Anda di halaman 1dari 5

Koneksi antar Materi Modul 2.

3:

COACHING UNTUK SUPERVISI SEBAGAI MEWUJUDKAN PEMBELAJARAN SOSIAL-EMOSIONAL


DAN BERDIFENRESNSI DI SEKOLAH
Oleh : Fransiskus Jamento, S.Pd
CGP Angkatan 5 Kabupaten Manggarai Barat

I. PENGANTAR
Salah satu tujuan pengembangan kompetensi diri adalah agar guru menjadi otonom,
yaitu dapat mengarahkan, mengatur, mengawasi, dan memodifikasi diri secara mandiri (self-
directed, self-manage, self-monitor, self-modify). Untuk dapat membantu guru menjadi otonom,
diperlukan paradigma berpikir dan prinsip coaching bagi orang yang mengembangkannya.
Coaching adalah kemitraan antara coach dan coachee dengan mengantarkan seseorang dari
situasi saat ini ke situasi ideal yang diinginkan di masa depan. Proses coaching dilakukan
dengan menggali potensi yang dimiliki coachee melalui pertanyaan berbobot yang diajukan
coach. Pada proses coaching ini, coachee lebih tau tentang masalahnya dibandingan dengan
coach, jadi melalui proses coaching seorang coachee akan menjadi lebih tahu, lebih sadar
dibandingkan kondisi sebelumnya. Pada proses coaching sangat diperlukan keterampilan
asking dari coach dalam rangka menggali, dan menuntun coachee untuk menemukan solusi
dari masalahnya, melaksakan dan merasakan dampaknya sendiri. Proses coaching yang
berhasil akan menghasilkan kekuatan bagi coach dan coachee untuk mengembangkan diri
secara berkesinambungan.

II. KONSEPTUAL
International Coaching Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai kemitraan
dengan klien dalam suatu proses kreatif dan menggugah pikiran untuk menginspirasi klien
agar dapat memaksimalkan potensi pribadi dan profesional coachee.
1. Kemitraan
Prinsip coaching yang pertama adalah kemitraan. Dalam coaching, posisi coach terhadap
coachee-nya adalah mitra. Itu berarti setara, tidak ada yang lebih tinggi maupun lebih
rendah. Coachee adalah sumber belajar bagi dirinya sendiri. Coach merupakan rekan
berpikir bagi coachee-nya dalam membantu coachee belajar dari dirinya sendiri. Coach
bisa berbagi mengenai pengalamannya yang terkait dengan topik pengembangan
coachee, jika diminta oleh coachee, sebagai salah satu sumber belajar bagi coachee.
2. Proses Kreatif
Coaching adalah proses mengantarkan seseorang dari situasi dia saat ini ke situasiideal
yang diinginkan di masa depan. Hal ini tergambar dalam prinsip coaching yang kedua,
yaitu proses kreatif. Proses kreatif ini dilakukan melalui percakapan, yang selalu (a) dua
arah, (b) memicu proses berpikir coachee dan (c) memetakan dan menggali situasi
coachee untuk menghasilkan ide-ide baru
3. Memaksimalkan Potensi
Prinsip coaching yang ketiga adalah memaksimalkan potensi. Untuk memaksimalkan
potensi dan memberdayakan rekan sejawat, percakapan perlu diakhiri dengan suatu
rencana tindak lanjut yang diputuskan oleh rekan yang dikembangkan, yang paling
mungkin dilakukan dan paling besar kemungkinan berhasilnya. Selain itu juga,
percakapan ditutup dengan kesimpulan yang dinyatakan oleh rekan yang sedang
dikembangkan.
Selain ketiga prinsip yang perlu diperhatikan dalam kegiatan coaching, terdapat empata
landasan yang merupakan paradigma berpikir coaching, yaitu :
1. Fokus pada Coachee

Paradigma berpikir yang pertama adalah fokus pada coachee atau rekan sejawat yang
akan kita kembangkan. Pada saat kita mengembangkan kompetensi rekan sejawat kita,
kita memusatkan perhatian kita pada rekan yang kita kembangkan, bukan pada
"situasi" yang dibawanya dalam percakapan. Fokus diletakkan pada topik apa pun yang
dibawa oleh rekan tersebut, dapat membawa kemajuan pada mereka, sesuai keinginan
mereka. Berikut adalah percakapan yang menggambarkan bagaimana kita berfokus pada
rekan sejawat kita bukan pada "situasi" yang disampaikan dalam percakapan.
2. Bersikap Terbuka dan Ingin Tahu

Paradigma berpikir yang kedua adalah bersifat terbuka dan ingin tahu. Kita perlu
berpikiran terbuka terhadap pemikiran-pemikiran rekan sejawat yang kita kembangkan.

