HEPATITIS A
Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktikum Investigasi
Wabah
Dosen Pengampu: dr. Toni Wandra, S.KM, M.Kes, PhD
Disusun oleh:
Kelompok 8
Erika Nurramadhani (11181010000008)
Tri Murti (11181010000053)
Kurnia Amelia (11181010000054)
Muhamad Taufik (11181010000067)
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan laporan praktikum yang berjudul “Laporan Praktikum Investigasi
Wabah Penyakit Hepatitis A” guna untuk memenuhi tugas mata kuliah
Praktikum Investigasi Wabah.
Penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, masih banyak
kesalahan dan kekurangan baik dari segi bahasa dan lain sebagainya. Oleh
karenanya, kami mohon kritik dan sarannya agar bisa menjadi pelajaran di
kemudian hari. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
maupun bagi penyusunnya sendiri. Kurang lebihnya kami meminta maaf yang
sebesar-besarnya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hepatitis A merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi Kejadian
Luar Biasa (KLB). Hepatitis A merupakan penyakit hati yang disebabkan oleh
Virus Hepatitis A (HAV) yang ditularkan melalui oral fekal (Harisma, dkk,
2018). Hepatitis A tergolong penyakit menular yang ringan, sehingga dapat
sembuh spontan atau sempurna tanpa gejala sisa, serta tidak menyebabkan
infeksi kronis. Virus ini dapat menyebar melalui makanan atau minuman yang
terkontaminasi dan rendahnya sanitasi lingkungan (Aryana, dkk. 2014).
Penularan hepatitis A berkaitan dengan tingkat sosial ekonomi masyarakat.
Namun, tidak hanya terjadi di negara miskin dan berkembang hepatitis A juga
terjadi di negara maju seperti Amerika. Di negara maju wabah sering berjalan
dengan sangat lambat, wabah dengan pola “Common source” dapat meluas
dengan cepat. KLB karena pola penularan “Common source” berkaitan dengan
makanan yang terk ontaminasi oleh penjamah makanan dan produk makanan
yang terkontaminasi (Laila, dkk. 2018). Menurut data WHO terdapat 1,4 Juta
kasus Hepatitis A setiap tahunnya tetapi rasio dari infeksi hepatits A yang tidak
terdeteksi dapat mencapai sepuluh kali lipat dari jumlah kasus klinis tersebut
(Kemenkes, 2020).
Hepatitis A masih merupakan suatu masalah kesehatan di negara
berkembang seperti Indonesia. Berdasarkan data yang berasal dari rumah sakit,
hepatitis A masih merupakan bagian terbesar dari kasus-kasus hepatitis akut
yang dirawat yaitu berkisar dari 39,8-68,3%. Selain itu di Indonesia hampir
setiap tahunnya terjadi KLB Hepatitis A. Pada tahun 2010 tercatat 6 KLB
dengan jumlah penderita 279, sedangkan tahun 2011 tercatat 9 KLB, jumlah
penderita 550. Tahun 2012 sampai bulan juni telah terjadi 4 KLB dengan
jumlah penderita 204 (Laila, dkk. 2018). Hepatitis A sering menyebabkan
kejadian luar biasa dalam periode waktu satu hingga dua bulan dengan
kecenderungan berulang secara siklik (Kemenkes RI, 2011). Menurut Pusat
Data dan Informasi Kemenkes RI (2014) mencatat, KLB hepatitis A di
Indonesia pernah terjadi di berbagai provinsi pada tahun 2013, yakni di
Provinsi Riau dengan 87 kasus, Provinsi Lampung (11 kasus), Provinsi
Sumatera Barat (58 kasus), Provinsi Jambi sebanyak (26 kasus), Provinsi Jawa
Tengah (26 kasus), dan Provinsi Jawa Timur dengan kasus terbanyak yaitu 287
kasus. Kabupaten Lamongan merupakan salah satu lokasi KLB hepatitis A
tahun 2013 tersebut dengan 72 kasus. Hepatitis A pada tahun 2014 KLB terjadi
kembali di Provinsi Sumatera Barat (159 kasus), Provinsi Bengkulu (19 kasus),
dan Provinsi Kalimantan Timur (282 kasus) (Harisma, dkk. 2018). Dampak
yang ditimbulkan oleh kejadian penyakit hepatitis A berkaitan dengan
penurunan produktivitas pada penderita akibat gejala klinis yang muncul.
