OLEH :
UNIVERSITAS MEGAREZKY
MAKASSAR
2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat tuhan yang maha esa, atas rahmat dan
karunia-nya kami dapat menyelesaikan tugas laporan ini tepat waktu.
Tugas laporan berjudul “tindakan percutaneous coronary pada
pasien hipertensi heart disiase di rumah sakit bayangkhara
makassar”.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................iii
A. Latar Belakang............................................................................1
B. Tujuan.........................................................................................2
C. Manfaat.......................................................................................2
A. Definisi.......................................................................................3
B. Etiologi.......................................................................................4
C. Patofisiologi................................................................................4
D. Gejala Klinis...............................................................................5
E. Komplikasi..................................................................................5
F. Epidemiologi..............................................................................6
G. Pemeriksaan Penunjang...........................................................6
H. Penatalaksanaan.......................................................................7
I. Pencegahan...............................................................................8
A. Diagnosa Medis.......................................................................11
C. Nama Alat.................................................................................12
E. Teknik-teknik Pemeriksaan.......................................................15
iii
G. Hasil Tindakan Angiografi Koroner...........................................15
PENUTUP..........................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................22
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Hipertensi meningkatkan resiko dari peyakit kardiovaskular,
termasuk penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, stroke
iskemik dan perdarahan, gagal ginjal, dan penyakit arteri perifer.
Hipertensi sering berhubungan dengan resiko penyakit
kardiovaskular yang lain, dan resiko itu akan semakin meningkat
seiring dengan bertambahnya faktor resiko yang lain. Meskipun
terapi antihipertensi sudah terbukti dapat menurunkan resiko dari
penyakit kardiovaskular dan penyakit ginjal, namun masih sangat
banyak populasi dengan hipertensi yang tidak mendapatkan terapi
atau mendapat terapi yang tidak adekuat (harrison, 17th).
vi
Pembesaran ventrikel kiri, kekakuan vaskular & ventrikel, dan
disfungsi diastolik adalah manifestasi yang akan menyebabkan
penyakit jantung iskemik dan dapat berkembang menjadi gagal
jantung bila tidak ditangani dengan baik. Gejala penyakit jantung
hipertensi dan gagal jantung dapat diperbaiki dengan obat-obatan
antihipertensi (izzo&gradman, 2004).
vii
Andreas gruentzig adalah orang yang pertama kali melakukannya
pada 16 september 1977 di zurich sehingga beliau disebut sebagai
bapak kardiologi intervensi.
B. Tujuan
untuk mengetahui bagaimana defenisi, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinik, komplikasi, pemeriksaan penunjang,
penatalaksanaan, pencegahan terjadinya atrial flutter, serta nama
alat dan prinsip kerja yang digunakan dalam pemeriksaan atrial
flutter, serta prosedur dan teknik-teknik pemeriksaan.
C. Manfaat
manfaat pembuatan laporan ini adalah agar mahasiswa dapat
lebih memahami bagaimana defenisi, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinik, komlikasi, pemeriksaan penunjang,
penatalaksanaan, pencegahan, bagaimana prosedur dan teknik-
teknik pemeriksaanny
viii
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
a. Definisi Hipertensi Heart Disease
penyakit jantung hipertensi adalah kelainan yang menunjukkan
akumulasi dari adaptasi fungsional dan struktural dari peningkatan
tekanan darah. Pembesaran ventrikel kiri, kekakuan vaskular &
ventrikel, dan disfungsi diastolik adalah manifestasi yang akan
menyebabkan penyakit jantung iskemik dan dapat berkembang
menjadi gagal jantung bila tidak ditangani dengan baik.
ix
Gambaran karakteristik adalah pasien usia tua, terjadinya
stenosis RCAdi daerah distalsebelum percabangan sebesar 95%.
Stenosis RCA di bagian distal sebelum percabangan dilakukan
pemasangan stent secara langsung. Hasil tindakan PCI tidak
terdapat komplikasi dengan kondisi pasien dikembalikan ke ruangan
dengan keadaan umum baik.
