajaknya, harus di masukan
sebagai arus kas keluar pada akhir usia proyek. Hal ini disebabkan karena mengganti
perlengkapan lama adalah sama dengan mengorbankan nilai sisa perlengkapan lama.
Ini termasuk opportunity cost. Setiap nilai sisa perlengkapan baru juga harus
diperhitungkan dalam analisis.
14
Apakah proyek A lebih baik dibandingkan proyek B ?
Belum tentu karena usia ke-2 proyek berbeda. Jika kita memilih proyek B, kita dapat
menginvestasikan uang kita pada awal tahun ke-4 pada proyek yang sama (proyek
B). perhitungannya :
Tahun Proyek A Proyek B
0 (40 jt) (20 jt)
1 8 jt 7 jt
2 14 jt 13 jt
3 13 jt 12 jt + (20 jt) = (8jt)
4 12 jt 7 jt
5 11 jt 13 jt
6 10 jt 12 jt
15
0 1 2 3 4 5 6
PV1
PV2
PV3
PV4
PV5
PV6
9,28 jt
Contoh :
Tahun Arus kas proyek Net Abandonment Value
Pada akhir tahun t
0 (4,8 jt) 4,8 jt
1 2 jt 3 jt
2 1,875 jt 1,9 jt
3 1,75 jt 0
NPV proyek pada discount rate = 10% adalah -0,1 jt proyek akan ditolak. Tapi
bagaimana kalau kita dapat meninggalkan proyek setelah berjalan 2 tahun ?
Kita akan menerima arus kas masuk 2 jt dan 1,875 jt ditambah abandon value 1,9 jt.
16
Maka NPV = -4,8jt + + +
= 0,138 jt
Maka proyek ini bias diterima jika kita merencanakan untuk mengoperasikannya 2
tahun kemudian dijual. Bagaimana jika proyek ditinggalkan setelah 1 tahun ?
NPV = -4,8 jt + +
= -0,255 jt
Meninggalkan proyek setelah 1 tahun tidak menguntungkan karena PV penerimaan
tahun ke 2 dan ke 3 lebih besar dari 3 jt.
17
0 1 2 3
3 jt 1,875 jt 1,75 jt
10%
1,7 jt 10%
1,5 jt
3,2 jt
= 1,7 jt
= 1,5 jt
Dimana :
RCF = real cash flow atau arus kas tanpa inflasi /riil
= biaya modal riil
Menurut Fisher, hubungan antara suku bunga riil dan suku bunga nominal adalah :
+1) = +1)(1+1)
Dimana :
= suku bunga nominal
18
) = (1+ ) (1+1)
Dimana :
= biaya modal nominal
Lebih lanjut :
19
Biaya modal riil: biaya modal tanpa memasukan unsur inflasi (tidak ada premi untuk
inflasi). WACC adalah biaya modal nominal karena dihitung dengan pendekatan
harga pasar yang pasti telah memperhitungkan inflasi yang akan terjadi. Biaya modal
riil adalah :
(I+ ) = (I+ ) (I+I)
(I+ )= -1
= -1
Dimana :
= biaya modal riil
I = tingkat inflasi
Kelemahan cara perhitungan NPV seperti ini adalah kita mengasumsikan bahwa 1)
inflasi memberi dampak yang sama besar terhadap arus kas dan biaya modal, dan 2)
seluruh arus kas proyek termasuk depresiasi dipengaruhi secara sama oleh inflasi.
Hal ini ditunjukan oleh rumus :
Perhitungan NPV dengan menggunakan arus kas nominal dan biaya modal nominal
lebih baik karena kita tidak perlu membuat 2 asumsi yang lemah seperti pada cara
sebelumnya. Dengan cara ini, kita harus memasukan dampak inflasi dalam
menghitung arus kas proyek dimana kita dapat memperkirakan dampak yang berbeda
untuk harga dan biaya biaya serta membuat depresiasi tidak dipengaruhi oleh inflasi.