Penderita membutuhkan jangka waktu beberapa minggu bahkan bulan untuk
proses penyembuhan. Hal ini akan semakin berdampak luas apabila hepatitis
A terjadi dalam skala outbreak sehingga dapat mengganggu aspek keseharian
lainnya seperti sosial dan ekonomi (Kemenkes RI, 2012). Oleh karena itu
makalah ini dibuat untuk mengetahui dan memahami gambaran umum peyakit
Hepatitis A, mengetahui dan memahami investigasi KLB Hepatitis A beserta
penanggulangannya serta mengetahui dan memahami sistem kewaspadaan
penyakit Hepatitis A.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui tahapan investigasi KLB Hepatitis A
2. Untuk memahami laporan investigasi pada KLB Hepatitis A di Indonesia
3. Untuk mengetahui diseminasi dan informasi dan respon KLB Hepatitis A
di Indonesia
4. Untuk mengetahui hasil investigasi dan penanggulangan KLB Hepatitis A
di Indonesia
1.3 Manfaat
1. Agar pembaca dan penulis dapat mengetahui tahapan investigasi KLB
Hepatitis A
2. Agar pembaca dan penulis dapat memahami laporan investigasi pada KLB
Hepatitis A di Indonesia
3. Agar pembaca dan penulis dapat mengetahui diseminasi dan informasi dan
respon KLB Hepatitis A di Indonesia
2
4. Agar pembaca dan penulis dapat mengetahui kritik dari hasil investigasi
dan penanggulangan KLB Hepatitis A di Indonesia
3
BAB II
TAHAPAN INVESTIGASI KLB PENYAKIT HEPATITIS A
1. Verifikasi atau Memastikan Adanya KLB
Tujuan tahap ini adalah untuk memastikan apakah adanya peningkatan
kasus hepatitis A yang tengah berjalan memang benar-benar berbeda
dibandingkan dengan kasus yang "biasa" terjadi pada populasi yang dianggap
mempunyai risiko terinfeksi. Apabila insidens yang tengah berjalan secara
menonjol melebihi insidens yang "biasa", maka biasanya dianggap terjadi KLB
hepatitis A. Perbedaan-perbedaan kecil antara Insidens yang "biasa" dan yang
tengah berjalan dapat menimbulkan ketidakpastian, sehingga peneliti harus
selalu waspada mencari kasus-kasus baru yang dapat memastikan dugaan
adanya KLB.
Kejadian Luar Biasa Hepatitis A dilaporkan Dinas Kesehatan
Kabupaten Lamongan kepada Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan
Pengendalian Penyakit Surabaya pada tanggal 16 Januari 2018, ditandai
adanya peningkatan kasus hepatitis A di Dusun G dan S, Kelurahan B.
Peningkatan kasus tersebut sebelumnya dilaporkan oleh puskesmas setempat
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Lamongan pada tanggal 11 Desember
2017, dengan 3 orang pasien yang mengalami peningkatan SGOT/SGPT dan
gejala panas pusing, mual, muntah, air kencing berwarna gelap, serta mata dan
kulit kekuningan.
2. Konfirmasi Diagnosis
Konfirmasi diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium
untuk memastikan apakah gejala yang ada merupakan penyebab dari penyakit
hepatitis A. Untuk dapat membuat penghitungan kasus secara teliti guna
keperluan analisis di tahapan berikutnya maka menjadi penting sekali untuk
memastikan diagnosis dari kasus-kasus yang dilaporkan sehubungan dengan
KLB hepatitis A. Alasan mengapa langkah ini penting adalah :
1) Adanya kemungkinan kesalahan dalam diagnosis
2l Anda mungkin tidak dilapori tentang adanya kasus, melainkan adanya
tersangka atau adanya orang yang mempunyai sindroma tertentu.
