Anda di halaman 1dari 18

Prosiding Seminar Nasional Ikan VII, 43-60

Makassar, 12 Juni 2012

Keragaman dan distribusi spasio-temporal iktiofauna


Sungai Asahan bagian hulu dan anak sungainya

Charles P.H. Simanjuntak1, 2


1 Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, FPIK IPB
2 Masyarakat
Iktiologi Indonesia
 ichthyes@gmail.com

Abstrak
Penelitian tentang keragaman dan distribusi fauna ikan yang dilakukan dua tahap yakni pada
bulan April-Mei 2011 (mewakili musim kemarau) dan September-Oktober 2011 (mewakili musim
penghujan) bertujuan mengungkap kekayaan spesies dan distribusi spasio-temporal komunitas
ikan di Sungai Asahan bagian hulu beserta anak sungai-anak sungainya. Penangkapan ikan
menggunakan alat backpack electrofishing dengan metode multiple-pass depletion, experimental gill net
dan cast net di empat belas stasiun pengambilan contoh. Ikan yang ditemukan selama penelitian
berjumlah 31 spesies dari 22 genera dan 11 famili. Cyprinidae umumnya paling banyak
tertangkap pada kedua musim, diikuti famili Balitoridae dan Clariidae. Neolissochilus sumatranus
merupakan ikan endemik Sumatera Utara yang sudah mulai langka, namun masih ditemukan di
lokasi studi. Spesies ikan yang tertangkap pada musim kemarau lebih beragam dibandingkan
musim penghujan. Spesies yang memiliki sebaran yang luas di lokasi studi pada kedua musim
adalah N. sumatranus (64,3% & 57,1%), Tor soro (42,9% & 14,3%), dan Crossocheilus oblongus (35,7%
& 21,4%). Studi ini menunjukkan bahwa keragaman spesies ikan meningkat secara progresif
seiring dengan kompleksitas habitat yang tersedia.
Kata Kunci: keragaman, distribusi spasio-temporal, Sungai Asahan, iktiofauna, N.sumatranus

Pendahuluan
Distribusi ikan di sungai dan anak sungainya khususnya di daerah tropis
merupakan salah satu kajian yang menarik bagi para ahli ekologi akuatik (Gilliam et al.,
1993; Raghavan et al., 2008). Beberapa mekanisme yang telah lama dipahami sebagai
penentu distribusi ikan di sungai daerah tropis antara lain faktor alam meliputi
biogeografi (Jenkins et al., 2010), geografi dan topografi daerah tangkapan hujan (Russell
et al., 2003), proses ekologis seperti pemangsaan, kompetisi, dan interaksi tropik (Power
1983; Barili et al., 2011). Perbedaan curah hujan yang sangat tinggi juga ditengarai akan
merubah struktur komunitas ikan karena fluktuasi paras muka air yang berubah
sehingga berkorelasi terhadap perubahan kondisi dan ketersediaan habitat (Eikaas &
McIntosh, 2006; Jenkins et al., 2010). Faktor lainnya adalah antropogenik seperti alih
fungsi lahan di daerah hulu akan memengaruhi distribusi ikan karena menurunkan
kualitas perairan (Jones III et al., 1999); dan pembangunan bendungan untuk PLTA
ditengarai akan memengaruhi distribusi ikan khususnya spesies yang melakukan
migrasi ke bagian hulu sebagai bagian dari daur hidupnya (March et al., 2003; Han et al.,
2009).

43
Simanjuntak – Iktiofauna Sungai Asahan

Keragaman dan struktur komunitas ikan di sungai merupakan gambaran


karakteristik spesies dan daur hidupnya terkait dengan fluktuasi lingkungan fisik-
kimiawi perairan seperti suhu, konduktifitas, kelarutan oksigen, pH, kedalaman, dan
kecepatan arus (Angermeier & Karr, 1983; Mendonça et al. 2005; Kouamé et al. 2008).
Fluktuasi kondisi lingkungan perairan baik langsung maupun tidak langsung akan
memengaruhi komposisi komunitas ikan penghuni sungai (Winemiller et al., 2008).
Higgins (2009) menyatakan bahwa kecepatan arus, ketersediaan habitat, dan suhu
memengaruhi struktur fungsional komunitas ikan; sementara struktur substrat dan lebar
sungai memengaruhi struktur taksonomi ikan. Hubungan antara ordo sungai dan
heterogentitas habitat dengan keragaman ikan di daerah tropis telah banyak
didokumentasikan (Angermeier & Karr, 1983; Gerhard et al. 2004; Bhat, 2005; Jenkins &
Jupiter, 2011); namun informasi senada belum pernah dilaporkan dari Sumatera Utara.
Sungai Asahan bagian hulu dan anak sungainya terletak di dua kabupaten yaitu
Kabupaten Toba Samosir dan Kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Daerah ini dicirikan
dengan topografi berbukit dengan ketinggian antara 250-500 m dpl. Kajian mengenai
keragaman komunitas ikan dan distribusi ikan di daerah hulu Sungai Asahan beserta
anak sungai-anak sungainya belum pernah dilakukan; sementara dalam waktu dekat
pemerintah akan membangun PLTA Asahan III di daerah aliran sungai ini, sehingga
perlu ada data komprehensif mengenai keragaman spesies ikan dan pola distribusi
spasio-temporal komunitas ikan di Sungai Asahan bagian hulu beserta anak sungai-anak
sungainya. Bercermin dari kondisi di atas, maka penelitian yang bertujuan menggali
kekayaan spesies ikan dan distribusi spasio-temporal ikan di Sungai Asahan bagian hulu
dilakukan.

Bahan dan Metode


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif post facto terhadap
keragaman dan distribusi komunitas ikan. Penelitian dilakukan dua tahap yakni April-
Mei 2011 (mewakili musim kemarau) dan September-Oktober 2011 (mewakili musim
penghujan) di Sungai Asahan bagian hulu, Sumatera Utara (Gambar 1). Daerah studi
meliputi 14 stasiun pengambilan contoh (Tabel 1).

