Di Susun Oleh :
Sopia Pebriani
1901054
Cedera kepala merupakan kasus trauma yang paling sering terjadi setiap harinya. Bahkan
paling sering dijumpai di unit gawat darurat di setiap rumah sakit. Cedera kepala didefinisikan
sebagai penyakit non degeneratif dan non kongenital yang disebabkan oleh massa mekanik dari
luar tubuh yang melibatkan scalp atau kulit kepala, tulang tengkorak, dan tulang-tulang yang
membentuk wajah atau otak (Siahaya et al., 2020).
Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala. Trauma yang dapat
menyebabkan cedera kepala antara lain kejadian jatuh yang tidak disengaja, kecelakaan kendaraan
bermotor, benturan benda tajam dan tumpul, benturan dari objek yang bergerak, serta benturan
kepala pada benda yang tidak bergerak. Cedera kepala secara langsung maupun tidak langsung
mengenai kepala yang mengakibatkan luka pada kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, dan
kerusakan jaringan otak serta mengakibatkan gangguan neurologis (Manurung, 2018).
Sampai saat ini kejadian cedera kepala menjadi salah satu penyebab kecacatan dan kematian
terbesar di dunia. Global Burden of Disease (GBD) tahun 2016 memperkirakan terjadi lebih dari 27
juta kasus cedera kepala per tahun, dengan tingkat rata-rata 369 per 100.000 orang. Sekitar 90%
kematian di dunia akibat cedera kepala terjadi di negara berkembang. Afrika termasuk ke dalam
negara berkembang. Cedera kepala yang terjadi di Afrika diperkirakan sekitar 8 juta kasus per
tahun dengan tingkat rata-rata 801 per 100.000 orang yang berasal dari kecelakaan lalu lintas.
Orang-orang yang tinggal di negara Afrika cenderung mengalami kecelakaan lalu lintas lebih dari 2
kali (Dixon et al., 2020).
Peterson et al. (2019) melaporkan bahwa berdasarkan Surveillance Report of Traumatic Brain
Injury pada tahun 2014, di Amerika Serikat terdapat sekitar 2,87 juta pasien mengalami cedera
kepala. Diantaranya sekitar 2,5 juta orang datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) yang
didalamnya lebih dari 812.000 pasien merupakan anak-anak. Terdapat sekitar 288.000 pasien
cedera kepala yang mengalami rawat inap yaitu 23.000 diantaranya merupakan anak-anak dan
meninggal dunia terdapat 56.800 orang yang 2.529 didalamnya merupakan anak-anak.
Penyebab kunjungan pasien ke IGD dengan cedera kepala memiliki prevalensi yang cukup
tinggi. Prevalensi jatuh sebesar 47,9%, tertabrak 17,1 % dan kecelakaan bermotor 13,2 %. Tingkat
kunjungan IGD dengan cedera kepala per 100.000 populasi paling tinggi ada pada orang dewasa
yang lebih tua berusia ≥ 75 tahun (1.682.0), anak-anak usia 0-4 tahun (1.618,6), dan individu
berusia 15-24 tahun (1.010.1) (Peterson et al., 2019).
Pada hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional 2018 prevalensi kejadian cedera kepala
di Indonesia berada pada angka 11,9 %. Cedera pada bagian kepala menempati posisi ketiga setelah
cedera pada anggota gerak bawah dan bagian anggota gerak atas dengan prevalensi masing-masing
67,9% dan 32,7%. Tempat terjadinya cedera adalah ada di rumah dan lingkungannya 44,7 %, di
jalan raya 31,4 %, di tempat bekerja 9,1 %, di tempat lainnya 8,3 %, di sekolah dan lingkungannya
6,5 % (Kemenkes RI, 2019). Berdasarkan hasil Riskesdas (2019) pada tahun 2018 kejadian cedera
kepala yang terjadi di provinsi Bali memiliki prevalensi sebesar 10,74 %. Kota Gianyar menduduki
peringkat ke-7 terbanyak yang mengalami cedera kepala yaitu dengan prevalensi 9,87 %.
Secara umum cedera kepala dibagi menjadi 3 yaitu cedera kepala ringan, sedang dan berat
menurut Glasgow Coma Scale (GCS), dikategorikan cedera kepala ringan dengan GCS 13-15, cedera
kepala sedang dengan GCS 9-12, dan cedera kepala berat dengan GCS kurang atau sama dengan 8.
