Anda di halaman 1dari 32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Desa Tanete

1. Keagaan Demografi Desa Tanete

Desa Tanete merupakan salah satu Desa yang berada di

wilayah Kecamatan Bontomatene Kabupaten Selayar dengan luas

wilayah secara keseluruhan mencapai ± 11,25 Km². Wilayah Desa

Tanete terdiri dari 6 dusun yaitu Dusun Bontorikja, Dusun Boritta,

Dusun Parangia, Dusun Paniroang, Dusun Unjuruiya dan Dusun

Tinggisisila. Pusat pemerintahan Desa Tanete sendiri berada di

Dusun Parangia. Jarak antara Desa Tanete dengan ibu kota

Kecamatan Bontomatene sekitar kurang lebih 23 km, sedangkan jarak

dengan ibu kota kabupaten yaitu Kota Benteng sekitar 46 km. Adapun

batas territorial desa Tanete Kecamatan Bontomatene Kab. Selayar

adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Pamatata

Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa Kayuk Bauk

Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Bungayya

Sebelah Timur : Berbatasan dengan Desa Kayuk Bayuk

2. Visi dan Misi

a. Visi

Berdasarkan realitas kekinian maka Visi Desa Tanete

adalah :
Terwujudnya Desa Tanete yang Aman, Sehat, Sejahtera, dan

berakhlak mulia.

b. Misi

Rumusan misi Desa Tanete secara umum adalah :

1. Meningkatkan pelayanan umum kepada masyarakat Desa

Tanete

2. Meningkatkan pembanguanan dibidang pertanian dan

perikanan

3. Menjadkan Desa Tanete sebagai desa yang aman dan

tentram

4. Mewujudkan pelestarian lingkungan dan tata ruang Desa

Tanete

5. Mewujudkan fasilitas Desa dengan didukung sarana dan

prasarana desa yang memadai

6. Mewujudkan perilaku masyarakat sesuai norma norma agama.

3. Keadaan Masyarakat

a. Jumlah penduduk

Penduduk merupakan modal dasar dari pembangunan

suatu desa yang perlu mendapat perhatian besar agar aktif dan

ikut serta dan bertanggung jawab dalam program pembangunan.

Jumlah penduduk di Desa Tanete adalah sebanyak 2187 jiwa dari

620 kartu keluarga yang tersebar di 6 dusun di Desa Tanete.

Berikut adalah data jumlah penduduk Desa Tanete :

Table 4.1

Data kependudukan Desa Tanete sampai dengan Juli 2020


No Dusun Penduduk Jumlah Jml
Laki Laki Perempuan KK
1 Bontorikja 179 197 376 100
2 Boritta 101 120 221 62
3 Paniroang 68 87 155 51
4 Parangia 177 224 401 118
5 Unjuruiya 267 271 538 138
6 Tinggisisila 240 256 496 151
Jumlah 1032 1155 2187 620

Sumber: Data Desa Tanete

b. Pendidikan

Peranan pendidikan pada setiap masyarakat sangat

penting. Karena tingkat pendidikan berhubungan dengan

penyerapan ilmu pengetahuan, tekhnologi, dan juga mata

pencaharian. Pendidikan memiliki arti luas dimana dari pendidikan

seseorang bisa memenuhi kebutuhan hidupnya serta mengangkat

harkat dan martabatnya di lingkungan masyarakat. Pendidikan

merupakan salah satu faktor yang memnyebabkan adanya

perubahan sosial. Karena dengan latar belakang pendidikan yang

memadai akan mempengaruhi cara berfikir, perilaku, serta

pembentukan karakter seseorang

Berikut adalah data pendidikan masyarakat di Desa

Tanete.

Table 4.2

Tingkat pendidikan masyarakat Desa Tanete

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Warga


1. Lulusan S1/ Diploma 84 0rang
2. Lulusan SLTA 157 orang
3. Lulusan SMP 153 orang
4. Lulusan SD 173 orang
5. Tidak tamat SD/ tidak sekolah -
Sumber: Data Dese Tanete

c. Mata Pencaharian

Desa tanete merupakan desa dengan mata pencaharian

yang beragam dari masyarakatnya namun yang menepati posisi

tertinggi yaitu masyarakat dengan mata pencaharian sebagai

petani. Hal itu dikarenakan sudah sejak dahulu para orang tua

mengerjakan tanah pertanian mereka sendiri. Jadi anak anak

sudah diajarkan untuk mengelola lahan pertanian sejak kecil.

Disamping itu ada juga masyarakat yang berprofesi sebagai

pedagang, nelayan, wiraswasta, buruh bangunan, dan lain

sebagainya. Berikut adalah data mata pencaharian masyarakat di

Desa Tanete

Table 4.3

Keadaan penduduk berdasarkan mata pencahariannya

Jenis Pekerjaan Jumlah

Petani 1108
Nelayan 294
Pedagang 128
ASN 20
Tukang Kayu 33
Tukang Batu 28
Guru 51
Tenaga Honorer 16
Tenaga Kontrak 31
Bidan/ Perawat 18
TNI/ Polri 1
Pensiunan 15
Sopir/ Angkutan 24
Buruh 129
Jasa Persewaan 20
Swasta 32
Sumber Data : Data Desa Tanete 2020

d. Profil perkebunan kelapa di desa Tanete

Perkebunan kelapa merupakan salah satu sektor utama

yang menjadi mata pencaharian masyarakat di desa tanete.

Sudah sejak dahulu buah kelapa yang diperoleh masyarakat

sebagian besar pengolahanya hanya menjadi kelapa kopra asap

atau dengan kata lain sudah turun temurun. Berikut adalah data

lahan pertanian di Desa Tanete :

Table 4.4

Data luas lahan pertanian

Jenis Tanaman Luas lahan


Manga 2 ha
Jeruk 0,5 ha
Jagung
Tebu
Jambu mente 16 ha
Kacang
Kelapa 65 ha
Singkong
Lain lain
Sumber : Data Desa Tanete

Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa memang di

Desa Tanete yang mendominasi itu adalah perkebunan kelapa,

dimana hampir 80% masyarakat di Desa Tanete memiliki

perkebunan kelapa dan selalu mengolah kelapa tersebut menjadi

kopra lalu kemudian dijual kembali.


Pengelolahan kelapa menjadi kopra menjadi penghasilan

utama para petani kelapa di Desa Tanete baik itu mengolah

kelapa milik sendiri sampai kepada mengolah kelapa milik orang

lain dengan berbagi untung. Harga kelapa wlaupun dalam

pengolahan kelapa tidak sebanding dengan pendapatan yang

diperoleh tapi tetap saja kelapa tersebut diolah menajdi kopra.