44
Prosiding Seminar Nasional Ikan VII, 43-60
Makassar, 12 Juni 2012

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Penangkapan ikan di masing-masing stasiun pengambilan sampel menggunakan


alat backpack electrofishing units dimana arus listrik yang dihasilkan bersumber dari
batere 12 volt dan 9 ampere. Alat ini sangat efektif digunakan untuk perairan yang
dangkal seperti sungai dan anak sungai. Metode yang digunakan adalah multiple-pass
depletion atau removal methods yang didasarkan pada teknik Zippin (1958) in SCFF (2007).
Pengoperasian electrofishing untuk masing-masing stasiun dengan kurun waktu 4 x 15
menit dengan mengikuti alur zig zag menyusur kedua tepi anak sungai tersebut. Jarak
yang ditempuh dalam kurun waktu 4 x 15 menit sejauh 100 m. Operator electrofishing
akan bergerak berlawanan arah dengan arus sungai (bergerak ke arah hulu), dibantu
oleh satu atau dua anggota pembawa dipnet (net persons) dengan ukuran mesh size 10
mm untuk membantu memindahkan ikan yang pingsan ke wadah ember berisi air. Alat
tangkap lainnya yang juga dioperasikan dalam studi ini antara lain jala lempar (cast net)
(ukuran panjang 3 m, tinggi 2 m dengan ukuran mata jaring 0,5 inchi), dan experimental
gill nets (panjang 10 m dan tinggi 2 m dengan ukuran masing-masing mata jaring 1, 2
dan 3 inci). Jala lempar dioperasikan khususnya pada bagian tengah sungai dengan
kecepatan arus yang relatif lebih tinggi selama kurang lebih 1 jam di setiap stasiun
sampling (bergerak ke arah hulu); sementara experimental gill nets dioperasikan pada
perairan yang dalam (lubuk) selama 12 jam (mulai pukul 18.00 sampai pukul 06.00 WIB).

45
Simanjuntak – Iktiofauna Sungai Asahan

Tabel 1. Deskripsi stasiun pengambilan contoh

Stasiun Nama Posisi Koordinat Deskripsi


Sungai Asahan (debit air sampai 100 m3)
A1 Aek Ponot U: 02033’17,3” Sungai berbatu besar dengan air yang jernih.
T: 099018’23.8” Aliran air bersumber dari air terjun ponot.
A2 Tangga U: 02033’34,3” Merupakan gabungan dari dari aliran sungai
T: 099018’36.7” Ponot dan Baturangin. Sungai berbatu dengan
arus yang deras dan jernih.
A3 Parhitean U: 02033’53,0” Debit air yang besar, aliran yang cepat dengan
T: 099020’05.9” tepian sungai berbatu besar. Air sungai jernih
A4 Hula-Huli U: 02033’42,4” Debit air yang besar, aliran yang cepat dengan
T: 099021’32.5” tepian sungai berbatu besar. Sungai ini membawa
banyak sedimen (keruh)
A5 Ojo Lali U: 02034’25,2” Debit air yang besar, aliran yang cepat dengan
T: 099023’24.9” substrat batu berpasir. Sungai ini membawa
banyak sedimen (keruh)
A6 Air terjun Monang- U: 02038’12,4” Debit air yang besar, aliran air sedang dengan
monang T: 099028’13.5” substrat batu berpasir. Sungai ini membawa
banyak sedimen (keruh).
Anak sungai utama (debit air antara 1-5 m3)
B1 Sungai Baturangin U: 02033’06,6” Aliran massa air sebesar 2-3 m3 di antara batuan.
T: 099018’53.7” Umumnya dangkal dan airnya jernih. Terletak di
sebelah selatan sungai asahan.
B2 Sungai Air Hitam U: 02033’52,0” Aliran air sebesar 5 m3 di antara batuan. Air
T: 099022’59.4” berwarna hitam. Terletak di sebelah selatan Sungai
Asahan
B3 Sungai Monang- U: 02038’08,3” Di tepian sungai asahan dengn aliran air sebesar 3
Monang T: 099028’15.5” m3 di antara batuan. kecerahan mencapai 50 cm.
Terletak di sebelah utara Sungai Asahan
B4 Aek Batu Mamak U: 02035’25,0” Aliran air sebesar 2 m3, substrat pasir berlumpur.
T: 099024’48.3”
Anak sungai minor (debit air di bawah 1 m3)
C1 Aek Nangat U: 02034’03,3” Debit air kurang dari 1 m3, mountain stream
T: 099019’46.4” dicirikan dengan air yang jernih dan berbatu
besar. Berada di sebelah Utara Sungai Asahan.
C2 Aek Sibargot U: 02033’42,9” Debit air kurang dari 1 m3, mountain stream
T: 099020’18.8” dicirikan dengan air yang jernih dan berbatu
besar. Berada di sebelah Utara Sungai Asahan.
C3 Aek Sihalot U: 02033’36,4” Debit air 1 m3, mountain stream dicirikan dengan air
T: 099021’11.6” yang jernih dan berbatu besar. Berada di sebelah
Selatan Sungai Asahan.
C4 Aek Parsaoran U: 02033’55,5” Debit air 1 m3, mountain stream dicirikan dengan air
T: 099023’29.7” yang jernih, substrat pasir dan berbatu besar.
Berada di sebelah Selatan Sungai Asahan.

