Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN KASUS PRAKTEK KLINIK 1

TINDAKAN PERCUTANEOUS CORONARY PADA


PASIEN HIPERTENSI HEART DISEASE DI RUMAH
SAKIT BAYANGKHARA MAKASSAR

OLEH :

SETIANA ALI RUSI B1F119

PROGRAM STUDI D-III TEKNIK KARDIOVASKULER

FAKULTAS TEKNOLOGI KESEHATAN

UNIVERSITAS MEGAREZKY

MAKASSAR

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat tuhan yang maha esa, atas rahmat dan
karunia-nya kami dapat menyelesaikan tugas laporan ini tepat waktu.
Tugas laporan berjudul “tindakan percutaneous coronary pada
pasien hipertensi heart disiase di rumah sakit bayangkhara
makassar”.

Penyusun menyadari bahwa tugas laporan ini masih terdapat


banyak kesalahan baik penulisan maupun dari segi materi
pembahasan, maka dari itu penyusun masih mengharapkan saran
yang bersifat membangun agar tugas ini dapat lebih baik dikemudian
hari.

Akhir kata, penyusun mengucapkan selamat membaca dan


semoga tugas ini bermanfaat untuk semua. Amin.

Makassar, 23 desember 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................ii

DAFTAR GAMBAR.............................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................1

A. Latar Belakang............................................................................1

B. Tujuan.........................................................................................2

C. Manfaat.......................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORI....................................................................3

A. Definisi.......................................................................................3

B. Etiologi.......................................................................................4

C. Patofisiologi................................................................................4

D. Gejala Klinis...............................................................................5

E. Komplikasi..................................................................................5

F. Epidemiologi..............................................................................6

G. Pemeriksaan Penunjang...........................................................6

H. Penatalaksanaan.......................................................................7

I. Pencegahan...............................................................................8

BAB III PEMBAHASAN......................................................................11

A. Diagnosa Medis.......................................................................11

B. Tanda-tanda Vital Pasien..........................................................11

C. Nama Alat.................................................................................12

D. Prinsip Kerja Alat......................................................................14

E. Teknik-teknik Pemeriksaan.......................................................15

F. Hasil Pemeriksaan Penunjang..................................................15

iii
G. Hasil Tindakan Angiografi Koroner...........................................15

PENUTUP..........................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................22

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Mesin Flouroscopy...........................................................12


Gambar 2 Monitor Hemodinamik.......................................................13
Gambar 3 Pressure Bag....................................................................14
Gambar 4 Tranducer.........................................................................16
Gambar 5 Kateter JL.........................................................................17
Gambar 6 Oximetry...........................................................................17
Gambar 7 Elektroda..........................................................................18
Gambar 8 Tensi.................................................................................18
Gambar 9 Drug Eluting Stent............................................................19
Gambar 10 Seath and Kontras..........................................................19
Gambar 11 Trolley Emergency..........................................................19
Gambar 12 Persiapan Alat Sebelum Tindakan.................................19
Gambar 13 Hasil Pemeriksaan Laboratorium...................................19
Gambar 14 Hasil Pemeriksaan EKG.................................................19
Gambar 15 Gambaran Sebelum Tindakan.......................................19
Gambar 16 Gambaran saat kateter memasuki Pembuluh darah.....19
Gambar 17 Gambaran saat stent memasuki pembuluh darah.........19

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Hipertensi meningkatkan resiko dari peyakit kardiovaskular,
termasuk penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, stroke
iskemik dan perdarahan, gagal ginjal, dan penyakit arteri perifer.
Hipertensi sering berhubungan dengan resiko penyakit
kardiovaskular yang lain, dan resiko itu akan semakin meningkat
seiring dengan bertambahnya faktor resiko yang lain. Meskipun
terapi antihipertensi sudah terbukti dapat menurunkan resiko dari
penyakit kardiovaskular dan penyakit ginjal, namun masih sangat
banyak populasi dengan hipertensi yang tidak mendapatkan terapi
atau mendapat terapi yang tidak adekuat (harrison, 17th).

Sejumlah 85-90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau


disebut sebagai hipertensi primer (hipertensi esensial atau idiopatik).
Hanya sebagian kecil hipertensi yang dapat ditetapkan penyebabnya
(hipertensi sekunder). Tidak ada data akurat mengenai prevalensi
hipertensi sekunder dan sangat tergantung dimana angka tersebut
diteliti. Hampir semua hipertensi sekunder didasarkan pada 2
mekanisme yaitu gangguan sekresi hormon dan gangguan fungsi
ginjal. Pasien hipertensi sering meninggal dini karena komplikasi
jantung (yang disebutt sebagai penyakit jantung hipertensi). Selain
itu hipertensi juga dapat menyebabkan stroke, gagal ginjal, atau
gangguan retina mata (papdi, 2006).

Penyakit jantung hipertensi adalah kelainan yang


menunjukkan akumulasi dari adaptasi fungsional dan struktural dari
peningkatan tekanan darah.

vi
Pembesaran ventrikel kiri, kekakuan vaskular & ventrikel, dan
disfungsi diastolik adalah manifestasi yang akan menyebabkan
penyakit jantung iskemik dan dapat berkembang menjadi gagal
jantung bila tidak ditangani dengan baik. Gejala penyakit jantung
hipertensi dan gagal jantung dapat diperbaiki dengan obat-obatan
antihipertensi (izzo&gradman, 2004).

Penyakit jantung hipertensi adalah kelainan yang


menunjukkan akumulasi dari adaptasi fungsional dan structural dari
peningkatan tekanan darah. Pembesaran ventrikel kiri, kekakuan
vaskular & ventrikel, dan disfungsi diastolik adalah manifestasi yang
akan menyebabkan penyakit jantung iskemik dan dapat berkembang
menjadi gagal jantung bila tidak ditangani dengan baik. Gejala
penyakit jantung hipertensi dan gagal jantung dapat diperbaiki
dengan obat-obatan antihipertensi.

penyakit jantung koroner adalah penyempitan atau


penyumbatan arteri koroner, arteri yang menyalurkan darah ke otot
jantung. Bila aliran darah melambat, jantung tak mendapat cukup
oksigen dan zat nutrisi. Hal ini biasanya mengakibatkan nyeri dada
yang disebut angina. Bila satu atau lebih dari arteri koroner
tersumbat sama sekali, akibatnya adalah serangan jantung, yakni
kerusakan pada otot jantung (brunner and sudarth, 2002). Untuk
memperbaiki perfusi ke miokard dapat menggunakan tiga cara, yaitu
pemberian obat trombolitik, percutaneus coronary intervension (pci),
dan coronary artery bypass graft (cabg).

percutaneous coronary intervention (pci) adalah sebuah


trobosan dalam reperfusi yang cepat pada infark miokad. Menurut
davis 2011, percutaneous coronary intervention (pci) adalah
intervensi atau tindakan non bedah untuk
membuka/dilatasi/melebarkan arteri koroner yang mengalami
penyempitan agar aliran darah dapat kembali menuju ke otot
jantung.

vii
Andreas gruentzig adalah orang yang pertama kali melakukannya
pada 16 september 1977 di zurich sehingga beliau disebut sebagai
bapak kardiologi intervensi.

semakin besarnya jumlah pasien yang menjalani pci sebagai


penatalaksanaan pada kasus penyakit jantung koroner membuat
perawat harus semakin meningkatkan pengetahuan tentang pci dan
bagaimana merawat pasien post pci sehingga dapat mengurangi
angka kompikasi yang timbul dari pci seperti hematoma dan
perdarahan. Peran perawat sangat penting dalam melakukan
pemantauan pada pasien post pci. Untuk itu, penulis tertarik untuk
membahas tentang pci dan memberikan asuhan keperawatan pada
pasien tn. W dengan diagnosa cad 1vd yang dilakukan pci elektif
pada tanggal 29 maret 2018.

