Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PENERAPAN ASAS FIKSI HUKUM BAGI MASYARKAT AWAM


(Penghinaan Body Shamming)

Oleh

1.Adela Julianda
2.Sona Norana Kurnia ilahi
3.Tiara Bayulisma Lorita
4.Annisa Abdya Pramesti
5.Rosa sri andari Saragih
6.Maharani Wulandari
7.Marsella Gusnefa

IlMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BENGKULU
2022

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan rasa syukur Alhamdullah kehadirat Allah SWT.,karena atas ridho-
nya lah tugas ini dapat terselesaiakn sesuai waktu yang telah diselesaikan. tidak lupa pula kepada
Nabi besar kita Muhammad SAW serta parah umatnya yang sampai akhir zaman. Pada
kesempatan ini kami mengucapkan terimah kasih sebesar besarnya kepada Dosen kami yakni Dr.
Emilia kontesa SH,M.Hum dan Nur Sulistio Budi Ambarani SH,M.H selaku dosen mata kuliah
pengantar ilmu hukum yang telah memberikan tugas kepada kami ,dan teman-teman yang telah
membantu menyelesaikan
Kami menyadari sepenuhnya makalah ini masih jauh dari kata sempurna dikarna
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki ,oleh karena itu kami mengharapkan
segala bentuk saran dan serta masukan. Semoga makalah ini bisa menambah wawasan para
pembaca dan bisa bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan pembaca.
ABSTRAK
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring perkembangan zaman, kegiatan manusia semakin bervariasi. Hal


tersebut adalah akibat dari perkembangan teknologi informasi. Dahulu, kegiatan
manusia didominasi pada kegiatan yang menggunakan sarana fisik. Namun, pada
era teknologi informasi kegiatan manusia kini didominasi oleh peralatan yang
berbasis teknologi.Salah satunya penggunaan sosial media Media sosial
menggabungkan elemen informasi dan komunikasi melalui beberapa fitur untuk
kebutuhan penggunanya. Sejumlah informasi melalui unggahan status, membagi
tautan berita, komunikasi melalui chat, komunikasi audio/visual dan lainnya
merupakan fitur-fitur unggulan yang dimiliki media sosial. Hal tersebut tentu
memberikan dampak pada penegakkan hukum pidana, contohnya kejahatan dalam
dunia maya seperti pencemaran nama baik kerap terjadi Karena adanya kalimat-
kalimat Yang bersifat menyinggung SARA,
Pencemaran nama baik merupakan salah satu bentuk khusus dari perbuatan
melawan hukum. Istilah yang dipakai mengenai bentuk perbuatan melawan hukum
ini ada yang mengatakan pencemaran nama baik, namun ada pula yang
mengatakan sebagai penghinaan. Sebenarnya yang menjadi ukuran suatu perbuatan
dapat dikategorikan sebagai pencemaran nama baik orang lain masih belum jelas
karena banyak faktor yang harus dikaji kembali. Dalam hal pencemaran nama baik
atau penghinaan ini yang hendak dilindungi adalah kewajiban setiap orang untuk
menghormati orang lain dari sudut kehormatannya dan nama baiknya dimata orang
lain meskipun orang tersebut telah melakukan kejahatan yang berat. Kehormatan
merupakan perasaan terhormat seseorang di mata masyarakat, dimana setiap orang
memiliki hak untuk diperlakukan sebagai anggota masyarakat yang terhormat.
Rasa hormat dan perbuatan yang termasuk kategori menyerang kehormatan
seseorang ditentukan menurut lingkungan masyarakat pada tempat perbuatan
tersebut dilakukan. Sasaran pencemaran nama baik dapat di golongkan menjadi :
1.Terhadap Pribadi Perorangan
2. Terhadap Kelompok
3. Terhadap Agama
4. Terhadap orang yang sudah meninggal
5.Terhadap Pejabat
Sampai dengan saat ini, terdapat banyak sekali produk hukum berupa peraturan
perundang-undangan yang telah ditetapkan dan masih akan terus bertambah serta
diperbaharui. Tentu saja banyak masyarakat yang belum mengetahui substansi atau
bahkan keberadaan dari produk hukum yang terus bertambah dan diperbarui
tersebut. Lalu bagaimana konsekuensi apabila seseorang melanggar suatu
peraturan atas dasar ketidaktahuannya terhadap suatu peraturan Salah satunya
pelanggaran nama baik dengan mengatakan Coment di sosial media body
shamming ?