B. Etiologi
x
1. Penyakit ginjal
xi
metabolisme tubuh karena kekurangan tiroid mengakibatkan
pembuluh darah terhambat dan tekanan meningkat.
5. Pre eklamsia
Pre eklamsia adalah hipertensi karena kehamilan (gestational
hypertension) yang biasa terjadi pada trimester ke tiga
kehamilan. Pre eklamsia di sebabkan oleh volume drah yang
meningkat selama kehamilan & berbagai perubahan
hormonal. Sekitar 5-10% kehamilan pertama di tandai dengan
pre eklamsia.
6. Koarktasi aorta (aortic coarctation)
Koarktasi atau penyempitan aorta adalah kelainan bawaan
yang menimbulkan tekanan darah tinggi.
7. Gangguan kelenjar adrenal
Kelenjar adrenal berfungsi mengatur kerja ginjal dan tekanan
darah. Bila salah satu atau kedua kelenjar adrenal mengalami
gangguan, maka dapat mengakibatkan produksi hormone
berlebihan yang meningkatkan tekanan darah.
C. Patofisiologi
Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah interaksi
yang kompleks dari faktor hemodinamik, struktural, neuroendokrin,
selular, dan molekular. Di satu sisi faktor-faktor ini berperan dalam
perkembangan hipertensi dan komplikasinya, sementara di sisi lain
peningkatan tekanan darah juga mempengaruhi faktor-faktor
tersebut. Peningkatan tekanan darah akan menyebabkan perubahan
struktur dan fungsi jantung dengan 2 jalur: secara langsung melalui
peningkatan afterload dan secara tidak langsung melalui interaksi
neurohormonal dan vaskular (Riaz K, 2003).
Hipertrofi ventrikel kiri merupakan kompensasi jantung
menghadapi tekanan darah tinggi ditambah dengan faktor
neurohormonal yang ditandai oleh penebalan konsentrik otot jantung
(hipertrofi konsentrik).
xii
Fungsi diastolik akan mulai terganggu akibat dari gangguan
relaksasi ventrikel kiri, kemudian disusul oleh dilatasi ventrikel kiri
(hipertrofi eksentrik). Rangsangan simpatis dan aktivasi sistem RAA
memacu mekanisme Frank-Starling melalui peningkatan volume
diastolik ventrikel sampai tahap tertentu dan pada akhirnya akan
terjadi gangguan kontraksi miokard (penurunan/gangguan fungsi
diastolik) (PAPDI, 2006).
Iskemia miokard (asimtomatik, angina pektoris, infark jantung,
dll) dapat terjadi karena kombinasi akselerasi proses aterosklerosis
dengan peningkatan kebutuhan oksigen miokard akibat dari hipertrofi
ventrikel kiri. Hipertrofi ventrikel kiri, iskemia miokard, dan gangguan
fungsi endotel merupakan faktor utama kerusakan miosit pada
hipertensi antra lain sebagai berikut :
1. Hipertrofi Ventrikel Kiri
xiii
Kesimpulannya hipertrofi ventrikel kiri terjadi akibat hipertrofi
miosit dan ketidakseimbangan antara miosit dan struktur
interstisium miokard (Riaz K, 2009).
Terdapat beberapa macam hipertrofi ventrikel kiri,
meliputi remodelling konsentris, hipertrofi ventrikel kiri
konsentris, dan hipertrofi ventrikel kiri eksentris. Hipertrofi
ventrikel kiri konsentris adalah peningkatan ketebalan dan
massa ventrikel kiri dengan peningkatan tekanan dan volume
diastolik, umumnya ditemukan pada pasien dengan hipertensi
dan merupakan petanda yang buruk bagi pasien ini.
Dibandingkan dengan hipertrofi ventrikel kiri eksentris, dimana
peningkatan ketebalan ventrikel kiri terjadi tidak secara
merata, hanya di tempat tertentu, misalnya pada septum.