Pengolahan kelapa yang dilakukan dengan cara manual dan

tradisioanal membuat pengolahan kelapa menjadi kopra adalah

sesuatu pekerjaan yang keras yang memberatkan bagi para

petani kelapa. Mulai dari proses panjat, pemisahan biji kelapa dari

sabutnya, pemecahan biji kelapa, sampai kepada pembakaran

untuk menjadi kopra. Dan harga yang jual yang diperoleh hanya

sekitar 4 ribu sampai 5 ribu /kg nya. Dengan harga yang tidak

menentu kadang tidak sesuai dengan benyaknya tenaga yang

dikeluarkan terkadang masyarakat membiarkan kelapa mereka

begitu saja tanpa diolah ataupun kalau dijual tidak ada yang mau

membeli.

Kelapa diproduksi dalam kurung tiga bulan sekali dan

biasanya dalam satu tahun kelapa diolah menjadi kopra sebanyak

empat kali. Namun ada juga responden yang mengolah kopra

sebanyak 3 kali dalam setahun. Kelapa diolah menjadi kopra

biasanya memerlukan waktu selama 4 sampai 7 hari tergantung

bayaknya tenaga yang membantu proses pengolahan dan

banyaknya jumlah kelapa yang akan diproduksi.

B. Karakteristik Informan Penelitian


Karakteristik informan berdasarkan jenis Penelitian

Jenis Pekerjaan Informan

Petani kelapa kopra asap 6

Petani kelapa kopra putih 2

Pengusaha batok kelapa 2

Tukang panjat kelapa 1

Pihak Pemerintah Desa 1

C. Deskripsi Hasil Penelitian

1. Deskripsi hasil wawancara terhadap petani kelapa kopra asap

Di desa tanete ada beberapa hal yang menjadi karakteristik dari

pertanian kelapa yang dilakukan masyarakat, dan juga beberapa hal

yang menjadi permasalahan para petani kelapa. Berdasarkan hasil

wawancara mendalam yang dilakukan oleh peneliti terhadap informan

menunjukkan bahwa pengolahan kelapa di Desa Tanete sebagian

besar diolah menjadi kopra asap dengan menggunakan cara yang

masih tradisonal, berikut adalah rangkuman hasil wawancara peneliti

dengan beberapa petani kelapa di Desa Tanete.

Peneliti mengawali pertanyaan mengenai berapa kali proses

panen kelapa tiap tahunnya, berikut adalah kata bapak Hasanuddin

petani kelapa dari dusun Unjuruiya serta hal sama juga yang

dikatakan oleh petani kelapa lainnya:

“Proses panen kelapa bisa 3 kali dalam setahun.

Jawaban lain yang diutarakan oleh informan lain yaitu bapak

baso daeng petani kelapa dari Dusun Barro :


“Biasa 3 kali dalam setahun, tapi kadang juga hanya 2 kali
setahun kalau harga kelapa lagi rendah”.
Kemudia peneliti menanyakan mengenai apakah ada bentuk
perawatan yang dilakukan seperti pemberian pupuk terhadap
kelapa?, berikut adalah kata bapak Demma Loga yang merupakan
petani kelapa dari dusun tinggisisila :
“Saya tidak pernah memberikan pupuk terhadap semua kelapa
saya. Jadi kelapa ini saya biarkan begitu saja pada saat berbuah baru
di panen. Karna saya juga mengurus kebun lain”
Pendapat lain disampaikan oleh bapak Baso Daeng Yang
merupakan petani kelapa dari dusun Barro
“Pemberian pupuk kepada kelapa saya pernah lakukan akan
tetapi Cuma sekali setelah itu tidak lagi. Harga kelapa yang tidak
stabil kadang tinggi kadang rendah sehingga saya malas melakukan
perawatan terhadap kelapa ini”.
Kemudia peneliti menanyakan mengenai bentuk olahan kelapa

yang dilakukan terhadap kelapa yang sudah dipanen. berikut adalah

kata bapak Hasanuddin petani kelapa dari dusun Unjuruiya serta hal

sama juga yang dikatakan oleh petani kelapa lainnya:

“Kelapa ini selalu saya olah menjadi kopra. Dan kadang juga
beberapa biji dibawah pulang ke rumah untuk diolah menjadi minyak
kelapa untuk dikonsumsi sendiri”
“Jadi setiap kelapa yang diperoleh memang sudah sejak
dahulu saya selalu olah menjadi kopra. Untuk pengolahan kelapa
menjadi minyak kelapa kadang kadang masih kami masih lakukan
akan tetapi untuk konsumsi pribadi saja, dan hasil samping seperti
sabut kelapa dibiarkan begitu saja akan tetapi untuk tempurung
kelapa saat ini sudah ada yang mau membeli sehingga dijual ke
pembeli khusus yang akan mengolah tempurung kelapa menjadi
arang”
Selain itu pendapat berbeda yang disampaikan oleh beberapa

masyarakat yang juga memiliki perkebunan kelapa namun memiliki

usaha sampingan lain ketika peneliti menanyakan tentang produk

olahan kelapa berikut adalah kata ibu Denta Pakja petani kelapa dari
Dusun Parangia dengan usaha sampingan sebagai pedagang dimana

hal yang sama juga disampaikan dengan masyarakat yang memiliki

perkebunan kelapa namun memiliki pekerjaan sampingan

Saya memiliki perkebunan kelapa namun saya sangat jarang


untuk mengolah kelapa secara langsung. Saya lebih memilih menjual
kelapa perbijinya kepada masyarakat yang ingin mengolah kelapa ini.
Apalagi ketika harga kopra lagi rendah, Karna dengan harga kopra
yang rendah saya fikir lebih banyak tenaga yang dikeluarkan
dibandingkan untung yang akan diperoleh. Walaupun demikian tetap
saja banyak petani kelapa lainnya yang tetap mau mengolah kelapa
ini menjadi kopra.
Kemudia peneliti menanyakan mengenai bentek perawatan
kelapa atau dengan kata lain mengenai pemberian pupuk kepada
kelapa supaya buahnya yang dihalsikan lebih banyak, berikut adalah
kata bapak………
Saya tidak pernah memberikan pupuk terhadap semua kelapa
saya. Jadi kelapa ini saya biarkan begitu saja pada saat berbuah baru
di panen. Karna saya juga mengurus kebun lain.
Pendapat lain disampaikan oleh bapak…………. Yang
merupakan petani kelapa dari dusun….
Pemberian pupuk kepada kelapa saya pernah lakukan akan
tetapi Cuma sekali setelah itu tidak lagi. Harga kelapa yang tidak
stabil kadang tinggi kadang rendah sehingga saya malas melakukan
perawatan terhadap kelapa ini
Kemudian peneliti menanyakan mengenai bagaimana cara
pengolahan kelapa sehingga menjadi kopra yang bernilai ekonomi,
berikut adalah kata……… dsri dusun….
Proses pengolahan kelapa menjadi kopra lumayan panjang dan
berat, tetapi karna sudah terbiasa jadi bukan masalah lagi. Mulai dari
pengambilan kelapa dari pohon dengan cara dipanjat, kemudian
setiap kelapa di kumpulkan menjadi satu bagian dan di pisahkan dari
sabutnya. Setelah kelapa di pisahkan dari sabutnya kemudian semua
kelapa di belah dua setelah itu barulah di lakukan pembakaran
sampai menjadi kopra. Setelah pembakaran kelapa, masih ada
proses yang dilakukan yakni dengan memotong kopra menjadi bagian
bagian kecil sehingga lebih efisien ketika dimasukkan kedalam
karung. Setelah itu barulah dilakukan pengangkutan untuk dibawa ke
pembeli kopra.
Kemudian peneliti bertanya tentang kenapa tidak melakukan
inovasi dalam pengolahan kelapa, seperti pengolahan menjadi kopra
putih karna saya dengan harga kopra putih lebih tinggi ? berikut
adalah kata bapak…..
Iya dek harga jual kopra putih memang lebih tinggi. Sebenarnya
saya mau tetapi tidak ada modal. Apalagi untuk pengeringannya
menggunakan lahan terbuka.
Namun pendapat lain disampaiakan oleh bapak ………. Dari
dusun …… mengenai pengolahan kopra putih
Memang harga jual kopra putih lebih tinggi, tapi karna saya
juga sudah terbiasa mengolah menjadi kopra dengan pembakaran
jadi tidak apa apa kalo diolah menjadi kopra asap saja.

