SISTEM PEMIDANAAN DI
INDONESIA
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang bertemakan
“Sistem Pemidanaan Di Indonesia”. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas
mata kuliah hukum pidana. Meskipun banyak hambatan yang kami alami dalam
proses pengerjaannya, namun akhirnya kami berhasil menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dan dapat menambah
wawasan dan pengetahuan kita mengenai sistem pemidanaan di Indonesia. Seperti
kata pepatah yang mengatakan jika tiada gading yang tak retak, maka
bagaimanapun makalah ini tidak terlepas dari kekurangan-kekurangan. Oleh
karena itu saran dari semua pihak demi perbaikan makalah ini sangat dinantikan
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................................i
KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................2
1.3 Tujuan..............................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................3
2.1 Tinjauan Umum Mengenai Sistem..................................................................3
2.2 Tinjauan Umum Mengenai Pemidanaan.........................................................3
2.3 Tinjauan Umum Mengenai Sistem Pemidanaan.............................................4
BAB III PEMBAHASAN................................................................................................5
3.1 Sanksi Pidana Dalam Sistem Pemidanaan Di Indonesia.................................5
3.2 Pedoman Dari Pemidanaan Di Indonesia........................................................8
3.3 Tujuan Dari Sistem Pemidanaan.....................................................................9
BAB III PENUTUP.........................................................................................................10
4.1 Kesimpulan......................................................................................................10
4.2 Saran................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................11
1
BAB I
PENDAHULUAN
1
dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
1945 bahwa Negara bertujuan melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut serta dalam upaya perdamaian
dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Sehubungan dengan hal tersebut, sudah sepatutnya masyarakat
Indonesia mendapatkan perlindungan dalam aspek-aspek kehidupannya.
Sistem Pemidanaan yang belum sepenuhnya di pahami oleh
masyarakat, Karena masyarakat hanya mengetahui bahwa pidana hanya
berupa kurungan penjara. Dalam sistem pemidaan ada pedoman yang
harus dipatuhi serta tujuan dari pemidaan itu sendiri. Maka dari itu di
makalah ini akan dibahas mengenai Sistem Pemidanaan Di Indonesia
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui sanksi pidana dalam sistem pemidanaan di Indonesia
2. Untuk mengetahui pedoman dari pemidanaan di Indonesia
3. Untuk mengetahui tujuan dari sistem pemidanaan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
dari 2 sudut:
1. Dalam arti luas, sistem pemidanaan dilihat dari sudut fungsional, yaitu dari sudut
bekerjanya/prosesnya. Dalam arti luas ini, sistem pemidanaan dapat diartikan
sebagai:
a.Keseluruhan sistem (aturan perundang-undangan) untuk fungsionalisasi/
operasionalisasi/ konkretisasi pidana.
b. Keseluruhan sistem (perundang-undangan) yang mengatur bagaimana
hukum pidana itu ditegakkan atau dioperasionalkan secara konkret sehingga
seseorang dijatuhi sanksi (hukum) pidana.
2. Dalam arti sempit, sistem pemidanaan dilihat dari sudut normatif/ substantif,
yaitu hanya dilihat dari norma-norma hukum pidana substantif. Dalam arti sempit
ini, maka sistem pemidanaan dapat diartikan sebagai :
a. Keseluruhan sistem (aturan perundang-undangan) untuk pemidanaan.
b. Keseluruhan sistem (aturan perundang-undangan) untuk pemberian/
penjatuhandan pelaksanaan pidana.
2.3 Tinjauan Umum Mengenai Sistem Pemidanaan
Pengertian Sistem Pemidanaan pengertian “sistem
pemindanaan” tidak hanya dilihat dalam arti sempit/formal, tetapi juga
dapat dilihat dalam arti luas/materiil. Dalam arti sempit/formal, sistem
pemidanaan berarti kewenangan menjatuhkan/mengenakan sanksi
pidana menurut Undang-Undang oleh pejabat yang berwenang (hakim).
Dalam arti luas/material, sistem pemidanaan merupakan suatu mata
rantai proses tindakan hukum dari pejabat yang berwenang, mulai dari
proses penyidikan, penuntutan, sampai pada putusan pidana dijatuhkan
oleh pengadilan dan
Keseluruhan peraturan perundang-undangan (“statutory rules”)
yang ada di dalam KUHP maupun di dalam Undamg-Undang khusus di
luar KUHP, pada hakikatnya merupakan satu kesatuan sistem
pemidanaan, yang terdiri dari “aturan umum” (“general rules”) dan
“aturan khusus” (“special rules”). Aturan umum terdapat di dalam Buku
I KUHP, dan aturan khusus terdapat di dalam Buku II dan III KUHP
maupun dalam Undang-Undang Khusus di luar KUHP.