Walaupun, hipertrofi ventrikel kiri berperan sebagai respon
protektif terhadap peningkatan tekanan dinding jantung untuk
mempertahankan curah jantung yang adekuat, namun hal ini
dapat menyebabkan disfungsi sistolik dan diastolik (Riaz K,
2009).
2. Kelainan Atrium Kiri
Perubahan struktural dan fungsi atrium kiri sangat
sering terjadi pada pasien dengan hipertensi. Peningkatan
afterload akan berdampak pada atrium kiri oleh peningkatan
tekanan diastolik akhir ventrikel kiri dan sekunder oleh karena
peningkatan tekanan darah yang mengakibatkan kerusakan
atrium kiri, penurunan fungsi atrium kiri, dan
penebalan/pelebaran atrium kiri. Pelebaran atrium kiri yang
menyertai hipertensi tanpa adanya penyakit katup jantung
atau disfungsi sistolik biasanya merupakan implikasi dari
hipertensi kronis atau mungkin berhubungan dengan tingkat
keparahan disfungsi diastolik ventrikel kiri.
xiv
Dengan adanya perubahan struktur tersebut, pasien memiliki
resiko tinggi untuk mengalami fibrilasi atrium dan dapat
mengakibatkan gagal jantung (Riaz K, 2009).
3. Penyakit Katup
Meskipun penyakit katup jantung tidak menyebabkan
penyakit jantung hipertensi, hipertensi yang parah dan kronis
dapat menyebabkan dilatasi aorta yang menimbulkan
insufisiensi aorta. Insufisiensi aorta juga dapat ditemukan
pada pasien-pasien hipertensi yang tidak terkontrol.
Peningkatan tekanan darah yang akut dapat memperparah
keadaan insufusiensi aorta, dimana akan membaik jika
tekanan darah terkontrol dengan baik. Disamping dapat juga
menyebabkan regurgitasi aorta, hipertension juga dapat
mempercepat proses sklerosis aorta dan regurgitasi mitral
(Riaz K, 2009).
4. Gagal Jantung
Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering
terjadi pada peningkatan tekanan darah yang terjadi secara
kronis. Hipertensi sebagai penyebab dari gagal jantung
kongestif seringkali tidak terdeteksi, karena saat proses gagal
jantung terjadi, disfungsi ventrikel kiri tidak menyebabkan
peningkatan tekanan darah. Prevalensi dari disfungsi diastolik
asimtomatis pada pasien dengan hipertensi namun tanpa
pembesaran ventrikel kiri sekitar 33% (Riaz K, 2009).
Disfungsi diastolik sering terjadi pada pasien dengan
hipertensi, dan sering disertai dengan pembesaran ventrikel
kiri. Faktor-faktor yang menyebabkan disfungsi diastolik
disamping adanya peningkatan afterload, adalah interaksi
antara penyakit jantung koroner, usia, disfungsi sistolik, dan
kelainan struktural, misalnya fibrosis dan hipertrofi ventrikel
kiri. Biasanya disfungsi diastolik juga diikuti oleh disfungsi
sistolik asimtomatis. Selanjutnya, hipertrofi ventrikel kiri gagal
xv
untuk mengkompensasi peningkatan curah jantung karena
peningkatan tekanan darah, sehingga ventrikel kiri mengalami
dilatasi untuk mempertahankan curah jantung. Ketika
memasuki tahap akhir, fungsi sistolik ventrikel kiri semakin
menurun. Hal ini meningkatkan aktivasi neurohormonal dan
sistem renin-angiotensin, mengakibatkan peningkatan
retetensi garam dan cairan, serta peningkatan vasokonstriksi
perifer, menambah kerusakan lebih lanjut pada ventrikel kiri
menjadi disfungsi sistolik yang simtomatik(Riaz K, 2009).