Kemudian peneliti bertanya kembali mengenai kendala yang

dihadapi dalam pengolahan kelapa, berikut adalah kata bapak …..

salah satu petani kelapa dari dusun barro Desa Tanete

“Ketika mau panen kelapa dan mau diolah menjadi kopra


terkadang saya sendiri kesulitan dalam menemukan tukang panjat.
Selain karna tukang panjat yang kurang rata rata orang yang biasa
menjadi tukang panjat antara saya dengan dia saling tidak cocok
dengan harga sewa panjat. Karna terkadang sewa panjat yang
diminta tukang panjat terlalu mahal apalagi harga jual kopra juga naik
turun harganya, kalo di hitung hitung biasa lebih banyak biaya yang
dikeluarkan untuk sewa panjat dibanding dengan untung penjualan
kopra sendiri”.
Selain kendala kurangnya tenaga kerja panjat ada juga kendala

lain yang dihadapi oleh beberapa petani kelapa lainnya, berikut

adalah kata bapak……….. dari Dusun Parangia Desa Tanete:

“Jadi yang menjadi kendala lain itu yang kami rasakan adalah dari
segi prosesnya dalam pengolahan kelapa menjadi kopra karena
membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak karena semua serba
manual. Selain dari itu, proses pengangkutan hasil kopra untuk
dibawah ke kampung juga menjadi kendala karna kebun kelapa saya
lumayan jauh dari kampung jadi untuk proses pengangkutannya
lumayan susah apalagi ketika musim hujan.”
Kemudian peneliti menanyakan kembali mengenai harga pasaran
kelapa jika dijual perbiji dan harga kopra per kg nya. Berikut adalah
kata bapak…………… yang merupakan petani kelapa dari
Untuk harga kopra sendiri tidak menentu, namun untuk saat ini
harga kopra yaitu sekitar 4.000-5000/kg, menurut saya harga ini tidak
sesuai dengan banyaknya tenaga yang dikeluarkan tapi mau
bagaimana lagi daripada kelapa dibiarkan begitu saja tanpa
pengolahan.
Berikut adalah kata bapak…….. yang juga memiliki perkebunan

kelapa namun terbiasa menjual perbiji hasil panen kelapanya :

Harga kelapa jika dijual perbiji sekiratan Rp. 800 sampai Rp. 1000
per bijinya. Tergantung kesepakatan dengan pembeli kelapa dimana
harga perbiji tersebut didasarkan harga jual kopra per kgnya. Agar
para petani kelapa yang membantu mengolah kelapa ini juga
mendapat untung.
Untuk penghasilan kelapa dari kelapa sendiri lumayan bisa untuk
memenuhi kebutuhan sehari hari. Akan tetapi harga kelapa dipasaran
tidak sesuai dengan banyaknya tenaga yang kami keluarkan dalam
pengolahan kelapa ini. Minsalnya saja untuk pengolahan kelapa
menjadi kopra yaitu sebanyak 2000 biji kelapa. 2000 biji kelapa bisa
menghasilkan sekitar 5 Ton kopra. Harga /ton kopra 400.000
Kemudian peneliti bertanya tentang bantuan yang diperoleh para
petani kelapa dan upaya pemberdayaan petani kelapa dari
pemerintah, berikut adalah kata bapak dg gassing petani kelapa dari
dusun parangia.
Kalau bantuan terkait pengolahan kelapa ini saya rasa belum ada.
Namun untuk bantuan sembako seperti beras saya selalu dapat.
Berikut juga adalah kata bapak Dg. Silasa Petani kelapa dari
dusun barro terkait bantuan yang di peroleh
Saya sendiri tidak pernah mendapat bantuan. Kemarin ada
beberapa masyarakat yang mendapat bantuan berupa uang tapi kami
tidak dapat.
Berikut juga adalah kata bapak ….. petani kelapa dari dusun ….
Terkait upaya pemberdaayaan dan bantuan yang diperoleh.
Namun bentuk pengolahan lain yang dilakukan oleh bapak
sewang Dari dusun parangia yakni mengolah kelapa menjadi kopra
putih, berikut adalah hasil wawancara saya dengan informan :
Peneliti bertanya tentang sudah berapa lama bapak
menjalankan usaha kopra putih ini ? Informan pun menjawab :
Saya sudah menjalankan ini sudah 1 tahun lebih
Kemudian peneliti bertanya lagi tentang apa yang
melatarbelakangi bapak dalam pengolahan kelapa menjadi kopra
putih ? informan pun menjawab :
Awalnya saya juga adalah petani kelapa yang biasa mengolah
kopra dengan cara pembakaran atau kopra asap. Saya sering melihat
kelapa masyarakat yang dibiarkan begitu saja yang disebabkan harga
kopra asap yang tidak pasti. Namun setelah saya mengetahui
mengenai pengolahan kopra putih dan kelebihan kopra putih saya
mencoba menjalankan usaha ini dan Alhamdulillah saya sudah ada 4
orang pekerja yang membatu saya mengolah kelapa menjadi kopra
putih.
Kemudian peneliti bertanya lagi tentang bagaimana perbedaan
pengolahan kopra putih dengan kopra asap ? informan pun menjawab
Umumnya pengolahan kopra putih hampir sama dengan kopra
biasa, namun yang membedakannya terletak pada proses
pengeringannya dimana kopra biasa dikeringkan dengan cara di
panggang sementara kopra putih dikeringkan dengan cara dijemur
dibawah sinar matahari dengan terlebih dahulu di lakukan
pengasapan selama 1 malam dengan menggunakan obat khusus
untuk kelapa yang akan diolah menjadi kopra putih agar kelapa tidak
berjamur. Obat tersebut dibakar dan di simpan di bawah kelapa yang
telah dibelah kemudian di tutup menggunakan tenda hingga asap dari
obat tersebut tidak keluar dari tenda sehingga mengasapi kelapa .
setalah pengasapan barulah kelapa tersebut siap untuk dikeringkan,
pengeringan kelapa ini bisa sampai 5 hari kemudian setelah dianggap
kering kelapa tersebut di cungkil untuk dipisahkan dari batok
kelapanya. Setelah itu barulah kelapa kopra putih siap untuk dijual.
Kemudian peneliti bertanya lagi tentang bagaimana perbedaan
harga jual antara kopra putih dan kopra biasa ? informan pun
menjawab:
Harga kopra putih lebih tinggi di banding kopra biasa. Harga
kopra putih saat ini yaitu 700 ribu per tonnya. Berbeda dengan harga
kopra biasa yang harganya tidak stabil, harga jual kopra putih sendiri
tetap.
Kemudian peneliti bertanya lagi tentang apakah kelapa yang
diolah menjadi kopra putih adalah kelapa milik sendiri ? informan oun
menajwab :
Tidak, saya kebanyakan membeli kelapa dari warga namun ada
juga kelapa dari kebun kelapa saya.
Kemudian peneliti bertanya lagi tentang berapa harga beli
kelapa per biji tersebut ? informan pun menjawab :
Untuk harga kelapa perbiji dari masyarakat tidak menentu.
Kadang saya mendapat harga Rp. 850 per biji kadang juga Rp. 1000
Kemudian peneliti bertanya lagi tentang apakah ada kendala
yang dihadapi dalam pengolahan dan pemasaran kelapa kopra
putih ? informan pun menjawab :
Untuk kendala pengolahan biasa dari cuaca sehingga
berpengaruh dari lamanya proses pengeringan untuk kendala
pemasaran saya rasa sejauh ini belum ada karena tempat saya ini
dekat dengan jalan raya jadi mudah untuk saya melakukan penjualan,
sehingga pengumpul bisa langsung mengambil kesini.
Kemudian peneliti bertanya lagi tentang berapa rapa rata
pendapatan perbulan dari pengolahan kopra putih ?
Untuk pendapatan tergantung dari banyaknya kelapa yang
diolah. Terkadang bisa sampai 10 juta lebih, tetapi banyak juga
pengeluaan yakni harus membayar upah pekerja. Dan memutar uang
lagi untuk dijadikan modal.
Kemudian peneliti betranya lagi tentang bagaimana harapan
dari bapak kepada pemerintah mengenai pemberdayaan petani
kelapa ? informan pun menjawab :