Apabila pengertian pemidanaan diartikan secara luas sebagai
4
suatu proses pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim, maka
dapatlah dikatakan bahwa sistem pemidanaan mencakup keseluruhan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur bagaimana
hukum pidana itu ditegakkan atau dioperasionalkan secara konkret,
sehingga seseorang dijatuhi sanksi (hukum pidana).
5
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pidana Pokok
1. Pidana Mati
Pidana ini adalah pidana terberat menurut hukum positif di
Indonesia. Undang-undang atau UU Nomor 2/PNPS/1964. Hukuman mati
dijatuhkan pada orang-orang sipil dan dilakukan dengan cara menembak
mati. Dalam pasal 10 KUHP, hukuman mati tergolong ke dalam salah satu
pidana pokok. Kejahatan yang diancam dengan hukuman mati di dalam
KUHP antara lain :
Pasal 104 KUHP: Makar membunuh kepala negara.
Pasal 111 ayat 2 KUHP: Mengajak negara asing untuk menyerang
Indonesia.
Pasal 124 ayat 3 KUHP: Memberikan pertolongan kepada musuh pada
saat Indonesia dalam keadaan perang.
Pasal 140 ayat 4 KUHP: Membunuh kepala negara sahabat.
6
Pasal 340 KUHP: Pembunuhan yang direncanakan lebih dahulu.
Pasal 365 ayat 4 KUHP: Pencurian dan kekerasan oleh dua orang atau
lebih dan mengakibatkan seseorang mengalami luka berat atau mati.
Selain itu, beberapa pasal dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang
narkotika juga mengatur pidana mati. Pasal 118 dan Pasal 121 ayat 2
menyebutkan bahwa ancaman hukuman maksimal bagi pelanggar adalah
pidana mati.
Hukuman mati juga berlaku bagi pelaku tindak pidana korupsi.
Sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang
tindak pidana korupsi.
2. Pidana Penjara
Salah satu jenis pidana yang ada di dalam system hukum pidana di
Indonesia sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 10 KUHP adalah pidana
penjara, yang berdasarkan Pasal 12 ayat (1) terdiri dari pidana penjara seumur
hidup dan pidana selama waktu tertentu.
Pidana penjara adalah pidana pencabutan kemerdekaan. Pidana
penjara dilakukan dengan menutup terpidana dalam sebuah penjara, dengan
mewajibkan orang tersebut untuk menaati semua peraturan tata tertib yang
berlaku dalam penjara.
3. Pidana Kurungan
Pidana kurungan adalah bentuk-bentuk dari hukuman perampasan
kemerdekaan bagi si terhukum yaitu pemisahan si terhukum dari pergaulan
hidup masyarakat ramai dalam waktu tertentu di mana sifatnya sama dengan
hukuman penjara yaitu merupakan perampasan kemerdekaan seseorang.
Pidana kurungan lebih ringan dari pidana penjara. Lebih ringan
antara lain, dalam hal melakukan pekerjaan yang diwajibkan dan kebolehan
membawa peralatan yang dibutuhkan terhukum sehari-hari, misalnya: tempat
tidur, selimut, dan lain-lain. Lamanya pidana kurungan ini ditentukan dalam
pasal 18 KUHP yang berbunyi :
(1) Lamanya pidana kurungan sekurang- kurangnya satu hari dan paling lama
satu tahun.
7
(2) Hukuman tersebut dapat dijatuhkan untuk paling lama satu tahun empat
bulan jika ada pemberatan pidana yang disebabkan karena gabungan
kejahatan atau pengulangan.
4. Pidana Denda
Pidana denda diancamkan atau dijatuhkan terhadap delik-delik
ringan, berupa pelanggaran atau kejahatan ringan. Oleh karena itu pula,
pidana denda merupakan satu-satunya pidana yang dapat dipikul oleh orang
lain selain terpidana. Walaupun denda dijatuhkan terhadap terpidana pribadi,
tidak ada larangan jika denda itu secara sukarela dibayar oleh orang atas
nama terpidana.
5. Pidana Tutupan
Pidana tutupan itu sebenarnya telah dimaksudkan oleh pembentuk
Undang- undang untuk menggantikan pidana penjara yang sebenarnya dapat
dijatuhkan oleh hakim bagi pelaku dari sesuatu kejahatan, atas dasar bahwa
kejahatan tersebut oleh pelakunya telah dilakukan karena terdorong oleh
maksud yang patut dihormati.
B. Pidana Tambahan
1. Pencabutan hak hak tertentu Dalam KUHP pidana tambahan terdapat dalam
Pasal 10 ayat (6) yang terdiri dari pencabutan hak-hak tertentu, perampasan
barang-barang tertentu dan pengumuman putusan hakim. Dalam pasal 35
KUHP ditentukan bahwa yang boleh dicabut dalam putusan Hakim dari hak si
bersalah ialah :
1) Hak untuk menjabat segala jabatan atau jabatan tertentu.
