Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hepatitis A adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus

Hepatitis A (HAV) yang bertransmisi melalui fecal-oral, yakni virus

masuk ke dalam tubuh ketika seseorang mengonsumsi makanan atau

minuman yang terkontaminasi oleh tinja yang mengandung HAV.

Hepatitis A tergolong penyakit menular yang ringan, sehingga dapat

sembuh spontan atau sempurna tanpa gejala sisa, serta tidak menyebabkan

infeksi kronis. Penderita sebagian besar cenderung mengalami

penyembuhan sendiri (self limiting disease) dengan kematian yang sangat

sedikit yaitu sekitar 0,10-0,30% (Kemenkes RI, 2011).

Hepatitis A sering menyebabkan KLB dalam periode waktu satu

hingga dua bulan dengan kecenderungan berulang secara siklik

(Kemenkes RI, 2011). Menurut Permenkes Nomor 1501 tahun 2010, KLB

adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian

yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu

tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya

wabah.

Di seluruh dunia, Hepatitis A diperkirakan ada 1,4 juta kasus baru

per tahun. Di Asia Tenggara sendiri, kasus hepatitis A akut menyerang

sekitar 400.000 orang per tahun dengan angka kematian hingga 800 jiwa.

Sebagian besar penderita hepatitis A adalah anak-anak dengan infeksi

1
2

ringan tanpa gejala. Dengan bertambahnya usia, gejala penyakit ini

biasanya akan semakin berat (Depkes, 2010).

Penyebaran penyakit Hepatitis A tergolong mudah, karena

berkaitan dengan tidak adekuatnya sistem sanitasi dan kebersihan diri. Hal

ini menyebabkan kejadian Hepatitis A dapat muncul bersamaan dalam

sebuah wilayah dan menjadi epidemi. Epidemi yang terkait dengan

makanan atau air yang terkontaminasi dapat meledak secara eksplosif,

seperti epidemi di Shanghai pada tahun 1988 yang mempengaruhi sekitar

300.000 orang (WHO,2008).

Penularan Hepatitis A bisa terjadi melalui perantara berbagai

media termasuk kotoran yang mengandung virus Hepatitis A. Kejadian

luar biasa Hepatitis A terjadi karena pemanfaatan jamban yang rendah.

(Aryana, 2014). Selain itu, rendahnya kualitas sanitasi lingkungan dan

adanya pencemaran terhadap sumber air atau makanan serta alat makan

yang dikonsumsi dan digunakan banyak orang mempermudah terjadinya

penularan dan kejadian luar biasa hepatitis A (Synder, 2000).

Di Indonesia, pada tahun 2010 tercatat kasus KLB Hepatitis A

sebanyak 6 KLB dengan jumlah penderita 279. Pada tahun 2011 tercatat 9

KLB dengan jumlah penderita 550, pada tahun 2012 telah terjadi 4 KLB

dengan jumlah penderita 204 (Kemenkes, 2012).

Salah satu KLB Hepatitis A yang terjadi pada tahun 2019 adalah

di Kabupaten Pacitan. Data jumlah penderita penyakit Hepatitis A yang

diperoleh dari Dinas Kesehatan Pacitan mencapai 1.348 orang dalam


3

rentang waktu bulan Mei hingga bulan Juli tahun 2019. Jumlah tersebut

tersebar di sejumlah kecamatan di Kabupaten Pacitan, yakni di Kecamatan

Sudimoro 832 kasus (61,72 %), Kecamatan Ngadirojo 359 kasus

(26,63%), Kecamatan Tulakan 110 kasus (8,16%), Kecamatan

Kebonagung 3 kasus (0,22%), Kecamatan Tegalombo 5 kasus (0,37%),

Kecamatan Arjosari 34 kasus (2,52%), dan Kecamatan Nawangan 2 kasus

(0,14%).

Dampak yang ditimbulkan oleh kejadian penyakit hepatitis A

berkaitan dengan penurunan produktivitas pada penderita akibat gejala

klinis yang muncul. Penderita membutuhkan jangka waktu beberapa

minggu bahkan bulan untuk proses penyembuhan. Hal ini akan semakin

berdampak luas apabila hepatitis A terjadi dalam skala outbreak sehingga

dapat mengganggu aspek keseharian lainnya seperti sosial dan ekonomi

(Kemenkes RI, 2012).

Berdasarkan studi pendahuluan yang menggunakan data sekunder

yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pacitan, didapatkan hasil

data tingkat KLB Hepatitis A tertinggi di Kecamatan Sudimoro sebesar

61,72 % dengan jumlah penderita 832 jiwa, dengan jumlah penduduk di

Kecamatan Sudimoro sebanyak 30.917 jiwa. Di Kecamatan ini ada 10

(sepuluh) desa dan berada di bawah pelayanan 2 (dua) puskesmas, yakni

Puskesmas Sudimoro dan Puskesmas Sukorejo. Puskesmas Sudimoro

dengan jumlah penderita sebanyak 609 penderita yang lingkup wilayah

kerjanya meliputi 6 desa, yaitu Sembowo, Klepu, Sudimoro, Ketanggung,


4

Karang Mulyo dan Gunung Rejo; sedangkan Puskesmas Sukorejo dengan

jumlah penderita sebanyak 223 penderita yang lingkup wilayah kerjanya

meliputi 4 desa yaitu Sumberejo, Pager Lor, Pager Kidul dan Sukorejo.

Di Kecamatan Sudimoro pada bulan Mei hingga bulan Juli

umumnya mengalami musim kemarau sehingga terjadi krisis pasokan air

bersih. Masyarakat yang biasanya menggunakan sumur sebagai

penyediaan air bersih beralih ke sumber mata air untuk keperluan sehari –

hari seperti mencuci alat makan, mencuci baju, mencuci bahan-bahan

pangan dan digunakan untuk keperluan lainnya.

Penyebaran penyakit Hepatitis A di Kabupaten Pacitan pada tahun

2019 tersebut dapat disebabkan oleh kualitas penyediaan air yang

digunakan, serta karena perilaku masyarakat yang tidak menerapkan

perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS). Selain itu sanitasi jamban

juga dapat berpotensi sebagai faktor risiko penularan virus Hepatitis A.

Maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul

“Analisis Deskriptif Faktor Risiko Kejadian Luar Biasa Hepatitis A di

Wilayah Kerja Puskesmas Sudimoro, Kabupaten Pacitan Tahun 2019”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan data yang diperoleh yaitu kasus kejadian penyakit

Hepatitis A yang tertinggi berada di wilayah kerja Puskesmas Sudimoro

yang lingkup wilayah kerjanya meliputi 6 desa yaitu Sembowo, Klepu,

Sudimoro, Ketanggung, Karang Mulyo dan Gunung Rejo dengan jumlah

penderita sebanyak 609 dalam rentang waktu 3 bulan. Dari uraian tersebut
5

maka peneliti tertarik untuk mengetahui : “Apa saja faktor risiko KLB

Hepatitis A yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas Sudimoro pada tahun

2019?”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko Kejadian Luar

Biasa Hepatitis A di wilayah kerja Puskesmas Sudimoro Kabupaten

Pacitan pada tahun 2019.