Selain mewawancarai pemilik usaha kopra putih peneliti juga

mewawancarai salah satu pekerja kopra putih. Berikut adalah hasil

wawancara penelti dengan informan :

Peneliti bertanya tentang sudah berapa lama ibu ikut kerja

dalam pengolahan kopra putih ini, informan pun menjawab :

“Sudah dari pertama ini di buat saya di panggil oleh deng


sewing untuk ikut membantu dalam pengolahan kopra putih”.
Kemudian peneliti bertanya lagi tentang apa pekerjaan ibu

sebelum ikut dalam pengolahan kopra putih ini ? informan pun

menjawab:

“Sebelumnya saya bertani di kebun menanam berbagai


tanaman. Dulu saya juga terkadang mengolah kelapa milik orang
saya olah menjadi kopra lalu berbagi hasil”.

Kemudian peneliti bertanya lagi tentang apakah disini ibu

digaji per bulan ?

Tidak, Disini saya mendapatkan upah per banyaknya kelapa


yang diolah, untuk 1 biji kelapa saya mendapatkan upah Rp. 150
Setelah penjualan barulah kami di beri upah.
Kemudian peneliti menanyakan lagi tentang berapa banyak

kelapa yang bisa diolah dalam sehari ? informan pun menjawab :

“Untuk setiap harinya tidak pasti. Kan disini ada 2 tempat


pengeringan dimana 1 pengeringan ini muat untuk 2000 biji kelapa.
Dan ketika mau mengeringkan 1 hari bisa langsung dikasih penuh
yaitu 2000 biji kelapa. Tetapi kan untuk pengeringan bisa sampai 5
hari, sebelum pengeringan pun dilakukan pengasapan 1 malam.
Sembari melakukan pengeringan saya melakukan pekerjaan lain
seperti memisahkan kelapa dari batok kelapa dan atau membelah
kelapa atau memisahkan kelapa dari sabutnya”.

Kemudian peneliti bertanya lagi tentang bagaimana tanggapan

ibu mengenai pengolahan kopra putih ini ? informan pun menjawab :

“Saya sangat senang dengan adanya pengolahan kopra putih


ini, jadi saya merasa memiliki pekerjaan yang tetap di banding
sebelumnya”.

2. Deskripsi hasil wawancara terhadap tenaga kerja pemanjat kelapa

Salah satu hal yang mnejadi kendala para petani kelapa yaitu

kurangnya tenaga pemanajt maka peneliti juga mewawancarai salah

satu tenaga pemanjat kelapa. Berikut adalah hasil wawancara peneliti

dengan salah satu tenaga pemanjat kelapa di Desa Tanete :

Peneliti bertanya tentang apa menjadi kendala bapak dalam

memanjatkan kelapa warga ? informna pun menjawab :


“sebenarnya kan saya juga ada beberapa pekerjaan lain
seperti beternak kambing selain itu saya juga mengerjakan kebun.
Jadi terkadang saya tida bisa membagi waktu. Selain itu harga yang
saya minta terkadang tidak disetujui dengan warga yang mau
dipanjatkan kelapanya”.
Kemudian peneliti bertanya lagi berapa harga atau penghasilan

yang di dapat ketika memanjat kelapa ? informan pun menjawab :

“Saat ini saya biasa meminta 4000 per pohon. Tetapi terkadang
ada warga yang meminta per banyaknya buah kelapa yang dipanjat.
Karna terkadang dalam satu pohon ada yang buahnya banyak ada
yang buahnya sedikit.”
Kemudian peneliti bertanya lagi dalam satu pohon berapa

paling banyak buah kelapa yang bisa diambil ? informan pun

menjawab :

“Tidak menentu kadang, paling banyak kadang ada 20 buah

satu pohon”.