Apoptosis, atau kematian sel yang terprogram, yang
distimulasi oleh hipertrofi miokard dan ketidakseimbangan
antara stimulan dan inhibitor, memiliki peran yang penting
dalam transisi tahap kompensasi ke tahap dekompensasi.
Pasien dapat menjadi simtomatik dalam tahap disfungsi
sistolik atau diastolik asimtomatis, tergantung dari kondisi
afterload atau adanya keterlibatan miokard (misalnya iskemia,
infark). Peningkatan tekanan draah yang terjadi secara tiba-
tiba dapat mengakibatkan edema paru akut tanpa perlu terjadi
perubahan fraksi ejeksi ventrikel kiri. Umumnya,
perkembangan disfungsi atau dilatasi ventrikel kiri, baik yang
asimtomatis maupun simtomatis, dianggap sebagai penyebab
penurunan status klinis yang cepat dan meningkatkan angka
kematian. Penebalan ventrikel kanan dan disfungsi diastolik
juga berperan menyebabkan penebalan septum dan disfungsi
ventrikel kiri (Riaz K, 2009).
5. Iskemik Miokard
Pasien dengan angina memiliki prevalensi hipertensi
yang tinggi. Hipertensi melipatgandakan resiko untuk penyakit
jantung koroner. Iskemia pada pasien dengan hipertensi
terjadi karena multifaktor (Riaz K, 2009).
Yang penting, pada pasien dengan hipertensi, angina
dapat muncul tanpa penyakit jantung koroner.
xvi
Hal ini terjadi karena peningkatan afterload sekunder karena
hipertensi mengakibatkan peningkatan tekanan ventrikel kiri
dan transmural, menghambat aliran darah koroner saat
diastol. Selanjutnya, pada pasien dengan hipertensi,
mikrovaskularisasi yaitu arteri koroner epikardial, mengalami
disfungsi dan tidak dapat mengkompensasi peningkatan
metabolisme dan kebutuhan oksigen (Riaz K, 2009).
Perkembangan dan progresifitas arteriosklerosis, dasar
dari penyakit jantung koroner, adalah kerusakan arteri terus-
menerus karena peningkatan tekanan darah. Tekanan yang
terus-menerus mengakibatkan disfungsi endotel, dan
menyebabkan kelainan sistesis dan pengeluaran agen
vasodilator nitrit oxide. Penurunan kadar nitrit oxide
menyebabkan dan mempercepat proses arteriosklerosis dan
penumpukan plak (Riaz K, 2009).
6. Aritmia
Aritmia yang sering terjadi pada pasien dengan
hipertensi diantaranya adalah atrial fibrilasi, PVC (premature
ventricular contractions) dan ventrikular takikardi. Resiko dari
kematian mendadak juga meningkat. Terdapat berbagai
mekanisme yang berperan dalam patogenesis aritmia
diantaranya penurunan struktur dan metabolisme seluler,
inhomogenitas miokard, perfusi yang buruk, fibrosis miokard,
dan fluktuasi afterload. Semua faktor ini dapat meningkatkan
resiko terjadinya ventrikular takiaritmia (Riaz K, 2009).
Atrial fibrilasi (paroksismal, kronik rekuren, atau kronik
persisten) seringkali didapatkan pada pasien dengan
hipertensi. Faktanya, peningkatan tekanan darah adalah
penyebab tersering dari atrial fibrilasi di daerah barat.
Penelitian menunjukkan bahwa hampir 50% pasien dengan
atrial fibrilasi memiliki riwayat hipertensi. Meskipun etiologinya
belum diketahui, abnormalitas struktural atrium kiri, penyakit
xvii
jantung koroner, dan hipertrofi ventrikel kiri dianggap sebagai
faktor yang berperan. Atrial fibrilasi dapat menyebabkan
dekompensasi sistolik, bahkan disfungsi diastol,
menyebabkan penurunan curah atrium juga resiko komplikasi
trimboemboli yang dapat mengakibatkan stroke (Riaz K,
2009).