Cedera kepala sedang (CKS) merupakan cedera kepala dengan angka GCS 9-12, yang mengalami
kehilangan kesadaran (amnesia) lebih dari 30 menit namun kurang dari 24 jam, dapat mengalami
fraktur tengkorak, dan diikuti oleh contusia serebral, laserasi, dan hematoma intracranial. Etiologi
cedera kepala dapat terjadi akibat dari berbagai sumber, yaitu kekerasan benda tumpul
(kecelakaan, pembunuhan, dan bunuh diri); benda tajam (batang besi, kayu runcing atau pecahan
kaca); tembakan peluru; dan gerakan mendadak (Siahaya et al., 2020)
Pelayanan gawat darurat adalah pelayanan yang memerlukan penanganan cepat, tepat, dan
cermat dalam menentukan prioritas kegawatdaruratan pasien untuk mencegah kecacatan dan
kematian. Cedera kepala merupakan salah satu kasus gawat darurat yang terjadi di rumah Sakit.
Klasifikasi cedera kepala itu sendiri dibagi menjadi tiga yaitu, cedera kepala ringan, cedera kepala
sedang dan cedera kepala berat.
BAB II
TINJAUAN LITERATURE
A. Definisi
Cedera kepala adalah (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung
maupun tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur
tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta
mengakibatkan gangguan neurologis. Cedera kepala merupakan suatu proses terjadinya
cedera langsung maupun deselerasi terhadap kepala yang dapat menyebabkan kerusakan
tengkorak dan otak (Mawarni, 2020).
B. Anatomi Fisiologi
C. Etiologi
Kejadian cedera kepala bervariasi mulai dari usia, jenis kelamin, suku, dan faktor lainnya.
Kejadian-kejadian dan prevalensi dalam studi epidemiologi bervariasi berdasarkan faktor -
faktor seperti nilai keparahan, apakah disertai kematian, apakah penelitian dibatasi untuk
orang yang dirawat di rumah sakit dan lokasi penelitian (Agustin 2020).
Penyebab cedera kepala berat adalah:
1. Trauma tajam Trauma oleh benda tajam dapat menyebabkan cedera setempat dan
menimbulkan cedera lokal. Kerusakan lokal meliputi kontusio serebral, hematom
serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran
otak atau hernia.
2. Trauma tumpul Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh
(difusi). Kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk yaitu cedera
akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil
multiple pada otak koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral,
batang otak atau kedua-duanya. Akibat trauma tergantung pada :
a. Kekuatan benturan (parahnya kerusakan).
b. Akselerasi dan Deselerasi.
c. Cup dan kontra cup
Cedera cup adalah kerusakan pada daerah dekat yang terbentur. Sedangkan
cedera kontra cup adalah kerusakan cedera berlawanan pada sisi desakan
benturan.
1). Lokasi benturan.
2). Rotasi
Pengubahan posisi pada kepala menyebabkan trauma regangan dan
robekan substansia alba dan batang otak.
3). Depresi fraktur
Kekuatan yang mendorong fragmen tulang turun menekan otak lebih
dalam. Akibatnya CSS (Cairan Serebro Spinal) mengalir keluar ke
hidung, telinga → masuk kuman → kontaminasi dengan CSS → infeksi
→kejang.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari cedera kepala (Mindayani, 2021).
1. Cedera kepala ringan-sedang
a. Disoerientasi ringan Disorientasi adalah kondisi mental yang berubah dimana
seseorang yang mengalami ini tidak mengetahui waktu atau tempat mereka
berada saat itu, bahkan bisa saja tidak mengenal dirinya sendiri.
b. Amnesia post traumatik Amnesia post traumatik adalah tahap pemulihan setelah
cedera otak traumatis ketika seseorang muncul kehilangan kesadaran atau koma.
c. Sakit kepala Sakit kepala atau nyeri dikepala, yang bisa muncul secara bertahap
atau mendadak.
d. Mual dan muntah Mual adalah perasaan ingin muntah, tetapi tidak mengeluarkan
isi perut, sedangkan muntah adalah kondisi perut yang tidak dapat dikontrol
sehingga menyebabkan perut mengeluarkanisinya secara paksa melalui mulut.
e. Gangguan pendengaran Gangguan pendengaran adalah salah suatu keadaan yang
umumnya disebabkan oleh factor usia atau sering terpapar suara yang nyaring
atau keras.