Kemudian peneliti bertanya lagi tentang apakah bapak juga

memiliki kebun kelapa ? informan pun menjawab:

“Iya saya juga memiliki kebun kelapa walaupun pohonnya tidak


terlalu banyak tapi saya juga biasa mengolah kelapa menjadi kopra”.
Kemudian peneliti bertanya lagi tentang apakah sudah ada

bantuan yang pernah bapak dapat dari pemerintah terkait

pemberdayaan petani kelapa ? informan pun menjawab :

“Kalo terkait kelapa belum ada, tapi kemarin ibu saya mendapat
bantuan ternak ayam pedaging akan tetapi sampai sekarang banyak
yang mati”.
Kemudian peneliti bertanya lagi tentang bagaimana harapan

bapak kepada pemerintah mengenai pengolahan kelapa ? informan

pun menjawab :

Kalo terkait kelapa saya berharap pemerintah bisa menetapkan


untuk harga kelapa di satu harga. Kan diselayar ini banyak sekali
petani kelapa, harga yang tidak pasti kadang petani kelapa malas
merawat kebun kelapa mereka.
3. Deskripsi hasil wawancara terhadap pengusaa batok kelapa

4. Deskripsi hasil wawancara dengan pemerintah Desa Tanete

Desa tanete baru saja melakukan penggantian kepala desa

baru dan baru dilantik pada akhir tahun 2019, maka dari itu untuk

program bantuan atau pemberdayaan kepada masyarakat belum ada

yang dilakukan oleh kepala pemerintah yang baru. Maka dari itu

peneliti diarahkan untuk mewawancarai salah satu staf Desa yang

sudah lama mengabdi di Desa Tanete. Berikut adalah hasil

wawancara peneliti dengan ibu Martiati

Peneliti menanyakan tentang bagaimana upaya pemberdayaan

yang telah dilakukan oleh pemerintah Desa terhadap para petani Di

Desa Tanete dalam meningkatkan pendapatan masyarakat ?

informan pun menjawab :

“Untuk pemberdayaan terhadap petani yang pernah kami


lakukan yaitu permberian bantuan ran atau seperti kawat duri
pemberian bantuan ran diharapkan agar hewan hewan ternak
masyarakat tidak masuk ke kebun warga dan memakan tanaman
para petani, dengan begitu hasil pertanian bisa maksimal”

Kemudian peneliti bertanya lagi mengenai selain bantuan ran,

bantuan apa lagi yang pernah diberikan kepada para petani ?

informan pun menjawab sebagai berikut :

“Kami juga pernah memberikan bantuan pupuk untuk tanaman


masyarakat seperti pupuk untuk jambu mente. Selain bantuan pupuk
ada juga bantuan seperti pemberian bantuan bibit bibit tanaman yaitu
bibit manga dan bibit Lombok”.
Kemudian peneliti menggali lagi dengan bertanya apakah

sudan ada upaya pemberdayaan yang dilakukan terhadap petani

kelapa di Desa Tanete ? informan pun menjawab sebagai berikut :

“Untuk pemberdayaan terhadap petani kelapa belum ada.


Akan tetapi pemerintah desa pernah memberikan bantuan gerobak
kepada masyarakat sehingga gerobak tersebut bisa memudahkan
pengangkutan kelapa”.

Kemudian peneliti menanyakan menanyakan pertanyaan lagi,

bagaimana cara pemerintah desa dalam penentuan masyarakat yang

akan diberi bantuan atau di berdayakan mengingat bahwa tidak

semua petani yang mendapat bantuan ? informan pun menjawab

“Untuk pemberian bantuan kita survey dulu masyarakat di


setian dusun, jadi yang dirasa membutuhkanlah yang akan di beri
bantuan. Dan ketika ada bantuan berikutnya kita usahakan
masyarakat yang sebelumnya tidak mendapat bantuan yang akan kita
beri bantuan”

Kemudia peneliti menanyakan lagi apa yang menjadi kendala

dalam hal pemberdayaan petani kelapa di Desa Tanete ? informan

pun menjawab sebagai berikut :

“Yang menjadi kendala dalam pemberdayaan petani


terkadang kalo kita telah memberikan bantuan, bantuan tersebut tidak
di manfaatkan dengan baik oleh si penerima bantuan. Dan juga
tingkat pendidikan dan pengetahuan petani yang masih rendah serta
kesadaran dari petani sendiri yntuk lebih mengenbangjan diri yang
masih kurang”

D. Analisis dan Interpentasi

1. Karakteristik Pengolahan Kelapa dan Permasalahannya

Pengelolahan kelapa di Desa Tanete masih bersifat tradisional

dimana sebagian besar masyarakat dalam mengolah butiran kelapa


selalu diolah menjadi kopra asap, belum ada bentuk usaha lain yang

dilakukan oleh masyarakat selain pengolahan menjadi kopra. Hal

tersebut dikarenakan sudah menjadi turun temurun dari sejak dahulu

mulai dari para orang tua, kelapa yang dihasilkan selalu di olah

menjadi kopra, dan proses pengolahannya pun masih sama seperti

dahulu yakni dengan cara tradisional. Sebagian besar masyarakat

mengolah kelapa dari kebun kelapa sendiri. Dan rata rata masyarakat

di Desa Tanete memiliki lebih dari satu kebun kelapa. Kalau dahulu

masih banyak masyarakat yang mengolah kelapa menjadi minyak

kelapa dan dijualkannya ke pasar, namun saat sekarang pengolahan

kelapa menjadi minyak kelapa sudah jarang dilakukan oleh

masyarakat Desa Tanete, kalaupun masih ada, namun untuk

konsumsi pribadi saja dan hanya sedikit yang menjualnya ke pasar,

hal tersebut dikarenakan sudah banyak minyak olahan pabrik yang

dijual dipasaran dan kebanyakan konsumen lebih memilih

menggunakan minyak tersebut untuk penggunaan sehari hari.

Sebagian besar petani kelapa di Desa tanete memiliki usaha

sampingan lain, mereka tidak terfokus ke pengolahan kelapa saja

tetapi juga mengurus kebun lain yang ditanami berbagai tanaman,

selain itu ada yang beternak, berdagang, nelayan, dan lain lain.

Pemanfaatan hasil samping seperti sabut dan tempurung

kelapa belum banyak dilakukan oleh petani kelapa sehingga nilai

tambah dari usaha tani kelapa belum diperoleh secara optimal. Untuk

tempurung kelapa sendiri sudah ada beberapa masyarakat yang

mendirikan usaha arang dari batok kelapa. Dengan adanya usaha


tersebut batok kelapa tidak terbuang begitu saja karna para petani

kelapa bisa menjualnya ke pembeli khusus yang akan mengolah

batok kelapa menjadi arang. Namun untuk sabut kelapa sendiri masih

dibiarkan begitu saja padahal ada banyak sekali kerajinan yang bisa

di buat dari sabut kelapa.

Harga kopra yang tidak pasti menjadikan masyarakat kurang

dalam melakukan perawatan terhadap kebun kelapa mereka. Ketika

harga kelapa kopra lagi turun banyak petani kelapa yang malas

mengolah kelapa mereka menjadi kopra. Karna dengan harga yang

rendah tidak sebanding dengan banyaknya tenaga yang dikeluarkan

dengan untung yang di dapatkan. *proses pengolahan kelapa*

Terlebih bagi masyarakat yang memiliki usaha sampingan yang

memiliki kebun kelapa mereka lebih memilih menjual kelapa perbijinya

kepada masyarakat yang akan mengolah kelapa tersebut walaupun

untung yang didapatkan sedikit tetapi tetap saja ada petani kelapa

yang mau mengolah menjadi kopra asap dengan berbagi untung.