Ikan yang tertangkap dipisah berdasarkan stasiun pengambilan contoh dan alat
tangkap. Contoh ikan difoto dalam keadaan segar di dalam portable aquarium, diukur
panjang total (mm) dan bobotnya (g). Data panjang dan bobot ikan ini nantinya

46
Prosiding Seminar Nasional Ikan VII, 43-60
Makassar, 12 Juni 2012

dimanfaatkan dalam analisis keragaman ikan di masing-masing lokasi pengambilan


contoh.
Spesimen ikan yang telah difoto segera diawetkan dalam larutan formalin 10%,
diberi label nama lokal ikan, lokasi/stasiun, tanggal koleksi, nama kolektor, dan
keterangan lain yang diperlukan. Di laboratorium spesimen ikan dicuci dengan air
mengalir dan selanjutnya disimpan dalam larutan alkohol 70% sebagai koleksi ilmiah
setelah diidentifikasi terlebih dahulu. Identifikasi dilakukan di Laboratorium Ekobiologi
dan Konservasi Sumber daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB
dengan mengacu kepada beberapa pustaka seperti Axelrods et al. (1995), Roberts (1989;
1993), Kottelat et al., (1993), Inger & Chin (1990), Mohsin & Ambak (1983), Eschmeyer
(1998) dan beberapa literatur terkait lainnya. Hasil identifikasi ikan dikonfirmasi
kebenarannya dengan membandingkan contoh ikan dengan spesimen ikan awetan yang
sejenis di Museum Zoologi Bogor (MZB), Bidang Zoologi, Puslit. Biologi-LIPI, Cibinong.
Keragaman komunitas ikan di suatu perairan diketahui lewat beberapa atribut
seperti Shannon-Wiener diversity index (H'), evenness (E) dan dominansi (D) (Krebs 1989).
Indeks keragaman Shannon-Wiener (H') diukur dengan mengikuti persamaan:

H' = –Σ (Pjk) ln (Pjk); D = (Pjk)2

Keseragaman individu yang tertangkap antar spesies (equitability) dihitung dengan


mengikuti persamaan:

E = H'/ln Sk

dengan Pjk = kelimpahan relatif spesies ke-j di stasiun k; Sk = jumlah total spesies yang
tertangkap di stasiun k.

Pengelompokan atau similaritas komposisi spesies antar stasiun pengambilan


contoh dianalisis dengan menggunakan analisis Similarity of Bray-Curtis (Legendre &
Legendre, 1998) dengan menggunakan program PRIMER 5.1.2 for Windows.

47
Simanjuntak – Iktiofauna Sungai Asahan

Hasil dan Pembahasan


Keragaman Ikan
Selama penelitian terkoleksi sebanyak 31 spesies ikan dari 22 genera dan 11 famili.
Komposisi ikan yang ditemukan pada musim kemarau terdiri atas of 23 spesies
mewakili 17 genera dan 7 famili; sementara pada musim penghujan ditemukan 21
spesies dari 18 genera dan 10 famili. Famili Cyprinidae merupakan famili yang lebih
banyak ditemukan baik pada musim kemarau maupun musim penghujan (Gambar 2).
Cyprinidae merupakan famili ikan air tawar yang memiliki spesies paling banyak di
seluruh dunia, kecuali di daerah Australia, Madagaskar, Selandia Baru dan Amerika
Selatan (Kottelat et al., 1993); lebih lanjut Zakaria-Ismail (1994) menyatakan bahwa
Cyprinidae merupakan kelompok ikan air tawar terbesar di daerah Asia Tenggara; dan
termasuk di perairan tawar pulau Sumatera (Wargasasmita, 2002). Nguyen dan De Silva
(2006) mempertegas bahwa spesies ikan air tawar di daerah Asia didominasi kelompok
ikan Cyprinidae (kurang lebih 1000 spesies), lalu diikuti kelompok ikan loaches (famili
Balitoridae dan Cobitiidae) (kurang lebih 400 spesies), Gobiidae (300 spesies), Bagridae
(100 spesies), dan Osphronemidae (85 spesies).
Beberapa hasil penelitian di beberapa sungai di kawasan pulau Sumatera
menunjukkan hal serupa, seperti di perairan sektor Bukit Tigapuluh Siberida ditemukan
bahwa famili Cyprinidae merupakan penghuni utama yang paling besar jumlah
populasinya kemudian disusul kelompok catfish (Bagridae, Clariidae, Pangasidae)
(Siregar et al.,1993); di Sungai Enim, Sumatera Selatan tertangkap 28 spesies dari 11
famili dan fauna ikan didominasi Cyprinidae (14 spesies), Cobiitidae (4 spesies) dan
Balitoridae (2 spesies) (Hamidah, 2004); di daerah Tesso Nilo, Riau terkoleksi fauna ikan
sebanyak 31 genera dari 16 famili yang didominasi famili Cyprinidae (18 spesies), lalu
diikuti Bagridae (5 spesies), Belontiidae dan Siluridae (masing-masing 4 spesies)
(Rachmatika, 2006).
Ikan dari kelompok Balitoridae menempati urutan kedua jumlah spesies yang
paling banyak tertangkap baik pada musim kemarau maupun penghujan. Fenomena ini
dapat dipahami karena habitat kelompok ikan ini umumnya di bagian hulu sungai dan
anak sungai yang dicirikan dengan arus yang deras. Ikan dari kelompok Balitoridae,
dalam hal ini genus Homaloptera dan Nemacheilus memiliki pola adaptasi dengan
memiliki kepala yang pipih, bagian depan badannya datar dengan sirip dada dan sirip
perut memanjang ke samping dan berkembang membentuk suatu bantalan pengisap
(Kottelat et al., 1993).