2. Tujuan Khusus

a) Mengidentifikasi kualitas penyediaan air bersih dengan kejadian

penyakit Hepatitis A pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas

Sudimoro pada tahun 2019.

b) Mengidentifikasi kualitas sanitasi jamban dengan kejadian

penyakit Hepatitis A pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas

Sudimoro pada tahun 2019.

c) Mengidentifikasi faktor perilaku cuci tangan pakai sabun dengan

kejadian penyakit Hepatitis A pada masyarakat di wilayah kerja

Puskesmas Sudimoro pada tahun 2019.

D. Ruang Lingkup

1. Lingkup Keilmuan

Penelitian ini termasuk dalam Ilmu Kesehatan Lingkungan khususnya

pada mata kuliah Surveilans Epidemiologi.


6

2. Lingkup Materi

Materi dalam penelitian ini mengenai analisis deskriptif faktor risiko

kejadian luar biasa Hepatitis A di wilayah kerja Puskesmas Sudimoro

pada tahun 2019.

3. Obyek Penelitian

Obyek dalam penelitian ini adalah KLB penyakit Hepatitis A di

wilayah kerja Puskesmas Sudimoro pada tahun 2019.

4. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah Masyarakat yang mendertia

Hepatitis A di wilayah kerja Puskesmas Sudimoro pada tahun 2019.

5. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Sudimoro..

6. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2019 – Februari 2020.

E. Manfaat

1. Bagi Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan kepustakaan

dalam mengembangkan ilmu kesehatan lingkungan khususnya dalam

mengidentifikasi faktor risiko terjadinya KLB Hepatitis A di wilayah

kerja Puskesmas Sudimoro.


7

2. Bagi Puskesmas Sudimoro

Sebagai masukan positif dan bahan pertimbangan bagi Puskesmas

Sudimoro untuk meningkatkan program tentang pengendalian faktor

risiko pencegahan terjadinya KLB Hepatitis A di wilayah kerjanya.

3. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi masyarakat

terutama penderita Hepatitis A agar lebih menjaga kualitas penyediaan

air bersih, sanitasi jamban dan perilaku cuci tangan pakai sabun yang

dimungkinkan dapat mengakibatkan terjadinya KLB Hepatitis A.

4. Bagi Peneliti sendiri dan peneliti lain

Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian

yang berkaitan dengan Ilmu Kesehatan Lingkungan terutama

mengenai analisis deskriptif kejadian luar biasa. Manfaat bagi

penelitian lain ialah menjadi dasar untuk melakukan penelitian

selanjutnya.

F. Keaslian Penelitian

Penelitian yang berjudul “Analisis Deskriptif Faktor Risiko

Kejadian Luar Biasa Hepatitis A di Wilayah Kerja Puskesmas Sudimoro,

Kabupaten Pacitan Tahun 2019” belum pernah dilakukan sebelumnya.

Berikut ini beberapa penelitian tentang kejadian Hepatitis A yang pernah

dilakukan pada sepuluh tahun terakhir, adapun persamaan dan perbedaan

penelitian yang akan dilakukan sebagaimana berikut ini :


8

No. Nama Peneliti, Tahun, Persamaan Perbedaan


Judul Penelitian
1. Harisma, (2018), Menganalisis Metode penelitian
Analisis Kejadian Luar Kejadian Luar secara
Biasa Hepatitis A di Biasa Hepatitis A observasional
SMA X Kabupaten dengan dengan pendekatan
Lamongan Tahun 2018 mengidentifikasi cross – sectional,
faktor risiko lokasi yang pernah
perilaku Cuci diteliti di SMA X
Tangan Pakai Kabupaten
Sabun (CTPS). Lamongan, dan
variabel yang akan
diteliti oleh peneliti
yaitu kualitas
penyediaan air
bersih, sanitasi
jamban,
2. Sulistiani (2015) Menganalisis Metode penelitian
Gambaran Perilaku Kejadian Luar secara
Personal Hygiene dan Biasa Hepatitis A observasional
Kejadian Hepatitis A dengan dengan pendekatan
pada Siswa di mengidentifikasi cross – sectional,
Pesantren Daarul faktor risiko lokasi yang pernah
Muttaqien Cadas perilaku Cuci diteliti di Pesantren
Tanggerang Tangan Pakai Daarul Muttaqien
Sabun (CTPS). Cadas Tanggerang,
dan variabel yang
akan diteliti oleh
peneliti yaitu
kualitas penyediaan
air bersih, sanitasi
9

jamban.
3. Dwiastuti (2008) Menganalisis Lokasi yang pernah
Hubungan antara Kejadian Luar diteliti di Akademi
Faktor Lingkungan dan Biasa Hepatitis A Kepolisian, dan
Perilaku dengan dengan metode variabel yang akan
Kejadian Hepatitis A penelitian analisis diteliti oleh peneliti
pada Taruna Akademi deskriptif dengan yaitu kualitas
Kepolisian Tahun 2008 pendekatan penyediaan air
retrospektif. bersih sanitasi
jamban dan Lokasi
di wilayah kerja
Puskesmas
Sudimoro
4. Kurniasih (2012) Menganalisis Metode penelitian
Hubungan antara Kejadian Luar deskriptif korelatif,
Tingkat Pengetahuan Biasa Hepatitis A lokasi yang pernah
Siswa terhadap dengan diteliti di SMA
Penyakit Hepatitis A mengidentifikasi Negeri 4 Depok,
dengan Tingkat Risiko faktor risiko dan variabel yang
Penyakit Hepatitis A di personal hygiene akan diteliti oleh
SMA Negeri 4 Depok, peneliti yaitu
Kota Depok kualitas penyediaan
air bersih, sanitasi
jamban.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Dasar Teori

1. Penyakit Hepatitis A

a. Pengertian

Hepatitis adalah semua jenis peradangan sel-sel hati, yang

bisa disebabkan oleh infeksi (virus), obat-obatan, konsumsi

alcohol, lemak yang berlebihan dan penyakit autoimmune

(Kemenkes RI, 2014). Sedangkan menurut Oswari dkk, (2005)

Hepatitis A adalah infeksi oleh virus dengan cara penularan

melalui fekal-oral, terutama lewat konsumsi makanan atau

minuman dan alat makan yang tercemar virus tersebut. Virus

Hepatitis A ditemukan dalam tinja manusia yang terinfeksi sebelm

gejalanya muncul dan selama beberapa hari pertama menderita

sakit.

b. Etiologi

Penyebab dari penyakit Hepatitis A adalah virus Hepatitis

A (VHA), yaitu termasuk famili picornaviridae berukuran 27

nanometer, genus hepatovirus yang dikenal sebagai enterovirus 72,

mempunyai 1 serotype dan 4 genotype, merupakan RNA dari virus.