Akan tetapi rata rata yang membeli kelapa perbiji adalah yang akan

mengolahnya menjadi kopra putih. Kopra putih hampir sama dengan

kopra yang biasa di olah masyarakat umum di Desa Tanete, akan

tetapi bentuk pengolahannya yang berbeda yakni menggunakan

panas dari sinar matahari. Masyarakat yang mengolah menjadi kopra

putih memang sengaja membeli kelapa perbiji dari petani kelapa, hal

tersebut sedikit menjadi solusi bagi petani kelapa dalam menjual buah

kelapa yang dimiliki. Namun di Desa Tanete sendiri saat ini baru 1

orang menjalankan usaha kopra putih, hal tersebut dikarenakan


dalam memulai usaha kopra putih pastinya dibutuhkan modal awal

dan juga mengunakan lahan terbuka. Hal tersebutlah yang menjadi

alasan sehingga masih banyak petani yang lebih memilih mengolah

menjadi kopra asap. Padahal untuk harga jual dipasaran harga kopra

putih lebih tinggi lebih tinggi dibanding kopra asap dan juga harganya

tetap, berbeda dengan kopra asap yang harganya tidak stabil.

Dengan adanya pengolahan menjadi kopra putih sejumlah petani

kelapa tidak kesusahan lagi dalam mencari pembeli kelapa perbiji

ketika harga kopra lagi rendah dan tidak mau mnegolah kelapa

tersebut. Karna sebelumnya petani kelapa kesulitan dalam menjual

kelapa perbiji sehingga menyebabkan kelapa dibiarkan begitu saja

tanpa pengolahan, ketika harga kopra turun dan tidak ada satupun

masyarakat yang mau membeli kelapa perbiji untuk diolah menjadi

kopra. Jadi dengan adanya masyarakat yang melakukan pengolahan

menjadi kopra putih sedikit memberikan solusi bagi petani kelapa.

Petani kelapa di Desa Tanete mengalami beberapa kendala

dalam pengolahan kelapa salah satunya yaitu dalam menemukan

tenaga kerja pemanjat. Terkadang petani kelapa kesulitan dalam

menumukan orang yang bisa memanjatkan kelapa mereka. Karena

kurangnya tenaga kerja pemanjat, kelapa yang seharusnya dipanen

selama empat bulan sekali baru bisa dipanen ketika musim panen

berikutnya tiba dalam hal ini empat bulan kemudian setelah kelapa

dapat dipanen pada saat berumur emat bulan. Hal ini tentunya

berdampak pada hasil yang akan didapatkan petani karena kualitas

kelapa tentunya akan berkurang kalau sudah lama. Selain masalah


tenaga pemanjat ada hal lain yang menjadi kendala para petani

kelapa yaitu jauhnya tempat mengolah kelapa atau kebun kelapa

masyarakat dari pemukiman yakni berkisar sejauh rata-rata 3-5

kilometer. Hal ini berdampak pada lamanya proses pengangkutan

apalagi pada saat musim hujan yang dikarenakan jalanan rusak

sehingga lebih memberatkan kerja para petani kelapa. Selain itu

tingkat pengetahuan petani yang masih rendah terkait perkebunan

kelapa dan juga belum adanya upaya yang dilakukan oleh

pemerintah.

Harga kelapa kopra asap menurut responden berkisar antara

4000 sampa 5000 an per kg nya. Untuk harga kopra asap sendiri

selalu tidak pasti, berbeda dengan harga kopra putih yang harganya

tetap dan berkisaran di harga 7000 per kg nya. Berdasarkan hasil

wawancara sekitar 400 biji kelapa bisa menghasilkan 1 ton kopra.

Adapun rumus analisis pendapatan usaha kopra yaitu dengan

menghitung total penerimaan atau pendapatan kotor dikurangi

dengan biaya biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi, dengan

bentuk rumusnya adalah Pd = Tr – Tc (Soekartiwi: 1995)

Dimana

Pd = Pendapatan ( Rp)

Tr = Total Penerimaan ( Rp)

Tc = Total Pengeluaran (Rp)

Berikuat adalah perbedaan pendapatan yang diperolah petani

kelapa dalam pengolahan kopra asap dan kopra putih.


Berikut adalah pendapatan untuk pengolahan menjadi kopra

asap dengan pemisalan kelapa yang diprosuksi sebanyak 3000 biji.

Jadi untuk 3000 biji kelapa bisa menghasilkan sekitar 7,5 ton kopra

dengan pemisalan berdasarkan wawancara 1 ton kelapa bisa dari 400

biji kelapa. Maka pendapatan kotor untuk kopra asap jika dikalikan

dengan harga tertinggi penjualan kopra asap yaitu 5 ribu per kg nya

yakni sebanyak Rp. 3.500.000, harga untuk sewa panjat yaitu 4 ribu

per pohon. Untuk 3000 biji di perkirakan sekitar 150 pohon kelapa

dengan pemisalan 1 pohon kelapa menghasilkan 20 biji kelapa. Maka

pengeluaran untuk biaya sewa panjat yaitu sekitar Rp. 600.000.

Pengeluara untuk sewa pengangkutan yaitu Rp. 150.000. dengan

demikian pendapatan petani kelapa untuk 1 kali produksi sebanyak

3000 biji yaitu :

Table rata rata perbedaan pendapatan petani kelapa untuk 3000

biji kelapa dalam 1 kali prouksi

No Uraian Biaya Jumlah

1 Total penerimaan 7,5 ton x Rp. 400.000 Rp. 3.000.000

2 Total pengeluaran - Sewa panjat :


150 x 4000 = 600.000
Rp. 750.000
- Pengangkutan :
Rp. 150.000
3 Pendapatan Rp. 2.250.000

Maka rata rata penghasilan petani kelapa ketika diolah menjadi

kopra asap adalah sebanya Rp. 2.250.000, itu artinya rata rata

pendapatan perbulan adalah sekitar Rp. 562.000 karena pendapatan


tersebut untuk satu kali produksi yaitu setiap 4 bulan sekali dan

merupakan kelapa dari kebun sendiri. Pendapatan petani akan beda

lagi jika kelapa yang diolah adalah kelapa milik orang lain karena

harus berbagi keuntungan atau kelapa yang di beli perbiji kemudian di

olah.