48
Prosiding Seminar Nasional Ikan VII, 43-60
Makassar, 12 Juni 2012

Gambar 2. Jumlah spesies ikan dari masing-masing famili pada musim kemarau dan
penghujan

Fauna dan distribusi ikan di masing-masing stasiun penelitian beserta nilai


ekonomis masing-masing spesies disajikan pada Tabel 2. Spesies ikan yang ditemukan
pada kedua musim yang berbeda antara lain Crossocheilus oblongus, Danio albolineatus,
Hampala macrolepidota, Neolissochilus sumatranus, Osteochilus waandersii, Puntius
lateristriga, Rasbora sumatrana, Tor douronensis, Tor soro, Tor tambroides; sementara spesies
ikan yang hanya ditemukan pada musim kemarau antara lain Barbonymus schwanenfeldii,
O. enneaporos, Osteochilus sp., Puntius binotatus, T. tambroides, Homaloptera cf. orthogoniata,
Homaloptera sp., Nemacheilus sp., Silurichthys hasseltii, Clarias olivaceus, Glyptothorax
platypogonoides, dan Mastacembelus unicolor; sedangkan ikan yang hanya ditemukan pada
musim penghujan antara lain Mystacoleucus marginatus, Osteochilus vittatus, Aplocheilus
panchax, Poecillia reticulata, Homaloptera heterolopis, Mystus micracanthus, Hemibagrus
nemurus, dan Oxyeleotris marmorata. Komposisi fauna ikan yang ditemukan pada musim
kemarau lebih beragam dibandingkan dengan musim penghujan. Demikian pula
halnya jumlah spesies dan individu yang ditemukan pada musim kemarau lebih besar
dibandingkan pada musim penghujan. Faktor utama penyebab terjadinya perbedaan
keragaman ikan di kedua musim adalah tingginya kekeruhan air sungai pada saat
musim penghujan yang selanjutnya berkorelasi terhadap ketersediaan habitat/relung

49
Simanjuntak – Iktiofauna Sungai Asahan

bagi komunitas ikan. Pola yang sama juga ditemukan di perairan Vanua Levu, Fiji
bahwa pada musim penghujan terjadi peningkatan kekeruhan perairan akibat
banyaknya masukan run off dari sekitar sungai dan pada gilirannya memengaruhi
keragaman dan kelimpahan spesies ikan (Jenkins & Jupiter, 2011).
Pada survei ini ditemukan tiga jenis ikan Tor yakni T. douronensis, T. soro, T.
tambroides dan satu jenis ikan Neolissochilus yakni N. sumatranus. Keempat spesies ini
dikategorikan sebagai ikan batak oleh masyarakat setempat. Keempat spesies ini
merupakan ikan ekonomis tinggi dan bernilai sosio-kultural khususnya bagi masyarakat
dari suku Batak. Ikan N. sumatranus merupakan spesies ikan endemik di daerah
Sumatera Utara. Sebaran ikan ini belum pernah diungkap secara spesifik, demikian pula
halnya data ekologi dan biologinya belum pernah dilaporkan. Temuan ini menjadi satu
mata rantai dalam upaya konservasi ikan N. sumatranus di habitat alaminya.
Berdasarkan analisis keanekaragaman alpa, keanekaragaman dan struktur
komunitas fauna ikan di masing-masing stasiun bervariasi baik secara spasial dan
temporal (Tabel 3). Keragaman ikan lebih besar di sungai utama dibandingkan dengan
di anak sungai utama (major tributaries) dan anak sungai minor (minor tributaries). Indeks
keanekaragaman dan evenness tertinggi baik pada musim kemarau dan penghujan
ditemukan di stasiun Parhitean, air terjun Monang-monang, Sungai Monang-monang
dan Ojo lali. Secara umum, keanekaragaman spesies ikan di lokasi studi termasuk
rendah (H’ berkisar antara 0,21-1,75), sementara indeks evenness termasuk dalam
kategori sedang sampai tinggi (E berkisar antara 0,22-0,99).
Studi ini menunjukkan bahwa indeks keanekaragaman dan evenness komunitas
ikan meningkat secara progresif seiring dengan meningkatnya kompleksitas habitat
yang tersedia; atau dengan kata lain komunitas ikan bervariasi secara spasial terkait
dengan posisi ordo sungai. Semakin besar ordo sungainya (downstream region), maka
heterogenitas habitat semakin besar dan pada gilirannya akan memberikan relung yang
luas bagi banyak spesies ikan untuk melangsungkan kehidupannya (Bhat, 2004; Kadye
et al., 2008). Heterogenitas habitat dimaksud mencakup lebar dan kedalaman sungai,
ordo sungai, ketinggian (altititude), ruang untuk bersembunyi, vegetasi riparian, sungai
yang tertutup oleh vegetasi (stream canopy cover), tipe substrat, kualitas air (suhu,
oksigen terlarut, kecepatan arus, konduktifitas, pH, kekeruhan, nitrogen total, posfat
total, dan karbon organik total) (Angermeier & Karr, 1983; Penczak et al., 1994; Gerhard
et al., 2004; Roy et al., 2007; Kouamé et al. 2008; Li et al., 2012). Fenomena yang sama juga
ditemukan pada komunitas ikan di Sungai Agua Nanci, Paraná River, Brazil (Abes &

50
Prosiding Seminar Nasional Ikan VII, 43-60
Makassar, 12 Juni 2012

Agostinho, 2001) dan Sungai Rio Paraiba do Sul di Sebelah Tenggara Brazil (Araújo et al.,
2009) bahwa keragaman komunitas ikan semakin besar sejalan dengan meningkatnya
heterogenitas habitat.