B. Tujuan
untuk mengetahui bagaimana defenisi, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinik, komplikasi, pemeriksaan penunjang,
penatalaksanaan, pencegahan terjadinya atrial flutter, serta nama
alat dan prinsip kerja yang digunakan dalam pemeriksaan atrial
flutter, serta prosedur dan teknik-teknik pemeriksaan.

C. Manfaat
manfaat pembuatan laporan ini adalah agar mahasiswa dapat
lebih memahami bagaimana defenisi, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinik, komlikasi, pemeriksaan penunjang,
penatalaksanaan, pencegahan, bagaimana prosedur dan teknik-
teknik pemeriksaanny

viii
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
a. Definisi Hipertensi Heart Disease
penyakit jantung hipertensi adalah kelainan yang menunjukkan
akumulasi dari adaptasi fungsional dan struktural dari peningkatan
tekanan darah. Pembesaran ventrikel kiri, kekakuan vaskular &
ventrikel, dan disfungsi diastolik adalah manifestasi yang akan
menyebabkan penyakit jantung iskemik dan dapat berkembang
menjadi gagal jantung bila tidak ditangani dengan baik.

b. Definisi Percutaneous Coronary Intervantion (PCI)


PCI (Percutaneous Coronary Intervention) merupakan suatu
teknik untuk menghilangkan dan melebarkan pembuluh darah
koroner yang menyempit.Tindakan ini dapat menghilangkan
penyumbatan dengan segera, sehingga aliran darah dapat menjadi
normal kembali, sehingga kerusakan otot jantung dapat dihindari
, namun pemasangan PCI pada pasien yang menderita penyakit
jantung dapatmempengaruhi aktivitas fisik pasien hingga kualitas
hidupnya .
Tindakan PCI merupakan terapi pilihan selain CABG untuk
pelebaran dan penyempitan arteri koroner kanan maupun kiri. Agar
mendapatkan hasil yang baik, penentuan pemasangan stent harus
diperhatikan panjang stent dan tekanan yang dibutuhkan untuk
pengembangan stent tersebut harus sesuai panjang lesi dan keras
lesi.
Penelitian ini merupakan laporan kasus seorang pasien Rumah
Sakit. Kasus yang diambil pada pasien yang dilakukan tindakan PCI.
Tujuannya adalah mendapatkan gambaran proses tindakan dan hasil
dari kasus PCI.

ix
Gambaran karakteristik adalah pasien usia tua, terjadinya
stenosis RCAdi daerah distalsebelum percabangan sebesar 95%.
Stenosis RCA di bagian distal sebelum percabangan dilakukan
pemasangan stent secara langsung. Hasil tindakan PCI tidak
terdapat komplikasi dengan kondisi pasien dikembalikan ke ruangan
dengan keadaan umum baik.

B. Etiologi

Tekanan darah tinggi akan meningkatkan kerja jantung, dan


seiring waktu, hal ini dapat menyebabkan otot jantung menjadi
lemah. Fungsi jantung sebagai pompa terhadap peninggian tekanan
darah diatrium kiri diperbesar kebilik jantung dan jumlah darah yang
dipompa oleh jantung setiap menit (output jantung) menjadi turun,
dimana tanpa pengobatan, gejala-gejala kegagalan jantung kongestif
dapat berkembang.
Tekanan darah tinggi yang paling umum adalah factor resiko
untuk penyakit jantung dan stroke. Iskemia dapat menyebabkan
penyakit jantung (penurunan suplai darah ke otot jantung pada
kejadian angina pectoris dan serangan jantung) dari peningkatan
pasokan oksigen yang dibutuhkan oleh otot jantung yang lemah.
Tekanan darah tinggi juga memberikan kontribusi untuk
perubahan dari dinding pembuluh darah yang pada gilirannya dapat
memperburuk aterosklerosis. Hal ini juga akan meningkatkan resiko
serangan jantung dan stroke.
Peningkatan tekanan darah selain disebabkan factor
keturunan, gaya hidup, dan hipertensi primer dapat juga disebabkan
karena hipertensi sekunder akibat dari penyakit, kelainan atau
kondisi seperti :

x
1. Penyakit ginjal

Hipertensi sekunder yang terkait dengan ginjal disebut


hipertensi ginjal (renal hypertension). Gangguan ginjal yang
paling banyak menyebabkan tekanan darah tinggi adalah
penyempitan arteri ginjal, yang merupakan pembuluh darah
utama menyuplai darah kedua organ ginjal. Bila pasokan
darah menurun, ginjal akan memproduksi berbagai zat yang
meningkatkan tekanan darah.
2. Stress
Stress bias memicu sistem saraf simpatik sehingga
meningkatkan aktivitas jantung dan tekanan pembuluh darah.
3. Apnea
Obstruktif sleep apnea atau osa adalah gangguan tidur
dimana penderita berkali-kali berhenti bernafas (antara 10-30
detik) selama tidur. Apnea biasanya diderita oleh orang
kegemukan dan diikuti dengan gejala lain seperti rasa ngantuk
luar biasa disiang hari, mendengkur, sakit kepala pagi hari,
dan edema (pembengkakan) dikaki bagian bawah. Separuh
penderita apnea menderita hipertensi, yang mungkin dipicu
oleh perubahan hormone karena reaksi terhadap penyakit dan
stress yang ditimbulkannya.
4. Gangguan tyroid (hyper/hipotiroid)
Hypertiroid atau kelebihan hormone tiroid ditandai dengan
mudah kepanasan (merasa gerah), penurunan berat badan,
jantung berdebar dan tremor. Hormone tiroid yang berlebih
merangsang aktivitas jantung, meningkatkan produksi darah,
dan meningkatkan resistensi pembuluh darah sehingga
menimbulkan hipertensi.
Hipotiroid atau kekurangan hormone tiroid ditandai dengan
kelelahan, penurunan berat badan, kerontokan rambut dan
lemah otot. Hubungan antara kekurangan tiroid dan hipertensi
belum banyak diketahui, namun diduga bahwa melambatnya

xi
metabolisme tubuh karena kekurangan tiroid mengakibatkan
pembuluh darah terhambat dan tekanan meningkat.
5. Pre eklamsia
Pre eklamsia adalah hipertensi karena kehamilan (gestational
hypertension) yang biasa terjadi pada trimester ke tiga
kehamilan. Pre eklamsia di sebabkan oleh volume drah yang
meningkat selama kehamilan & berbagai perubahan
hormonal. Sekitar 5-10% kehamilan pertama di tandai dengan
pre eklamsia.
6. Koarktasi aorta (aortic coarctation)
Koarktasi atau penyempitan aorta adalah kelainan bawaan
yang menimbulkan tekanan darah tinggi.
7. Gangguan kelenjar adrenal
Kelenjar adrenal berfungsi mengatur kerja ginjal dan tekanan
darah. Bila salah satu atau kedua kelenjar adrenal mengalami
gangguan, maka dapat mengakibatkan produksi hormone
berlebihan yang meningkatkan tekanan darah.