Virus Hepatitis A bersifat termostabil, tahan asam dan tahan

terhadap empedu. Virus ini diketahui dapat bertahan hidup dalam

suhu ruangan selama lebih dari 1 bulan. Pejamu infeksi VHA

10
11

hanya terbatas pada manusia dan beberapa binatang primata. Virus

dapat diperbanyak secara in vitro dalam kultur sel primer monyet

kecil atau secara invivo pada simpanse (Chin, 2000).

c. Cara Penularan

Virus Hepatitis A ditularkan secara fecal-oral. Virus ini

masuk ke dalam saluran pencernaan melalui makanan dan

minuman yang tercemar tinja penderita VHA. Virus kemudian

masuk ke hati melalui peredaran darah untuk selanjutnya

menginvasi sel-sel hati (hepatosit), dan melakukan replikasi di

hepatosit. Jumlah virus yang tinggi dapat ditemukan dalam tinja

penderita sejak 3 hari sebelum muncul gejala hingga 1-2 minggu

setelah munculnya gejala kuning pada penderita. Ekskresi virus

melalui tinja pernah dilaporkan mencapai 6 bulan pada bayi dan

anak. Sebagian besar kasus kemungkinan tidak menular lagi pada

minggu pertama setelah ikterus. Ekskresi kronis pada VHA tidak

pernah terlaporkan (Kemenkes RI, 2011).

Mauss et.all, (2016) menyatakan bahwa Hepatitis A

ditularkan melalui fekal-oral melalui makanan dan minuman yang

tercemar oleh tinja yang mengandung Hepatitis A. VHA dapat

ditemukan pada tinja penderita lima hari sebelum gejala klinis

muncul. VHA masih dapat ditemukan dalam tinja penderita hingga

dua minggu setelah jaundice muncul, bahkan masih dapat


12

ditemukan setelah lima bulan pada anak-anak dan orang dengan

immunocompromised.

WHO (2007) menyatakan bahwa transmisi penyakit

hepatitis A terjadi secara rute fekal-oral baik karena kontak person

to person atau mengkonsumsi makanan dan minuman yang

terkontaminasi VHA. Kontaminasi sumber air minum dan proses

pemasakan makanan yang tidak adekuat juga menjadi salah satu

cara penularan. Masakan yang telah dimasak dengan baik pun

masih dapat tercemar apabila handling makanan dari proses

memasak hingga penyajian tidak dilakukan dengan baik.Hepatitis

A tidak diitularkan dari ibu ke anak saat proses melahirkan.

Hepatitis A dapat menyebar secara fekal-oral baik melalui

alat atau benda, makanan, dan minuman yang terkontaminasi oleh

feces orang yang menderita Hepatitis A (CDC, 2012) Hepatitis A

dapat menyebar ketika : Seorang penderita Hepatitis A tidak

mencuci tangan setelah BAB kemudian menyentuh benda atau

makanan, pembantu rumah tangga yang tidak mencuci tangan

setelah menggangi popok penderita, sesorang yang memiliki

aktivitas seksual tidak lazim dengan penderita. Selain itu Hepatitis

A juga dapat menyebar melalui makanan atau sumber air yang

tercemar. Kontaminasi makanan dapat terjadi saat proses

penanaman, panen, proses pengolahan makanan, dan bahkan

setelah proses pemasakan.


13

Infeksi Hepatitis A sering menimbulkan (KLB) dengan

pola common source, umumnya sumber penularan berasal dari air

minum yang tercemar, makanan yang tidak dimasak, makanan

yang tercemar, dan sanitasi yang buruk. Selain itu, walaupun bukan

merupakan cara penularan yang utama, penularan melalui

transfusi atau penggunaan jarum suntik bekas penderita dalam

masa inkubasi juga pernah dilaporkan (Kemenkes RI, 2011).

d. Tanda dan Gejala

Berdasarkan Kemenkes (2 012) gejala Hepatitis A biasanya

dibagi dalam beberapa stadium, diantaranya :

1) Masa inkubasi Hepatitis A antara 2-6 minggu, biasanya

terdapat gejala letih, lesu, nyeri menelan, demam (38°C-

39°C), kehilangan selera makan, mual bahkan muntah-

muntah yang berlebihan.

2) Stadium dengan gejala kuning. Stadium ini ditandai urin

berwarna teh tua, disertai timbulnya kuning mata dan kulit,

nyeri perut kanan bagian atas karena adanya pembesaran

hati, tinja berwarna teh tua, terjadi peningkatan tes fungsi

hati dan meningkatkan antibody terhadap virus Hepatitis A,

yang disebut sebagai IgM anti virus Hepatitis A.

3) Stadium penyembuhan. Stadium ini ditandai dengan

menghilangnya warna kuning pada sclera, kulit dan


14

pembesaran hati tetap. Penyembuhan sempurna infeksi

Virus Hepatitis A membutuhkan waktu 3-4 bulan.

e. Diagnosis

Untuk menegakan diagnosis HAV diperlukan beberapa

pemeriksaan. Pemeriksaan tersebut antara lain adalah:

1) Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan secara klinis ditegakkan berdasarkan

keluhan seperti demam, kelelahan, malaise, anorexia, mual

dan rasa tidak nyaman pada perut. Beberapa individu dapat

mengalami diare. Ikterus (kulit dan sclera menguning), urin

berwarna gelap, dan feses berwarna dempul dapat

ditemukan beberapa hari kemudian. Tingkat beratnya

penyakit beragam, mulai dari asimtomatik (biasa terjadi

pada anak-anak), sakit ringan, hingga sakit yang

menyebabkan hendaknya yang bertahan selama seminggu

sampai sebulan.

2) Pemeriksaan Serologik

Dalam pemeriksaan serologis, adanya IgM anti-

HAV dalam serum pasien dianggap sebagai gold standard

untuk diagnosis dari infeksi akut hepatitis A. Virus dan

antibody dapat dideteksi dengan metode komersial RIA,

EIA, atau ELISA.


15

3) Rapid Test

Deteksi dari antibodi dapat dilakukan melalui rapid

test menggunakan metode immunochromatographic assay.