Sebaran Kekayaan Jenis Ikan


Sebaran kekayaan spesies ikan di daerah studi selama penelitian disajikan pada
Gambar 3. Pada musim kemarau, stasiun yang memiliki kekayaan jenis ikan tertinggi
adalah Stasiun Ojo lali dengan 8 spesies ikan; diikuti Stasiun Sungai Monang-monang
dan Aek Batu Mamak masing-masing sebanyak 6 spesies ikan. Stasiun Tangga dan
Stasiun Hula-huli masing-masing diwakili sebanyak 5 jenis ikan; sementara stasiun
lainnya umumnya memiliki 1 sampai 4 spesies ikan penghuninya. Pada musim
penghujan, stasiun yang memiliki kekayaan jenis ikan tertinggi adalah stasiun Sungai
Monang-monang sebanyak 7 spesies ikan; diikuti Stasiun Air terjun Monang-monang
sebanyak 5 spesies ikan. Stasiun Sungai Ponot, Parhitean, Ojo lali, dan Aek Batu Mamak
masing-masing diwakili oleh 4 spesies ikan; sedangkan stasiun lainnya umumnya
memiliki 1 sampai 2 spesies ikan penghuninya.
Perbedaan sebaran spesies secara spasial menunjukkan bahwa masing-masing
stasiun penelitian menyediakan relung (habitat dan makanan) yang berbeda sehingga
komposisi spesiesnyapun berbeda; sementara perbedaan komposisi spesies secara
temporal lebih dipengaruhi oleh perubahan kualitas perairan seperti meningkatnya
kekeruhan dan debit massa air. Beberapa peneliti menyatakan bahwa sebaran kekayaan
spesies secara spasial terkait variabilitas habitat dan keberadaan mikrohabitat (Li et al.,
2012), komposisi substrat dan kedalaman perairan (Pusey et al., 1993), pengalihan massa
air untuk irigasi/PLTA dan rusaknya vegetasi di sekitar sungai (Adams et al., 2004;
Beugly & Pyron, 2010); sementara sebaran ikan secara temporal lebih banyak digerakkan
oleh perubahan kualitas air seperti suhu, pH, oksigen terlarut, kekeruhan, debit air
(Jenkins & Jupiter, 2011; Li et al., 2012), dan ruaya pemijahan ke arah hulu (Rodriguez-
Ruiz & Granado-Lorencio, 1992). Pada musim penghujan, beberapa spesies ikan yang
tertangkap dari kelompok Cyprinidae (N. sumatranus, T. soro, O. waandersii) sedang
dalam tahap matang gonad atau memasuki musim pemijahan. Desai (2003) menyatakan
bahwa kelompok ikan Tor spp. pada musim penghujan akan melakukan ruaya ke arah
hulu (upstream) atau anak sungai-anak sungai di tepian sungai utama untuk mencari
lokasi pemijahan yang airnya jernih.

51
Simanjuntak – Iktiofauna Sungai Asahan

52
Tabel 2. Spesies, distribusi dan nilai potensial fauna ikan yang ditemukan di hulu Sungai Asahan dan anak sungainya

NAMA STASIUN DISTRIBUSI


FAMILI/SPECIES
LOKAL A1 A2 A3 A4 A5 A6 B1 B2 B3 B4 C1 C2 C3 C4 (%) (%) POTENSI
Kemarau Penghujan
CYPRINIDAE
Barbonymus schwanenfeldii Lemeduk - - - - o - - - - - - - - - 7,1 0 C
Crossocheilus oblongus Saliding - o - - ox ox - - ox - - - ox - 35,7 21,4 Or
Danio albolineatus Kalatima - - - - - - - - x ox - - - - 7,1 14,3 Or
Hampala macrolepidota Sibaru o - ox o - - - - - - - - - - 21,4 7,1 C
Simanjuntak – Iktiofauna Sungai Asahan

Neolissochilus sumatranus Jurung batu ox ox ox - - - ox ox - ox ox o ox - 64,3 57,1 C


Mystacoleucus marginatus - - - - - - x - - - - - - - - 0 7,1 C
Osteochilus enneaporos Tembarang - - - - o - - - o - - - - - 14,3 0 C
Osteochilus sp. Tembarang - - - - o - - - - - - - - - 7,1 0 C
Osteochilus vittatus Salisir - - - - - - - - x - - - - - 0 7,1 C
Osteochilus waandersii Salisir - - - - ox o - - - - - - - - 14,3 7,1 C
Puntius binotatus Pora-pora - - - - o - - - - - - - - - 7,1 0 C
Puntius lateristriga Gapual - - - - - - - - x ox - - - - 7,1 14,3 C
Rasbora sumatrana Haporas - - - - - x - - x ox - - - - 7,1 21,4 Or
Tor douronensis Jurung pasir - ox - o o x - - x - - - - - 21,4 21,4 C
Tor soro Jurung batu o - x o ox o o - - o - - - - 42,9 14,3 C
Tor tambroides Jurung pasir - o - - - - - - o - - - - - 14,3 0 C
APLOCHEILIDAE
Aplocheilus panchax Kalatima x - - - - - - - - - - - - - 0 7,1 Or
POECILIIDAE
Poecillia reticulata Kalatima x - - - - - - - - - - - - - 0 7,1 Or
BALITORIDAE
Homaloptera cf. orthogoniata Icur - o - - - - - - - - - - - - 7,1 0 Or
Homaloptera sp. Icur - - - - - - - - o - - - - - 7,1 0 Or
Homaloptera heterolopis Icur x - - - - - - - - - - - - - 0 7,1 Or
Nemacheilus sp. Icur - - - - - o - - o - - - - - 14,3 0 Or
BAGRIDAE
Mystus micracanthus Baung - - - x - - - - - - - - - - 0 7,1 Or
Hemibagrus nemurus Baung - - - - x - - - - - - - - - 0 7,1 C

52
Prosiding Seminar Nasional Ikan VII, 43-60
Makassar, 12 Juni 2012

Tabel 2 (Lanjutan)

SILURIDAE
Silurichthys hasseltii Rabi-rabi - - - - - - - - - - - - - ox 7,1 7,1 C & Or
CLARIIDAE
Clarias teijsmanni lele - - - - - - - - x o - - - o 14,3 7,1 C
Clarias olivaceus lele o 7,1 0 C
SISORIDAE
Glyptothorax platypogonoides Kating - - - - - - ox - - - - - o - 14,3 7,1 Or
ELEOTRIDIDAE
Oxyeleotris marmorata betutu - - - x - - - - - - - - - - 0 7,1 C
GOBIIDAE
Glossogobius giuris - - - x o - x - - - - - - - - 7,1 14,3 Or
MASTACEMBELIDAE
Mastacembelus unicolor Sili - - o o - - - - o - - - o - 28,6 0 C & Or