C. Patofisiologi
Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah interaksi
yang kompleks dari faktor hemodinamik, struktural, neuroendokrin,
selular, dan molekular. Di satu sisi faktor-faktor ini berperan dalam
perkembangan hipertensi dan komplikasinya, sementara di sisi lain
peningkatan tekanan darah juga mempengaruhi faktor-faktor
tersebut. Peningkatan tekanan darah akan menyebabkan perubahan
struktur dan fungsi jantung dengan 2 jalur: secara langsung melalui
peningkatan afterload dan secara tidak langsung melalui interaksi
neurohormonal dan vaskular (Riaz K, 2003).
Hipertrofi ventrikel kiri merupakan kompensasi jantung
menghadapi tekanan darah tinggi ditambah dengan faktor
neurohormonal yang ditandai oleh penebalan konsentrik otot jantung
(hipertrofi konsentrik).

xii
Fungsi diastolik akan mulai terganggu akibat dari gangguan
relaksasi ventrikel kiri, kemudian disusul oleh dilatasi ventrikel kiri
(hipertrofi eksentrik). Rangsangan simpatis dan aktivasi sistem RAA
memacu mekanisme Frank-Starling melalui peningkatan volume
diastolik ventrikel sampai tahap tertentu dan pada akhirnya akan
terjadi gangguan kontraksi miokard (penurunan/gangguan fungsi
diastolik) (PAPDI, 2006).
Iskemia miokard (asimtomatik, angina pektoris, infark jantung,
dll) dapat terjadi karena kombinasi akselerasi proses aterosklerosis
dengan peningkatan kebutuhan oksigen miokard akibat dari hipertrofi
ventrikel kiri. Hipertrofi ventrikel kiri, iskemia miokard, dan gangguan
fungsi endotel merupakan faktor utama kerusakan miosit pada
hipertensi antra lain sebagai berikut :
1. Hipertrofi Ventrikel Kiri

15-20% pasien dengan hipertensi akan mengalami


pembesaran ventrikel kiri. Resiko pembesaran ventrikel kiri
akan meningkat dua kali lipat dengan adanya obesitas.
Prevalensi pembesaran ventrikel kiri berdasarkan bacaan
elektrokardiografi, yang tidak terlalu sensitif, bervariasi.
Penelitian menunjukkan hubungan langsung antara tingkat
dan durasi hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri (Riaz K,
2009).
Hipertrofi ventrikel kiri, yang didefinisikan sebagai
peningkatan massa ventrikel kiri, disebabkan oleh respon
miosit pada berbagai macam stimulus yang menyertai
peningkatan tekanan darah. Hipertrofi miokard timbul sebagai
kompensasi dari peningkatan afterload. Stimulus mekanik dan
neurohormonal serta hipertensi menimbulkan aktivasi
pertumbuhan miokard, ekspresi gen (yang terdapat pada
miokard fetal), dan hipertrofi ventrikel kiri. Sistem renin-
angiotensin juga turu mempengaruhi pertumbuhan
interstisium dan komponen matriks seluler.

xiii
Kesimpulannya hipertrofi ventrikel kiri terjadi akibat hipertrofi
miosit dan ketidakseimbangan antara miosit dan struktur
interstisium miokard (Riaz K, 2009).
Terdapat beberapa macam hipertrofi ventrikel kiri,
meliputi remodelling konsentris, hipertrofi ventrikel kiri
konsentris, dan hipertrofi ventrikel kiri eksentris. Hipertrofi
ventrikel kiri konsentris adalah peningkatan ketebalan dan
massa ventrikel kiri dengan peningkatan tekanan dan volume
diastolik, umumnya ditemukan pada pasien dengan hipertensi
dan merupakan petanda yang buruk bagi pasien ini.
Dibandingkan dengan hipertrofi ventrikel kiri eksentris, dimana
peningkatan ketebalan ventrikel kiri terjadi tidak secara
merata, hanya di tempat tertentu, misalnya pada septum.
Walaupun, hipertrofi ventrikel kiri berperan sebagai respon
protektif terhadap peningkatan tekanan dinding jantung untuk
mempertahankan curah jantung yang adekuat, namun hal ini
dapat menyebabkan disfungsi sistolik dan diastolik (Riaz K,
2009).
2. Kelainan Atrium Kiri
Perubahan struktural dan fungsi atrium kiri sangat
sering terjadi pada pasien dengan hipertensi. Peningkatan
afterload akan berdampak pada atrium kiri oleh peningkatan
tekanan diastolik akhir ventrikel kiri dan sekunder oleh karena
peningkatan tekanan darah yang mengakibatkan kerusakan
atrium kiri, penurunan fungsi atrium kiri, dan
penebalan/pelebaran atrium kiri. Pelebaran atrium kiri yang
menyertai hipertensi tanpa adanya penyakit katup jantung
atau disfungsi sistolik biasanya merupakan implikasi dari
hipertensi kronis atau mungkin berhubungan dengan tingkat
keparahan disfungsi diastolik ventrikel kiri.

xiv
Dengan adanya perubahan struktur tersebut, pasien memiliki
resiko tinggi untuk mengalami fibrilasi atrium dan dapat
mengakibatkan gagal jantung (Riaz K, 2009).
3. Penyakit Katup
Meskipun penyakit katup jantung tidak menyebabkan
penyakit jantung hipertensi, hipertensi yang parah dan kronis
dapat menyebabkan dilatasi aorta yang menimbulkan
insufisiensi aorta. Insufisiensi aorta juga dapat ditemukan
pada pasien-pasien hipertensi yang tidak terkontrol.
Peningkatan tekanan darah yang akut dapat memperparah
keadaan insufusiensi aorta, dimana akan membaik jika
tekanan darah terkontrol dengan baik. Disamping dapat juga
menyebabkan regurgitasi aorta, hipertension juga dapat
mempercepat proses sklerosis aorta dan regurgitasi mitral
(Riaz K, 2009).
4. Gagal Jantung
Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering
terjadi pada peningkatan tekanan darah yang terjadi secara
kronis. Hipertensi sebagai penyebab dari gagal jantung
kongestif seringkali tidak terdeteksi, karena saat proses gagal
jantung terjadi, disfungsi ventrikel kiri tidak menyebabkan
peningkatan tekanan darah. Prevalensi dari disfungsi diastolik
asimtomatis pada pasien dengan hipertensi namun tanpa
pembesaran ventrikel kiri sekitar 33% (Riaz K, 2009).
Disfungsi diastolik sering terjadi pada pasien dengan
hipertensi, dan sering disertai dengan pembesaran ventrikel
kiri. Faktor-faktor yang menyebabkan disfungsi diastolik
disamping adanya peningkatan afterload, adalah interaksi
antara penyakit jantung koroner, usia, disfungsi sistolik, dan
kelainan struktural, misalnya fibrosis dan hipertrofi ventrikel
kiri. Biasanya disfungsi diastolik juga diikuti oleh disfungsi
sistolik asimtomatis. Selanjutnya, hipertrofi ventrikel kiri gagal