Metode immunochromatographic assay didapatkan

spesifisitas dalam mendeteksi IgM anti-HAV hingga

tingkat keakuratan 98,0% dengan tingkat sensitivitas

hingga 97,6%

4) Pemeriksaan Penunjang Lain

Diagnosis dari hepatitis dapat dibuat berdasarkan

pemeriksaan biokimia dari fungsi liver (pemeriksaan

laboratorium dari: bilirubin urin dan urobilinogen, total dan

direct bilirubin serum, alanine transaminase (ALT),

aspartate transaminase (AST), alkaline phosphatase (ALP),

prothrombin time (PT), total protein, serum albumin, IgG,

IgA, IgM, dan hitung sel darah lengkap). Apabila tes lab

tidak memungkinkan, epidemiologic evidence dapat

membantu untuk menegakan diagnosis. Epidemiologic

evidence adalah ditemukan dua atau lebih kasus Hepatitis

A klinis di lokasi praduga KLB yang memiliki hubungan

epidemiologis ( Kemenkes, 2012).

f. Pencegahan

Berdasarkan Buku Pedoman Penaggulangan Hepatitis A

(Kemenkes, 2012), Hepatitis A memang seringkali tidak


16

berbahaya, namun lamanya masa penyembuhan dapat memberikan

kerugian ekonomi dan sosial. Penyakit ini juga tidak memiliki

pengobatan spesifik yang dapat mengurangi lama penyakit,

sehingga dalam penatalaksanaan Hepatitis A, tindakan pencegahan

adalah yang paling diutamakan. Pencegahan Hepatitis A dapat

dilakukan baik dengan pencegahan non- spesifik (perubahan

perilaku) maupun dengan pencegahan spesifik (imunisasi).

1) Pencegahan Non-Spesifik

Perubahan perilaku untuk mencegah Hepatitis A

terutama dilakukan dengan meningkatkan sanitasi. Petugas

kesehatan bisa meningkatkan hal ini dengan memberikan

edukasi yang sesuai, antara lain:

a) Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) secara benar

pada 5 saat kritis, yaitu: Sebelum makan,

sebelum mengolah dan menghidangkan makanan,

setelah buang air besar dan air kecil, setelah

mengganti popok bayi, sebelum menyusui bayi

b) Pengolahan makanan yang benar, meliputi:

- Menjaga kebersihan : mencuci tangan

sebelum memasak dan keluar dari toilet,

mencuci alat-alat masak dan alat-alat makan,

dapur harus dijaga agar bersih


17

- Memisahkan bahan makanan matang dan

mentah : menggunakan alat yang berbeda untuk

keperluan dapur dan untuk makan, menyimpan

bahan makanan matang dan mentah di tempat

yang berbeda

- Memasak makanan sampai matang: memasak

makanan pada suhu minimal 850C, terutama

daging, ayam, telur, dan makanan laut,

memanaskan makanan yang sudah matang

dengan benar.

- Menyimpan makanan pada suhu aman: jangan

menyimpan makanan pada suhu ruangan terlalu

lama, memasukan makanan yang ingin

disimpan ke dalam lemari pendingin, jangan

menyimpan makanan terlalu lama di dalam

lemari pendingin

- Membuang tinja di jamban yang saniter:

menyediakan air bersih di jamban,

memastikan system pendistribusian air dan

pengelolaan limbah berjalan dengan baik

2. Kejadian Luar Biasa


Kejadian luar biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya

kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara

epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan


18

merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah

(Permenkes RI, 2010).

a. Penetapan KLB

Penetapan KLB berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010 yaitu

suatu daerah dapat ditetapkan dalam keadaan KLB, apabila

memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut :

1) Timbulnya suatu penyakit menular tertentu

2) Peningkatan jumlah kejadian kesakitan terus menerus

selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam, hari atau minggu

berturut-turut menurut jenis penyakitnya.

3) Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih

dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam kurun

waktu jam, hari, ata minggu menurut jenis penyakitnya.

4) Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan

menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan

dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.

5) Rata- rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama

1(satu) tahun menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih

dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan

perbulan pada tahun sebelumnya

6) Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate)

dalam 1(satu) kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan


19

50% atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus

suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu

yang sama

7) Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru

pada 1 (satu) periode menunjukkan kenaikan dua kali atau

lebih dibandingkan satu periode sebelumnya dalam kurun

waktu yang sama.

Apabila terdapat sejumlah penderita dalam satu daerah dengan

gejala demam, sakit kepala, lelah, nafsu makan menurun, gangguan

pencernaan, mual, muntah, air kencing berwarna pekat seperti teh,

sampai ikterus (kekuningan) yang terlihat pada kulit dan mata, dapat

didukung dengan ditemukannya IgM anti VHA pada beberapa kasus

yang diperiksa. KLB Hepatitis (suspek A atau E) dilaporkan dengan

menggunakan format W1 secara berjenjang . Namun berdasarkan

Buku Pedoman Penyelidikan dan Penaggulangan Kejadian Luar Biasa

(Kemenkes, 2011) KLB Hepatitis A dapat ditetapkan apabila terdapat

dua kasus klinis Hepatitis A yang berhubungan secara epidemiologis.

KLB Hepatitis A ditetapkan apabila terdapat dua kasus klinis

Hepatitis A atau lebih yang berhubungan secara epidemiologis.

Ditemukannya penderita lebih dari satu penderita dalam satu klaster

dengan gejala klinis Hepatitis A (Demam, sakit kepala, lelah, nafsu

makan menurun, perut kembung, mual dan muntah, yang diikuti

dengan jaudice/ikterus/kuning, air kencing berwarna gelap) merupakan


20

signal terjadinya KLB Hepatitis A. Dugaan ini dapat diperkuat dengan

ditemukannya IgM antibodi terhadap Hepatitis A. Hepatitis A

memiliki gejala klinis yang bervariasi mulai dari tanpa gejala , ringan

sembuh dalam 1-2 minggu, sampai gejala berat yang berlangsung

sampai beberapa bulan, maka bukti-bukti epidemilogis dapat

digunakan untuk mendukung diagnosis secara klinis

3. Faktor Risiko Penyakit Hepatitis A

Perilaku berisiko terhadap Hepatitis A berdasarkan Kemenkes RI

(2012), terdapat pada :

a. Agent

Penyebab penyakit dapat berasal berbagai unsur seperti

(Budiarto, 2003) :

1) Unsur biologis yang dikarenakan oleh mikoorganisme

(virus, bakteri, jamur),

2) Unsur nutrisi (kekurangan nutrisi),

3) Unsur kimiawi (karbon monoksida, obat – obatan,

pestisida), unsur fisika (panas, benturan) didalamnya

kebiasaan hidup (rokok, alcohol) serta perubahan hormonal

dan unsur fisiologis seperti kehamilan dan persalinan

b. Host

1) Kebiasaan membeli makanan disembarang tempat, makan

makanan mentah atau setengah matang.