Keterangan:
A1 = Sungai Ponot; A2 = Tangga; A3 = Parhitean; A4 = Hula-Huli; A5 = Ojo Lali; A6 = Air terjun Monang-Monang; B1 = Sungai Baturangin; B2 = Sungai Air
Hitam; B3 = Sungai Monang-Monang; B4 = Aek Batu Mamak; C1 = Aek Nangat; C2 = Aek Sibargot; C3 = Aek Sihalot; C4 = Aek Parsaoran; o = musim
kemarau; x = musim penghujan; C = ikan konsumsi; Or = ikan hias

53
Makassar, 8-9 Juni 2012
Prosiding Seminar Nasional Ikan VII, 41-58

53
Simanjuntak – Iktiofauna Sungai Asahan

Table 3. Indeks keanekaragaman (H’), dominasi (D) dan Evenness (E) komunitas ikan di
masing-masing stasiun pengambilan contoh pada musim kemarau dan
penghujan

Stasiun H' D E
Kemarau Penghujan Kemarau Penghujan Kemarau Penghujan
A1 1,01 0 0,43 1 0,73 0
A2 0,66 0,43 0,71 0,74 0,41 0,62
A3 1,05 1,38 0,26 0,25 0,96 0,99
A4 0,9 0 0,47 1 0,68 0
A5 1,75 0,95 0,23 0,44 0,84 0,59
A6 1,52 0,94 0,23 0,52 0,94 0,68
B1 0,57 0,5 0,71 0,68 0,52 0,721
B2 0 0 1 1 0 0
B3 1,65 1,29 0,21 0,41 0,92 0,72
B4 0,81 1,16 0,61 0,37 0,45 0,84
C1 0 0 1 1 0 0
C2 0 0 1 1 0 0
C3 0,51 0,64 0,73 0,55 0,37 0,92
C4 0,15 0 0,93 1 0,22 0
Keterangan:
A1 = Sungai Ponot; A2 = Tangga; A3 = Parhitean; A4 = Hula-Huli; A5 = Ojo Lali; A6 = Air terjun Monang-
Monang; B1 = Sungai Baturangin; B2 = Sungai Air Hitam; B3 = Sungai Monang-Monang; B4 = Aek Batu
Mamak; C1 = Aek Nangat; C2 = Aek Sibargot; C3 = Aek Sihalot; C4 = Aek Parsaoran

Gambar 3.Sebaran spesies ikan di masing-masing stasiun pada musim kemarau dan
penghujan

54
Prosiding Seminar Nasional Ikan VII, 43-60
Makassar, 12 Juni 2012

Distribusi spesies ikan merupakan konsekuensi karakteristik habitat dan faktor


biologis perairan. Spesies ikan yang memiliki distribusi spasial tertinggi pada musim
kemarau adalah ikan N. sumatranus, T. soro dengan nilai distribusi spasial masing-
masing sebesar 64,3% dan 42,9%; diikuti C. oblongus (35,7%), M. unicolor (28,6%), T.
douronensis (21,4%), H. macrolepidota (21,45%). Jenis ikan yang memiliki sebaran paling
rendah adalah B. schwanenfeldii, D. albolineatus, Osteochilus sp., P. binotatus, P.lateristriga,
R. sumatrana, Homalopter cf. orthogoniata, Homaloptera sp., S. hasseltii, C. olivaceus, dan G.
Giuris masing-masing dengan tingkat distribusi spasial sebesar 7,1% (Tabel 2). Pola
distribusi spasial yang sedikit berbeda ditemukan pada musim penghujan. Ikan N.
sumatranus memiliki sebaran yang luas di lokasi studi dengan nilai persentase distribusi
spasial 66,7%, diikuti ikan C. oblongus, R. sumatrana, T. douronensis masing-masing
sebesar 21,4%. Spesies ikan lainnya hanya ditemukan pada satu dan dua stasiun
pengambilan contoh atau memiliki sebaran spasial berkisar antara 7,1-14,3% (Tabel 2).
Secara spasial dan temporal, ikan N. sumatranus memiliki distribusi yang luas di
daerah hulu Sungai Asahan dan anak sungai-anak sungainya. Kondisi ini memberikan
gambaran bahwa hulu Sungai Asahan merupakan habitat utama ikan N. sumatranus.
Ikan ini menyukai perairan yang jernih, berbatu, dangkal, oksigen terlarut yang tinggi
dan kekeruhan yang rendah. Ada dugaan bahwa N. sumatranus masih mampu
melakukan peremajaan di sebagian besar lokasi studi. Salah satu kerabat dekat N.
sumatranus yaitu Neolissochilus thienemanni (ikan endemik di Danau Toba, Hulu Sungai
Asahan) telah masuk kategori terancam punah (Vulnerable) berdasarkan IUCN Red List
(WCMC, 1996) dan sudah sangat sulit untuk ditemukan di habitat alaminya. Fakta ini
mendorong perlu adanya upaya perlindungan dan konservasi spesies N. sumatranus di
habitat alaminya sebelum mengalami nasib serupa seperti kerabat dekatnya.
Pengelompokan stasiun berdasarkan komposisi jenis ikan pada musim kemarau
dan penghujan disajikan pada Gambar 5. Terdapat lima kelompok stasiun berdasarkan
kemiripan komposisi jenis ikannya pada musim kemarau yaitu, kelompok pertama
meliputi Stasiun Parhitean dan Hula-huli; kelompok kedua meliputi Stasiun Aek
Sibargot, Tangga, Sungai Baturangin, Aek Nangat, Sungai Air Hitam, Sungai Ponot, dan
Aek Sihalot; kelompok ketiga meliputi Stasiun Sungai Monang-monang, Ojo lali dan Air
Terjun Monang-monang; kelompok keempat diwakili stasiun Aek batu Mamak; dan
kelompok kelima diwakili Aek Parsaoran. Pada musim penghujan juga terdapat lima
kelompok stasiun berdasarkan komposisi spesies ikan penghuninya yaitu, kelompok
pertama diwakili Stasiun Aek Sibargot, Sungai Baturangin, Tangga, Aek Nangat, Air

55
Simanjuntak – Iktiofauna Sungai Asahan

Hitam, Ponot, Aek Sihalot, danParhitean; kelompok kedua diwakili Stasiun Sungai
Monang-monang, Ojo Lali, dan Air terjun Monang-monang; sementara kelompok
ketiga, keempat dan kelima diwakili masing-masing satu stasiun secara berurutan yaitu
Stasiun Aek Batu Mamak, Hula-huli dan Aek Parsaoran. Tingkat kemiripan komposisi
spesies ikan antar stasiun pengambilan contoh baik pada musim kemarau maupun
musim penghujan sangat rendah (20 %) atau dengan kata lain setiap stasiun dihuni oleh
spesies ikan yang berbeda.

