LP HIVAIDS 27 Sep 2022 - Word2003
LP HIVAIDS 27 Sep 2022 - Word2003
DENGAN HIV/AIDS
DISUSUN OLEH :
AKADEMI KEPERAWATAN
GIRI SATRIA HUSADA WONOGIRI
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang penyakit HIV/AIDS
2. Untuk mengetahui cara pengobatan penyakit HIV/AIDS
3. Untuk mengetahui pemberian asuhan keperawatan pada penderta HIV/AIDS
1.3 Manfaat
Dapat dijadikan sebagai referensi dalam menambah ilmu mengenai keperawatan
BAB II
A. KONSEP MEDIS
1.1 Definisi
Infeksi HIV merupakan penyakit kekurangan sistem imun yang disebabkan oleh
retrovirus HIV tipe 1 atau tipe 2 (Copstead dan banasik, 2012). nfeksi HIV
adalah infeksi virus yang secara progresif menghancurkan sel-sel darah putih infeksi oleh
HIV biasanya berakibat pada kerusakan sistem kekebalan tubuh secara progresif,
menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik dan kanker tertentu (terutama pada orang
dewasa) (Bararah dan Jauhar. 2013). Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah
suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV
(Sylvia & Lorraine, 2012)
1.2 Etiologi
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human
immunodeficiency virus yaitu HTL II, LAV, RAV yang berupa agen viral yang
dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat
terhadap limfosit T. Virus ini ditransmisikan melalui kontak intim (seksual), darah
atau produk darah yang terinfeksi (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun
1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan
lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus
kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan
keduanya disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
a. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada
gejala.
b. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes
illness.
c. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
d. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat
malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi
mulut.
e. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai
system tubuh, dan manifestasi neurologist.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun
wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
a. Lelaki homoseksual atau biseks
b. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
c. Orang yang ketagian obat intravena
d. Partner seks dari penderita AIDS
e. Penerima darah atau produk darah (transfusi).
b. Kategori Klinis B
Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :
1) Angiomatosis Baksilaris
2) Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal
(peristen,frekuen / responnya jelek terhadap terapi
3) Displasia Serviks (sedang / berat karsinoma
serviks in situ)
4) Gejala konstitusional seperti panas (38,5o C)
atau diare lebih dari 1 bulan.
5) Leukoplakial yang berambut
6) Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang
bebeda / terjadi pada lebih dari satu dermaton saraf.
7) Idiopatik Trombositopenik Purpura
8) Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses
Tubo Varii
c. Kategori Klinis C
Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup :
1) Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus
2) Kanker serviks inpasif
3) Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata
4) Kriptokokosis ekstrapulmoner
5) Kriptosporidosis internal kronis
6) Cytomegalovirus (bukan hati,lien, atau kelenjar limfe)
7) Refinitis Cytomegalovirus (gangguan penglihatan)
8) Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
9) Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis)
10) Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )
11) Isoproasis intestinal yang kronis
12) Sarkoma Kaposi
13) Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak
14) Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata /
ekstrapulmoner
15) M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner )
16) Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner
17) Pneumonia Pneumocystic Cranii
18) Pneumonia Rekuren
19) Leukoenselophaty multifokal progresiva
20) Septikemia salmonella yang rekuren
21) Toksoplamosis otak
22) Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)
(Veronica, 2016)
1.5 Komplikasi
Istilah AIDS dipergunakan untuk tahap- tahap infeksi HIV yang paling lanjut. Sebagian besar
orang yang terkena HIV, bila tidak mendapat pengobatan, akan menunjukkan tanda-tanda
AIDS dalam waktu 8-10 tahun. AIDS diidentifikasi berdasarkan beberapa infeksi tertentu,
yang dikelompokkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) sebagai
berikut:
1. Tahap I penyakit HIV tidak menunjukkan gejala apapun dan tidak dikategorikan
sebagai AIDS.
2. Tahap II (meliputi manifestasi mucocutaneous minor dan infeksi-infeksi saluran
pernafasan bagian atas yang tak sembuh- sembuh)
3. Tahap III (meliputi diare kronis yang tidak jelas penyebabnya yang berlangsung lebih
dari satu bulan, infeksi bakteri yang parah, dan TBC paru-paru)
4. Tahap IV (meliputi Toksoplasmosis pada otak, Kandidiasis pada saluran tenggorokan
(oesophagus), saluran pernafasan (trachea), batang saluran paru-paru (bronchi), dan
Sarkoma Kaposi). Semua penyakit ini merupakan indikator dari AIDS.
(Keputusan Menteri Kesehatan, 2019)
1.6 Pemeriksaan Penunjang
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 01.07/MENKES/90/2019,
pemeriksaan HIV/AIDS terbagi menjadi :
Tes diagnostik HIV
diagnosis HIV dapat ditegakkan dengan 2 metode pemeriksaan yaitu pemeriksaan
serologis dan virologis
1. Metode pemeriksaan serologis
Antibodi dan antigen dapat dideteksi melalui pemeriksaan serologis.
Adapun metode pemeriksaan serologis yang sering digunakan adalah
1) rapid immunochromatography test (tes cepat)
2) EIA (enzyme immunoassay)
Secara umum tujuan pemeriksaan tes cepat dan EIA adalah sama,
yaitu mendeteksi antibodi saja (generasi pertama) atau antigen dan
antibodi (generasi ketiga dan keempat). Metode western blot sudah
tidak digunakan sebagai standar konfirmasi diagnosis HIV lagi di
Indonesia.