SOAL JAWAB
20
1. Anda diminta oleh manajemen PT.WILWAUKEE BUCKS untuk mengevaluasi
proposal akuisisi suatu mesin. Harga dasar mesin adalah 50 juta dan memerlukan
biaya modifikasi 10 juta. Asumsikan bahwa mesin ini didepresiasikan dengan metode
Double Declining Balance. Mesin akan dijual setelah 3 tahun seharga nilai bukti pada
saat itu yang 5 juta. Modal kerja bersih akan meningkat 2 juta. Mesin ini tidak
membawa dampak terhadap penghasilan, tetapi mesin ini dapat menghemat biaya
operasi (sebelum pajak), terutama pada tenaga kerja, sebesar 20 juta per tahun. Pajak
adalah 40%.
Jawab :
Cash flow = (Revenue – cost) (I-Tax) + Tax. Depreciation. Dalam soal ini
(Revenue Cost adalah penghematan biaya operasi sebelum pajak, yaitu
sebesar 20 juta.
Cash flow tahun 1 = 20 (1-0,4) + (0,4) (4,0)
= 12 + 16
= 28 juta
Cash flow tahun 2 = 20 (1-0,4) + (0,4)(13,33)
= 12 + 5,332
= 17,332 juta
Cash flow tahun 3 = 20 (1-0,4) + (0,4)(1,67)
= 12 + 0,668
21
= 12,668 juta
c) Arus kas pada akhir proyek
Nilai jasa 5 juta
Pajak pada nilai sisa *) 0
Recovery modal kerja bersih 2 juta
7 juta
d) Arus kas proyek ini adalah :
Tahun Arus kas bersih
0 (62 juta)
1 28 juta
2 17,332 juta
3 12,668 juta + 7 juta
NPV pada K=10% adalah -7,44 juta, sehingga proyek ini seharusnya tidak
diterima.
2. PT “CHICAGO BEARS” saat ini menggunakan mesin yang dibeli 2 tahun yang lalu
san masih memiliki usia 6 tahun. Mesin ini didepresiasi dengan metode garis lurus
dengan nilai sisa 50 juta. Nilai buku mesin tersebut saat ini adalah 260 juta dan dapat
dijual seharga 300 juta saat ini. Jadi depresiasi tahunan adalah (260-50)/6 adalah 35
juta pertahun. Perusahaan ditawari suatu mesin pengganti yang memerlukan biaya
800 juta, diperkirakan memiliki usia 6 tahun, nilai sisa 80 juta. Mesin ini didepresiasi
dengan metode “Double Declining Balance”. Pengganti mesin dapat meningkatkan
output sehinggan penjualan akan meningkat 100 juta per tahun, selain itu, mesin ini
akan menurunkan biaya sebesar 150 juta per tahun. Mesin baru memerlukan
tambahan persediaan sebesar 200 juta, tapi hutang dagang juga bertambah sebesar 50
juta. Tingkat pajak adalah 15% dan biaya modal adalah 10%. Haruskah perusahaan
mengganti mesin yang lama ?
Jawab :
o Mula-mula kita tentukan arus kas bersih pada awal proyek (t-0).
Harga beli (800 juta)
Penjualan mesin lama 300 juta
Pajak pada penjualan mesin lama (6 juta )
Perubahan pada modal kerja bersih (150 juta )
Investasi total (656 juta )
Nilai pasar = 300 juta
Nilai buku = 260 juta
Keuntungan 40 juta
Pajak untuk keuntungan = 15 %x40 juta = 6 juta
**) modal kerja besih = aktiva lancer – hutang lancer
22
= 200 – 50 = 150 juta
Karena modal kerja bersih adalah positif, ini termasuk pengeluaran.
o Kemudian kita menghitung arus kas operasi proyek :
Kenaikan penjualan =100 juta
Penurunan biaya =150 juta
Kenaikan penghasilan 250 juta
Pajak (15%) 37,5 juta
Mesin lama 35 35 35 35 35 35
Perubahan 250 125 71,67 36,11 12,41 59,81
*) Harga mesin baru = 800 juta, usia = 6 tahun, nilai sisa = 80 juta.
Depresiasi basis = 800-80 = 720 juta.
Tahun Depresiasi
1 2/6 x 720 = 240 juta
2 2/6 x (720-240) = 160 juta
3 2/6 x (720-400) = 106,67 juta
4 2/6 x (720-506,67) = 71,11 juta
5 2/6 x (720-577,78) = 47,11 juta
6 sisa = 94,81 juta
720 juta
Tahun 1 2 3 4 5 6
kenaikan penghasilan sesudah 212,5 212,5 212,5 212,5 212,5 212,5
23
pajak
pajak X depresiasi 30,75 18,75 10,75 5,41 1,86 8,97
Arus Kas 243,25 231,25 223,25 217,91 214,36 221,47
*) jika mesin lama tidak dijual, mesin ini masih memiliki nilai sisa 50 juta. Karena
telah dijual maka kita kehilangan kesempatan memperoleh nilai sisa ini pada akhir tahun ke
6.