2) Hak untuk menjadi anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia,
baik udara, darat, laut maupun Kepolisian.
3) Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan berdasarkan Undangundang
dan peraturan umum.
4) Hak menjadi penasihat, penguasa dan menjadi wali, wali pengawas,
curotor atau curator pengawas atas orang lain daripada anaknya sendiri.
5) Kekuasaan orang tua, perwalian dan pengampunan atas anaknya sendiri.
6) Hak untuk mengerjakan tertentu.
2. Perampasan barang-barang tertentu
8
Dalam hal perampasan barang-barang tertentu yang tercantum dalam Pasal 39
KUHP adalah:
1) Barang-barang milik terhukum yang diperoleh dari kejahatan pemalsuan
uang, uang suapan yang diperoleh dari kejahatan penyuapan dan
sebagainya yang disebut Corpora Dilictie. Dan barang yang dipakai untuk
melakukan kejahatan, misal pistol untuk melakukan kejahatan penodongan
atau pisau yang digunakan untuk melakukan pembunuhan dan sebagainya
yang disebut dengan Instrument Dilictie.
2) Bahwa barang-barang yang dirampas harus milik si terhukum kecuali
dalam Pasal 520 bis KUHP yakni dalam hal membuat uang palsu.
Hukuman perampasan barang ini hanya boleh dalam ketentuan-ketentuan
hukum pidana yang bersangkutan, dalam hal kejahatan dengan unsur culpa
atau pelanggaran.
3) Bahwa ketentuan perampasan barang itu pada umumnya bersifat fakultatif
(boleh dirampas), tetapi kadang-kadang juga bersifat imperatif (harus
dirampas) misalnya dalam kejahatan yang disebutkan dalam Pasal 250 bis,
261 dan 275 KUHP (tentang kejahatan pemalsuan).
Pidana Tambahan tidak dapat dijatuhkan tersendiri, tetapi dijatuhkan
bersama-sama dengan pidana pokok, sedangkan Penjatuhan pidana tambahan
pada dasarnya adalah fakultatif, jadi pidana ini dapat dijatuhkan dalam hal-hal
yang ditentukan oleh undang-undang, tetapi bukan suatu keharusan.
9
9. Pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban;
10. Pemaafan dari korban dan/atau keluarganya; dan/atau
11. Pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan.
10
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Mengenai sanksi dari pemidanaan, dalam Pasal 10 KHUPidana terdiri atas 2
jenis yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Yang termasuk kedalam pidana
pokok yaitu : pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda dan pidana
tutupan. Sedangkan yang termasuk kedalam pidana tambahan yaitu : pencabutan hak-
hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu dan pengumuman putusan hakim.
Pidana Tambahan tidak dapat dijatuhkan tersendiri, tetapi dijatuhkan bersama-sama
dengan pidana pokok, dan berbeda dengan penjatuhan pidana pokok. Penjatuhan
pidana tambahan pada dasarnya adalah fakultatif, jadi pidana ini dapat dijatuhkan
dalam hal-hal yang ditentukan oleh undang-undang, tetapi bukan suatu keharusan.
Pedoman pemidanaan atau guidance of sentencing lebih merupakan arah
petunjuk bagi hakim untuk menjatuhkan dan menerapkan pidana atau
merupakan pedoman judicial yudikatif bagi hakim.
Adapun tujuan dari pemidanaan ialah : mencegah dilakukannya tindak
pidana demi pengayoman negara, masyarakat dan penduduk, Membimbing agar
terpidana insaf dan menjadi anggota masyarakat yang berbudi baik dan berguna,
menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana dan lain-lain.
4.2 Saran
Untuk para penegak hukum diharapkan lebih objektif dalam menyelesaikan
suatu perkara (tindak pidana), khususnya Majelis Hakim dalam menjatuhkan suatu
pidana lebih mempertimbangkan lagi pemidanaan yang cocok untuk diri pelaku, agar
suatu pemidanaan sejalan dengan tujuan pemidanaan sebagai pendidikan yang
tentunya tanpa mengurangi hak dari si korban sebagai pemenuhan rasa keadilan.
Perlu pembinaan serta penjelasan mengenai Ilmu hukum di dalam
lingkungan masyarakat, agar terciptanya masyarakat yang sadar hukum dan lebih
baik agar tidak ada lagi masyarakat yang buta hukum.
11
DAFTAR PUSTAKA
Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Sistem Pemidanaan Indonesia, Pradnya Paramita,
Jakarta, 1993.
Maramis, Frans., Perbandingan Hukum Pidana, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1994.
Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, Ide Dasar Double Track System &
Implementasinya, PT. Raja Grafindo Perkasa, 2003.
12