Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PERAN ULAMA’ ABAD 13-19:

Nuruddin Ar-Raniri, Abd al Rauf Al Singkili, Arsyad Al Banjari, Yusuf Al-Makassari,


Ahmad Khatib Al Minangkabawwi, dan Nawawi Al Bantani

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Islam Indonesia

Dosen Pengampu Dini Rahmantika, S.H.I., S.Hum., M.Hum.

Disusun oleh:

1. Nadhilla Dwi Latifa 43010210093


2. Annisa Fitri 43010210005
3. Syaiful Muzaki 43010210106

KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI SALATIGA

2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena


berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun
makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Sholawat serta salam
semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw. Yang
telah membawa kita ke dunia yang penuh dengan kedamaian. Dalam makalah
ini penulis akan membahas mengenai “Peran Ulama’ abad 13-19: Nuruddin
Ar-Raniri, Abd al Rauf Al Singkili, Arsyad Al Banjari, Yusuf Al-Makassari,
Ahmad Khatib Al Minangkabawwi, dan Nawawi Al Bantani”. Disamping itu,
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga terselesaikannya makalah ini.

Akhir kata, penulis memahami jika makalah ini tentu jauh dari kata
sempurna maka kritik dan saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki
karya-karya kami di waktu mendatang.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Semarang, 19 Maret 2022

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................1
DAFTAR ISI.............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................4
A. Latar belakang..............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................5
C. Tujuan............................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................6
A. Biografi dan Peran Nuruddin Ar-Raniri....................................................................6
B. Biografi dan Peran Abd al Rauf Al Singkili...............................................................9
C. Biografi dan Peran Arsyad Al-Banjari.......................................................................9
D. Biografi dan Peran Yusuf Al-Makassari...................................................................10
E. Biografi dan Peran Ahmad Khatib Al-Minangkabawi...........................................11
F. Biografi dan Peran Nawawi Al-Bantani...................................................................12
BAB III PENUTUP................................................................................................................13
A. Kesimpulan..................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................14

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Ulama adalah tokoh figur yang memiliki peranan khusus di kehidupan
masyarakat. Sejak dulu ulama selalu terlibat dalam berbagai kegiatan baik yang
berkaitan dengan peribadatan yang mahdhah1 maupun dalam upacara yang berkaitan
dengan siklus hidup, misalnya, kelahiran, perkawinan, dan kematian.

Peran ulama tidak hanya menjawab masalah-masalah spiritual masyarakat


saja, tetapi ulama juga menjadi tumpunan harapan masyarakat untuk menjawab
semua tantangan zaman yang muncul dalam arus globalisasi sekarang ini. Hal ini
dilakukan untuk memelihara nilai-nilai Islam menuju kehidupan yang sejahtera baik
di dunia maupun akhirat2.

Dapat dipahami bahwasannya para ulama sebagai pewaris para Nabi melalui
pemahan, pemaparan serta pengalaman al-qur’an yang betugas memberikan petunjuk
dan bimbingan guna mengatasi permasalahan sosial yang berkembang di dalam
masyarakat.

Kewajiban seorang ulama yang sangat mulia adalah menunaikan amar ma’ruf
nahi munkar, seorang ulama harus aktif dalam menegakkan kalimat tauhid dan
mengajarkan ilmu pengetahuan kepada masyarakat. Seorang ulama harus mampu
mengemban misi para Nabi kepada seluruh masyarakat dalam keadaan sesulit apapun.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Biografi dan Peran Nuruddin Ar-Raniri?
2. Bagaimana Biografi dan Peran Abd al Rauf Al Singkili?
3. Bagaimana Biografi dan Peran Arsyad Al-Banjari?
4. Bagaimana Biografi dan Peran Yusuf Al-Makassari?