(A)

(B)
Keterangan:
A1 = Sungai Ponot; A2 = Tangga; A3 = Parhitean; A4 = Hula-Huli; A5 = Ojo Lali; A6 = Air terjun Monang-
Monang; B1 = Sungai Baturangin; B2 = Sungai Air Hitam; B3 = Sungai Monang-Monang; B4 = Aek Batu
Mamak; C1 = Aek Nangat; C2 = Aek Sibargot; C3 = Aek Sihalot; C4 = Aek Parsaoran

Gambar 5. Kesamaan komposisi spesies ikan antar stasiun pada musim kemarau (A)
dan penghujan (B)

56
Prosiding Seminar Nasional Ikan VII, 43-60
Makassar, 12 Juni 2012

Simpulan
Simpulan yang dapat ditarik dari studi ini adalah:
(1) Hulu Sungai Asahan dan anak sungainya kaya akan iktiofauna dengan
ditemukannya 31 spesies ikan yang termasuk dalam 22 genera dan 11 famili;
(2) Komposisi ikan pada musim kemarau terdiri atas of 23 spesies mewakili 17
genera dan 7 famili; sementara pada musim penghujan ditemukan 21 spesies dari
18 genera dan 10 famili;
(3) Ikan dari famili Cyprinidae lebih dominan ditemukan baik pada musim kemarau
maupun musim penghujan;
(4) Ikan N. sumatranus memiliki distribusi yang luas di daerah hulu Sungai Asahan
dan anak sungai-anak sungainya baik secara spasial maupun temporal;
(5) Keragaman iktiofauna meningkat secara progresif seiring dengan kompleksitas
habitat yang tersedia.

Persantunan
Penulis mengucapkan terima kasih kepada PT PLN dan Nippon Koei Co. Ltd.
yang mendanai penelitian ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada staf
peneliti dari PSDAL-USU (Ternala A. Barus, Toberni Situmorang dan Misran
Hasudungan), staf peneliti dari Nippon Koei (Nick Willoughby dan Nasor) dan Bapak
Roi Hutagalung yang telah membantu selama penelitian di lapangan.

Senarai Pustaka
Abes SA & Agostinho AA. 2001. Spatial patterns in fish distributions and structure of
the ichthyocenosis in the Agua Nanci stream, upper Paraná River basin, Brazil.
Hydrobiologia, 445: 217–227
Adams SB, Warren ML, Jr, Haag WR. 2004. Spatial and temporal patterns in fish
assemblages of upper coastal plain streams, Mississippi, USA. Hydrobiologia, 528:
45–61
Angermeier PL & Karr JR. 1983. Fish communities along environmental gradients in a
system of tropical streams. Environmental Biology of Fishes, 9 (2):117-135
Araújo FG, Pinto BJT, Teixeira TP. 2009. Longitudinal patterns of fish assemblages in a
large tropical river in southeastern Brazil: evaluating environmental influences and
some concepts in river ecology. Hydrobiologia, 618:89–107
Axelrods N, Burgess WE, Emmens CW. 1995. Mini Atlas of freshwater fishes. Mini editions.
T.F.H. Publications, Inc., Boston

57
Simanjuntak – Iktiofauna Sungai Asahan

Barili E, Agostinho AA, Gomez LC, Latini JD. 2011. The coexistence of fish species in
streams: relationships between assemblage attributes and trophic and
environmental variables. Environmental Biology of Fishes, 92:41–52
Beugly J & Pyron M. 2010. Temporal and spatial variation in the long-term functional
organization of fish assemblages in a large river. Hydrobiologia, 654:215–226
Bhat A. 2004. Patterns in the distribution of freshwater fishes in rivers of Central Western
Ghats, India and their associations with environmental gradients. Hydrobiologia,
529: 83–97
Bhat A. 2005. Ecomorphological correlates in tropical stream fishes of southern India.
Environmental Biology of Fishes, 73:211–225
Desai VR. 2003. Synopsis of biological data in the Tor mahseer Tor soro (Hamilton) from
river Namada. FAO fisheries synopsis
Eikaas HS & McIntosh AR. 2006. Habitat loss through disruption of constrained
dispersal networks. Ecological Applications, 16:987–998
Eschmeyer WN. 1998. Catalog of Fishes Vol. 1-3. California Academy of Sciences, San
Fransisco
Gerhard P, Moares R, Molander S. 2004. Stream fish communities and their associations
to habitat variables in a rain forest reserve in southeastern Brazil. Environmental
Biology of Fishes, 71: 321–340
Gilliam JF, Fraser DF, Alkins-Koo, M. 1993. Structure of a tropical stream fish
community: a role for biotic interactions. Ecology, 74(6): 1856-1870
Hamidah A. 2004. Keanekaragaman jenis ikan di Sungai Enim, Kabupaten Muara Enim,
Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal Iktiologi Indonesia, 4 (2):51-55
Han M, Fukusima T, Fukusima M. 2009. Effect of damming on distribution of rainbow
trout in Hokkaido, Japan. Environmental Biology of Fishes, 84:175-181
Higgins CL. 2009. Spatiotemporal variation in functional and taxonomic organization of
stream-fish assemblages in central Texas. Aquatic Ecology, 43:1133–1141
Inger RF & Chin PK. 1990. The freshwater of North Borneo. Fieldiana Zool. 45:1-268
Jenkins AP & Jupiter SD, 2011, Spatial and seasonal patterns in freshwater ichthyofaunal
communities of a tropical high island in Fiji. Environmental Biology of Fishes, 91:261–
274
Jenkins AP, Jupiter SD, Qauqau I, Atherton J. 2010. The importance of ecosystem-based
management for conserving migratory pathways on tropical high islands: a case
study from Fiji. Aquatic Conservation, 20:224–238
Jones III EBD, Helfman GS, Harper JO, Bolstad PV. 1999. Effects of riparian forest
removal on fish assemblages in Southern Appalachian streams. Conservation
Biology, 13 (6):1454-1465
Kadye WT, Magadza CHD, Moyo NAG, Kativu S. 2008. Stream fish assemblages in
relation to environmental factors on a montane plateau (Nyika Plateau, Malawi).
Environmental Biology of Fishes, 83:417-428
Kouamé KA, Yao SS, Bi GG, Kouamélan EP, N'Douba V, Kouassi NJ. 2008. Influential
environmental gradients and patterns of fish assemblages in a West African basin.
Hydrobiologia, 603:159–169