2. Cedera kepala sedang-berat
a. Oedema pulmonal 11 Edema paru adalah suatu kondisi saat terjadi penumpukan
cairan diparu-paru yang dapat mengganggu fungsi paru-paru. Biasanya ditandai
dengan gejala sulit bernafas.
b. Kejang infeksi Kejang infeksi adalah kejang yang disebabkan oleh infeksi
kumandi dalam saraf pusat.
c. Tanda herniasi otak Herniasi otak adalah kondisi ketika jaringan otak dan cairan
otak bergeser dari posisi normalnya. Kondisi ini dipicu oleh pembengkakan otak
akibat cedera kepala, stroke, atau tumor otak.
d. Hemiparase Hemiparase adalah kondisi ketika salah satu sisi tubuh mengalami
kelemahan yang dapat mempengaruhi lengan, kaki, dan otot wajah sehingga sulit
untuk digerakkan.
e. Gangguan akibat syaraf kranial
E. Patofisiologi
Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur, misalnya kerusakan pada
parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak
seperti penurunan adenosis tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler.Patofisiologi cedera
kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder,
cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang terjadi secara langsung saat
kepala terbentur dan dapat memberi dampak kerusakan jaringan otak. Pada cedera kepala
sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer, misalnya akibat dari hipoksemia, iskemia
dan perdarahan.
Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural hematoma,
berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter, subdura hematoma akibat
berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan subaraknoid dan intra cerebral,
hematoma adalah berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral. Kematian pada penderita
cedera kepala terjadi karena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi
autoregulasi menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak.
Patofisiologi cedera kepala dapat dijelaskan sebagai berikut:
A. Cedera Primer
Kerusakan akibat langsung trauma, antara lain fraktur tulang tengkorak, robek
pembuluh darah (hematom), kerusakan jaringan otak (termasuk robeknya
duramater, laserasi, kontusio).
B. Cedera Sekunder
Kerusakan lanjutan oleh karena cedera primer yang ada berlanjut melampaui
batas kompensasi ruang tengkorak. Hukum Monroe Kellie mengatakan bahwa ruang
tengkorak tertutup dan volumenya tetap. Volume dipengaruhi oleh tiga kompartemen
yaitu darah, liquor, dan parenkim otak. Kemampuan kompensasi yang terlampaui
akan mengakibatkan kenaikan TIK yang progresif dan terjadi penurunan Tekanan
Perfusi Serebral (CPP) yang dapat fatal pada tingkat seluler.
Cedera Sekunder dan Tekanan Perfusi:
CPP = MAP - ICP
CPP: Cerebral Perfusion Pressure
MAP: Mean Arterial Pressure
ICP: Intra Cranial Pressure
Penurunan CPP kurang dari 70 mmHg menyebabkan iskemia otak. Iskemia otak
mengakibatkan edema sitotoksik – kerusakan seluler yang makin parah (irreversibel).
Diperberat oleh kelainan ekstrakranial hipotensi/syok, hiperkarbi, hipoksia,
hipertermi, kejang, dll.
C. Edema Sitotoksik
Kerusakan jaringan (otak) menyebabkan pelepasan berlebih sejenis
Neurotransmitter yang menyebabkan Eksitasi (Exitatory Amino Acid a.l. glutamat,
aspartat). EAA melalui reseptor AMPA (N-Methyl D-Aspartat) dan NMDA (Amino
Methyl Propionat Acid) menyebabkan Ca influks berlebihan yang menimbulkan
edema dan mengaktivasi enzym degradatif serta menyebabkan fast depolarisasi
(klinis kejang-kejang).
D. Kerusakan Membran Sel
Dipicu Ca influks yang mengakitvasi enzym degradatif akan menyebabkan
kerusakan DNA, protein, dan membran fosfolipid sel (BBB breakdown) melalui
rendahnya CDP cholin (yang berfungsi sebagai prekusor yang banyak diperlukan pada
sintesa fosfolipid untuk menjaga integritas dan repair membran tersebut). Melalui
rusaknya fosfolipid akan meyebabkan terbentuknya asam arakhidonat yang
menghasilkan radikal bebas yang berlebih.
E. Apoptosis
Sinyal kemaitan sel diteruskan ke Nukleus oleh membran bound apoptotic
bodies terjadi kondensasi kromatin dan plenotik nuclei, fragmentasi DNA dan
akhirnya sel akan mengkerut (shrinkage).