2) Personal Hygiene yang rendah antara lain :


21

a) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah bentuk

perwujudan paradigmasehat dalam budaya perorangan,

keluarga, dan masyarakat yang berorientasi sehat,

bertujuan untuk meningkatkan, memelihara, dan

melindungi kesehatannya baik fisik,mental, spiritual,

maupun sosial. Selain itu juga program perilaku hidup

bersih dan sehat bertujuan memberikan pengalaman

belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan,

kelompok, keluarga, dengan membuka jalur

komunikasi, informasi, danedukasi untuk meningkatkan

pengetahuan, sikap, dan perilaku sehingga

masyarakatsadar, mau, dan mampu mempraktikkan

perilaku hidup bersih dan sehat melalui pendekatan

pimpinan (advocacy), bina suasana (social support),

dan pemberdayaan masyarakat (empowerment). Dengan

demikian masyarakat dapat mengenali danmengatasi

masalahnya sendiri terutama pada tatanannya masing-

masing (Depkes RI,2002).

b) Cara cuci tangan yang baik adalah dengan

menggunakan sabun dan air bersih mengalir karena

kuman mudah menempel di kedua telapak tangan,

terutama dibawah kuku jari. Waktu yang tepat untuk

cuci tangan pakai sabun dan air mengalir pada saat


22

sebelum dan sesudah makan, sebelum memegang

makanan, sebelum melakukan kegiatan jari-jari

kedalam mulut atau mata, sesudah melakukan kegiatan

(berolahraga, memegang uang, memegang binatang,

berkebun) dan memegang sarana umum (seperti

pegangan bis, gagang pintu, dll), sesudah buang air

besar (BAB) dan buang air kecil (BAK). Selain itu,

mencuci tangan yang baik juga membutuhkan beberapa

peralatan yaitu sabun antiseptik, air bersih, dan handuk

atau lap tangan bersih. Untuk hasil maksimal

disarankan untuk mencuci tangan selama 20-30 detik

(Kemenkes RI, 2012 ).

c. Lingkungan

1) Fisik

a) Kualitas Penyediaan Air

- Sumber Mata Air

Sektor kesehatan bertanggung jawab dalam

pembinaan teknis konstruksi sarana air bersih dan

juga sektor yang lain yang terkait. Disamping itu juga

sektor kesehatan punya peran sebagai penyuluh dan

pembanding demi untuk pembinaan kualitas air yang

baik. Adapun yang dimaksud dengan penyehatan air

adalah pengamanan dan penetapan kualitas air untuk


23

berbagai kebutuhan dan kehidupan manusia, dalam

kaitannya dengan hal tersebut selayaknya air bersih

yang digunakan selain memenuhi syarat kualitas

untuk kebutuhan kesehatan misalnya minum, mandi,

cuci dan kakus juga harus memenuhi syarat kualitas.

Adapun diantaranya mata air diharapkan bebas dari

pencemaran sekitarnya dan tidak dicemari oleh

resapan air dari luar serta aman dari bangunan yang

dapat mencemari air.

- Sumur gali

Sumur gali adalah satu satu sarana penyediaan air.

Sumur yang paling umum dan meluas dipergunakan

untuk mengambil air tanah bagi masyarakat kecil dan

rumah rumah perorangan sebagai air minum dengan

kedalaman 7-10 meter dari permukaan tanah. Sumur

gali penyediakan air yang berasal dari lapisan tanah

yang relatif dekat dari permukaan tanah, oleh karena

itu dengan mudah terkena kontaminasi melalui

rembesan. Umumnya rembesan berasal dari tempat

buangan kotoran manusia kakus/jamban dan hewan,

juga dari limbah sumur itu sendiri, baik karena

lantainya maupun saluran air limbahnya yang tidak

kedap air. Keadaan konstruksi dan cara pengambilan


24

air sumur pun dapat merupakan sumber kontaminasi,

misalnya sumur dengan konstruksi terbuka dan

pengambilan air dengan timba. Sumur dianggap

mempunyai tingkat perlindungan sanitasi yang baik,

bila tidak terdapat kontak langsung antara manusia

dengan air di dalam sumur (Depkes RI, 2006).

Adapun syarat kualitas sesuai dengan Permenkes No.

32 tahun 2017 tentang syarat-syarat air bersih

meliputi air dalam keadaan terlindung dari sumber

pencemaran, binatang pembawa penyakit, dan tempat

perkembangbiakan vektor dan aman dari

kemungkinan kontaminasi

b) Sarana Pengolahan dan Penyimpanan Makanan.

Tempat ini biasanya dibangun sesuai kebutuhan dan

dibuat sedemikian rupa tergantung jenis bahan bakar

yang dipakai, namun secara umum dapur harus

memiliki ventilasi atas / cerobong asap, begitu juga

lantai dan dinding harus kedap air serta bebas dari

kehidupan makhluk jenis sektor kuman seperti tikus,

lalat dan kecoak, dapur juga harus dilengkapi dengan

jenis peralatan penyimpanan makanan seperti rak atau

almari juga saluran pembuangan air limbah dan juga


25

cukup tersedia air untuk kepentingan cuci mencuci

sebelum dan sesudah memasak.

c) Sanitasi Jamban

Penyebaran penyakit hepatitis A melalui jalur fecal-oral

dan sangat dipengaruhi oleh keadaan sanitasi termasuk

kepemilikan jamban dan pemanfaatannya. Tidak ada

pengaruh kepemilikan jamban dengan kejadian

Hepatitis A. Kepemilikan jamban di rumah akan

membuat kecenderungan untuk BAB di Rumah akan

besar sehingga menurunkan risiko transmisi Hepatitis

A. Apabila tidak memiliki jamban, maka seseorang

akan cenderung BAB di Sungai atau di sarana jamban

umum. Sarana jamban umum yang pada umumnya

sanitasi dan kebersihannya tidak terjaga dengan baik

dapat meningkatkan risiko penularan Hepatitis A. jika

salah satu yang menggunakan adalah penderita

Hepatitis A maka ia berisiko untuk menularkan

Hepatitis A. Menurut kemenkes (2014) membuang tinja

pada jamban yang saniter dan didukung oleh

ketersediaan air merupakan salah satu upaya yang

sangat baik untuk mencegah terjadinya Hepatitis A

pada daerah yang rawan terjadi Hepatitis A.


26

Kepemilikan jamban adalah hal yang penting dalam

sebuah tempat tinggal.

d. Biologi

Lingkungan Biologis misalnya Kecoa, binatang ini suka hidup

di tempat dapur atau di tempat yang tersembunyi di samping itu

lingkungan biotik yang sering ikut mengotori makanan dan

minuman misalnya lalat dan binatang ini mempunyai bulu

cambuk pada kakinya yang bisa dihinggapi oleh kotoran

manusia atau kotoran tertentu, juga mempunyai kemampuan

terbang 200-1000 meter dan suka hidup di tempat yang kotor

serta tertarik pada bau-bau yang merangsang (Dwiastuti, 2009).

e. Lingkungan Sosial Budaya

Tingkat sosial budaya masyarakat dapat mempengaruhi derajat

kesehatan masyarakat, kemiskinan atau ketersediaan sarana

pendukung rumah tangga juga berperan dalam tingkat

penularan suatu penyakit, juga kepadatan ruang hunian dalam

perumahan dan tingkat pekerjaan serta pengangguran yang

bertambah akibat pertambahan penduduk yang tidak diimbangi

dengan peningkatan sumber daya termasuk pengetahuan dan

keterampil (Sulistiani, 2015).