Untuk pengolahan menjadi kopra putih dengan pemisalan

sebanyak 3.000 biji kelapa yang diproduksi rata rata pendapatannya

adalah seb agai berikut : berdasarkan wawancara untuk pengolahan

kopra putih selalu membeli kelapa per biji dari warga dengan harga

Rp. 850 per bijinya. Dengan demikian harga untuk 3.000 biji kelapa

adalah Rp. 2.550.000. sementara itu para pekerja di gaji berdasarkan

banyaknya kelapa yang diolah dengan upah 150/ biji. Maka biaya

pengeluaran untuk pekerja adalah Rp. 750.000. untuk harga jual

kopra putih yaitu Rp. 7000/ kg nya. Maka pendapatan kotor dari

penjualan kopra putih adalah Rp. 5. 250.000

Berikut adalah table pendapatan dapi pengolahan kopra putih

sebanyak 3000 biji kelapa.

No Uraian Biaya Jumlah

Total penerimaan 7,5 ton x Rp. 700.000 Rp. 5.250.000

Total Pengeluaran Harga Beli Kelapa : Rp. 3.300.000


3000 x 850 = 2.550.000
Biaya Pekerja :
Rp. 750.000
Biaya obat =

Total Pendapatan Rp. 1. 950.000


Dengan demikian pendapatan yang diperoleh untuk pengolahan

menjadi kopra putih untuk 3000 biji kelapa adalah sebesar Rp.

1.950.000. akan tetapi pendapatan tersebut hanya untuk 3000 biji

kelapa saja. Berbeda dengan kopra asap, pengolahan kopra putih

dilakukan terus menerus dan dalam 1 bulan kelapa yang diolah bisa

sampai puluhan ribu.

. Dari segi pemasaran, para petani kelapa dirugikan oleh praktek

pasar monopoli dari pedagang kopra yang menentukan harga secara

sepihak. Keadaan ini terkadang menyebabkan petani kecewa dan

kurang bersemangat dalam merawat kebun kelapa mereka. sehingga

berakitat kepada produktivitas kelapa yang turun drastis.

2. Upaya Pemberdayaan

Pemberdayaan petani merupakan upaya untuk membangkitkan

potensi serta kemampuan petani kearah peningkatan produktifitas

dan efisiendi secara berkelanjutan. Sasarannya yaitu dengan

memberikan motivasi serta membangkitkan kepercayaan masyarakat

pada kemampuan sendiri.

Sebagian besar petani kelapa di Desa Tanete mengolah kelapa

dengan menjadikanya kopra asap. Umumnya setelah kelapa selesai

di panjat, kelapa kemudian dipisahkan dari sabutnya lalu dibelah dua,

setelah itu baru dilakukan pengeringan di atas pemanggangan yang di

buat sendiri oleh masyarakat dengan ukuran mulai dari 2x2 meter

bahkan lebih besar dari itu. Setelah kelapa kering kemudian kelapa

tersebut di cungkil untuk dilakukan pemisahan dari batok kelapa,


setelah itu di potong kecil kecil untuk lebih memudahkan ketika di

masukkan ke dalam karung. Setelah itu barulah kelapa kopra

masyarakat siap dijual. Cara pengolahan tersebut dilakukan sejak

dulu sampai sekarang. Hingga saat ini ditemukan cara pengolahan

kelapa menjadi kopra putih, walaupun sudah ada masyarakat dari

Desa Tanete yang mengolah kelapa menjadi kopra putih tetapi

sebagian besar masyarakat di Desa Tanete masih saja belum

melakukan inovasi terhadap pengolahan kelapa mereka.

Pengolahan kelapa menjadi kopra putih merupakan salah satu

peluang bagi petani kelapa dalam mengembangkan usahanya dalam

meningkatkan pendapatan. Kopra Putih diolah dari kelapa segar tua

dengan sistim pengeringan atau pemanasan tidak langsung yang

dibantu dengan panas sinar matahari. Pengolahan kopra putih sangat

memperhatikan kebersihan dan prosedur yang ketat sehingga

dihasilkan kopra putih yang bersih sehingga harga jualnya tinggi.

Selain itu dengan adanya pengolahan kopra putih yang dijalankan

dapat memberikan lapangan pekerjaan bagi petani lainnya. Akan

tetapi masyarakat masih kurang sadar akan potensi perkembangan

usaha kelapa dengan pengolahan menjadi kopra putih. Pengolahan

kelapa di Kepulauan Selayar khususnya di Desa Tanete terbilang

sangat lambat jika dibandingkan dengan daerah lain yang sudah

melakukan banyak invoasi dalam pengolahan kelapa khususnya

kopra. Mulai dari adanya mesin pengering kopra, sampai dengan

penjualan kopra ke bebagai Negara.

3. Langkah Pemberdayaan
a. Pemungkinan (enabling)

Pemungkinan atau enabling merupakan bagian dari

tahapan pemberdayaan yaitu untuk menciptakan suasana atau

iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang

secara optimal. Dengan luasnya perkebunan kelapa di Desa

Tanete merupakan salah satu wadah bagi pemerintah dalam

menciptakan suasana yang bisa memberdayakan masyarakat

dalam meningkatkan pendapatannya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pemerintah desa

dan para petani kelapa menunjukkan bahwa peran pemerintah

masih kurang aktif dalam memberikan perhatian khususnya

kepada petani kelapa dalam menciptakan suasana yang bisa

menggerakkan potensi masyarakat agar bisa mengembangkan

usaha kelapanya. Hal ini bisa dilihat dari perkembangan

masyarakat petani kelapa yang sangat lambat dimana sejak

dahulu kelapa yang diperoleh selalu diolah menjadi kopra asap

dengan pengolahan secara tradisional. Dan baru beberapa tahun

belakang ini beberapa masyarakat mulai mamanfaatkan hasil

samping kelapa yaitu batok kelapa yang diolah menjadi arang.

Pemerintah harus bisa mengusahakan untuk memberikan

pengertian dan motivasi kepada para petani sehingga

menciptakan suasana pertanianian yang menggairahkan sehingga

para petani bisa lebih produktif. Pemerintah desa harus memiliki

strategi dalam perencanaan terkait upaya pemberdayaan

kelompok tani agar bisa mensejahterakan para petani. Dengan


banyaknya masyarakat petani kelapa di Desa Tanete pemerintah

seharusnya bisa menciptakan suasana agar masyarakat petani

kelapa berkembang seperti dengan pemberian bantuan modal

usaha, sosialisasi mengenai produk olahan kelapa yang awalnya

selalu di olah menjadi kopra menjadi produk turunan lainnya yang

dapat memberikan nilai tambah secara ekonomi seperti minyak

murni, kuliner makanan, dan kue kelapa serta produk olahan

lainnya.

b. Emprowing ( penguatan )

Emprowing yaitu memperkuat potensi yang dimiliki

masyarakat. Perkuatan ini meliputi langkah yang nyata berupa

penyediaan berbagai masukan serta pembukaan akses terhadap

berbagai peluang yang akan membuat masyarakat semakin

berdaya mulai dari meningkatnya pengetahuan dan kemampuan

masyarakat.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pemerintah

Desa Tanete pernah menghadirkan dinas pertanian yang datang

bersosialisasi bersama masyarakat tentang pertanian jagung,

serta pemberian bantuan pupuk. Akan tetapi sampai sekarang

belum ada perhatian dari dinas terkait mengenai pertanian kelapa

untuk melakukan edukasi baik berupa memfasilitasi dengan pihak

swasta untuk pemasaran produk kopra, ataupun memfasilitasi

pinjaman modal usaha, sehingga masyarakat petani kelapa di

Desa Tanete mengalami perluasan produksi dan peningkatan nilai

tambah secara ekonomi.