xv
untuk mengkompensasi peningkatan curah jantung karena
peningkatan tekanan darah, sehingga ventrikel kiri mengalami
dilatasi untuk mempertahankan curah jantung. Ketika
memasuki tahap akhir, fungsi sistolik ventrikel kiri semakin
menurun. Hal ini meningkatkan aktivasi neurohormonal dan
sistem renin-angiotensin, mengakibatkan peningkatan
retetensi garam dan cairan, serta peningkatan vasokonstriksi
perifer, menambah kerusakan lebih lanjut pada ventrikel kiri
menjadi disfungsi sistolik yang simtomatik(Riaz K, 2009).
Apoptosis, atau kematian sel yang terprogram, yang
distimulasi oleh hipertrofi miokard dan ketidakseimbangan
antara stimulan dan inhibitor, memiliki peran yang penting
dalam transisi tahap kompensasi ke tahap dekompensasi.
Pasien dapat menjadi simtomatik dalam tahap disfungsi
sistolik atau diastolik asimtomatis, tergantung dari kondisi
afterload atau adanya keterlibatan miokard (misalnya iskemia,
infark). Peningkatan tekanan draah yang terjadi secara tiba-
tiba dapat mengakibatkan edema paru akut tanpa perlu terjadi
perubahan fraksi ejeksi ventrikel kiri. Umumnya,
perkembangan disfungsi atau dilatasi ventrikel kiri, baik yang
asimtomatis maupun simtomatis, dianggap sebagai penyebab
penurunan status klinis yang cepat dan meningkatkan angka
kematian. Penebalan ventrikel kanan dan disfungsi diastolik
juga berperan menyebabkan penebalan septum dan disfungsi
ventrikel kiri (Riaz K, 2009).
5. Iskemik Miokard
Pasien dengan angina memiliki prevalensi hipertensi
yang tinggi. Hipertensi melipatgandakan resiko untuk penyakit
jantung koroner. Iskemia pada pasien dengan hipertensi
terjadi karena multifaktor (Riaz K, 2009).
Yang penting, pada pasien dengan hipertensi, angina
dapat muncul tanpa penyakit jantung koroner.

xvi
Hal ini terjadi karena peningkatan afterload sekunder karena
hipertensi mengakibatkan peningkatan tekanan ventrikel kiri
dan transmural, menghambat aliran darah koroner saat
diastol. Selanjutnya, pada pasien dengan hipertensi,
mikrovaskularisasi yaitu arteri koroner epikardial, mengalami
disfungsi dan tidak dapat mengkompensasi peningkatan
metabolisme dan kebutuhan oksigen (Riaz K, 2009).
Perkembangan dan progresifitas arteriosklerosis, dasar
dari penyakit jantung koroner, adalah kerusakan arteri terus-
menerus karena peningkatan tekanan darah. Tekanan yang
terus-menerus mengakibatkan disfungsi endotel, dan
menyebabkan kelainan sistesis dan pengeluaran agen
vasodilator nitrit oxide. Penurunan kadar nitrit oxide
menyebabkan dan mempercepat proses arteriosklerosis dan
penumpukan plak (Riaz K, 2009).
6. Aritmia
Aritmia yang sering terjadi pada pasien dengan
hipertensi diantaranya adalah atrial fibrilasi, PVC (premature
ventricular contractions) dan ventrikular takikardi. Resiko dari
kematian mendadak juga meningkat. Terdapat berbagai
mekanisme yang berperan dalam patogenesis aritmia
diantaranya penurunan struktur dan metabolisme seluler,
inhomogenitas miokard, perfusi yang buruk, fibrosis miokard,
dan fluktuasi afterload. Semua faktor ini dapat meningkatkan
resiko terjadinya ventrikular takiaritmia (Riaz K, 2009).
Atrial fibrilasi (paroksismal, kronik rekuren, atau kronik
persisten) seringkali didapatkan pada pasien dengan
hipertensi. Faktanya, peningkatan tekanan darah adalah
penyebab tersering dari atrial fibrilasi di daerah barat.
Penelitian menunjukkan bahwa hampir 50% pasien dengan
atrial fibrilasi memiliki riwayat hipertensi. Meskipun etiologinya
belum diketahui, abnormalitas struktural atrium kiri, penyakit

xvii
jantung koroner, dan hipertrofi ventrikel kiri dianggap sebagai
faktor yang berperan. Atrial fibrilasi dapat menyebabkan
dekompensasi sistolik, bahkan disfungsi diastol,
menyebabkan penurunan curah atrium juga resiko komplikasi
trimboemboli yang dapat mengakibatkan stroke (Riaz K,
2009).
PVC (premature ventricular contraction), ventrikular
aritmia, dan kematian mendadak sering didapatkan pada
pasien dengan hipertrofi ventrikel kiri. Etologi dari aritmia ini
diantaranya penyakit jantung koroner dan fibrosis miokard
(Riaz K, 2009).

D. Gejala klinis

Pada tahap awal, seperti hipertensi pada umumnya,


kebanyakn pasien tidak ada keluhan. Bila simtomatik maka biasanya
disebabkan oleh:

1. Peningkatan tekanan darah itu sendiri, seperti berdebar-


debar, rasa melayang (dizzy), dan impoten
2. Penyakit jantung/vaskular hipertensi seperti cepat capek,
sesak napas, sakit dada (iskemia miokard atau diseksi aorta),
bengkak kedua kaki atau perut. Gangguan vaskular lainnya
adalah epistaksis, hematuria, pandangan kabur karena
perdarahan retina, transient cerebral ischemic.
3. Penyakit dasar seperti pada hipertensi sekunder: polidipsi,
poliuria,dan kelemahan otot pada aldosteronism primer;
peningkatan BB dengan emosi yang labi pada sindrom
Cushing. Phaeocromositoma dapat muncul dengan keluhan
episode sakit kepala, palpitasi, banyak keringat, dan rasa
melayang saat berdiri.

xviii
E. Komplikasi
Meningkatnya tekanan darah seringkali merupakan satu-
satunya gejala pada hipertensi essensial. Kadang-kadang hipertensi
essensial berjalan tanpa gejala dan baru timbul gejala setelah
komplikasi pada organ sasaran seperti pada ginjal mata, otak, dan
jantung. Gejala-gejala seperti sakit kepala, mimisan, pusing,
migraine sering ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi essensial.
Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah di jumpai
adalah : gangguan saraf, gagal jantung, gangguan fungsi ginjal,
gangguan serebral (otak), yang mengakibatkan kejang dan
pendarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan,
gangguan kesadaran hingga koma, sebelum bertambah parah dan
terjadi komplikasi serius seperti gagal ginjal, serangan jantung
stroke, lakukan pencegahan dan pengendalian hipertensi dengan
mengubah gaya hidup dan pola makan, beberapa kasus hipertensi
erat kaitannya dengan gaya hidup tidak sehat, seperti kurang
olahraga, stress, merokok dan kurang istirahat. Kebiasaan makan
juga perlu diwaspadai. Pembatasan asupan natrium (komponen
utama garam), sangat disarankan karena terbukti baik untuk
kesehatan penderita hipertensi.

F. Epidemologi
Prevalensi hipertensi pada tahun 2005 adalah 35.3 juta pada
laki-laki dan 38.3 juta pada wanita. Sedangkan prevalensi pada LVH
tidak diketahui. Jumlah LVH yang ditemukan berdasar EKG adalah
2,9% pada laki-laki dan 1,5% pada wanita. Pasien-pasien tanpa
LVH, 33% telah memiliki distolik disfungsi yang asimtomatik.
Menurut penelitian Framingham, hipertensi merupakan
penyebab seperempat gagal jantung. Pada populasi dewasa
hipertensi berkonstribusi 68% terhadap terjadinya gagal jantung.

xix
Pasien dengan hipertensi mempunyai resiko dua kali lipat pada laki-
laki dan tiga kali lipat pada wanita. (Riaz, 2009)
Peningkatan tekanan darah sistolik seiring dengan
pertambahan umur. Peningkatan tekanan darah lebih tinggi pada
laki-laki dibanding wanita, sampai wanita mengalami menopause,
dimana tekanan darah akan meningkat tajam dan mencapai level
yang lebih tinggi daripada pria. Prevalensi hipertensi lebih tinggi
pada pria daripada wanita pada usia di bawah 55 tahun, namun
sebaliknya pada usia di atas 55 tahun. Prevalensi gagal jantung
hipertensi mengikuti pola prevalensi hipertensi.
Sampai saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar
antara 5-10%, sedangkan tercatat pada tahun 1978 proporsi
penyakit jantung hipertensi sekitar 14,3% dan meningkat menjadi
sekitar 39% pada tahun 1985 sebagai penyebab penyakit jantung di
Indonesia. Sejumlah 85-90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya
atau disebut sebagai hipertensi primer (hipertensi esensial atau
idiopatik). Hanya sebagian hipertensi yang dapat ditemukan
penyebabnya (hipertensi sekunder). (Panggabean, 2006).