Dalam ilmu hukum terdapat asas yang menganggap semua orang tanpa
terkecuali mengetahui hukum yang dikenal sebagai Asas Fictie Hukum atau Fiksi
Hukum

Oleh karena itu, penulis memiliki ketertarikan untuk megetahui, lebih dalam
apa itu asas fiksi hukum, Kaitan antara asas fiksi hukum dengan pencemaran nama
baik, apa yang menjadi penyebab kasus pencemaran nama baik, dasar eksistensi
apa yang memuat hukuman karena perbuatan Penghinaan itu, dan bagaimana
solusi memberi pemahaman asas fiksi hukum terhadap masyarakat awam yang
tidak tahu tentang hukum

B. Adapun rumusan masalah yang akan di ulas oleh penulis sebagai berikut;
1.Apa yang di maksud asas fiksi hukum?
2.Kaitan asas fiksi hukum dengan pencemaran nama baik?
3.Hukuman apa yang di berikan atas pencemaran nama baik yang mengatakan
body shamming ?
4.Bagaimana memberi solusi tentang pemahaman asas fiksi hukum pada kasus
pencemaran nama baik / penghinaan yang mengatakan bodi shamming ?

C. Tujuan
1.Mengetahui apa itu asas fiksi hukum dan kaitan nya pada pencemaran nama
baik/penghinaan.
2.Mengetahui Hukuman yang di berikan jika melakukan pencemaran nama baik
terhadap seseorang
3.Mengetahui solusi pemahaman pada kasus pencemaran nama baik yang
mengatakan body shamming.
II
PEMBAHASAN

1.Pengertian Asas Fiksi Hukum

Peraturan hukum tidak hanya seonggok kertas tak bernyali, akan tetapi suatu
peraturan yang dapat diimplementasikan, tanpa terkecuali. Disinilah peran
lembaga pembuat peraturan hukum tidak hanya sekedar pada mekanisme
perumusan suatu peraturan saja, tetapi juga memastikan bahwa peraturan tersebut
dapat diketahui oleh masyarakat, tanpa terkecuali. Mekanisme inilah yang biasa di
sebut dengan mekanisme pengundangan, suatu mekanisme agar aspek publisitas
dari suatu peraturan dapat terpenuhi. Mekanisme pengundangan inilah yang
menjadi perkembangan dari suatu teori penting dalam ilmu hukum yaitu teori fiksi
hukum yang pertama kali dikenalkan oleh Van Apeldoorn.
Adapun yang dimaksud dengan fiksi hukum adalah asas yang menganggap
semua orang tahu hukum (presumptio jures de jure). Semua orang dianggap tahu
hukum, tak terkecuali warga masyarakat yang tinggal di pedalaman dan terluar
yang tidak mengenyam pendidikan. Dalam bahasa Latin dikenal dengan adagium
ignorantia jurist non excusat, ketidaktahuan hukum tidak bisa dimaafkan.
Seseorang tidak bisa mengelak dari jeratan hukum dengan berdalih belum atau
tidak mengetahui adanya hukum dan peraturan perundang-undangan tertentu.
Berlakunya asas Fiksi Hukum adalah ketika syarat-syarat mutlak penerbitan
peraturan perundang-undangan tersebut telah dipenuhi, sebagai contoh untuk
berlakunya Undang-Undang (UU) adalah ketika diundangkan dalam Lembaran
Negara (LN) oleh Menteri / Sekretaris Negara. Tanggal mulai berlakunya suatu UU
adalah berdasarkan tanggal yang ditentukan dalam UU itu sendiri. Jika tanggal
berlakunya itu tidak disebutkan dalam UU, maka UU itu mulai berlaku 30 hari
sesudah diundangkan dalam LN. untuk Jawa dan Madura, dan untuk daerah daerah
lainnya baru berlaku 100 hari setelah pengundangan dalam LN. Sesudah syarat
tersebut dipenuhi, maka setiap masyarakat sudah dianggap mengetahui peraturan
atau undang-undang tersebut.

Fiksi Hukum diatur lebih lanjut dalam Putusan MA No. 645K/Sip/1970 dan
Putusan MK No. 001/PUU-V/2007 keduanya memuat prinsip yang sama yaitu
“ketidaktahuan seseorang akan undang-undang tidak dapat dijadikan alasan
pemaaf” serta Putusan MA No. 77 K/Kr/1961 yang menegaskan “tiap-tiap orang
dianggap mengetahui undang-undang setelah undang-undang itu diundangkan
dalam lembaran negara”. Beberapa ilustrasi yang berkaitan dengan asas Fiksi
hukum salah satunya yang coment di media sosial body shamming yang termasuk
penghinaan melalui media sosial.