3) lnformasi dari yang bukan kasus (yaitu kasus-kasus yang dilaporkan tetapi
4
diagnosisnya tidak dapat dipastikan) harus dikeluarkan dari informasi kasus
yang digunakan untuk memastikan ada/tidaknya KLB hepatitis A. Diagnosis
yang didasarkan atas pemeriksaan klinis saja mudah salah, sering tanda atau
gejala dari banyak penyakit adalah tidak begitu khas untuk dapat menegakkan
suatu diagnosis. Beberapa faktor penyulit lain seperti banyak penderita tidak
memperlihatkan sindroma yang khas bagi penyakit mereka, serta
dimungkinkan banyak serotipe dari spesies penyebab penyakit menular
terdapat secara bersamaan di masyarakat. Oleh karena itu, bila mungkin harus
dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan diagnosis. Namun
karena beberapa konfirmasi laboratorium membutuhkan waktu, maka kriteria
tanda-tanda dan gejala-gejala suatu penyakit seperti pada daftar dibawah dapat
dipertimbangkan untuk menetapkan diagnosis lapangan.
3. Persiapan Investigasi Lapangan
Persiapan investigasi lapangan dilakasanakan sebelum memulai
investigasi terhadap suatu KLB. Tahapan persiapan investigasi lapangan
dilakukan untuk melakukan telaah lebih mendalam terkait hal-hal sebagai
berikut:
a. Pengetahuan ilmiah yang sesuai dengan kejadian
b. Melakukan persiapan perlengkapan dan alat untuk penyelidikan
c. Pembentukan dan konsultasi tim (membagi peran masing-masing petugas
yang turun ke lapangan)
d. Melakukan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi (prosedur
administrasi dan perijinan)
Pada investigasi kasus Hepatitis A di SMA X Kabupaten Lamongan Tahun
2018 dilakukan pembentukan tim penyelidikan epidemiologi yang dilakukan
oleh oleh petugas surveilans puskesmas dibantu dengan pihak dinas kesehatan
setempat, sekaligus melaksanakan pengujian beberapa sampel.
4. Membuat Definisi Kasus dan Menghitung Kasus
Apabila dicurigai terjadi suatu KLB, harus dilakukan penghitungan
awal dari kasus-kasus yang tengah berjalan. (orang-orang yang infeksinya atau
keracunannya terjadi di dalam periode KLB) untuk memastikan adanya
frekuensi kasus baru yang "berlebihan". Pada saat penghitungan awal itu
5
mungkin tidak terdapat cukup informasi mengenai setiap kasus untuk
memastikan diagnosis. Dalam keadaan ini, yang paling baik dilakukan adalah
memastikan bahwa setiap kasus benar-benar memenuhi kriteria kasus yg telah
ditetapkan. Laporan kesakitan yang diterima oleh dinas kesehatan segera dapat
diolah untuk penghitungan kasus. Di samping catatan Dinas Kesehatan,
sumber-sumber tambahan lain seperti dokter, rumah sakit atau klinik, dan
laboratorium penting untuk diperhitungkan.
5. Melakukan Penggambaran Kasus (Orang, Tempat, dan Waktu)
KLB sebaiknya dapat digambarkan menurut variabel waktu, tempat
dan orang. Penggambaran ini harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat
disusun hipotesis mengenai sumber, cara penularan, dan lamanya KLB
berlangsung. Untuk dapat merumuskan hipotesis-hipotesis yang diperlukan,
informasi awal yang dikumpulkan dari kasus-kasus barus diolah sedemikian
rupa. Menggambarkan kasus berdasarkan orang ditunjukkan dengan
mengetahui karakteristik orang yang bergejala mengarah ke hepatitis A.
Karakteristik tersebut berupa umur dan jenis kelamin serta menetapkan
kelompok mana yang memiliki risiko terkena hepatitis A.
6. Membuat dan Menyusun Hipotesis
Tujuan tahap ini untuk mengidentifikasikan sumber dan cara penularan
dibutuhkan lebih dari satu kali siklus perumusan dan pengujian hipotesis.
Untuk keperluan kita, suatu hipotesis adalah suatu pernyataan, "dugaan yang
terbaik" dari peneliti, dengan menggunakan informasi yang tersedia, yang
menjelaskan terjadinya suatu peristiwa. Dalam hubungan dengan penyelidikan
KLB biasanya hipotesis dirumuskan sekitar penyebab penyakit yang dicurigai,
sumber infeksi, periode paparan, cara penularan, dan populasi yang telah
terpapar atau mempunyai risiko akan terpapar. Tergantung dari jenis, jumlah
dan kualitas informasi yang dapat diperoleh peneliti, hipotresis dapat berbidara
tentang salah satu atau beberapa hal di atas sekaligus. Tujuan hipotesis adalah
untuk memberikan dasar yang logis untuk merencanakan dan melaksanakan
berbagai penyelidikan yang diperlukan untuk mencapai tujuan penyelidikan
KLB atau KLB. Oleh karena itu, hipotesis harus dirumuskan demikian rupa
sehingga dapat diuji, dan hasil pengujiannya dapat memberikan jawaban yang
6
jelas tentang benar/tidaknya hipotesis itu.