NPV Proyek pada k = 10% 376 juta, sehingga perusahaan sebaiknya mengganti
mesin lama dengan mesin baru yang ditawarkan.
3. Direktur PT. “ROSE BOWL” sedang mengevaluasi proposal pembelian suatu mesin.
Harga mesin adalah 70 juta dengan tambahan 15 juta untuk pemasangan. Usia mesin
adalah 3 tahun, nilai sisa 5 juta dan mesin dapat dijual seharga nilai sisa tersebut pada
akhir tahun ke-3. Mesin baru ini memerlukan tambahan modal kerja bersih ( untuk
membeli persediaan mesin) sebesar 4 juta. Mesin ini tidak mempengaruhi penghasilan
perusahaan, tetapi diperkirakan dapat menghemat biaya perusahaan sebelum pajak sebesar
( terutama biaya tenaga kerja) 25 juta per tahun. Tingkat pajak perusahaan adalah 15 %.
25
*) Mesin dijual senilai dengan nilai sisa/nilai buku, sehingga tidak ada efek pajaknya.
= -24,59 Juta
4. PT. “SAN FRANSISCO 49-ERS” sedang mengevaluasi proyek pembelian mesin baru.
Harga mesin adalah 175 juta, dengan tambahan biaya modifikasi 25 juta. Usia mesin
adalah 5 tahun. Nilai buku mesin pada akhir tahun ke 5 adalah 0, tapi mesin masih
dapat dijual sebagai besi tua dengan harga diperkirakan sebesar 5 Juta. Mesin
memerlukan tambahan modal kerja bersih 10 Juta dan dapat menghemat biaya sebelum
pajak 80 juta per tahun. Efek mesin terhadap penghasilan perusahaan tidak berarti.
Tingkat pajak adalah 15%. Haruskah mesin ini dibeli jika biaya modal perusahaan
adalah 10%?
Tahun TxD
1 0,15 x 80 = 12 juta
2 0,15 x 48 = 7,2 juta
3 0,15 x 28,8 = 4,32 juta
4 0,15 x 17,28 = 2,59 juta
5 0,15 x 25,92 = 3,88 juta
*) Nilai buku mesin adalah 0, sedangkan mesin masih dapat dijual 5 juta sehingga ada
“Laba” atau “penghasilan” lain-lain sebesar 5 juta yang harus dikenai pajak 15%. Pajak yang
dibayar adalah 5 juta X 15% = 0,75 Juta
5. PT. “DALLAS COWBOYS” membeli sebuah mesin 5 tahun yang silam seharga 100
juta. Mesin ini memiliki usia 10 tahun (pada saat dibeli) dengan nilai sisa 10 juta pada
akhir tahun ke 10. Mesin ini telah didepresiasi dengan metode garis lurus selama lima
tahun. Mesin baru dapat dibeli dengan harga 150 juta, memiliki usia 5 tahun dan dapat
mengurangi biaya operasi sebesar 50 juta per tahun. Penjualan diperkirakan tidak
Arus Kas Bersih pada t=0 : berubah
Harga (150 Juta) dengan
Penjualan mesin lama 65 Juta adanya
pajak pada keuntungan penjualan mesin mesin
( 1,5 Juta)
lama baru ini.
(86,5 Juta) pada
akhir tahun ke 5, mesin baru ini tidak berharga lagi. Mesin lama dapat dijual 65 juta
hari ini. tingkat pajak 15% dan biaya modal perusahaan 20%. Apakah mesin baru ini
sebaiknya dibeli untuk menggantikan mesin lama?
29
Nilai sisa mesin lama dianggap sebagai opportunity cost karena dengan mengganti mesin
lama, kita kehilangan kesempatan menjual mesin lama pada akhir proyek (kita
mengorbankan nilai sisa mesin lama)
Jawab :
Mesin A
30
6 98,3 juta
NPV mesin B pada k = 14% adalah 22,25 juta. Walau NPV mesin B lebih
besar, kita belum dapat mengatakan mesin B lebih baik karena usia ke 2
mesin berbeda
Membanding 2 mesin yang memiliki usia berbeda dengan metode
“replacment chain”:
Mesin A
Kita sebaiknya memiliki mesin B karena mesin B memiliki NPV lebih besar.