27

B. Kerangka Konsep Penelitian

HOST Agent
(Virus Hepatits A)

PERILAKU
PHBS
1. PHBS
CTPS

HEPATITIS A LINGKUNGAN
(Environment)
Fisik :
Kualitas Air Bersih
Sanitasi Jamban
3. Makanan/Minuman
Makanan/Minuman

Biologi :
Keberadaan lalat
Keberadaan kecoa
Keberadaan tikus

Sosial Ekonomi

Budaya

Keterangan :
diteliti
tidak diteliti
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan

pendekatan retrospektif pada penderita KLB Hepatitis A di wilayah

kerja Puskesmas Sudimoro pada tahun 2019.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang menderita

Hepatitis A pada KLB tahun 2019 di wilayah kerja Puskesmas

Sudimoro, Kabupaten Pacitan, yang berjumlah 609 penderita yang

tersebar di desa Sudimoro 184 penderita, Ketanggung 26

penderita, Klepu 34 penderita, Sembowo 27 penderita, Karang

Mulyo 124 penderita, dan Gunung Rejo 214 penderita.

2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian diambil sebanyak 100 penderita yang ditentukan

dengan rumus sebagai berikut :

N
n= 2
1+ N (d )

609
n = 2
1+ 609(0,1 )

609
n= = 99,83
6,1

28
27

n = 100 Penderita

Keterangan :

N = Besarnya populasi

n = Besarnya sampel

d = presisi 0,1 (10%)

Dengan rumus diatas maka didapatkan besarnya sampel berjumlah

100 penderita. Pada keadaan tertentu peneliti kemungkinan

mendapatkan kendala dan hasil yang kurang dari besarnya sampel

yang telah ditentukan, maka dari itu peneliti mengantisipasi dengan

menambahkan subyek sebesar 10% dari 100 responden yang telah

ditetapkan yaitu sebanyak 10 responden cadangan. Dalam

penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel yaitu

Propotional Random Sampling dan Systematic Random Sampling.

Cara menentukan jumlah sampel yang akan diteliti di setiap desa

yaitu

a) Desa Sudimoro :

Populasi total = 609 penderita

Sampel yang akan diteliti = 100 penderita

Penderita di Desa Sudimoro = 184 penderita

184
Prosentase populasi = × 100% = 30,2 % = 30 %
609

Jadi sampel yang diambil di Desa Sudimoro sejumlah 30%

×100 = 30 penderita.

b) Desa Ketanggung
28

Populasi total = 609 penderita

Sampel yang akan diteliti = 100 penderita

Penderita di Desa Ketanggung = 26 penderita

26
Prosentase populasi = × 100% = 4,2 % = 4 %
609

Jadi sampel yang diambil di Desa Ketanggung sejumlah 4%

×100 = 4 penderita

c) Desa Klepu :

Populasi total = 609 penderita

Sampel yang akan diteliti = 100 penderita

Penderita di Desa Klepu = 34 penderita

34
Prosentase populasi = × 100% = 5,6 % = 6 %
609

Jadi sampel yang diambil di Desa Klepu sejumlah 6 % ×100

= 6 penderita

d) Desa Karang Mulyo :

Populasi total = 609 penderita

Sampel yang akan diteliti = 100 penderita

Penderita di Desa Karang Mulyo = 124 penderita

124
Prosentase populasi = × 100% = 20,3 % = 20 %
609

Jadi sampel yang diambil di Desa Karang Mulyo sejumlah

20% ×100 = 20 penderita

e) Desa Gunung Rejo :

Populasi total = 609 penderita


29

Sampel yang akan diteliti = 100 penderita

Penderita di Desa Gunung Rejo = 214 penderita

214
Prosentase populasi = × 100% = 35,1 % = 35 %
609

Jadi sampel yang diambil di Desa Gunung Rejo sejumlah

35% ×100 = 35 penderita

f) Desa Sembowo :

Populasi total = 609 penderita

Sampel yang akan diteliti = 100 penderita

Penderita di Desa Sembowo = 27 penderita

27
Prosentase populasi = × 100% = 4,4 % = 4 %
609

Jadi sampel yang diambil di Desa Sembowo sejumlah 4 %

×100 = 4 penderita

Setelah diketahui kuota sampel dari masing – masing sampel per

desa, kemudian pemilihan sampel ditentukan dengan metode

Systematic Random Sampling. Caranya adalah membagi jumlah

populasi penderita dengan jumlah sampel yang telah ditentukan

dengan rumus. Hasilnya adalah berupa angka interval, dimana

sampel diambil dari daftar penderita tersebut. (Notoatmodjo,

2010).

Contoh Penentuan Sampel di Desa Sudimoro:

N (jumlah populasi) : 184 orang

n (sampel) : 30 orang
30

I (Intervalnya) : 184 : 30 = 6,1 = 6.

Maka anggota populasi yang terkena sampel adalah setiap elemen

(nama orang) yang mempunyai nomor kelipatan 6 yang dimulai

dengan membuat kotak berisi angka 1 sampai 184 kemudian

menjatuhkan pensil di kotak tersebut, lalu nomor tersebut

dilipatkan dengan angka 6 sampai mencapai jumlah 30 anggota

sampel. Pengambilan sampel di Desa Ketanggung, Klepu,

Sembowo, Karang Mulyo dan Gunung Rejo juga menggunakan

cara yang sama.

3. Responden

Jika penderita yang terambil sebagai sampel adalah orang dewasa

dan dapat berkomunikasi dengan baik, maka pendertia tersebut

juga sebagai responden. Namun, jika yang terpilih adalah anak

kecil atau tidak dapat berkomunikasi, maka yang bertindak sebagai

responden adalah orang tua atau walinya.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Sudimoro,

Kabupaten Pacitan.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2019 – Januari 2020.

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel penelitian
31

Variabel dalam penelitian ini adalah faktor risiko yang

memungkinkan terjadinya KLB Hepatitis A yaitu faktor

lingkungan (kualitas penyediaan air dan sanitasi jamban) serta

perilaku Cuci Tangan Pakasi Sabun (CTPS).

2. Definisi Operasional

a. Kualitas Penyediaan Air

Kelayakan sumber penyediaan air yang digunakan untuk

kebutuhan sehari-hari oleh masyarakat di wilayah kerja

Puskesmas Sudimoro yang dimungkinkan menjadi salah satu

faktor risiko terjadinya KLB penyakit Hepatitis A. Sumber

penyediaan air yang digunakan meliputi sumur gali, sumber

mata air, dan Sungai. Adapun kualitas penyediaan air bersih

yang memenuhi syarat yaitu : sumber air terlindungi bangunan

dengan rapat, tersedia pipa penguras, tidak terdapat sumber

pencemar, saluran pembuangan tidak rusak.

Penilaian Checklist dengan kriteria skor :

Ya = 1 Tidak = 0

1) Penilaian tingkat risiko pencemaran jenis sarana

penyediaan air sumur

Tingkat risiko Amat tinggi (AT) = Ya : 8 – 10

Tingkat risikoTinggi (T) = Ya : 6 – 7

Tingkat risiko sedang (S) = Ya : 3 – 5


32

Tingkat risiko rendah (R) = Ya : 0 – 2 (Haloho,2014).