Survei kesehatan rumah tangga (SKRT) yang dilakukan


Departemen Kesehatan tahun 1986 menunjukkan bahwa penyakit
jantung menduduki urutan ke-3 sebagai penyebab kematian, dengan
catatan pada golongan umur 45 tahun keatas penyakit
kardiovaskuler menempati urutan pertama sebagai penyebab
kematian, sedangkan pada SKRT tahun 1972 penyakit jantung
masih menduduki urutan ke-11. Kekerapan penyakit jantung juga
meningkat dari 5,2% sampai 6,3%. Penyakit jantung dan pembuluh
darah yang banyak di Indonesia adalah penyakit jantung koroner,
penyakit jantung reumatik dan penyakit hipertensi.

xx
Penyakit hipertensi merupakan salah satu faktor resiko
terjadinya penyakit jantung koroner dan dapat menyebabkan
komplikasi pada organ lain, seperti mata, ginjal, dan otak.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen
Kesehatan RI melaporkan bahwa didapatkan angka kekerapan
penyakit hipertensi ini pada golongan usia 45-54 tahun adalah
19.5%, kemudian meningkat menjadi 30.6% di atas usia 55 tahun.

G. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium awal meliputi:


1. Urinalisis: protein, leukosit, eritrosit, silinder
2. Darah lengkap: leukosit, hemoglobin, hematokrit, trombosit
3. Elektrolit darah: kalium, kalsiuj, fosfor
4. Ureum/kreatinin
5. Gula darah puasa
6. Total kolesterol, trigliserida, HDl, LDL
7. Elektrokardiografi
8. TSH
9. Foto thorax
10. Ekokardiografi
Ekokardiografi dilakukan karena dapat menemukan hipertrofi
ventrikel kiri lebih dini dan lebih spesifik. Indikassi ekokardiografi
pada pasien hipertensi adalah:
a) Konfirmasi gangguan jantung atau murmur
b) Hipertensi dengan kelainan katup
c) Hipertensi pada anak atau remaja
d) Hipertensi saat aktivitas, tetapi normal saat istirahat
e) Hipertensi disertai sesak napas yang belum jelas sebabnya
(gangguan fungsi sistolik atau diastolik)
Ekokardiografi doopler dapat dipakai untuk menilai fungsi
diastolik (gangguan fungsi relaksasi ventrikel kiri, pseudo-
normal, atau tipe restriktif).

xxi
H. Penatalaksanaan

Terapi untuk HHD terbaik ada dalam konteks dari JNC 7


dan ACC tahun 2001 / pedoman HF AHA yang menekankan
pentingnya terapi antihipertensi berdasarkan bukti klinis dan kondisi
natural history. Awalnya, HHD belum sepenuhnya diintegrasikan ke
dalam ACC / pedoman AHA, tetapi jelas bahwa HHD cocok
sempurna dalam keseluruhan konteks seperti diuraikan. (Joseph,
2004)
Dibawah ini terapi berdasarkan stadium gagal jantung.
sebelumngya di bawah ini akan dijelaskan stadium gagal jantung.

ACC / AHA staging NYHA Klasifikasi fungsional


gagal jantung Severity berdasarkan gejala dan
aktivitas fisik
Tahapan gagal
jantung berdasarkan
pada struktur dan
kerusakan otot
jantung

Tahap A Pada risiko Kelas I tidak ada keterbatasan


tinggi untuk aktivitas fisik. Biasa aktivitas fisik
mengembangkan tidak menyebabkan kelelahan
gagal jantung. Tidak yang tidak semestinya, debar
teridentifikasi jantung, atau dispnea.
abnormalitas
struktural atau
fungsional, tidak ada
tanda-tanda atau
gejala.

Tahap B Kelas II sedikit keterbatasan


Dikembangkan aktivitas fisik. Nyaman saat
penyakit jantung istirahat, tapi kegiatan fisik dalam
xxii
struktural yang kelelahan, debar jantung, atau
sangat terkait dengan dispnea.
perkembangan gagal
jantung, tapi tanpa
tanda-tanda atau
gejala.

Tahap C simtomatik Kelas III Ditandai keterbatasan


gagal jantung yang aktivitas fisik. Nyaman saat
berhubungan dengan istirahat, tapi kurang dari hasil
dasar penyakit kegiatan biasa dalam kelelahan,
jantung struktural debar jantung, atau
dispnea.

Tahap D Advanced Kelas IV Tidak untuk melakukan


penyakit jantung kegiatan fisik apapun tanpa rasa
struktural dan gejala tidak nyaman.
ditandai gagal Gejala saat istirahat. Jika
jantung saat istirahat aktivitas fisik dilakukan,
meskipun terapi ketidak nyamanan meningkat
medis maksimal.

ACC =American The Criteria Committee of the


College of New York Heart Association.
Cardiology; AHA ¼ Nomenclature and Criteria for
American Heart Diagnosis of Diseases of the
Association. Hunt SA Heart and Great Vessels. 9th ed.
et al. Circulation Little Brown & Co;
2005;112:1825–
1994. pp 253–256.
1852.

Penatalaksanaan non farmakologis :

xxiii
Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat
penting untuk mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan
bagian yang penting dalam penanganan hipertensi. Semua pasien
dengan prehipertensi dan hipertensi harus melakukan perubahan
gaya hidup. Perubahan yang sudah terlihat menurunkan tekanan
darah dapat terlihat pada tabel sesuai dengan rekomendasi dari JNC
VII. Disamping menurunkan tekanan darah pada pasien-pasien
dengan hipertensi, modifikasi gaya hidup juga dapat mengurangi
berlanjutnya tekanan darah ke hipertensi pada pasien-pasien dengan
tekanan darah prehipertensi.

Modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat menurunkan


tekanan darah adalah mengurangi berat badan untuk individu yang
obes atau gemuk; mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach
to Stop Hypertension) yang kaya akan kalium dan kalsium; diet
rendah natrium; aktifitas fisik; dan mengkonsumsi alkohol sedikit
saja. Pada sejumlah pasien dengan pengontrolan tekanan darah
cukup baik dengan terapi satu obat antihipertensi; mengurangi
garam dan berat badan dapat membebaskan pasien dari
menggunakan obat. (Hyman, 2001)

Program diet yang mudah diterima adalah yang didisain untuk


menurunkan berat badan secara perlahan-lahan pada pasien yang
gemuk dan obes disertai pembatasan pemasukan natrium dan
alkohol. Untuk ini diperlukan pendidikan ke pasien, dan dorongan
moril. Fakta-fakta berikut dapat diberitahu kepada pasien supaya
pasien mengerti rasionalitas intervensi diet: (Dosh, 2001)

a) Hipertensi 2 – 3 kali lebih sering pada orang gemuk dibanding


orang dengan berat badan ideal
b) Lebih dari 60 % pasien dengan hipertensi adalah gemuk
(overweight)

xxiv
c) Penurunan berat badan, hanya dengan 10 pound (4.5 kg)
dapat menurunkan tekanan darah secara bermakna pada
orang gemuk
d) Obesitas abdomen dikaitkan dengan sindroma metabolik,
yang juga prekursor dari hipertensi dan sindroma resisten
insulin yang dapat berlanjut ke DM tipe 2. dislipidemia, dan
selanjutnya ke penyakitkardiovaskular.
e) Diet kaya dengan buah dan sayuran dan rendah lemak jenuh
dapat menurunkan tekanan darah pada individu dengan
hipertensi.
f) Walaupun ada pasien hipertensi yang tidak sensitif terhadap
garam, kebanyakan pasien mengalami penurunaan tekanan
darah sistolik dengan pembatasan natrium.