PVC (premature ventricular contraction), ventrikular
aritmia, dan kematian mendadak sering didapatkan pada
pasien dengan hipertrofi ventrikel kiri. Etologi dari aritmia ini
diantaranya penyakit jantung koroner dan fibrosis miokard
(Riaz K, 2009).
D. Gejala klinis
xviii
E. Komplikasi
Meningkatnya tekanan darah seringkali merupakan satu-
satunya gejala pada hipertensi essensial. Kadang-kadang hipertensi
essensial berjalan tanpa gejala dan baru timbul gejala setelah
komplikasi pada organ sasaran seperti pada ginjal mata, otak, dan
jantung. Gejala-gejala seperti sakit kepala, mimisan, pusing,
migraine sering ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi essensial.
Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah di jumpai
adalah : gangguan saraf, gagal jantung, gangguan fungsi ginjal,
gangguan serebral (otak), yang mengakibatkan kejang dan
pendarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan,
gangguan kesadaran hingga koma, sebelum bertambah parah dan
terjadi komplikasi serius seperti gagal ginjal, serangan jantung
stroke, lakukan pencegahan dan pengendalian hipertensi dengan
mengubah gaya hidup dan pola makan, beberapa kasus hipertensi
erat kaitannya dengan gaya hidup tidak sehat, seperti kurang
olahraga, stress, merokok dan kurang istirahat. Kebiasaan makan
juga perlu diwaspadai. Pembatasan asupan natrium (komponen
utama garam), sangat disarankan karena terbukti baik untuk
kesehatan penderita hipertensi.
F. Epidemologi
Prevalensi hipertensi pada tahun 2005 adalah 35.3 juta pada
laki-laki dan 38.3 juta pada wanita. Sedangkan prevalensi pada LVH
tidak diketahui. Jumlah LVH yang ditemukan berdasar EKG adalah
2,9% pada laki-laki dan 1,5% pada wanita. Pasien-pasien tanpa
LVH, 33% telah memiliki distolik disfungsi yang asimtomatik.
Menurut penelitian Framingham, hipertensi merupakan
penyebab seperempat gagal jantung. Pada populasi dewasa
hipertensi berkonstribusi 68% terhadap terjadinya gagal jantung.
xix
Pasien dengan hipertensi mempunyai resiko dua kali lipat pada laki-
laki dan tiga kali lipat pada wanita. (Riaz, 2009)
Peningkatan tekanan darah sistolik seiring dengan
pertambahan umur. Peningkatan tekanan darah lebih tinggi pada
laki-laki dibanding wanita, sampai wanita mengalami menopause,
dimana tekanan darah akan meningkat tajam dan mencapai level
yang lebih tinggi daripada pria. Prevalensi hipertensi lebih tinggi
pada pria daripada wanita pada usia di bawah 55 tahun, namun
sebaliknya pada usia di atas 55 tahun. Prevalensi gagal jantung
hipertensi mengikuti pola prevalensi hipertensi.
Sampai saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar
antara 5-10%, sedangkan tercatat pada tahun 1978 proporsi
penyakit jantung hipertensi sekitar 14,3% dan meningkat menjadi
sekitar 39% pada tahun 1985 sebagai penyebab penyakit jantung di
Indonesia. Sejumlah 85-90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya
atau disebut sebagai hipertensi primer (hipertensi esensial atau
idiopatik). Hanya sebagian hipertensi yang dapat ditemukan
penyebabnya (hipertensi sekunder). (Panggabean, 2006).
xx
Penyakit hipertensi merupakan salah satu faktor resiko
terjadinya penyakit jantung koroner dan dapat menyebabkan
komplikasi pada organ lain, seperti mata, ginjal, dan otak.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen
Kesehatan RI melaporkan bahwa didapatkan angka kekerapan
penyakit hipertensi ini pada golongan usia 45-54 tahun adalah
19.5%, kemudian meningkat menjadi 30.6% di atas usia 55 tahun.