7. Melaksanakan Pengendalian dan Pencegahan
Investigasi KLB hepatitis menghasilkan berbagai hasil yang dapat
dijadikan sumber dalam menetapkan pengendalian KLB sekaligus
melaksanakan pencegahan terhadap hepatitis A. Upaya penanggulangan
biasanya hanya dapat diterapkan sumber dari suatu KLB diketahui. Upaya
penanggulangan dilakukan harus secepat mungkin atau secara dini sesuai
dengan pasa; 14 Permenkes Nomor 1501/Menteri/Per/X/2010 yang
menyebutkan bahwa penanggulangan KLB dilakukan secara dini kurang dari
24 (dua puluh empat) jam terhitung sejak terjadinya KLB.
8. Menyampaikan Hasil Penyelidikan/Laporan
Hasil penyelidikan dilakukan secara jelas, meyakinkan, disertai
rekomendasi yang tepat dan beralasan. Dalam penyampaiannya, sampaikan
hal-hal yang sudah dikerjakan secara ilmiah dan keseimpulan serta saran harus
dipertahankan secara ilmiah. Laporan lisan harus dilengkapi dengan laporan
tertulis, bentuknya sesuai dengan tulisan ilmiah yang merupakan cetak biru
untuk mengambil tindakan.
7
BAB III
LAPORAN INVESTIGASI KLB PENYAKIT HEPATITIS A
3.1 Pendahuluan
Hepatitis A adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus
Hepatitis A (HAV) yang bertransmisi HAV melalui fecal-oral, yakni virus
masuk ke dalam tubuh ketika seseorang mengonsumsi makanan atau minuman
yang terkontaminasi tinja mengandung HAV. Hepatitis A tergolong penyakit
menular yang ringan, sehingga dapat sembuh spontan atau sempurna tanpa
gejala sisa, serta tidak menyebabkan infeksi kronis. Hepatitis A sering
menyebabkan kejadian luar biasa dalam periode waktu satu hingga dua bulan
dengan kecenderungan berulang secara siklik.
Kejadian Luar Biasa Hepatitis A dilaporkan Dinas Kesehatan
Kabupaten Lamongan kepada Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan
Pengendalian Penyakit Surabaya pada tanggal 16 Januari 2018, ditandai
adanya peningkatan kasus hepatitis A di Dusun G dan S, Kelurahan B.
Peningkatan kasus tersebut sebelumnya dilaporkan oleh puskesmas setempat
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Lamongan pada tanggal 11 Desember
2017, dengan 3 orang pasien yang mengalami peningkatan SGOT/SGPT dan
gejala panas pusing, mual, muntah, air kencing berwarna gelap, serta mata dan
kulit kekuningan.
Penyelidikan Epidemiologi (PE) dilakukan oleh petugas surveilans
puskesmas dibantu dengan pihak dinas kesehatan, sekaligus melaksanakan
pengujian beberapa sampel yakni 3 sumber air sumur bor Dusun G, Kelurahan
B dan 1 sumber air bersih milik warga pribadi. Penderita pertama di awal
periode KLB di Dusun G, Kelurahan B merupakan siswa SMA X, sehingga
pengujian kualitas sumber air juga dilakukan di sekolah tersebut, dengan hasil
tidak memenuhi syarat secara bakteriologis (> 1600 bakteri koliform/ 100 ml
sampel).
Dampak yang ditimbulkan oleh kejadian penyakit hepatitis A berkaitan
dengan penurunan produktivitas pada penderita akibat gejala klinis yang
muncul. Penderita membutuhkan jangka waktu beberapa minggu bahkan bulan
untuk proses penyembuhan. Hal ini akan semakin berdampak luas apabila
8
hepatitis A terjadi dalam skala outbreak sehingga dapat mengganggu aspek
keseharian lainnya seperti sosial dan ekonomi. Analisis diperlukan guna
mengetahui lebih dalam KLB hepatitis A yang terjadi di SMA X agar ke depan
tidak terulang kembali, di samping respon cepat untuk memutus rantai
penularan. Penyelidikan ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik
epidemiologi KLB hepatitis A yang terjadi di lingkungan SMA X dan
gambaran faktor risikonya.