JNC VII menyarankan pola makan DASH yaitu diet yang kaya
dengan buah, sayur, dan produk susu redah lemak dengan kadar
total lemak dan lemak jenuh berkurang. Natrium yang
direkomendasikan < 2.4 g (100 mEq)/hari.
Aktifitas fisik dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga
aerobik secara teratur paling tidak 30 menit/hari beberapa hari per
minggu ideal untuk kebanyakan pasien. Studi menunjukkan kalau
olah raga aerobik, seperti jogging, berenang, jalan kaki, dan
menggunakan sepeda, dapat menurunkan tekanan darah.
Keuntungan ini dapat terjadi walaupun tanpa disertai penurunan
berat badan. Pasien harus konsultasi dengan dokter untuk
mengetahui jenis olah-raga mana yang terbaik terutama untuk
pasien dengan kerusakan organ target.
Merokok merupakan faktor resiko utama independen untuk
penyakit kardiovaskular. Pasien hipertensi yang merokok harus
dikonseling berhubungan dengan resiko lain yang dapat diakibatkan
oleh merokok.

xxv
I. Pencegahan
1. Pencegahan (individu tahap A)

Tujuan terapi pada tahap A (mereka yang beresiko untuk


HF) adalah penekanan faktor risiko, dengan mengontrol
tekanan darah adalah hal yang paling penting. Individu tahap
A harus didorong untuk melakukan perubahan gaya hidup,
khususnya mengkontrol berat badan dan latihan aerobik untuk
mengontrol tekanan darahdan faktor risiko lain seperti
dislipidemia dan dysglycemia.

Aktifitas fisik memperbaiki fungsi jantung dan


mengurangi tekanan daah dan afterload jantung dengan cara
berbagai mekanisme, termasuk kekakuan arteri berkurang.
Obat hipertensi dianjurkan untuk individu dengan BP 140/90
mm Hg pada populasi umum atau 130/80 mm Hg pada
diabetes atau penyakit ginjal kronis. Penekanan ditempatkan
pada mencapai tujuan pengobatan, yang biasanya
membutuhkan kombinasi dari agen anti hipertensi. Terapi
antihipertensi diuretik memungkinkan pengurangan sekitar
50% terjadinya HF. Angiotensin-converting enzyme (ACE)
inhibitor dan b-bloker juga, sedangkan kalsium antagonis dan
β-blocker tampaknya kurang efektif dalam mencegah HF.
(Joseph, 2004)

Gabungan pencegahan / pengobatan (tahap B dan


hipertrofi ventrikel kiri) Tujuan perawatan khusus untuk pasien
dengan tahap B tanpa gejala''HF''adalah untuk mengurangi,
menghambat, maladaptive jantung dan pembuluh darah,
sehingga mencegah atau menunda terjadinya HF. Kontrol
tekanan darah tetap menjadi dasar dari terapi dalam tahap B,
bersama dengan manajemen faktor risiko lainnya. Tahap B
harus mencakup LVH karena banyak ahli percaya bahwa
regresi LVH merupakan target terapeutik penting.

xxvi
Data studi menunjukkan bahwa penurunan tegangan
EKG berhubungan dengan pengurangan yang signifikan
dalam kejadian CVD Dalam analisis-meta dari empat
penelitian terapi antihipertensi, pasien denganecho-regresi
LVH mengalami 59% pengurangan risiko CVD dibandingkan
dengan mereka yang tidak regresi atau dengan
perkembangan selanjutnya dari LVH. Karena afterload jantung
meningkat adalah stimulus utama untuk konsentris LVH,
hampir semua rejimen terapi yang mengurangi tekanan darah
sistolik mendorong regresi LVH.

Vasodilator adalah pengecualian karena obat-obatan


seperti hydralazine dan minoxidil sebaliknya tidak mengurangi
LVH meskipun Efektif menurunkan tekanan darah.

Beberapa peneliti telah mengusulkan bahwa efek


prohypertrophic angiotensin II menjadi dasar untuk status
pilihan inhibitor ACE dan angiotensin reseptor bloker (ARB)
dalam regresi LVH; Namun, kalsium antagonis dan diuretik,
yang cenderung untuk merangsang angiotensin II, hanya
sedikit lebih buruk (sekitar 10%) dari ACE inhibitor atau ARB
dalam mengatasi regresi LVH. (Joseph, 2004)

Terapi Optimal HF tahap B masih belum jelas karena


relatif kurangnya studi klinis langsung di daerah ini. Pada
keseimbangan, ACE inhibitor b-blocker, dan ARB masuk
pilihan dalam setiap tahap pasien B dengan disfungsi sistolik
atau LVH. Kombinasi penghambat ACE dan ARB pada pasien
B tahap tidak mencapai manfaat tambahan. Peran diuretik
thiazide dalam tahap B HF agak kurang jelas.

xxvii
2. Gagal jantung (tahap C-D)

Agen tertentu yang direkomendasikan oleh JNC 7 untuk


pengobatan hipertensi dan HF sebagai indikasi. adalah suatu
kondisi yang berisiko tinggi berhubungan dengan hipertensi
yang ada uji klinis bukti manfaat hasil tertentu untuk kelas
tertentu obat anti hipertensi. ujuan perawatan untuk pasien
dengan HF adalah untuk mengurangi gejala, mencegah
masuk rumah sakit, mencegah remodelling lambat atau
remodelling progresif, dan menurunkan angka kematian.
Tekanan darah pada HF memnutuhkan perawatan lanjutan
yang layak. Penurunan tekanan darah yang agresif adalah
sangat pentingkarena sensitivitas dari afterload ventrikel gagal
jantung meningkat. Dengan demikian, sering kali diperlukan
untuk mengurangi tekanan darah sistolik sebanyak mungkin,
bahkan sampai nilai di bawah 120 mm Hg jika pasien tidak
bergejala (ortostatik biasanya hipotensi berat atau kelelahan).

Untuk sistolik disfungsi, terapi obat merupakan hal


terpenting dalam manajemen. Obat yang memenuhi
persyaratan sebagai JNC 7 indikasi kuat untuk pengobatan
hipertensi dan HF dapat diklasifikasikan secara luas sebagai
menghambat neurohormonal (Yaitu, obat-obatan yang
mengganjal simpatik dan renin-angiotensin-aldosteron
sistem). Termasuk dalam kategori ini adalah inhibitor ACE,
ARB, b-blocker, dan antagonis aldosteron.

