Anda di halaman 1dari 4

NAMA : FITRI MARDHATILLAH

NIM :

SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF

A. Sejarah Perkembangan Tasawuf

Tasawuf dikenal secara luas di kawasan Islam sejak penghujung abad

II Hijriah, sebagai perkembangan lanjut dari keshalehan asketis atau para

zahid yang mengelompok di serabi Masjid Madinah. Dalam perjalanan

kehidupan, kelompok ini lebih mengkhususkan diri untuk beribadah dan

pengembangan kehidupan rohaniah dengan mengabaikan kenikmatan

duniawi. Pola hidup keshalehan yang demikian merupakan awal pertumbuhan

tasawuf yang kemudian berkembang pesat dalam masyarakat Islam.

Sebenarnya cikal bakal munculnya tasawuf bersamaan dengan

pertumbuhan dan perkembangan Islam itu sendiri, sebagai suatu agama

dengan prilaku hidup sederhana yang dicontohkan Rasulullah SAW sebagai

Sumbernya. Setelah Muhammad menjadi Rasul, banyak kegiatan-kegiatan

beliau yang dijadikan pedoman dan kaum shufi merasa lega dan puas terhadap

garis-garis yang telah ditunjukan oleh Rasulullah Saw dalam menunaikan

ibadah untuk lebih mendekatkan diri (taqarub) kepada Allah SWT. Hal ini

dianggap sebagai dasar amalan-amalan tasawuf bagi hidup dan kehidupan


kaum shufi, seperti: zuhud, riyadlah, dzikir, tawakal, sabar, dan lain

sebagainya.

Sebenarnya para shahabat pun dapat memancarkan cahaya yang

mereka terima dari Rasulullah Saw kepada orang-orang di sekitarnya juga

bagi generasi selanjutnya. Rasulullah Saw telah memberi penghargaan dan

pujian kepada para shahabat dengan pujian setinggi-tingginya sebagaimana

sabdanya yang artinya: “Shahabatku seperti bintang-bintang, jika kamu

mengikuti mereka, kamu akan mendapat petunjuk.” Kesederhanaan hidup

yang dilakukan kaum shufi itu sudah dicontohkan oleh Abu Bakar Shiddiq,

yang pernah hidup dengan sehelai kain saja dan beliau pernah memegang

lidahnya seraya berkata, “Lidah inilah yang senantiasa mengecamku.”

Demikian pula Umar Bin Khaththab, pernah digelari Amirul

Mukminin, namanya harum dan termasyhur, bukan saja karena dapat

menghancurkan Kaisar Rum dan Kaisar Persia, tapi juga karena beliau dapat

mengikis habis secara tuntas tradisi-tradisi mereka yang membudaya dalam

masyarakat yang bertentangan dengan Islam. Beliau pernah berpidato di

hadapan manusia sedangkan beliau memakai kain dengan dua belas tambalan

dan baju empat tambalan dan tidak memiliki kain lainnya.

Utsman bin Affan, khalifah ketiga, terkenal sebagai seorang yang

tekun beribadah dan sangat pemalu (al-haya/bukan pengecut) meskipun juga

ia terkenal sebagai shahabat yang tekun mencari rezeki. Dalam kehidupannya

penuh dengan pengabdian setiap waktu, bahkan Kitabullah senantiasa berada


di tangannya dan demikian pula sewaktu beliau meninggal dunia diketemukan

Kitabullah itu di antara kedua belah tangannya.

Khalifah keempat yaitu Ali bin Abi Thalib, hidupnya sederhana

pernah dalam satu bulan memakan 3 buah kurma untuk setiap harinya. Di

dalam rumahnya hanya terdapat pedang, baju rantai dan sehelai kain. Kalau

kain itu dijadikan tikar untuk tidur bersama istrinya yaitu Fatimah, tidak

cukup untuk dijadikan selimut. Demikian pula sebaliknya. Dari setiap

perkataannya keluar berbagai hikmah.

B. Faktor-Faktor yang Melahirkan Tasawuf

Dan menurut Al-Afifi faktor-faktor lahirnya tasawuf menjadi empat,

yaitu sebagai berikut ;

1. Faktor ajaran Islam sebagaimana terkandung dalam kedua sumbernya

Al-Qur’an dan sunnah. Kedua sumber ini mendorong untuk hidup

wara’, takwa, rajin beribadah, bertingkah laku baik, menuaikan shalat

tahajjud, berpuasa, dan sebagainya.

2. Reaksi kerohanian kaum muslim terhadap system sosial-politik dan

ekonomi di kalangan umat Islam sendiri, yaitu ketika Islam telah

tersebar ke berbagai negara sudah tentu membawa konsekuensi

tertentu.

3. Kependetaan (rabbaniyah) agama Nasrani sebagai konsekuensi agama

yang lahir sebelum Islam. Pemeluknya tersebar di seluruh negara dan

sikap-sikapnya mempengaruhi masyarakat agama lain, termasuk


Islam. Ketika Islam datang, mereka mendapat posisi tertentu di

kalangan kaum muslim bahkan Al-Qur’an memuji mereka. Para

pendeta Nasrani berpengaruh terhadap kaum paganis Arab jahiliah.

Mereka itulah yang menyebabkan kehidupan penduduk di Jazirah

Arab menjauhi dunia sebelum Islam datang.

4. Reaksi terhadap fiqh dan ilmu kalam. Keduanya tidak dapat

memuaskan batin seorang muslim. Ilmu yang pertama mementingkan

formalisme dan legalisme dalam menjalankan syariat Islam, sementara

ilmu yang kedua mementingkan pemikiran rasional dalam pemahaman

agama Islam.

Anda mungkin juga menyukai