1
Mahdhah ialah ibadah dalam arti sempit yaitu aktivitas atau perbuatan yang sudah ditentukan syarat dan
rukunnya. Maksudnya syarat itu hal-hal yang perlu dipenuhi sebelum suatu kegiatan itu dilakukan. Sedangkan
rukun itu hal-hal, cara tahapan atau urutan yang harus dilakukan dalam melaksanakan ibadah itu
2
Afif Muhammad. “Islam Madzhab Masa Depan”,... hlm 40.

3
5. Bagaimana Biografi dan Peran Ahmad Khatib Al-Minangkabawi?
6. Bagaimana Biografi dan Peran Nawawi al-Bantani?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Biografi dan Peran Nuruddin Ar-Raniri
2. Untuk mengetahui Biografi dan Peran Abd al Rauf Al Singkili
3. Untuk mengetahui Biografi dan Peran Arsyad Al-Banjari
4. Untuk mengetahui Biografi dan Peran Yusuf Al-Makassari
5. Untuk mengetahui Biografi dan Peran Ahmad Khatib Al-Minangkabawi
6. Untuk mengetahui Biografi dan Peran Nawawi al-Bantani

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi dan Peran Nuruddin Ar-Raniri


Nuruddin Muhammad bin Hasan bin Al-Hamid Asy-Syafi’I Ar-Raniri
merupakan ulama Aceh. Ia berasal dari India, keturunan Arab Quraisy Hadramaut,
Ar-Raniri dilahirkan di Ranir. Tahun kelahirannya tidak diketahui dengan pasti, tetapi
kemungkinan besar menjelang abad-16. Beliau dilahirkan oleh seorang ibu
berketurunan Melayu, sementara ayahnya berasal dari keluarga imigran Hadramaut.
Ia tiba di Aceh pada 6 Muharram 1047/31 Mei 1637. Dia ditunjuk sebagai Syeikh Al-
Islam, salah satu kedudukan tertinggi di kesultanan dibawah pimpinan Sultan sendiri.
Ar-Raniri menjadi seorang mufti Kesultanan Aceh pada masa Sultan Iskandar Tsani.
Ar-Raniri pun dikenal sebagai seorang ulama yang memiliki cakrawala keilmuan
yang amat luas, dan memiliki pengaruh besar dalam pengembangan Islam di wilayah
Nusantara, dan merupakan ulama penulis yang produktif. Namun Nuruddin menetap
di Aceh hanya selama tujuh tahun, dari masa kesultanan Iskandar Tsani sampai masa
kesultanan Safiyyat Al-Din, setelah itu Nuruddin kembali ke kota kelahirannya.
Ia telah membuat banyak karya, karya-karya yang sudah pasti banyak
diketahui berjumlah 29 buah, yang meliputi berbagai cabang ilmu pengetahuan,
seperti ilmu fiqh hadist, akidah, sejarah, tasawuf, dan sekte-sekte agama. Diantara
karyanya adalah al-Shirath al-Mustaqim berisi uraian tentang hukum, Bustan al-
Salathin berisi sejarah dan tuntunan bagi para raja dan penguasa, Asrar al-Insan fi
Ma’rifati al-Ruh wal al-Rahman berisi ilmu kalam, Tibyan fi Ma’rifat Adyan berisi
perdebatan dengan kaum wujudiyah, dan al-Lama’ah fi Takfir Man Qala bi Khalq
Alquran yang merupakan bantahan terhadap pendapat Hamzah Fansuri bahwa Al-
Quran adalah makhluk. Dalam karyanya Ia berusaha melenyapkan pemikiran Hamzah
Fansuri tersebut. Dalam dunia tasawuf, paham Al-Raniri biasanya dianggap moderat,
bahkan dalam banyak hal lebih cocok dengan ilmu kalam daripada tasawuf sendiri. 3
Hamzah Fansuri adalah seorang yang menganut paham Wujūdiyyah,
pahamnya mengajarkan tentang akidah yang salah. Ajaran pokok dari Wujūdiyyah ini
berkisar kepada, Kesatuan wujud Tuhan dengan Alam serta manusia dan Perdebatan
syariat dengan hakikat. Karena gagasan-gagasan sufi yang ia uangkapkan adalah
3
Din Muhammad Zakariya, Sejarah Peradaban Islam, (Malang: Madani Media, 2018), hlm.302.