Skala : Ordinal

2) Penilaian tingkat risiko pencemaran jenis sarana

penyediaan air Perlindungan Mata Air (PMA)

Tingkat risiko Amat tinggi (AT) = Ya : 7 – 8

Tingkat risikoTinggi (T) = Ya : 5 – 6

Tingkat risiko sedang (S) = Ya : 3 – 4

Tingkat risiko rendah (R) = Ya : 0 – 2(Haloho,2014).

Skala : Ordinal

b. Sanitasi Jamban

Ketersediaan serta kebersihan jamban masyarakat yang

dimungkinkan menjadi faktor risiko terjadinya KLB penyakit

Hepatitis A. Adapun sanitasi jamban yang memenuhi

persyaratan kesehatan adalah jamban tipe leher angsa, jarak

jamban ≥ 10 meter dari sumur, lantai jamban rapat, lubang

masuk kotoran tertutup, terdapat rumah jamban yang tertutup,

lantai mudah dibersihkan dan panjang atau lebar lantai > 1

meter.

Penilaian Checklist dengan kriteria skor :

Ya = 1 Tidak = 0

Kategori risiko pencemaran

Tingkat risiko tinggi (T) = Ya : 5 – 7

Tingkat risiko sedang (S) = Ya : 1 – 4


33

Tingkat risiko rendah (R) = Ya : 0

Sumber Checklist Permenkes Nomor 3 Tahun 2014 tentang

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

Skala : Ordinal

c. Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun

Perbuatan atau kebiasaan masyarakat yang tidak mencuci

tangan sesudah beraktifitas seperti setelah buang air

kecil/besar, sebelum atau sesudah makan dan setelah

memegang uang dapat menjadi faktor risiko terjadinya KLB

penyakit Hepatitis A. Adapun perilaku CTPS yang memenuhi

persyaratan kesehatan adalah mencuci tangan dengan air bersih

yang mengalir, sabun dengan kandungan antiseptik dan

mengeringkan tangan dengan lap kering dan bersih.

Penilaian Kuesioner dengan kriteria skor:

Selalu =4

Sering =3

Kadang – kadang = 2

Tidak Pernah =1

Kategori :

Baik = jika skor jawaban ≥ 32

Cukup = jika skor jawaban 20 – 32

Kurang = jika skor jawaban < 20 (Sulistiani,2015).

Skala : Ordinal
34

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik

mengisi dengan membacakan pernyataan kuesioner untuk mengetahui

tingkat perilaku CTPS dan melakukan observasi oleh peneliti dengan

menggunakan lembar checklist untuk mengamati kualitas penyediaan

air bersih dan sanitasi jamban sebagai acuan untuk memperoleh

informasi dari responden dan pengamatan observasi dari peneliti,

sehingga hasil yang diperoleh digunakan sebagai data primer.

F. Instrumen Penelitian

1. Checklist

Lembar observasi yang digunakan untuk mengamati dan memberi

penilaian pada obyek yang diteliti. Sumber checklist sanitasi

jamban menurut Permenkes No. 3 Tahun 2014 tentang Sanitasi

Total Berbasis Masyarakat, sumber checklist kualitas penyediaan air

bersih diadaptasi atau dimodifikasi dari penelitian Haloho tahun

2014 yang berjudul “Gambaran Inspeksi Sanitasi Sarana Air Bersih

di Kelurahan Parak Laweh Pulau Air Wilayah Kerja Puskesmas

Lubuk Begalung Tahun 2014”.

2. Kuesioner

Lembar pertanyaan yang digunakan untuk mengetahui data primer.

Sumber kuesioner diadaptasi atau dimodifikasi dari penelitian

Sulistiani tahun 2015 yang berjufddul “Gambaran Perilaku Personal


35

Hygiene dan Kejadian Hepatitis A pada Siswa di Pesantren Daarul

Muttaqien Cadas Tanggerang).

G. Tahapan Penelitian

1. Tahapan Persiapan

a. Mengurus perijinan penelitian ke Dinas Kesehatan Kabupaten

Pacitan.

b. Memberitahukan jadwal penelitian kepada Dinas Kesehatan

Kabupaten Pacitan dan pihak Puskesmas Sudimoro.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang meliputi kondisi

sarana dan prasarana kualitas penyediaan air bersih dan sanitasi

jamban serta mengidentifikasi tingkat perilaku cuci tangan

pakai sabun responden terhadap kejadian luar biasa Hepatitis A

di Wilayah Kerja Puskesmas Sudimoro tahun 2019.

b. Mengumpulkan data penderita Hepatitis A pada KLB tahun

2019 di Puskesmas Sudimoro.

c. Menentukan sampel dengan metode Propotional Random

Sampling dan Systematic Random Sampling.

d. Menentukan sampel dengan metode Propotional Random

Sampling yaitu menentukan jumlah responden di setiap Desa

yang ada di wilayah kerja Puskesmas Sudimoro.

e. Mendatangi alamat responden ditentukan menurut Systematic

Random Sampling disetiap desa yang ada di wilayah kerja


36

Puskesmas Sudimoro, yaitu dengan membuat data nomor

sesuai jumlah penderita yang ada disetiap desa di wilayah kerja

Puskesmas Sudimoro, jika responden yang telah dipilih pindah

rumah atau sedang sakit hingga tidak bisa mengisi kuesioner

maka dilanjutkan nomor data responden yang berada

disamping kanan responden yang terpilih sebelumnya.

f. Membacakan pernyataan kuesioner kepada responden

penderita Hepatitis A berdasarkan pernyataan yang sudah

dirancang.

g. Mengamati kualitas penyediaan air bersih dan sanitasi jamban

responden pada kondisi saat ini yang tidak ada perubahan

berdasarkan checklist yang sudah dirancang.

h. Mengumpulkan data yang diperoleh dan dilanjutkan

pengolahan data. Data yang didapatkan adalah data primer

yang berasal dari hasil pengisian kuesioner dan observasi.

3. Tahapan Penyusunan Laporan

Seluruh data yang didapatkan lalu dilakukan pengumpulan data,

pengolahan data serta melakukan analisa terhadap data tersebut

hingga memperoleh hasil yang diinginkan lalu menyusunannya

menjadi sebuah laporan penelitian.

H. Pengolahan Data

Data yang sudah terkumpul kemudian akan dilakukan olah data

melalui proses data cleaning, entry, dan tabulating data.


37

1. Data Cleaning

Kuesioner yang sudah terkumpul dikoreksi di lapangan pada saat

itu juga sehingga apabila terdapat data yang dianggap kurang bisa

segera dilengkapi. Editing dilakukan apabila masih adanya

kekurangan dalam pengisian kuesioner dan checklist, kejelasan

jawaban, dan kesesuaian antar jawaban.