58
Prosiding Seminar Nasional Ikan VII, 43-60
Makassar, 12 Juni 2012

Kottelat M, Whitten AJ, Kartikasari SN, Wirjoatmodjo S. 1993. Freshwater fishes of


western Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions Ltd.
Krebs CJ. 1989. Ecological methodology. New York: Harper Collins Publishers, Inc.
Legendre P & Legendre L. 1998. Numerical ecology. 2nd edition. Elsevier Science BV.
Amsterdam
Li J, Huang L, Zou L, Kano Y, Sato T, Yahara T. 2012. Spatial and temporal variation of
fish assemblages and their associations to habitat variables in a mountain stream of
north Tiaoxi River, China. Environmental Biology of Fishes, 93:403–417
March JG, Benstead JP, Pringle CM, Scatena FN. 2003. Damming tropical island streams:
Problems, solutions, and alternatives. Bioscience, 53(11):1069-1078
Margasasmita S. 2005. Ancaman invasi ikan asing terhadap keanekaragaman ikan asli.
Jurnal Iktiologi Indonesia, 5 (1):5-10
Mendonça FP, Magnusson WE, Zuanon J. 2005. Relationships between habitat
characteristics and fish assemblages in small streams of Central Amazonia. Copeia,
4:751-764
Mohsin AKM & Ambak MA. 1983. Freshwater fishes of Peninsular Malaysia. Penerbit
Universiti Pertanian Malaysia.
Nguyen TTT & De Silva SS. 2006. Freshwater finfish biodiversity and conservation: an
asian perspective. Biodiversity and Conservation, 15:3543–3568
Penczak T, Agostinho AA, Okada Ek. 1994. Fish diversity and community structure in
two small tributaries of the Paraná River, Paraná State, Brazil. Hydrobiologia,
294:243-251
Power ME. 1983. Grazing ecology of tropical freshwater fishes to different scales of
variation in their food. Environmental Biology of Fishes, 9:103–115
Pusey BJ, Arthington AH, Read MG. 1993. Spatial and temporal variation in fish
assemblage structure in the Mary River, south-eastern Queensland: The influence
of habitat structure. Environmental Biology of Fishes, 37: 35-380
Rachmatika I, Munim A, Dewantoro GW. 2006. Fish diversity in the Tesso Nilo area,
Riau with notes on rare, Cryptic spesies. Treubia, 34:59-74
Raghavan R, Prasad G, Ali PHA, Pereira B. 2008. Fish fauna of Chalakudy River, part of
Western Ghats biodiversity hotspot, Kerala, India: patterns of distribution, threats
and conservation needs. Biodiversity Conservation, 17:3119–3131
Roberts TR. 1989. The Freshwater Fishes of Western Borneo (Kalimantan Barat, Indonesia).
California Academy of Science Memoirs Number 14.
Roberts TR. 1993. The freshwaters fishes of Java, as observed by Kuhl and van Hasselt in
1820-23. Zoologische Verhandelingen, 285:1-94
Rodriguez-Ruiz A. & C. Granado-Lorenncio. 1992. Spawning period and migration of
three species of cyprinids in a stream with mediterranean regimen (SW Spain).
Journal of Fish Biology, 41: 545–556
Roy AH, Freeman BJ, Freeman MC. 2007. Riparian influences on stream fish assemblage
structure in urbanizing streams. Landscape Ecology, 22:385–402

59
Simanjuntak – Iktiofauna Sungai Asahan

Russell DJ, Ryan TJ, McDougall AJ, Kistle SE, Aland G. 2003. Species diversity and
spatial variation in fish assemblage structure of streams in connected tropical
catchments in northern Australia with reference to the occurrence of translocated
and exotic species. Marine & Freshwater Research, 54:813–824
Scottish Fisheries Co-Ordination Centre (SFCC). 2007. Fisheries Management SVQ Level
3: Manage Electrofishing Operations. Training Manual for Electrofishing Team
Leader.
Siregar S, Putra RM, Sukendi. 1993. Fauna ikan di perairan sektor Bukit Tigapuluh
Siberida, Sumatera. Rain Forest and Resource Management. Proceedings of the
NORINDA. Jakarta, 23-25 Mei 1993
Winemiller KO, Agostinho AA, Caramaschi EP. 2008. Fish ecology in tropical streams,
in: Dudgeon D (ed): Tropical stream ecology. Dudgeon D & Cressa C, Elsevier/
Academic, San Diego, pp 305–146
World Conservation Monitoring Centre (WCMC). 1996. Neolissochilus theinemanni. In:
IUCN 2012. IUCN Red List of Threatened Species. Version 2012.2.
<www.iucnredlist.org>.
Zakaria-Ismail M. 1994. Zoogeography and biodiversity of the freshwater fishes of
Southeast Asia. Hydrobiologia, 285: 41-48

60

Anda mungkin juga menyukai