5
gagasan sufi bercorak Wahdat Al- Wujūd dan gampang mendorong kepada penafsiran
panteistik. Bahkan mereka diberi “lebel‟ kafir, zindiq, mulhid, dan dhalalah (sesat).
Karena ajaran Hamzah Fansuri, Syamsuddin As-Sumatrani, dan pengikut-
pengikutnya yang menganut ajaran tersebut dianggap kafir.
Fatwa pengafiran Wujūdiyyah di Aceh tidak saja dikemukakan dalam khotbah-
khotbah, tetapi juga dalam kitab-kitabnya seperti :
1. Hamzah Fansuri sesat karena berpendapat bahwa alam, manusia, dan Tuhan
itu sama saja.
2. Paham Wujūdiyyah Hamzah Fansuri sama dengan paham panteisme karena
dia melihat Tuhan sepenuhnya immanen (tasbih), padahal Tuhan itu
transenden (tanzih).
3. Hamzah Fansuri dan Syamsuddin As-Sumatrani, seperti golongan falasifah,
melihat bahwa Al-Quran itu makhluk.
4. Hamzah Fansuri percaya bahwa alam itu qadim atau abadi.
5. Hamzah Fansuri cenderung mengabaikan syariat, bahkan menganjurkan
pengikutnya meninggalkan syariat.

Dengan begitu Ar-Raniri menyimpulkan melalui pengamatan dan usahanya


bahwa mereka mempercayai banyak Tuhan. Dalam menentang paham
Wujūdiyyah di Aceh Nuruddin juga mendapatkan dukungan dari Iskandar Tsani.
Karena kepercayaan dan perlindungan Sultan, Nuruddin mendapatkan kesempatan
untuk menyerang dan membasmi ajaran Wujūdiyyah dari Hamzah dan
Syamsuddin As-Sumatrani,. Sikap Ar-Raniri didukung penuh oleh Sultan Iskandar
Tsani, sehingga para pengikut Hamzah Fansuri harus menanggung tindak
kekerasan dari kerajaan. Mereka dikejar-kejar dan dipaksa melepaskan keyakinan
terhadap Wujūdiyyah, bahkan karya-karya mistik Hamzah Fansuri dikumpulkan
dan dibakar di depan masjid besar Banda Aceh sesuai perintah Sultan Iskandar
Tsani, tepatnya di Baiturrahman, karena karya-karya tersebut dianggap sebagai
sumber penyimpangan akidah umat Islam. Sultan Iskandar Tsani berulang kali
memerintahkan para pendukung Wujūdiyyah mengubah pendapat mereka dan
bertobat kepada Tuhan karena kesesatan mereka, tetapi itupun sia-sia. Akhirnya,
Sultan memerintahkan agar mereka dibunuh di depan masjid besar Banda Aceh.