2. Metode pemeriksaan virologis
Pemeriksaan virologis dilakukan dengan pemeriksaan DNA HIV dan
RNA HIV. Saat ini pemeriksaan DNA HIV secara kualitatif di
Indonesia lebih banyak digunakan untuk diagnosis HIV pada bayi.
Pada daerah yang tidak memiliki sarana pemeriksaan DNA HIV,
untuk menegakkan diagnosis dapat menggunakan pemeriksaan RNA
HIV yang bersifat kuantitatif atau merujuk ke tempat yang
mempunyai sarana pemeriksaan DNA HIV dengan menggunakan
tetes darah kering (dried blood spot [DBS]). Pemeriksaan virologis
digunakan untuk mendiagnosis HIV pada :
1) bayi berusia dibawah 18 bulan.
2) infeksi HIV primer.
3) kasus terminal dengan hasil pemeriksaan antibodi negatif namun
gejala klinis sangat mendukung ke arah AIDS.
4) konfirmasi hasil inkonklusif atau konfirmasi untuk dua hasil
laboratorium yang berbeda.
Hasil pemeriksaan HIV dikatakan positif apabila:
1) tiga hasil pemeriksaan serologis dengan tiga metode atau reagen
berbeda menunjukan hasil reaktif.
2) pemeriksaan virologis kuantitatif atau kualitatif terdeteksi HIV
1.7 Penatalaksanaan Medis
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency
Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
a. Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan
yang tidak terinfeksi.
b. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir
yang tidak terlindungi.
c. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas
status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
d. Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
e. Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka pengendaliannya
yaitu:
a. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik,nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk
mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan
bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
b. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap
AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus
(HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien
AIDS yang jumlah sel T4 nya < >3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan
Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
c. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan
menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya.
Obat-obat ini adalah :
1) Didanosine
2) Ribavirin
3) Diedoxycytidine
4) Recombinant CD 4 dapat larut
d. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka
perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses
keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi
AIDS.
e. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan
sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu
fungsi imun.
f. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan
mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
(Veronica, 2016)
B. PATHWAY
C. KONSEP KEPERAWATAN
1.1 Pengkajian
1. Identitas
meliputi nama, umur, tempat dan tanggal lahir
2. Riwayat
Tes HIV positif, riwayat perilaku berisiko tinggi, menggunakan obat-obatan.
3. Keadaan umum
Pucat, kelaparan
4. Gejala subyektif
Demam kronik dengan atau tanpa menggigil, keringat malam hari berulang kali,
lemah, lelah, anoreksia
5. Pola fungsi kesehatan
- Pola aktivitas
Penurunan aktivitas selama sakit terjadi bukan karena kelemahan otot,
tetapi dikarenakan gangguan rasa nyaman (nyeri).
- Pola nutrisi
Biasanya pasien dengan batu ureter terjadi mual muntah karena
peningkatan tingkat stres akibat nyeri hebat. Anoreksia sering kali
terjadi karena kondisi pH pencernaan yang asam akibat sekresi HCL
berlebihan.
- Pola eliminasi
Biasanya pada eliminasi alvi tidak mengalami perubahan fungsi maupun
pola, kecuali diikuti oleh penyakit-penyakit penyerta lainnya.
- Pola istirahat tidur
Biasanya pasien dengan batu ureter mengalami gangguan pola tidur,
sulit tidur dan kadang sering terbangun dikarenakan nyeri yang
dirasakan.
- Pola Kognitif perseptual
Biasanya pasien dengan batu ureter memiliki komunikasi yang baik
dengan orang lain, pendengaran dan penglihatan baik, dan tidak
menggunakan alat bantu.
Definisi :
Penyebab
- Subjektif
(tidak tersedia)
- Objektif
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
- Subjektif
(tidak tersedia)
- Objektif
1. Kondisi pembedahan
2. Cedera traumatis
3. Infeksi
4. Sindrom koroner akut
5. Glaukoma
2. Gangguan Eliminasi Urine (D.0040)
Definisi :
Penyebab :
- Subjektif
- Objektif
c. Perubahan afterload.
– Tekanan darah meningkat / menurun.
– Nadi perifer teraba lemah.
– Capillary refill time > 3 detik
– Oliguria.
– Warna kulit pucat dan / atau sianosis.
d. Perubahan kontraktilitas
– Terdengar suara jantung S3 dan /atau S4.
– Ejection fraction (EF) menurun.
Gejala dan Tanda Minor
a. Subjektif :
- Perubahan preload : -
- Perubahan afterload : -
- Perubahan kontraktilitas : -
- Perilaku/emosional : cemas dan gelisah
b. Objektif :
1. Perubahan preload :
– Murmur jantung
– Berat badan bertambah
– Pulmonary Artery Wedge Pressure menurun
2. Perubahan afterload.
– Pulmonary Vascular resistence menurun/meningkat
– Systemic Vascular resistence menurun/meningkat
3. Perubahan kontarktilitas.
– Cardiac Index menurun
– Left Ventricular stroke work index menurun
- Stroke volume index menurun
4. Perlaku / emosional : -
Kondisi Klinis Terkait :
1. Gagal jantung kongestif.
2. Sindrom koroner akut.
3. Stenosis mitral.
4. Regurgitasi mitral.
5. Stenosis aorta.
6. Regurgitasi aorta.
7. Stenosis pulmonal.
8. Regurgitasi trikuspidal.
9. Stenosis pulmonal.
10. REgurgitasi pulmonal.
11. Aritmia.