Dalamrangka memperkuat potensi yang dimilik diperlukan

langkah-langkah yang lebih positif selain hanya menciptakan iklim

dan suasana yang baik. Untuk itu perlu ada program khusus bagi

masyarakat yang kurang berdaya. Program bantuan keuangan,

pelatihan dan pemberian motivasi yang diharapkan dapat

menjadikan masyarakat menjadi mandiri dalam mengelolah dan

mengembangkan usaha sehingga pendapatan masyarakat

semakin meningkat dan terpenuhinya segala kebutuhan hidup.

Selain itu juga perlu dilakukan pembinaan dan pelatihan kepada

para petani kelapa mulai dari teknologi dan diversifikasi produk

agar dapat menghasilkan produk yang dibutuhkan oleh pasar,

maka dari sangat diperlukan peran pemerintah dan dinas terkait

dalam hal pemberdayaan para petani.

c. Protecting (perlindungan)

Memberdayakan masyarakat berarti melindungi

masyarakat. Dimana dalam proses pembedayaan harus di cegah

masyarakat yang lemeh menjadi semakin lemah karena kurang

berdaya dalam mengahadapi yang kuat, maka dari itu perlu

adanya dukungan dan bimbingan agar masyarakat mamou

menjalankan perannya dalam melaksanakn tugas tugas

kehidupan. Dalam hai ini dimaksudkan dalam melakukan

pemberdayaan harus terarah dan tepat sasaran kepada

masyarakat yang membutuhkan.

Mengacu pada teori diatas dihubungkan dengan hasil

penelitian didapatkan bahwa sudah ada perlindungan yang


dilakukan pemerintah yakni pemberian ran untuk melindungi

kebun masyarakat dan pemberian bantuan pupuk tanaman jambu

mente agar hasil produksi lebih maksimal. Namun belum ada

focus perhatian dari pemerintah terhadap pengolahan kelapa yang

dilakukan oleh petani kelapa di Desa Tanete. Salah satu bentuk

perlindungan yang bisa dilakukan oleh pemerintah yaitu dengan

mendirikan infrastruktur yang mendorong kewirauasahaan

masyarakat petani kelapa seperti rumah industry kopra, sarana

tekhnologi peralatan, atau mungkin bisa menghadirkan mesin

pengolahan kopra.

Protecting atau melindungi harus dilihat sebagai upaya

pencegahan terjadinya persaingan yang tidak seimbang.

Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat semakin

bergantung pada berbagai program pemberian. Dengan demikian

tujuan akhirnya adalah memandirikan masyarakat, memanpukan

dan membangun kemampuan untuk memajukan diri kea rah

kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan

Sasaran Pengembangan

Sasaran pengembangan kelapa adalah peningkatan pendapatan petani lebih dari


Rp. 24 juta/Ha/tahun/KK. Peningkatan pendapatan ini dapat dicapai beberapa
cara:

(a) Peningkatan produktivitas kelapa minimal 2,0 ton/Ha/ tahun.

(b) Introduksi bibit unggul pada peremajaan kelapa sebesar 50.000 Ha/tahun atau
10 % dari areal kelapa yang akan diremajakan.

(c) Pemanfaatan areal diantara kelapa dengan tanaman sela yang bernilai ekonomi
dan mempunyai pasaran luas.
(d) Penyediaan sarana produksi dan alat pengolahan yang penanganannya oleh
kelompoktani/gapoktan untuk optimalisasi usahatani dan pengembangan produk.

KOPRA merupakan daging buah kelapa yang sudah melewati proses pengeringan. Kopra

biasanya dijadikan sebagai produk turunan kepala yang tentu saja memiliki peranan cukup

penting sekali sebagai bahan baku pembuatan minyak kelapa dan turunannya. Adapun teknik

dalam pengelolaan kopra sendiri ada tiga macam, yakni proses pengeringan dengan sinar

matahari, proses pengeringan dengan pengarangan di atas api, dan proses pengeringan dengan

pemasanan tak langsung. Kopra yang baik memiliki kandungan air sekitar 6 – 7 persen

sehingga tidak mudah terserang organisme pengganggu.

4. Kendala Pemberdayaan

Berdasarkan data hasil penelitian di lapangan menunjukkan ada

beberapa kendala untuk pemberdayaan petani kelapa di desa Tanete

sehingga masih sangat sulit untuk meningkatkan kesejahteran warga

petani yang ada khususnya petani kelapa, diantaranya adalah

sebagai berikut:

a. Kurangnya kesadaran dari petani sendiri untuk melakukan inovasi

terhadap produk olahan kelapa, hal tersebut juga dikarenakan

Keterbatasan kompetensi yang dimiliki para petani mulai dari

pendidikan, keterampilan, dan wawasan. Padahal untuk

membangun agribisnis kelapa yang maju sangat diperlukan

tenaga yang terampil dalam mengelola usaha secara professional.

b. Keterbatasan dana menjadi factor lambatnya kemajuan usaha

pertanian di Desa Tanete. Para petani mengaku tidak memiliki


modal dalam pengolahan menjadi kopa putih, sehingga

pengolahannya tetap pada kopra asap walaupun harganya

rendah.

c. Petani kelapa kurang dalam melakukan pemeliharaan terhadap

kebun kelapa mereka. Hal tersebut bisa dilihat dari upaya

pembersihan kebun kelapa yakni dilakukan pada saat panen saja.

Pengolahan tanah, pemupukan dan pemberantasan hama pada

tanaman kelapa jarang dilakukan yang dimana hal tersebut

berdampak pada produktifitas kelapa.

d. Tinggnya harga pupuk serta rendahnya harga jual kelapa yang

tidak menentu menyebabkan para petani tidak bergairah untuk

memelihara tanaman dan memanen buah kelapa, padahal petani

mengetahui dengan pemberian pupuk akan meningkatkan

kesuburan tanah dan produktifitan kelapa akan lebih banyak

dibandingkan tanpa pemupukan. Namun tidak melakukannya

dengan alasan membutuhkan biaya yang tinggi dan tambahan

tenaga kerja untuk melaksanakannya.

e. Peran pemerintan dan dukungan dari kelembagaan pertanian

yang masih lemah sehingga petani kelapa tidak ada peningkatan

dari dahulu sampai sekarang, selain itu kurangnya pembinaan dari

pemerintah mengenai teknik budi daya, perbaikan prasarana

transportasi, maupun kemudahan dalam mengakses modal dan

pasar relatif kurang.

Anda mungkin juga menyukai