6
Ar-Raniri berpendapat bahwa Islam diwilayah Aceh telah dikacaukan kesalah
pahaman atas doktrin sufi. 4

Ar-Raniri merupakan syaikh tarekat Rifa’iyyah yang didirikan oleh Syaikh


Ahmad Ar-Rifa’i. Ar-Raniri pun juga memiliki tarekat Al-Aydrusiyyah dan tarekat
Qadiriyyah. Al-Raniri sangat giat dalam membela ajaran Suni (Ahlu Sunnah Wal
Jama’ah).
Pemikiran Ar-Raniri tentang tasawuf diklasifikasikan menjadi beberapa
bidang pembahasan yakni:
1. Tentang Tuhan.
Pendirian tentang Ar-Raniri dalam masalah ketuhanan pada umumnya
bersifat kompromis. Maksudnya adalah Ia berusaha menyatakan paham
mutakalliman dengan paham para sufi yang diwakili oleh Ibnu Arabi,
bahwa alam ini merupakan tajalli Allah (penghayatan rasa ke Allah dari
dalam hati). Namun, dalam tafsirannya membuat terlepas dari label
panteisme Ibnu Arabi.
2. Tentang alam.
Ia berpandangan bahwa alam ini diciptakan Allah melalui tajalli. Ia
menolak teori al-faidh (emanisasi) Al-Farabi karena hal itu dapat
memunculkan bahwa alam ini qadim sehingga dapat menjerumuskan pada
kemusyrikan. Alam dan falak merupakan wadah tajalli asma dan sifat-sifat
Allah dalam bentuk yang konkret.
3. Tentang manusia.
Manusia merupakan makhluk Allah yang paling sempurna, karena
merupakan khalifah Allah di bumi ini yang dijadikan sesuai dengan citra-
Nya. Konsep Insan Kamil yang dinyatakan Ar-Raniri hampir sama dengan
apa yang digariskan Ibnu Arabi.
4. Tentang wujudiyyah.
Inti ajaran ini berpusat pada wahdah al-wujud yang disalahartikan
kaum wujudiyah dengan arti kemanunggalan Allah dengan alam.
5. Tentang hubungan syariat dan hakikat.

4
Ulfah Umayah. (2017). Peran Nuruddin Ar-Raniri dalam Menentang Paham Wujūdiyyah di Aceh. (Disertasi
UIN Sultan Mauana Hasanuddin Banten, 2017). Diakses dari http://repository.uinbanten.ac.id/2280/, pukul
08.40 pada 18 maret 2022, hlm. 21-48.

7
Ar-Raniri sang at menekankan syariat sebagai landasan esensi dalam
tasawuf (hakikat). Untuk menguatkan argumentasinya, ia mengajukan
pendapat pemuka sufi, di antaranya adalah Syaikh Abdullah Al-Aydrusi
yang menyatakan bahwa jalan menuju Allah melalui syariat yang
merupakan pokok Islam.5

B. Biografi dan Peran Abd al Rauf Al Singkili

C. Biografi dan Peran Arsyad Al-Banjari

D. Biografi dan Peran Yusuf Al-Makassari


Beliau lahir di Moncong, Gowa, Sulawesi Selatan pada tanggal 3 Juli 1626 M/
1037 H dan meninggal di Cape Town, Afrika Selatan, 23 Mei 1699 pada umur 72
tahun. Ia memperoleh penegtahuan islam dari banyak guru, diantaranya : Sayid Ba
Alwi bin Abdullah Al-‘allaham(orang arab yang menetap di Bontola), Syaikh
Nuruddin Ar-Raniri (Aceh) , Muhammad bin Wajih As-Sa’diAl-Yamani ( Yaman),
Ayub bin Ahmad bin Ayub Ad-Dimisqi Al-Khalwati (Damaskus), dll. Syekh Yusuf
pernah singgah di Banten dan menjadi mufti serta bersahabat dengan penguasa banten
yaitu Sultan Ageng Tirtayasa. 6
Karya-karya Syaikh Yusuf Al-Makassari yang sebagian dalam bidang tasawuf
itu diperkirakan berjumlah dua puluh buah dan sekarang masih dalam bentuk naskah
yang belum diterbitkan. Syaikh Yusuf banyak berjasa dalam perlawanan terhadap
penjajahan Belanda di Makassar dan Banten , bahkan oleh Belanda , Syaikh Yusuf
akhirnya diasingkan ke Sailan ( Srilangka) karena keterlibatannya dalam perlawanan
terhadap Belanda , di Srilangka beliau kembali melakukan gerakan yang membuatnya
kembali diasingkan ke tempat yang lebih jauh yaitu Afrika Selatan , yang mana di
negara itulah tempat beliau menghembuskan nafas untuk yang terakhir kalinya.