2.2 Kaitan asas fiksi hukum dalam pencemaran nama baik

Pernahkah Anda mendengar istilah pencemaran nama baik? Pencemaran


nama baik atau defamation merupakan tindakan yang menyerang kehormatan
seseorang dengan cara menyatakan sesuatu, baik secara lisan maupun tulisan.
Bahkan menurut Undang-Undang No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 29/2016
(UU ITE), orang yang mendistribusikan atau membuat konten berisi penghinaan
dan/atau pencemaran nama baik termasuk dalam tindakan pencemaran nama baik
yang pelakunya diancam dengan hukuman pidana penjara dan denda.

Di era digital seperti saat ini, kasus pencemaran nama baik banyak sekali
ditemukan, khususnya melalui media sosial ataupun media digital lainnya. Pada
artikel kali ini, Libera akan menjelaskan lebih detail mengenai hukum dan kasus
pencemaran nama baik melalui media digital.Sebelum masuk ke dalam penjelasan
mengenai kasus pencemaran nama baik, Anda harus memahami unsur dari
pencemaran nama baik secara umum, yaitu:

Pertama, tindak pidana dalam pencemaran nama baik merupakan


delik pidana aduan. Pencemaran nama baik masuk ke dalam kategori delik aduan
karena penilaian terhadap tindakan pencemaran nama baik sangat bergantung pada
pihak yang diserang nama baiknya. Tindak pidana pencemaran nama baik hanya
dapat diproses oleh pihak berwenang jika terdapat pengaduan dari korban
pencemaran.
Kedua, pencemaran nama baik dilakukan melalui penyebaran informasi.
Artinya, dalam suatu konten terdapat substansi yang berisi pencemaran yang
disebarluaskan kepada umum atau dilakukan di depan umum oleh pelaku. Jika
seseorang Melakukan coment dengan mencemarkan nama baik maka bisa diadakan
nya undang-undang tentang pencemaran nama baik, dan tersangka tidak boleh
mengelak bahwasannya dia tidak mengetahui hukum nya, karena adanya asas yang
mengatakan semua orang tau hukum makan di berlakukan nya hukuman terhadap
tersangka yang nencemarkan nama baik seseorang itu,Karena Fiksi Hukum diatur
lebih lanjut dalam Putusan MA No. 645K/Sip/1970 dan Putusan MK No.
001/PUU-V/2007 keduanya memuat prinsip yang sama yaitu “ketidaktahuan
seseorang akan undang-undang tidak dapat dijadikan alasan pemaaf” serta Putusan
MA No. 77 K/Kr/1961 yang menegaskan “tiap-tiap orang dianggap mengetahui
undang-undang setelah undang-undang itu diundangkan dalam lembaran negara”.

3. Hukuman yang di berikan jika mengatakan body shamming

Body shaming memungkinkan mengganggu psikologis korbannya. Bahkan


mendorong perilaku bunuh diri. Ini bisa mengganggu secara psikologis.
Melakukan tindak pidana pencemaran nama baik dan penghinaan memiliki banyak
dampak yang tentunya akan merugikan diri sendiri dan orang lain, baik kerugian
materi dan non materi diantaranya:

1.Membekukan kebebasan berekspresi


2.Menghambat kinerja seseorang
3.Merusak popularitas dan karier.

Tindak pidana body shaming bersifat delik aduan. Namun, dalam


penanganannya, kepolisian juga menggunakan pendekatan mediasi.Body shaming
dikategorikan menjadi dua tindakan. Tindakan yang seseorang mentransmisikan
narasi berupa hinaan, ejekan terhadap bentuk, wajah, warna kulit, postur seseorang
menggunakan media sosial. Itu bisa dikategorikan masuk UU ITE (Undang-
undang Informasi dan Transaksi Elektronik) Pasal 45 ayat 1 dan Pasal 27 ayat 3,
dapat diancam hukuman pidana 6 tahun.
melakukan body shaming tersebut secara verbal, langsung ditujukan kepada
seseorang, dikenakan Pasal 310 KUHP denagn ancaman hukumannya 9 bulan.
Kemudian (body shaming yang langsung ditujukan kepada korban) dilakukan
secara tertulis dalam bentuk narasi, melalui transmisi di media sosial, dikenakan
Pasal 311 KUHP. Hukuman 4 tahun,Sebab, dengan mentransmisi, ejekannya
berpotensi diketahui banyak orang dan lebih merugikan korbannya.Kalau yang
secara konvensional itu hanya diketahui sedikit orang. Tapi ketika di ITE, begitu
penghinaan disampaikan, langsung diviralkan, itu jutaan orang langsung bisa
melihat.
4. Solusi yang memberi pemahaman kepada seseorang tentang asas fiksi hukum
yang melakukan tindakan penghinaan dan pencemaran nama baik yang
mengatakan body shamming.