Loop diuretik sangat diperlukan dalam mengelola gejala


berkaitan dengan volume overload dan dalam kontrol agresif
tekanan darah di beberapa individu. Digitalis dapat
memperbaiki gejala, tetapi tidak mempengaruhi prognosa.
Tambahan modalitas seperti defibrillator implant,
counterpulsation perangkat, dan transplantasi organ kadang-
kadang digunakan dalam kasus-kasus yang kompleks.

xxviii
BAB III
PEMBAHASAN

A. Diagnosa Medis
Hipertensi heart disiase
Rencana tindakan operasi : Percutuneaus Intervensi Coronary

B. Tanda-tanda Vital Pasien


1. Deskripsi Pasien
a. Nama : TN. J
b. Tanggal Lahir : 04 – 11 - 1961
c. No. RM : 1963XX
d. Alamat : Pinrang blok 1, Makassar
e. Jenis kelamin : Perempuan
f. Status : Sudah Kawin
g. Agama : Islam
2. Tanda-tanda Vital
1. Keluhan Utama : Nyeri dada
2. Keluhan Tambahan :-
3. Riwayat Penyakit :-
4. Data Fokus
a. Data Subjektif : Pasien mengatakan nyeri dada
b. Data Objektif :-
Tekanan Darah : 167/89 mmHg
Pernapasan : 20x/menit
Nadi : 77x/menit
Suhu : 36° C
Berat Badan : 52 Kg
Tinggi Badan : 160 cm

xxix
C. Nama alat

1. Mesin fluoroscopy

Gambar 1 mesin flouroscopy

2. Monitor hemodinamik

Gambar 2. Monitor hemodinamik

Standar pengoperasian pesat Ge innova 3100


1. Power on pesawat
2. Pastikan suhu ruangan pada range 19-24 celsius dan
kelembapan 45-60%
3. Tekan tombol on pada konsole control dan dan prosser
gambar Masukan ID dan password pada CPU (maclab)

xxx
4. Tekan tombol on pada CPU sistem hemodinamik
(maclab)Tekan on pada CPU Aplikasi khusus (advence
workstation)
5. Langkah selanjutnya masuk pada prosedur tindakan.
6. Masukan ID dan password pada CPU aplikasi Khusus
(advence workstation).
7. Untuk memulai pasien baru tekan tombol new patient
pada kontrol
8. Masukan identitas dan jenis tindakan
9. Tekan tombol start exam
10. Setelah tindakan tombol end exam.
11. Setelah selasai tindakan matikan pesawatTekan tombol
off pada konsele dan prossesor gambarShutdown CPU
sistem hemodinamik (maclab)Shutdown CPU sistem
aplikasi khusus (advence workstation)

2. Presuree bag

Gambar 3. Pressure bag

Pressure Infusion Bag adalah suatu alat yang digunakan


untuk memompa (memeras) cairan infus. Sistem kerja alat
ini adalah dengan menggunakan alat pemompa yang
dapat diatur sesuai kebutuhan sehingga penggunaannya
sangat mudah dan praktis.

xxxi
3. Tranduser

Gambar 4. Tranduser
Tranduser merupakan alat yang akan menghubungkan
dari pasien ke monitor yang menghasilkan gambaran
hemodinamik. pada saat tindakan tranduser akan tutup
sehingga tidak ada udara masuk pada selang yang
bisa meyebabkan pembekuan darah

4. Kateter

Gambar 5. Kateter JL

xxxii
5. Oximetry

Gambar 6. Oximetry

Oximertry merupakan metode noninvasif untuk


mengukur kadar oksigen dalam protein hemoglobin
pada darah seseorang atau disebut juga saturasi
oksigen. Kadar ini dinyatakan dalam persentase,
dengan angka saturasi oksigen normal berkisar antara
95 hingga 100.

6. Elektroda

Gambar 8. Elektroda ekstremitas atas

xxxiii
7. Tensi

Gambar 9 Tensi

8. Drug Eluting Stent

Gambar 9. Drug Eluting Stent

xxxiv
h. Seath dan kontras

Gambar 10 seath dan kontras

i. Trolley emergency

Gambar 11 Trolley Emergency

Emergency trolley adalah trolley yang berisi peralatan


dan obat-obatan untuk keadaan gawat darurat, dimana
terjadi perburukan keadaan klinis pasien secara
mendadak dan tidak diperkirakan sebelumnya yang
dapat segera menyebabkan kematian atau
menimbulkan kesehatan jangka panjang sehingga
diperlukan intervensi.

xxxv
Prinsip Kerja Alat
1. Prinsip kerja alat fluoroscopy

Fluoroscopy adalah mesin atau pesawat yang


menghasilkan sinar-x untuk menghasilkan gambar melalui via
gambar atau pun video dari tubuh pasien secara tindakan
langsung. Ini adalah tindakan medis yang umum digunakan
untuk membantu dokter atau tenaga medis dengan berbagai
prosedur dan intervensional.

Fluoroscopy terutama diperlukan untuk berfungsi melihat


lokasi serta pergerakan suatu organ atau sistem tubuh
manusia secara real time.

Fluoroscopy dapat memgambarkan hasil diagnosa real time


diwaktu pemeriksaan, pemeriksaan fluoroscopy juga
umumnya digunakan untuk mengevaluasi dan mengobservasi
fungsi fisiologis tubuh yang bergerak, seperti proses menelan,
jalannya penyuntikan zat kontras pada sistem pembuluh
darah manusia, dan tindakan medis lain-lain.

2. Prinsip kerja alat Percutaneous coronary


intervention (PCI)

Percutaneous coronary intervention (PCI), atau


angiplasty primer, adalah prosedur medis untuk
memulihkan aliran darah ke jantung ke jantung dengan cara
mengatasi sumbatan atau penyempitan pada arteri koroner.
Primary PCI dilakukan dengan meregangkan area arteri
koroner yang menyempit memakai balon yang terpasang
pada kateter.

Primary PCI adalah cara paling efektif untuk menangani


pasien serangan jantung untuk memulihkan kerja otot
jantung dan pada akhirnya menyelamatkan nyawa pasien.

xxxvi
Proses primary percutaneous coronary intervention
mencakup penggunakan tabung kecil dan kateter dengan
panduan gambar sinar-X untuk menemukan gumpalan
darah beku yang menyebabkan serangan jantung.

F. Teknik-Teknik Pemeriksaan
a. Persiapan Alat
Pada persiapan alat sebelum Tindakan dimulai
mempersiapkan perlengkapan mesin hemodinamik seperti
tranduser yang dihubungkan ke
perangkat komputer agar dapat menampilkan gambaran
hemodinamik dimonitor. Kemudian menyiapkan elektroda
dan juga memasangkan ke pasien untuk pemantauan
EKG pasien serta mempersiapkan alat printer untuk
dokumentasi hasil pemeriksaan. Alat tambahan
1. Spuit
1) 1cc = 1
2) 3 cc = 1
3) 5 cc = 1
4) 10 cc = 2
5) 20 cc = 2
2. Kateter
3. Kawat penuntun
4. Shet pengantar kateter
5. Laken steril
6. Kom steril
7. Kontras
8. Betadine
9. Kasa steril
10. Laken steril

xxxvii
Gambar 12 persiapan alat sebelum tindakan
b. Persiapan Pasien
a) Inform consents persetujuan bius dan Tindakan.
b) infus di tangan kiri, tangan kanan bersih, (cukur
bila perlu).
c) Cukur rambut pubis. Pakai popok saat ke ruangan
Cathlab. Diantar langsung dengan tempat tidur
pasien.
d) EKG sebelum ke ruang Cathlab (walau sudah ada
EKG dari IGD)
e) Laboratorium:
1. HbsAg
2. Anti HIV
3. KDS (utamakan Ureum, Kreatinin, GDS)
4. SPGOT
5. SGPT
6. ELEKTROLIT (Na, K, CL)
f) Obat: (yang di berikan selama tindakan).
1. Loading CPG 4 tab (300 mg) dan aspilet 2 tab
(150 mg) jam 22 malam sehari sebelum
Tindakan. Jika di hari tindakan dilakukan diatas
jam 12.00, pagi loading CPG 1 Tab dan Aspilet
1 Tab" .

xxxviii
2. Heparin 300, nitrat 200, prilinta 180, heparin
2500, nitrat 200, heparin. 200.