5
Munawir, 20 Tokoh Tasawuf Indonesia dan Dunia, (Temanggung: CV Raditens, 2019), hlm.71-74.
6
Modul Pengayaan, Sejarah Kebudayaan Islam, (MGMP MAN Kab. Jombang) hlm 34-35

8
E. Biografi dan Peran Ahmad Khatib Al-Minangkabawi

Daerah Sumatera banyak melahirkan ulama unggul salah satunya adalah Al


Minangkabawwi Ia adalah seorang putera bangsawan Minangkabau yang biasanya
disebut Al Minangkabawwi, Ia dua kali pergi ke Makkah untuk menuntut ilmu, dan
kepergiannya yang kedua sebagai awal dari kariernya di kota suci itu. Dibawah
bimbingan Sayyid Usman Syatha dan Bakri Syatha juga guru-guru lainnya, Al-
Minangkabawi memperdalam keilmuannya. Syekh Saleh al-Kurdi seorang mertua
yang mendukung semangat al-Minangkabawi untuk mewakafkan dirinya demi ilmu
pengetahuan Islam. Al Minangkabawwi mendapat julukan syekh karena ia seorang
alim dan guru. Gelar ini diberikan beliau tidak terlepas dari tingginya ilmu yang
dikuasai dalam pengetahuan agamanya kususnya pada bidang fiqh dan pendidikan. 7Ia
menulis 45 karya diantaranya, An-Nafahat Hasyiyatu al-Waraqat, Al-Jawahir an-
Naqiyah fi A‟mali al-Jaibir, Ad-Da‟i al-Masmu‟ fi Raddi ala man Yurisu al-
Ukhuwah wa al-Akhawat maa Wujudi al-Ushuli wa al-Furu‟, Raudhat al-Hisab fi
A‟mali al-Hisab, Alamul Hisab fi „Ilmi al-Hisab, -Riyadh al-Wurdiyah fi al-Ushul
at-Tauhidiyah wa al-Furu‟ al-Fiqhiyah, Dhaw‟u as-Siraj, Raddu ala Taftihil
Muqillatin.
Hubungan antara Makkah dengan Indonesia sejak abad 17 dan 18 (atau
bahkan sebelumnya) tetap berlanut pada akhir abad 19 dan awal abad 20 di Indonesia.
Oleh beberapa ahli Al-Minangkabawi dianggap sebagai tokoh pembaru agama
sekaligus nasoinalis sejati. Terbukti ia dapat mencetak murid-murid yang punya peran
di berbagai bidang seperti keagamaan dan pergerakan nasional di nusantara.
Minangkabawi menyangkal pendapat ini dengan mengatakan bahwa ada sebagian
tradisi klasik yang harus dipertahankan salah satunya bidang fikih.

7
Rangga Hafizh Pambudi. (2019). Pemikiran Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi
Tentang Pendidikan Islam. (Disertasi UIN Raden Intan Lampung, 2020). Diakses dari
http://repository.radenintan.ac.id/, pukul 10.16 pada 18 Maret 2022, hlm. 52-53.
9
Ia menyalurkan peran dan pengaruhnya atas Indonesia melalui murid-
muridnya. Seperti al Minangkabawi dan generasi sebelumnya, murid-murid ini juga
merupakan jamaah haji yang menetap dan mencari ilmu di Makkah. murid-murid
Jawi al-Minangkabawi seperti, Haji Agoes Salim (1884-1954 M) dan Kiai Mas
Mansur (1896-1946 M), dari kalangan modernis. Syekh Sulaiman al-Rasuli (1871-
1970 M) dan Syekh Muhammad Jamil Jaho (1875-1941 M) dari kalangan
tradisionalis dan lain sebagainya. Yang semuanya merupakan kader yang berperan
penting meajukan Indonesia dalam bidang pendidikan maupun agama.8