G. Pemeriksaan penunjang
xxi
H. Penatalaksanaan
xxiii
Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat
penting untuk mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan
bagian yang penting dalam penanganan hipertensi. Semua pasien
dengan prehipertensi dan hipertensi harus melakukan perubahan
gaya hidup. Perubahan yang sudah terlihat menurunkan tekanan
darah dapat terlihat pada tabel sesuai dengan rekomendasi dari JNC
VII. Disamping menurunkan tekanan darah pada pasien-pasien
dengan hipertensi, modifikasi gaya hidup juga dapat mengurangi
berlanjutnya tekanan darah ke hipertensi pada pasien-pasien dengan
tekanan darah prehipertensi.
xxiv
c) Penurunan berat badan, hanya dengan 10 pound (4.5 kg)
dapat menurunkan tekanan darah secara bermakna pada
orang gemuk
d) Obesitas abdomen dikaitkan dengan sindroma metabolik,
yang juga prekursor dari hipertensi dan sindroma resisten
insulin yang dapat berlanjut ke DM tipe 2. dislipidemia, dan
selanjutnya ke penyakitkardiovaskular.
e) Diet kaya dengan buah dan sayuran dan rendah lemak jenuh
dapat menurunkan tekanan darah pada individu dengan
hipertensi.
f) Walaupun ada pasien hipertensi yang tidak sensitif terhadap
garam, kebanyakan pasien mengalami penurunaan tekanan
darah sistolik dengan pembatasan natrium.
JNC VII menyarankan pola makan DASH yaitu diet yang kaya
dengan buah, sayur, dan produk susu redah lemak dengan kadar
total lemak dan lemak jenuh berkurang. Natrium yang
direkomendasikan < 2.4 g (100 mEq)/hari.
Aktifitas fisik dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga
aerobik secara teratur paling tidak 30 menit/hari beberapa hari per
minggu ideal untuk kebanyakan pasien. Studi menunjukkan kalau
olah raga aerobik, seperti jogging, berenang, jalan kaki, dan
menggunakan sepeda, dapat menurunkan tekanan darah.
Keuntungan ini dapat terjadi walaupun tanpa disertai penurunan
berat badan. Pasien harus konsultasi dengan dokter untuk
mengetahui jenis olah-raga mana yang terbaik terutama untuk
pasien dengan kerusakan organ target.
Merokok merupakan faktor resiko utama independen untuk
penyakit kardiovaskular. Pasien hipertensi yang merokok harus
dikonseling berhubungan dengan resiko lain yang dapat diakibatkan
oleh merokok.
xxv
I. Pencegahan
1. Pencegahan (individu tahap A)
xxvi
Data studi menunjukkan bahwa penurunan tegangan
EKG berhubungan dengan pengurangan yang signifikan
dalam kejadian CVD Dalam analisis-meta dari empat
penelitian terapi antihipertensi, pasien denganecho-regresi
LVH mengalami 59% pengurangan risiko CVD dibandingkan
dengan mereka yang tidak regresi atau dengan
perkembangan selanjutnya dari LVH. Karena afterload jantung
meningkat adalah stimulus utama untuk konsentris LVH,
hampir semua rejimen terapi yang mengurangi tekanan darah
sistolik mendorong regresi LVH.
xxvii
2. Gagal jantung (tahap C-D)
xxviii
BAB III
PEMBAHASAN
A. Diagnosa Medis
Hipertensi heart disiase
Rencana tindakan operasi : Percutuneaus Intervensi Coronary
xxix
C. Nama alat
1. Mesin fluoroscopy
2. Monitor hemodinamik
xxx
4. Tekan tombol on pada CPU sistem hemodinamik
(maclab)Tekan on pada CPU Aplikasi khusus (advence
workstation)
5. Langkah selanjutnya masuk pada prosedur tindakan.
6. Masukan ID dan password pada CPU aplikasi Khusus
(advence workstation).