2. Prosedur Tindakan
a. Pasang infus NaCl 0.9% di lengan kiri.
b. Loading obat : aspilat 160mg (2tab) dan clopidogral
300mg (4tab) pada pukul 22:00 malam hari.
c. Dosis maintenance aspilet 80mg dan clopdegeral
75mg serta obatobatan lainnya pada hari tetap di
minum.
d. Puasa tidak makan selama 4 jam sebelum tindakan.
dan boleh minum air putih.
e. PCI dilakukan dalam laboratorium khusus yang
disebut laboratorium kateterisasi (“Cath Lab”) yang
menyerupai ruang operasi. Disana pasien akan
dibaringkan di meja dan dihubungkan dengan suatu
alat yang memonitor irama jantung pasien secara
terus – menerus.
f. Sebuah daerah kecil di permukaan lengan atau lipat
paha pasien (tergantung daerah yang akan
digunakan) dibersihkan dan disterilkan. Daerah itu
akan ditutup dengan kain steril.
g. Dokkter akan menginjeksi obat anestesi local dilipat
paha atau lengan pasien. Digunakan anastesi local
karena pasien harus tetap sadar selama pemeriksaan
untuk mengikuti instuksi dokter.
h. Jarum akan dimasukkan kedalam arteri yang
digunakan kemudian guide wire akan dimasukkan
melalui jarum. Jarum dilepas.
i. Sheet kateter akan dimasukkan melalui guide wire,
kemudian sheet kateter dimasukkan melalui pembuluh
darah utama tubuh (aorta), ke muara arteri coroner di

xxxix
jantung. Kebanyakan orang tidak merasakan sakit
selema pemeriksaan, karena tidak ada serabaut saraf
dalam pembuluh darah, maka pasien tidak dapat
merasakan gerakan kateter dalam tubuh.
j. Waktu prosedur darah biasanya akan di encerkan
dengan antikoagulan (heparin) untuk mencegah
bekuan darah saat prosedur.
k. Ketika sheet kateter sudah ada di arteri coroner,
sejumlah bahan kontras diinjeksikan ke dalam sheet
kateter. Gambar sinar – x selanjutnya diambil saat
bahan kontras berjalan melalui arteri coroner. Gambar
terlihat di monitor televise dan di rekam dalam film.
l. Pemberian zat kontras kadang memberikan efek:
nausea, sakit kepala, palpitasi, perasaan seperi
melayang, dan seperti mau buang air kecil.
m. Guide wire akan ditempatkan pada arteri coroner yang
mengalami stenosis, kemudian balon dikembangkan
sehingga stenosis atau plaque di arteri coroner akan
terdorong ke dinding arteri dan arteri terbuka.
n. Saat balon dikembangkan kemungkinan anda akan
mengalami nyeri dada, tapi akan hilang saat balon
dikempeskan.
o. Sebelum balon dikempiskan pastikan darah sudah
mengalir dengan benar dapat di lihat dari monitor x-
ray.
p. Pada pasien stenosis yang dibuka akan di pasang
stent untuk mencegah terjadinya restenosis (1 dari 3
orang dalam waktu 3 – 6 bulan). Jika terjadi diseksi
pada coroner sehingga darah akan membeku dan
mengakibatkan penyempitan pada arteri coroner,
biasanya akan di pasang stent.
q. Seluruh peeriksaan memerlukan waktu sekitar 1 jam.

xl
r. Pasien dapat melihat prosedur tindakan dari monitor
x-ray.
s. Bila melalui trans radial sheet kateter di lepas dan
dapat penusukan akan ditekan TR-band/Niciban agar
darah tidak keluar selama 4 jam.
t. Jika melalui arteri femoralis/brachialis sheet kateter
akan di lepas 4-6 jam setelah tindakan selesai atau
setelah ACT kurang dari 100.
u. Selanjutnya tempat penusukan akan dibebat dengan
perbsn elestis, pasien tidak diperkrnamgkan
menggerakkan kaki atau tangan selama 4-6 jam. Jika
perdarahan sudah berhenti, umumnya padien sudah
diperbolehkan pulang. Selanjutnya dokter akan
menjelaskan hasil PCI dan pengobtan selanjutnya.

F. Hasil Pemeriksaan Penunjang

a. Hasil Pemeriksaan Laboratorium

xli
Gambar 11. Hasil Pemeriksaan Loboratorium

b. Hasil Pemeriksaan EKG

Gambar 13 Hasil pemeriksaan EKG

Hasil interpertasi : Reguler, rate= 60 bpm, QRS rete= 45, normal


axis, P wave= 0,10 sec, QRS mave= 0,06 sec, St depresi v2-v6.

G. Hasil Tindakan Angiografi Koroner

xlii
Gambar 14 hasil gambaran sebelum di lakukan tindakan
Percutaneous Coronary Arteri

Gambar 15 hasil gambaran kateter setelah masuk pada


pembuluh darah yang megalami penyempitan

Gambar 16 hasil gambaran pada saat stent berhasil memasuki


pembuluh darah yang megalami penyempitan

xliii
BAB 1V

PENUTUP

Penyakit jantung hipertensi adalah kelainan yang menunjukkan


akumulasi dari adaptasi fungsional dan structural dari
peningkatan tekanan darah. Pembesaran ventrikel kiri, kekakuan
vascular dan ventrikel, dan disfungsi diastolic adalah manifestasi
yang akan menyebabkan penyakit jantung iskemik dan dapat
berkembang menjadi gagal jantung bila tidak ditangani dengan
baik.
Percutaneous coronary intervention(PCI) adalah intervensi
atau tindakan non bedah untuk membuka/dilatasi/melebarkan
arteri koroner yang mengalami penyempitan agar aliran darah
dapat kembali menuju ke otot jantung.
Percutaneous Coronary Intervention (PCI) bertujuan untuk
mengurangi angka kematian terhadap penyakit jantung koroner
di Indonesia.
Prosedur pengembangan balon menyebabkan aliran ke
coroner terhenti sementara. Akibatnya perfusi ke jaringan
miokard menurun dan seringkali menyebabkan aritmia
reperfusi.

xliv
DAFTAR PUSTAKA

He J et al. Long-Term Effects Of Weight Loss And Dietary Sodium


Reduction
On Incidence Of Hypertension. Hypertension 2000;35:544-549
Hyman DJ et al. Characteristic Of Patients With Uncontrolled
Hypertension
In The United States. NEJM 2001;345:479-486
Dosh SA. The diagnosis of essential and secondary hypertension in
adults.
J.Fam Pract 2001;50:707-712
Dodi, Setiawan. 2014. Pentingnya Informasi Perkutanius koronari
Intervensi bagi pasien. Semarang

Gibson, J. (2003). Fisiologi dan anatomi modern untuk perawat (edisi


bahasa Indonesia ed.). Jakarta: EGC
Amsterdam EA, Wenger NK, Brindis RG, Casey DE, Jr., Ganiats TG,
et al. 2014 AHA/ACC Guideline for the Management of Patients With
Non-ST-Elevation Acute Coronary Syndromes: A Report of the
American College of Cardiology/American Heart Association Task
Force on Practice Guidelines. J Am Coll Cardiol. 2014

xlv

Anda mungkin juga menyukai