F. Biografi dan Peran Nawawi Al-Bantani


Beliau lahir di Tanara, Serang, Banten tahun 1812 M dan meninggal di
Mekkah ,Hijaz 1314 H / 1897 M. Syekh Nawawi adalah ulama Indonesia bertaraf
internasional yang menjadi imam masjidil haram. Ia bergelar al-Bantani karena
berasal dari Banten, Indonesia. Ia adalah seprang ulama dan intelektual yang sangat
produktif menulis kitab , jumlah karyanya tidak kurang dari 115 kitab yang meliputi
bidang ilmu fiqih, tauhid, tasawuf, tafsir dan hadist.
Karena kemasyhurannya , syekh Nawawi kemudian dijuluki Sattid Ulama al-
Hijaz ( pemimpin ulama Hijaz), al-Imam al-Muhaqqiq wa al-Fahhamah( imam yang
mumpuni ilmunya), A’yan Ulama al-Qarn al-Ram Asyar li al-Hijrah ( tokoh ulama
abad 14 Hijriyah ), hingga Imam Ulama al-Haramaim ( imam ulama 2 kota suci).
Sejak kecil ia dan saudaranya di didik oleh ayahnya dalam bidang agama: ilmu
nahwu, fiqih dan tafsir. Usia 15 tahun ia pergi ke Makkah untuk menunaikan ibadah
haji dan menetap disana kurang lebih 3 tahun.

8
Anis Bahtiyar. (2019). Pengaruh Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi Terhadap
Dinamika Intelektual Islam Di Indonesia 1900-1947 M. (Disertasi UIN Sunan Ampel
Surabaya, 2019). Diakses dari http://digilib.uinsby.ac.id/, pukul 10.16, pada 18 maret 2022,
hlm. 51-78.
10
Pada tahun 1828 beliau kembali ke Banten , dengan bekal agamanya ia banyak
terlibat proses belajar mengajar dengan para pemuda di wilayahnya. Selama di
tahan air dia menyaksikan prektik-praktik ketidakadilan , kesewenang-wenangan,
dan penindasan yang dilakukan Belanda terhadap rakyat. Tak ayal gelora jihad pun
berkobar , sebagai intelektual yang memiliki komitmen tinggi terhadap prinsip
keadilan dan kebenaran , syekh Nawawi kemudian berdakwah keliling Banten
mengobarkan perlawanan terhadap penjajah sampai pemerintah Belanda membtasi
gerak-geriknya, seperti dilarang berkhutbah di masjid . Tekanan Belanda membuat
beliau tidak krasan dan akhirnya memutuskan untuk kembali ke Makkah .
Beberapa karya syekh Nawawi yang masib dikaji di banyak pesantren di
Indonesia diantaranya adalah uqud al-Lujain fi Bayan Huquq al-Zaujain, Sullam al-
Munajah syarah Safinah dan Qomi’u al-Thuqyan syarah Mandhumah Syu’bu al-
Iman, dll. Beberapa murid Syekh Nawawi banyak yang kemudian menjadi ulama
besar di nusantara seperti K.H Saleh Darat as-Samarani, K.H. Hasyim Asyari,
Jombang, dll.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

12
DAFTAR PUSTAKA

Zakariya Din Muhammad. 2018. Sejarah Peradaban Islam. Malang: Madani Media.
Umayah Ulfah. (2017). Peran Nuruddin Ar-Raniri dalam Menentang Paham Wujūdiyyah di
Aceh. (Disertasi UIN Sultan Mauana Hasanuddin Banten, 2017) Diakses dari
http://repository.uinbanten.ac.id/2280/, pukul 08.40 pada 18 maret 2022.
Munawir. 2019. 20 Tokoh Tasawuf Indonesia dan Dunia. Temanggung : CV Raditens.

Pambudi Rangga Hafizh. (2019). Pemikiran Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi Tentang
Pendidikan Islam. (Disertasi UIN Raden Intan Lampung, 2020). Diakses dari
http://repository.radenintan.ac.id/, pukul 10.16 pada 18 Maret 2022.

Bahtiyar Anis. (2019). Pengaruh Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi Terhadap


Dinamika Intelektual Islam Di Indonesia 1900-1947 M. (Disertasi UIN Sunan Ampel
Surabaya, 2019). Diakses dari http://digilib.uinsby.ac.id/, pukul 10.16, pada 18 maret 2022.

MGMP MAN Kab. Jombang. 2020. Sejarah Kebudayaan Islam. Modul Pengayaan

13

Anda mungkin juga menyukai