31
PVA = PMT (PVIFA,k,n)
Mesin B
7. PT. “MIAMI DOLPHINS” baru-baru ini membeli sebuah mobil pick up baru seharga
22,5 juta. Mobil ini diharapkan dapat menghasilkan arus kas setelah pajak sebesar 6,25
juta per tahun. Usia mobil 5 tahun. Nilai meninggalkan (abandoment value) untuk
mobil ini (yang adalah nilai sisa setelah disesuaikan dengan pajak) adalah sebagai
berikut :
Jawab :
8. PT. “LOS ANGELES CLIPPERS” sedang mengevaluasi suatu proyek yang memerlukan
investasi awal 188 milyar dengan usia 3 tahu. Arus kas proyek selama 3 tahun
diperkirakan sebagai berikut :
Perusahaan dikenai pajak 20%. Biaya hutang perusahaan 15%, biaya modal sendiri
20%. Biaya ini sudah termasuk premi inflansi yang diperkirakan. Target struktur
modal perusahaan adalah 50% hutang, 50% modal sendiri.
a. Hitunglah WACC nominal dan WACC riil perusahaan.
b. Hitunglah arus kas riil yang relevan. Discount rate mana yang harus digunakan
untuk menghitung NPV yang berdasarkan arus kas riil? Berapa NPV proyek ini?
haruskah proyek diterima?
33
c. Sekarang, asumsikan bahwa semua penghasilan dan biaya ( tidak termasuk
depresiasi) akan naik 6% akibat inflansi. Berapa arus kas nomial proyek dan
NPV berdasarkan arus kas ini? mengapa NPV ini berbeda dengan hasil
perhitungan pada bagian b)?
Jawab :
a. WACC nominal :
= WACC = wd.kd (1-T) + ws.ks
Rumus fisher:
(1 + ) = (1 + ) (1 + I)
Dimana :
(1 + Kr ) =
pada t=1
penghasilan 300 M
biaya variable (150 M)
biaya tetap ( 65 M)
34
depresiasi (67 M)
EBT 18 M
Pajak (20%) (3,6 M)
EAT 14,4 M
Pada t=2
Jika menghitung NPV dengan menggunakan arus kas riil, kita harus
menggunakan WACC riil. Jika kita menggunakan WACC nomial, discount
rate ini telah memasukan premi untuk inflansi, sedangkan arus kas tidak.
Akibatnya akan terjadi bias, dimana NPV menjadi lebih kecil dari yang
sebenarnya.
= 16,64 M
NPV = -188 + + +
= -4,86 M
Proyek harus ditolak. Kesalahan ini membuat kita menolak proyek yang
sebenarnya NPV harus positif
Arus Kas nominal dengan asumsi penghasilan dan biaya naik 6%.
35
t=0 t =1 t=2 t=3
Investasi -188
Penghasilan 318 337,08 357,3
biaya variable 159 168,54 178,65
biaya tetap 68,9 73,03 77,42
penghasilan bersih 90,1 95,51 101,23
penghasilan bersih (1 -
T) 72,08 76,41 80,98
depresiasi x pajak 13,4 17,8 8,8
arus kas bersih -188 85,48 94,21 89,78
Catatan :
Penghasilan pada t=1 adalah 300 x (1 + 6%) = 318
Penghasilan pada t=2 adalah 318 x (1 + 6%) = 337,08 demikian seterusnya.
= 2,44 M
NPV proyek dengan menggunakan arus kas dan WACC nominal adalh lebih
kecil karena depresiasi tidak dipengaruhi oleh inflansi (sehingga
penghematan pajak dari depresiasi tidak bertambah akibat inflansi). Pada
NPV proyek dengan menggunakan arus kas dan WACC riil, depresiasi
dianggap dipengaruhi oleh infansi. Karena yang benar adalah depresiasi tidak
dipengaruhi oleh inflansi, NPV dengan menggunakan arus kas dan WACC
nominal memberikan hasil yang lebih tepat.
36
BAB III
PENUTUP
37
DAFTAR PUSTAKA
38