Kalau ada warga negara kita yang berbuat kesalahan, melakukan


pelanggaran dan kejahatan secara hukum, karena mereka tidak tahu itu dilarang,
kalau itu tidak boleh oleh hukum dan peraturan, maka sesungguhnya Penegak
hukum ikut bersalah, Mengacu pada ketentuan Pasal 88 Ayat (1) UU No. 12 Tahun
2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, sebenarnya
pemerintah dan DPR sudah diamanatkan untuk melakukan penyebarluasan
peraturan perundang-undangan sejak tahap penyusunan Prolegnas, penyusunan
rancangan undang-undangan, pembahasan rancangan undang-undang, sampai
dengan tahap pengundang undang-undang. Harapannya dengan ada
penyebarluasan tersebut, masyarakat dan juga pihak-pihak yang berkepentingan
dapat memberikan informasi dan masukan untuk undang-undang terkait.

Itukan idealnya, faktanya banyak peraturan perundang-undangan yang


dibuat secepat kilat. Lalu masa iya kita serta merta dianggap tahu dengan semua isi
undang-undang yang kita sendiri belum pernah denger ataupun baca.Terkait asas
fiksi hukum, ada dua masalah fundamental yang harus segera diselesaikan.
Pertama, terkait penyebarluasan yang tidak merata ke seluruh rakyat Indonesia.
Perlu dikencangin lagi tuh sosialisasi lewat media cetak, media elektronik,
workshop, konfrensi pers, seminar atau kegiatan lain dengan lebih masif. Jangan
cuma undang-undang yang rame di komentarin doang yang disosialisasikan.

Kedua, terkait ribet dan riwehnya pengaturan hukum dalam suatu peraturan
perundang-undangan. Bahasa dalam pasal-pasal yang terlalu kaku, kadang sulit
dimengerti. Materi yang terlalu banyak, kadang suka gak sinkron, malah bikin
masyarakat yang baca jadi sulit untuk memahami isi peraturan perundang-
undangan dengan baik. Belum lagi undang-undang di Indonesia banyak pake
banget, ini juga jadi masalah yang bikin asas fiksi hukum terasa mengikis nilai
keadilan. Hukum Dikaitkan dengan aksesibilitas masyarakat terhadap peraturan
perundang-undangan yang sangat minim,jangan sampai aparat penyelenggara
negara menjebak atau membiarkan saja. Sebab, para penyelenggara negara bisa
mengingatkan masyarakat. Dalam konteks korupsi, lembaga seperti KPK, Jaksa
Agung, Kapolri, BPK dan BPKP bisa mengingatkan atau mencegah jangan sampai
ada yang melakukan korupsi. Fiksi hukum sejatinya membawa konsekwensi bagi
Pemerintah. Setiap aparat pemerintah berkewajiban menyampaikan adanya hukum
atau peraturan tertentu kepada masyarakat. Kalau warga yang tak melek hukum
lantas diseret ke pengadilan padahal ia benar-benar tak tahu hukum, aparat
penyelenggara negara juga mestinya ikut merasa bersalah. Dan masyarakat juga
harus berhati-hati dalam Melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan terjadinya
tindak pidana. Serta pemerintah juga harus memberi sosialisasi tentang asas fiksi
hukum agar masyarakat tidak terjebak dalam tindak pidana tersebut.

.
BAB III
PENUTUP

1.Kesimpulan

fiksi hukum adalah asas yang menganggap semua orang tahu hukum
(presumptio jures de jure). Semua orang dianggap tahu hukum, tak terkecuali
warga masyarakat yang tinggal di pedalaman dan terluar yang tidak mengenyam
pendidikan. Salah satu ilustrasi yang berkaitan dengan asas Fiksi hukum salah
satunya yang coment di media sosial body shamming yang termasuk penghinaan
melalui media sosial,maka tersangka tersebut akan dilakukan tindak pidana
terhadap dirinya ia tidak bisa mengelak bahwasanya ia tidak tau hukum.melakukan
coment body shamming tersebut secara verbal, langsung ditujukan kepada
seseoran akan dikenakan Pasal 310 KUHP denagn ancaman hukumannya 9 bulan
penjara. maka solusi bagi masyarakat awam yang tidak mengetahui asas fiksi
hukum adalah dengan kewajiban pemerintah untuk memberikan penyampaia
adanya hukum atau peraturan tertentu kepada masyarakat. Perlu dikencangin lagi
sosialisasi lewat media cetak, media elektronik, workshop, konfrensi pers, seminar
atau kegiatan lain dengan lebih masif. agar masyarakat tidak semena mena
terhadap aturan perundangan undangan di Indonesia yang telah diganti.

2. Saran

Anda mungkin juga menyukai