3. Memiliki Kesadaran Diri yang Kuat

Paradigma berpikir coaching yang ketiga adalah memiliki kesadaran diri yang kuat.
Kesadaran diri yang kuat membantu kita untuk bisa menangkap adanya perubahan yang
terjadi selama pembicaraan dengan rekan sejawat. Kita perlu mampu menangkap
adanya emosi/energi yang timbul dan mempengaruhi percakapan, baik dari dalam diri
sendiri maupun dari rekan kita. Kompetensi yang merupakan perwujudan dari
paradigma berpikir ini akan kita pelajari lebih lanjut di bagian Kompetensi Coaching.
4. Mampu Melihat Peluang Baru dan Masa Depan

Paradigma berpikir coaching yang keempat adalah mampu melihat peluang baru dan
masa depan. Kita harus mampu melihat peluang perkembangan yang ada dan juga bisa
membawa rekan kita melihat masa depan. Coaching mendorong seseorang untuk fokus
pada masa depan, karena apapun situasinya saat ini, yang masih bisa diubah adalah masa
depan. Coaching juga mendorong seseorang untuk fokus pada solusi, bukan pada
masalah, karena pada saat kita berfokus pada solusi, kita menjadi lebih bersemangat
dibandingkan jika kita berfokus pada masalah.
5. Coaching dengan Alur TIRTA
TIRTA berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika diibaratkan murid sebagai air,
maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya. Anda, sebagai guru
memiliki tugas untuk menjaga air itu tetap mengalir, tanpa sumbatan. Cara guru
menyingkirikan sumbatan tersebut adala melalui Coaching. TIRTA kepanjangan dari
Tujuan umum, Identifikasi, Rencana aksi dan TAnggung jawab. Substansi dari setiap alur
dapat dijabarkan sebagai berikut :
1) T : Tujuan Umum
Menanyakan tujuan yang ingin dicapai coachee.
2) I : Identifikasi
Coach mengidentifikasi kekuatan, hambatan yang mungkin dihadapi untuk
mencapai tujuan, atau kesempatan apa yang dimiliki coache untuk mencapai tujuan.
3) R : Rencana Aksi
Coach menuntuk coachee untuk menyusun rencana aksi guna mencapai tujuan yang
ingin dicapai.
4) TA : Tanggung Jawab
Coach menanyakan komitmen coachee setelah menyusun rencana aksi.
Pada saat melakukan kegiatan coaching, seorang coach perlu memperhatikan beberapa
kompetensi inti dalam coaching agar tujuan dari kegiatan dapat berhasil, yaitu :
1. Kehadiran Penuh/Presence
2. Mendengarkan AktifMengajukan Pertanyaan Berbobot
3. Mendengarkan dengan RASA
III. KETERKAITAN ANTAR MATERI
Sebagai seotrang guru yang sedang mengikuti program guru penggerak, maka penulis
memiliki peran Anda sebagai seorang coach di sekolah dengan menyimpulkan keterkaitan
kegiatan coaching dengan materi pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan
emosi yang telah dipelajari. Sebagai seorang coach di sekolah, saya berupaya menggali potensi
dan menuntun murid saya memperbaiki lakunya, karena sebagai ciach saya wajib menuntun
segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia
maupun anggota masyarakat. Guru (coach) memberikan ruang kebebasan untuk murid dalam
menemukan kekuatan dirinya dan peran pendidik sebagai 'pamong' dalam memberi tuntunan
dan memberdayakan potensi yang ada agar murid tidak kehilangan arah dan menemukan
kekuatan dirinya tanpa membahayakan dirinya. Keterkaitan antar materi tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut :
Pertama; Kaitan proses coaching dengan pembelajaran diferensiasi (modul 2.1):
Pembelajaran diferensiasi adalah pembelajaran berdasarkan kebutuhan murid (kesiapan
belajar murid, minat murid dan profil belajar murid). melalui proses coaching yang
dilakukan oleh guru (coach) dengan murid (coachee) maka guru dapat melaluikan
identifikasi kebutuhan belajar murid yang akan dijadikan sebagai dasar proses
pelaksanaan pembelajaran sehingga akan mengembangkan minat, bakat dan potensi yang
ada didalam diri, dengan demikian akan terwuduj pembelajar yang merdeka yang dapat
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Kedua; Kaitan proses coaching dengan pembelajaran sosial emosional (modul 2.2)
Pembelajaran sosial emosional adalah pembelajaran tentang pengendalian emosi dalam diri
yang meliputi kesadaran diri, manajemen diri, pengambilang keputusan yang bertanggung
jawab, kesadaran sosial dan keterampilan berelasi. PSE sangat mendukung proses coaching,
sementara proses coaching sangat diperlukan pemahaman tentang PSE. Karena melalui PSE
maka baik coach dan coache akan saling menghargai sehingga dapat hadir sepenuhnya
dalam proses coaching (presence), mendengarkan dengan rasa, ada rasa ingin tahu dari
coach dan menimbulkan empati.

Jadi; berdasrkan keterkaitan antar caoching dengan pembelajaran berdiferensiasi dan


pembelajaran sosial dan emosional di sekolah, dapat disimpulkan sebagai berikut:
“Coaching menjadi salah satu sarana untuk memastikan bahwa supervisi akademik yang
dijalankan benar berfokus pada proses pembelajaran yang berpihak pada murid, melalui
coaching juga bertujuan untuk pengembangan kompetensi diri pendidik terutama ada
komptensi kepribadian, sosial dan akademik sebagai perwujudan pembelajaran sosial dan
emosional di sekolah. Coaching juga sebagai perwujudan pembelajaran berdiferensiasi yang
menyediakan kesempatan bagi setiap individu untuk belajar dan mengemabngkan
potensinya. Rangkaian supervisi akademik ini digunakan kepala sekolah untuk mendorong
ruang perbaikan dan pengembangan diri guru di sekolahnya. Karena melalui proses
coaching ini adalah kunci pembuka potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerjanya.”

Anda mungkin juga menyukai