3.2 Metode
Metode penyelidikan yang digunakan yaitu observasional dengan
pendekatan cross sectional. Populasi yang diteliti yakni siswa SMA X
Kabupaten Lamongan yang berjumlah 1.185 orang. Populasi tersebut diseleksi
secara purposive, yakni pengambilan sumber data melalui pertimbangan
tertentu, meliputi siswa yang menderita sakit pada periode bulan November
2017 hingga Januari 2018 dengan gejala demam, sakit kepala, lelah, nafsu
makan menurun, perut kembung, mual dan muntah, diikuti jaundice dan air
kencing berwarna gelap. Penentuan responden menghasilkan sejumlah 34
siswa, dengan tambahan responden yang diperkirakan dapat terlibat dalam
penyebaran HAV yakni 10 orang penjamah makanan kantin dan 4 orang guru
yang memiliki rumah kost dihuni oleh siswa SMA X. Total responden
penyelidikan ini sebanyak 50 orang. Kriteria kasus konfirmasi hepatitis A
dalam penyelidikan ini adalah ditemukan IgM anti-HAV pada serum.
Sumber data berupa data primer yakni data yang diperoleh secara
langsung dari responden serta hasil observasi terhadap lingkungan SMA X.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara terstruktur, pengambilan
sampel darah dan deteksi antibodi dengan rapid test hepatitis A, observasi
lingkungan, dan pengambilan sampel air di 3 sumur sekolah. Sampel darah
dikirim ke laboratorium BBTKLPP Surabaya untuk mendapatkan hasil
pemeriksaan, sedangkan sampel air dikirim ke Institute of Tropical Disease
(ITD) Surabaya.
9
3.3 Hasil Penyelidikan
1. Pemastian Kasus
Kejadian luar biasa hepatitis A di SMA X ditandai dengan banyaknya siswa
yang mengalami sakit dengan gejala klinis yang hampir sama. Responden
yang merasakan gejala sakit tersebut diketahui pada kelompok siswa saja.
Tidak ada laporan adanya kematian pada penderita gejala.
10
bahwa dari total responden 50 orang, sebanyak 28 orang di antaranya
memiliki total antibodi IgM dan IgG anti-HAV, 6 orang dengan IgM anti-
HAV negatif, dan sisanya 16 orang negatif total antibodi.
Konfirmasi terhadap diagnosis hepatitis A yakni apabila ditemukan
IgM anti-HAV pada serum darah, sedangkan apabila hanya ditemukan IgG
anti-HAV saja (IgM anti-HAV negatif), menunjukkan orang tersebut
pernah mengalami infeksi di masa lampau atau pernah divaksinasi hepatitis
A. Kasus dengan IgM anti-HAV negatif tetap dipertimbangkan sebagai
kasus dalam penyelidikan ini mengingat pengambilan sampel darah yang
berselang 2 bulan dengan kejadian pertama. Hal ini didukung bahwa kasus
pertama siswa SMA X yang telah terdiagnosis hepatitis A di pelayanan
kesehatan, sudah negatif IgM pada saat penyelidikan.
Kasus hepatitis A di SMA X didefinisikan sebagai orang yang
menderita gejala klinis hepatitis A mulai bulan November 2017 dengan
hasil pemeriksaan total antibodi positif serta pada hasil negatif IgM anti-
HAV. Kasus KLB ini menyerang sebanyak 33 orang siswa dari 1.185 siswa
SMA X dengan Crude Fatality Rate (CFR) 0%.
2. Analisis Epidemiologi
a. Deskripsi Menurut Orang
Karakteristik responden siswa dengan hepatitis A ditinjau
dari posisi kelas, paling banyak duduk di kelas XII yaitu sebanyak
24 orang (72,70%). Sisanya yakni 7 orang di kelas XI (21,20%) dan
2 orang kelas X atau 6,10%. Kasus paling banyak ditinjau dari
tingkat kelas yakni berada di kelas XII IPS 4 sebanyak 5 orang,
disusul XII IPA 6 sebanyak 4 orang, XII IPA 7 sebanyak 3 orang,
XII IPA 4 sebanyak 3 orang, serta sisanya tersebar di lain kelas.