7. Untuk memulai pasien baru tekan tombol new patient
pada kontrol
8. Masukan identitas dan jenis tindakan
9. Tekan tombol start exam
10. Setelah tindakan tombol end exam.
11. Setelah selasai tindakan matikan pesawatTekan tombol
off pada konsele dan prossesor gambarShutdown CPU
sistem hemodinamik (maclab)Shutdown CPU sistem
aplikasi khusus (advence workstation)
2. Presuree bag
xxxi
3. Tranduser
Gambar 4. Tranduser
Tranduser merupakan alat yang akan menghubungkan
dari pasien ke monitor yang menghasilkan gambaran
hemodinamik. pada saat tindakan tranduser akan tutup
sehingga tidak ada udara masuk pada selang yang
bisa meyebabkan pembekuan darah
4. Kateter
Gambar 5. Kateter JL
xxxii
5. Oximetry
Gambar 6. Oximetry
6. Elektroda
xxxiii
7. Tensi
Gambar 9 Tensi
xxxiv
h. Seath dan kontras
i. Trolley emergency
xxxv
Prinsip Kerja Alat
1. Prinsip kerja alat fluoroscopy
xxxvi
Proses primary percutaneous coronary intervention
mencakup penggunakan tabung kecil dan kateter dengan
panduan gambar sinar-X untuk menemukan gumpalan
darah beku yang menyebabkan serangan jantung.
F. Teknik-Teknik Pemeriksaan
a. Persiapan Alat
Pada persiapan alat sebelum Tindakan dimulai
mempersiapkan perlengkapan mesin hemodinamik seperti
tranduser yang dihubungkan ke
perangkat komputer agar dapat menampilkan gambaran
hemodinamik dimonitor. Kemudian menyiapkan elektroda
dan juga memasangkan ke pasien untuk pemantauan
EKG pasien serta mempersiapkan alat printer untuk
dokumentasi hasil pemeriksaan. Alat tambahan
1. Spuit
1) 1cc = 1
2) 3 cc = 1
3) 5 cc = 1
4) 10 cc = 2
5) 20 cc = 2
2. Kateter
3. Kawat penuntun
4. Shet pengantar kateter
5. Laken steril
6. Kom steril
7. Kontras
8. Betadine
9. Kasa steril
10. Laken steril
xxxvii
Gambar 12 persiapan alat sebelum tindakan
b. Persiapan Pasien
a) Inform consents persetujuan bius dan Tindakan.
b) infus di tangan kiri, tangan kanan bersih, (cukur
bila perlu).
c) Cukur rambut pubis. Pakai popok saat ke ruangan
Cathlab. Diantar langsung dengan tempat tidur
pasien.
d) EKG sebelum ke ruang Cathlab (walau sudah ada
EKG dari IGD)
e) Laboratorium:
1. HbsAg
2. Anti HIV
3. KDS (utamakan Ureum, Kreatinin, GDS)
4. SPGOT
5. SGPT
6. ELEKTROLIT (Na, K, CL)
f) Obat: (yang di berikan selama tindakan).
1. Loading CPG 4 tab (300 mg) dan aspilet 2 tab
(150 mg) jam 22 malam sehari sebelum
Tindakan. Jika di hari tindakan dilakukan diatas
jam 12.00, pagi loading CPG 1 Tab dan Aspilet
1 Tab" .
xxxviii
2. Heparin 300, nitrat 200, prilinta 180, heparin
2500, nitrat 200, heparin. 200.