F. Komplikasi
1. Perdarahan intra cranial
2. Kejang
3. Parese saraf cranial
4. Meningitis atau abses otak
5. Infeksi pada luka atau sepsis
6. Edema cerebri
7. Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian TIK
8. Kebocoran cairan serobospinal
9. Nyeri kepala setelah penderita sadar (Sari, 2019)
A. Kesimpulan
Beberapa hal yang dapat di simpulkan yaitu Cedera kepala merupakan serangkaian
kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma kepala, yang dapat melibatkan setiap
komponen yang ada, mulai dari kulit kepala, tulang, dan jaringan otak atau kombinasinya. Ada
beberapa jenis cedera kepala antara lain adalah cedera kepala ringan, cedera kepala sedang
dan cedera kepala berat, tanda dan gejala yang muncul berbeda-beda tergantung dari etiologi
cedera tersebut. Sampai saat ini kejadian cedera kepala menjadi salah satu penyebab
kecacatan dan kematian terbesar di dunia.
Pengetahuan, kemampuan dan motivasi perawat mempunyai hubungan penting dalam
menangani pasien cedera kepala. Sikap dan pengetahuan perawat yang baik akan
meningkatkan kompetensi perawat dalam penanganan pasien cidera kepala
B. Saran
Diharapkan kepada pihak rumah sakit untuk selalu meningkatkan SDM dan kualitas yang
baik di rumah sakit khususnya perawat yang profesional di IGD yaitu dengan mengadakan
pelatihan- pelatihan secara rutin, perlu dilakukan evaluasi tentang kualitas perawat yang
bertugas di IGD untuk mengetahui apakah ada kekurangan dan kelemahan bagi perawat.
Melakukan penyegaran dan memberikan pelatihan tentang penatalaksanaan cedera kepala,
meliputi konsep dasar cedera kepala serta penatalaksanaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Agustin Jilian Bhoki, A. J. B. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Ny. YT Dengan Cedera Kepala Berat
Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Bhayangkara Kupang. Oleh Agustin Jilian Bhoki
(Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Kupang).
Dixon, J., Comstock, G., Whitfield, J., Richards, D., Burkholder, T. W., Leifer, N., Mould-Millman, N. K.,
& Calvello Hynes, E. J. (2020). Emergency Department Management of Traumatic Brain
Injuries: A Resource Tiered Review. African Journal of Emergency Medicine, 10(3), 159–166.
https://doi.org/10.1016/j.afjem.2020.05.006
Mangemba, A. S. R. D. (2019). Faktor Yang Memengaruhi Penanganan Pasien Cedera Kepala Di
Instalasi Gawat Darurat RSUD. Haji Makassar. XI(2)
Manurung, N. (2018). Keperawatan Medikal Bedah (Konsep Mind Mapping dan NANDA NIC NOC)
(Jilid 2). CV. Trans Info Media.
Mawarni, I. (2020). Asuhan Keperawatan Pasien Cedera Kepala Dengan Masalah Keperawatan
Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah
Ponorogo).
Mohtar, M. S. (2020). Korelasi Jenjang Pendidikan Dan Kualifikasi Terhadap Pemahaman Waktu
Tanggap Perawat Pada Penanganan Pasien Cedera Kepala DI IGD RSUD ULIN Banjarmasin.
11(1), 319–328. https://doi.org/10.33859/dksm.v11i1.547
Peterson, A. B., Xu, L., Daugherty, J., & Breiding, matthew J. (2019). Surveillance Report of Traumatic
Brain Injury-related Emergency Department Visits, Hospitalizations, and Deaths. Centers for
Disease Control and Prevention, U.S. Department of Health and Human Services, 24.
www.cdc.gov/TraumaticBrainInjury
Riskesdas, T. (2019). Laporan Provinsi Bali. In Lembaga Penerbit Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan.
Sari, D. D. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Tn ”A” Dengan Kasus : Cedera Kepala Berat Di Ruang
Igd Rsud H.Hanafie Muara Bungo. 1–80.
Siahaya, N., Huwae, L. B. S., Angkejaya, O. W., Bension, J. B., & Tuamelly, J. (2020). Prevalensi Kasus
Cedera Kepala Berdasarkan Klasifikasi Derajat Keparahannya Pada Pasien Rawat Inap Di RSUD
DR . M . Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Bagian Bedah RSUD Dr . M . Haulussy
Ambon Corresponding author e-mail : laurahuwae@yahoo.com. 12.
Suharya, D., Afiani, N., Arif, T., & Pendahuluan, A. (2018). Hubungan Aplikasi Primary Survey Dengan
Perbaikan Survival Pasien Trauma Kepala Di. 2(September), 24–33.
Yunus, M. (2020). Pengetahuan dan sikap perawat tentang penatalaksanaan pasien dengan cedera
kepala. XIV, 132–141.