Responden siswa sejumlah 26 orang dari total 33 penderita
hepatitis A (78,80%) memiliki status pengobatan dengan
memeriksakan diri ke tempat pelayanan kesehatan, 16 orang di
antaranya telah didiagnosis menderita hepatitis A, dan sisanya 10
orang masih dalam tahap observasi berupa gangguan pada liver (2
orang) serta dugaan komplikasi gangguan pada liver dengan DBD
11
maupun typhoid. Pelayanan kesehatan yang dipilih penderita terdiri
dari rumah sakit, puskesmas, klinik, dan praktik dokter perorangan.
Tidak seluruh penderita menjalani rawat inap, yakni hanya 16 orang.
Jumlah kasus berdasarkan jenis kelamin yaitu perempuan
sejumlah 18 orang (54,50%), sedangkan sisanya laki-laki 15 orang
atau sebesar 45,50%. Penderita perempuan sejumlah 14 orang
diketahui menduduki kelas XII atau 58,33%.
12
c. Deskripsi Menurut Waktu
13
dengan di-bor dan tidak menggunakan captering atau melalui proses
desinfektan. Kondisi ini sangat berisiko menularkan bibit penyakit melalui
media air. Air bersih yang digunakan seluruh kantin diambil dari sumur bor
sekolahan (hasil uji bakteriologis > 1600 bakteri koliform/ 100 ml sampel atau
tidak memenuhi syarat sebagai air bersih). Air bersih digunakan untuk mencuci
alat makan kantin.
Penjaja kantin sekaligus penjamah menjual makanan (nasi, sayur, lauk
pauk, jajanan gorengan) di SMA X sudah menyiapkan makanan dari rumah,
sehingga setibanya di warung kantin tinggal menyajikan. Penyajian makanan
menggunakan alat makan seperti piring, sendok, dan garpu, sedangkan untuk
jajanan seperti gorengan, siswa tinggal mengambil menggunakan tangan tanpa
wadah tertentu seperti plastik. Minuman (teh atau minuman serbuk) dibuat
menggunakan bahan baku air isi ulang, dengan penyajian alat minum
menggunakan gelas atau wadah plastik, sendok, dan sedotan. Penjamah
makanan dalam menyajikan makanan diketahui tidak menggunakan sarung
tangan atau penjepit makanan. Kantin sekolah SMA X tidak tersedia tempat
khusus cuci tangan beserta sabun, demikian pula kamar mandi tidak dilengkapi
sabun.
Faktor risiko penularan hepatitis A antar siswa di SMA X dapat dilihat
menurut host dan environment. Segi host ditunjukkan melalui status riwayat
kontak dengan penderita dan perilaku siswa sehari-hari yang dapat mendorong
penularan HAV secara langsung, serta personal hygiene dari penjamah
makanan menyangkut cara mengolah makanan yang tidak memenuhi
persyaratan kesehatan. Segi environment pada penelitian ini berhubungan pada
sanitasi lingkungan meliputi kurangnya penyediaan air bersih, pembuangan air
limbah dan pengelolaan sampah yang tidak saniter, serta pembuangan tinja
yang tidak memenuhi syarat. Faktor risiko tersebut sesuai dengan karakteristik
hepatitis A yang berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku berisiko.
14
b. Penyelidikan terhadap gambaran faktor risiko kejadian Hepatitis A
di SMA X.
15
BAB IV
DISEMINASI INFORMASI DAN RESPON
16
Kepala puskesmas yang menerima laporan kewaspadaan harus
segera memastikan adanya KLB. Bila dipastikan telah terjadi KLB, kepala
puskesmas harus segera membuat laporan KLB, melaksanakan
penyelidikan epidemiologis, dan penanggulangan KLB. Laporan KLB
disampaikan secara lisan dan tertulis. Penyampaian secara lisan dilakukan
dengan tatap muka, melalui telepon, radio, dan alat komunikasi lainnya.
Penyampaian secara tertulis dapat dilakukan dengan surat, faksimili, dan
sebagainya. Laporan KLB puskesmas dikirimkan secara berjenjang kepada
Menteri dengan berpedoman pada format laporan KLB (Formulir W1).