2. Prosedur Tindakan
a. Pasang infus NaCl 0.9% di lengan kiri.
b. Loading obat : aspilat 160mg (2tab) dan clopidogral
300mg (4tab) pada pukul 22:00 malam hari.
c. Dosis maintenance aspilet 80mg dan clopdegeral
75mg serta obatobatan lainnya pada hari tetap di
minum.
d. Puasa tidak makan selama 4 jam sebelum tindakan.
dan boleh minum air putih.
e. PCI dilakukan dalam laboratorium khusus yang
disebut laboratorium kateterisasi (“Cath Lab”) yang
menyerupai ruang operasi. Disana pasien akan
dibaringkan di meja dan dihubungkan dengan suatu
alat yang memonitor irama jantung pasien secara
terus – menerus.
f. Sebuah daerah kecil di permukaan lengan atau lipat
paha pasien (tergantung daerah yang akan
digunakan) dibersihkan dan disterilkan. Daerah itu
akan ditutup dengan kain steril.
g. Dokkter akan menginjeksi obat anestesi local dilipat
paha atau lengan pasien. Digunakan anastesi local
karena pasien harus tetap sadar selama pemeriksaan
untuk mengikuti instuksi dokter.
h. Jarum akan dimasukkan kedalam arteri yang
digunakan kemudian guide wire akan dimasukkan
melalui jarum. Jarum dilepas.
i. Sheet kateter akan dimasukkan melalui guide wire,
kemudian sheet kateter dimasukkan melalui pembuluh
darah utama tubuh (aorta), ke muara arteri coroner di
xxxix
jantung. Kebanyakan orang tidak merasakan sakit
selema pemeriksaan, karena tidak ada serabaut saraf
dalam pembuluh darah, maka pasien tidak dapat
merasakan gerakan kateter dalam tubuh.
j. Waktu prosedur darah biasanya akan di encerkan
dengan antikoagulan (heparin) untuk mencegah
bekuan darah saat prosedur.
k. Ketika sheet kateter sudah ada di arteri coroner,
sejumlah bahan kontras diinjeksikan ke dalam sheet
kateter. Gambar sinar – x selanjutnya diambil saat
bahan kontras berjalan melalui arteri coroner. Gambar
terlihat di monitor televise dan di rekam dalam film.
l. Pemberian zat kontras kadang memberikan efek:
nausea, sakit kepala, palpitasi, perasaan seperi
melayang, dan seperti mau buang air kecil.
m. Guide wire akan ditempatkan pada arteri coroner yang
mengalami stenosis, kemudian balon dikembangkan
sehingga stenosis atau plaque di arteri coroner akan
terdorong ke dinding arteri dan arteri terbuka.
n. Saat balon dikembangkan kemungkinan anda akan
mengalami nyeri dada, tapi akan hilang saat balon
dikempeskan.
o. Sebelum balon dikempiskan pastikan darah sudah
mengalir dengan benar dapat di lihat dari monitor x-
ray.
p. Pada pasien stenosis yang dibuka akan di pasang
stent untuk mencegah terjadinya restenosis (1 dari 3
orang dalam waktu 3 – 6 bulan). Jika terjadi diseksi
pada coroner sehingga darah akan membeku dan
mengakibatkan penyempitan pada arteri coroner,
biasanya akan di pasang stent.
q. Seluruh peeriksaan memerlukan waktu sekitar 1 jam.
xl
r. Pasien dapat melihat prosedur tindakan dari monitor
x-ray.
s. Bila melalui trans radial sheet kateter di lepas dan
dapat penusukan akan ditekan TR-band/Niciban agar
darah tidak keluar selama 4 jam.
t. Jika melalui arteri femoralis/brachialis sheet kateter
akan di lepas 4-6 jam setelah tindakan selesai atau
setelah ACT kurang dari 100.
u. Selanjutnya tempat penusukan akan dibebat dengan
perbsn elestis, pasien tidak diperkrnamgkan
menggerakkan kaki atau tangan selama 4-6 jam. Jika
perdarahan sudah berhenti, umumnya padien sudah
diperbolehkan pulang. Selanjutnya dokter akan
menjelaskan hasil PCI dan pengobtan selanjutnya.
xli
Gambar 11. Hasil Pemeriksaan Loboratorium
xlii
Gambar 14 hasil gambaran sebelum di lakukan tindakan
Percutaneous Coronary Arteri
xliii
BAB 1V
PENUTUP
xliv
DAFTAR PUSTAKA
xlv