2. Entry

Memasukkan data yang sudah didapat ke dalam dummy table.

3. Tabulating

Pengelompokkan data sesuai dengan variabel yang dijadikan

pokok penelitian agar memudahkan dalam analisis data.

I. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

deskriptif. Analisis deskriptif ini merupakan interpretasi data yang

diperoleh dalam penelitian serta hasil pengolahan data yang sudah

dilaksanakan dengan memberikan keterangan dan pembahasan secara

deskriptif (narasi dan tabel) dengan menghasilkan distribusi frekuensi

dan presentase dari setiap variabel. Kemudian data ditabulasi, lalu

diproses dengan menggunakan rumus :

F
P= × 100 %
n

Keterangan :

P = presentase
38

F = jumlah data berdasarkan kriteria yang dinilai

n = jumlah keseluruhan data

J. Etika Penelitian

Peneliti menerapkan prinsip etika penelitian dalam melaksanakan

penelitian ini. Etika menjamin perlindungan hak subyek dan peneliti

selama kegiatan penelitian. Secara garis besar, peneliti menerapkan

prinsip dasar etika penelitian yaitu :

a. Informed Consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti

dengan responden penelitian dengan memberikan penjelasan

mengenai penelitian yang akan dilakukan. Tujuan Informed

consent adalah agar responden mengerti maksud dan tujuan

penelitian, mengetahui dampaknya. Jika responden bersedia, maka

peneliti membacakan pernyataan kuesioner yang telah dirancang.

Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati

hak responden.

b. Penghormatan pada harkat dan martabat manusia (respect for

human dignity)

Peneliti memberikan penghormatan atas hak-hak subyek peneliti

untuk memperoleh informasi selengkap-lengkapnya mengenai

penelitian yang dilakukan. Subyek penelitian bebas untuk


39

menentukan kesediaan menjadi responden atas dasar suka rela (Self

determination).

c. Penghormatan kepada privasi dan kerahasiaan subyek penelitian

(respect for privacy and confidentiality)

Peneliti memahami bahwa setiap individu memiliki wilayah privasi

yang orang lain tidak boleh tahu. Peneliti akan berusaha untuk

menghindarkan pertanyaan yang menyinggung wilayah privasi

subyek penelitian. Selain itu, aspek kerahasiaan pun dipegang.

Peneliti juga akan menjaga kerahasiaan informasi yang diberikan

responden, kecuali data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil

penelitian (confidentiality).

d. Keadilan dan keterbukaan (respect for justice an inclusiveness)

Peneliti memberi perlakuan yang sama kepada subyek penelitian.

Selain itu, untuk memenuhi asas keterbukaan, peneliti akan

kondusifkan keadaan agar dapat memberikan informasi sejelas-

jelasnya.

e. Pertimbangan manfaat dan kerugiaan yang ditimbulkan (balancing

harms and benefits)

Peneliti berusaha meminimalkan dampak yang mungkin terjadi

karena peneliti ini dan berusaha memperoleh manfaat sebanyak-

banyaknya.
40

f. Peneliti akan memberikan kompensasi kepada responden yang

bersedia meluangkan waktu dalam penelitian ini berupa sabun cuci

tangan dan sabun mandi.


DAFTAR PUSTAKA

Badri, M.(2007).Hygiene Perseorangan Santri Pondok Pesantren Walisongo


Ngabar Ponorogo. Media Litbang Kesehatan, Vol.XVII,No.2
Budiarto, Eko. Dr. SKM. (2003) ‘Pengantar Epidemiologi’, in. Jakarta: EGC.
CDC (2012) Hepatitis A. Available at:
https://www.cdc.gov/hepatitis/hav/pdfs/hepageneralfactsheet.pdf .
Chin, J. (2000) ‘Manual Pemberantasan Penyakit Menular Edisi 17’.
Depkes.(2001) ‘Pedoman Umum Penyehatan Lingkungan Tempat Umum’.
Depkes RI. 2006. Pedoman Pelaksanaan Penyelenggaraan Hygiene Sanitasi
Depot Air Minum. Jakarta. Depkes RI.
Depkes.(2010) ‘Hepatitis’, in. Pusat Data dan Informasi Kementrian Republik
Indonesia.
Dwiastuti, S. (2009) ‘Hubungan Antara Faktor Lingkungan dan Perilaku dengan
Kejadian Hepatitis A Pada Taruna Akademi Kepolisian Tahun 2008’,
Gilroy. (2011) ‘Hepatitis A’.Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/177484-overview=a0104.
Kemenkes. (2012) ‘Pedoman Pengendalian Hepatitis’, in. Jakarta: Direktorat
Jendral PP dan PL Kemenkes RI.
Kemenkes RI.(2011) in Buku pedoman penyelidikan dan penanggulangan
kejadian luar biasa penyakit menular dan keracunan pangan (pedoman
epidemiologi penyakit. Jakarta: Ditjen PP & PL, Kementerian Kesehatan
RI.
Kemenkes RI .(2012) ‘Pedoman pengendalian hepatitis virus.’, in. Jakarta: Ditjen
PP & PL, Kementerian Kesehatan RI.
Kemenkes RI. (2014) ‘Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat (STBM) di Indonesia’.
Mauss et.all (2016) ‘Hepatitis A a clinical text book 7th editions. Medizin Fokus
Hamburg, Germany’.
Mubarak .(2009) ‘Ilmu Kesehatan Masyarakat (Aplikasi dan Teori)’, in. Jakarta:
Salemba Medika.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2007) ‘Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku’, in.

41
Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo.(2010) ‘Metodologi Penelitian Kesehatan’, in. Jakarta:
Rineka Cipta.
Oswari dkk.(2005) ‘Kejadian Luar Biasa Hepatitis A di SMPN 259 Jakarta
Timur’.
Permenkes RI. (2010) ‘Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat
Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan’, in Jakarta.
Permenkes RI (2014) ‘Sanitasi Total Berbasis Masyrakat’. Jakarta
Proverawati, E. (2012) ‘Perilaku Hidup Bersih dan Sehat’, in. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Stanhope (2004) ‘Community and Public Health Nursing’, in. St. Louis: Mosby.
Suharjo (2009) ‘Hepatitis A cegah penularannya’, in. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Sulaiman (2009) ‘Virus Hepatitis A sampai E di Indonesia’, Ikatan Dokter
Indonesia.
Sulistiani, D. (2015) ‘Gambaran Perilaku Personal Hygiene Dan Kejadian
Hepatitis a Pada Siswa’. Jakarta
Synder (2000) ‘Hepatitis A sampai E’, in. Jakarta: EGC.
WHO (2007) Hepatitis A. Available at:
http://www.who.int/csr/disease/hepatitis/HepatitisA_whocdscsredc2000_.

41
42

WHO (2008). Hepatitis A Fact Sheet.


http://www.who.int/mediacentre/factsheets/factsheets/fs328/en/index.ht
ml

Anda mungkin juga menyukai