17
BAB V
TELAAH HASIL INVESTIGASI DAN PENANGGULANGAN
18
BAB VI
PENUTUP
6.1. Simpulan
1) Telah terjadi Kejadian Luar Biasa di SMA X Kabupaten Lamongan yang
cukup lama mulai dari November 2017 hingga Januari 2018, dengan
sasaran kelompok siswa sebanyak 33 orang.
2) Kejadian hepatitis A di SMA X Kabupaten Lamongan dilihat dari kurva
epidemi, cenderung menunjukkan pola common source atau berarti kasus
terjadi karena paparan dari sumber yang sama dan umum.
3) Kejadian tersebut disebabkan oleh infeksi virus Hepatitis A berdasarkan
konfirmasi melalui rapid test hepatitis A.
4) Kurva epidemi KLB hepatitis A di SMA X menunjukkan sumber infeksi
adalah sumber umum dengan paparan yang berkepanjangan.
5) Faktor risiko yang ditemukan yakni riwayat kontak dengan penderita,
kebiasaan makan bersama di satu tempat, saling tukar dan pemakaian
bersama alat makan, tidak memiliki kebiasaan CTPS pada siswa dan
penjamah makanan akibat tidak tersedianya fasilitas cuci tangan,
pengaplikasian sanitasi dan higiene makanan oleh penjamah makanan yang
kurang, serta kondisi penempatan sumber air (sumur) yang kurang
memadai.
6) Dari seluruh penderita hepatitis A yang mengalami gejala, persentase
gejala mual dirasakan paling banyak yaitu sebanyak 29 orang dari total 34
orang siswa, sebanyak 85,29% mengalami mual.
7) Responden siswa sejumlah 26 orang dari total 33 penderita hepatitis A
(78,80%) memiliki status pengobatan dengan memeriksakan diri ke tempat
pelayanan kesehatan, 16 orang di antaranya telah didiagnosis menderita
hepatitis A, dan sisanya 10 orang masih dalam tahap observasi berupa
gangguan pada liver (2 orang) serta dugaan komplikasi gangguan pada liver
dengan DBD maupun typhoid.
19
6.2. Saran
Tentunya penulis telah menyadari bahwa dalam penyusunan makalah
diatas masih banyak terdapat kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Adapun
nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan susunan makalah tersebut
dengan berpedoman dari berbagai sumber serta kritik yang dapat membangun
dari para pembaca. Untuk memahami lebih lanjut mengenai Laporan
Praktikum Investigasi Wabah Penyakit Hepatitis A, penulis menyarankan
untuk membaca lebih banyak referensi mengenai hal tersebut sebagai bahan
pertimbangan dan menambah wawasan.
20
DAFTAR PUSTAKA
Harisma, Fitrah Bintan, dkk. (2018). ‘Analisis Kejadian Luar Biasa Hepatitis A Di
Sma X Kabupaten Lamongan Tahun 2018’. Jurnal Berkala Epidemiologi,
Vol 6 (2), pp. 112 – 121. DOI: 10.20473/jbe.v6i2.2018. 112-121
I Gede Ketut Aryana, I Gusti Ngurah Sanjaya Putra, I Putu Gede Karyana. (2014).
‘Faktor Risiko Kejadian Luar Biasa Hepatitis A Di Sekolah Dasar Negeri
Selulung Dan Blantih, Kintamani’. Jurnal Ilmiah Kedokteran. Diakses
melalui
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/f930d4554f350fd30
7b4a0370919bf24.pdf Pada Sabtu, 1 November 2020 12.54 WIB.
Laila, Nenden Hikmah, dkk. (2018). ‘Faktor Risiko Terjadinya Kejadian Luar Biasa
(KLB) Hepatitis A di Kabupaten Tangerang Tahun 2016’. Jurnal
Epidemiologi Kesehatan Indonesia Vol 2(1), pp. 1 – 6.
E, Ririn. (2013). ‘Hepatitis Akut Disebabkan Oleh Virus Hepatitis A’. Jurnal
Medula. Vol 1(1), pp. 89 – 98.
Kementrian Kesehatan RI. (2020). ‘Buku Saku Hepatitis A’. diakses melalui
https://www.kemkes.go.id/resources/download/info-
terkini/buku_saku_hepatitis_2020.pdf Pada Sabtu, 1 November 2020 12.58
WIB.
21