Anda di halaman 1dari 25

ANALISIS ARTIKEL CEDERA KEPALA

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


Dosen Pengampu : Ns. Ana Dwiyana Arief. M.Kep

Di Susun Oleh :

Sopia Pebriani
1901054

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN 3/A


INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS WIYATA HUSADA SAMARINDA
2022
BAB I
LATAR BELAKANG

Cedera kepala merupakan kasus trauma yang paling sering terjadi setiap harinya. Bahkan
paling sering dijumpai di unit gawat darurat di setiap rumah sakit. Cedera kepala didefinisikan
sebagai penyakit non degeneratif dan non kongenital yang disebabkan oleh massa mekanik dari
luar tubuh yang melibatkan scalp atau kulit kepala, tulang tengkorak, dan tulang-tulang yang
membentuk wajah atau otak (Siahaya et al., 2020).
Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala. Trauma yang dapat
menyebabkan cedera kepala antara lain kejadian jatuh yang tidak disengaja, kecelakaan kendaraan
bermotor, benturan benda tajam dan tumpul, benturan dari objek yang bergerak, serta benturan
kepala pada benda yang tidak bergerak. Cedera kepala secara langsung maupun tidak langsung
mengenai kepala yang mengakibatkan luka pada kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, dan
kerusakan jaringan otak serta mengakibatkan gangguan neurologis (Manurung, 2018).
Sampai saat ini kejadian cedera kepala menjadi salah satu penyebab kecacatan dan kematian
terbesar di dunia. Global Burden of Disease (GBD) tahun 2016 memperkirakan terjadi lebih dari 27
juta kasus cedera kepala per tahun, dengan tingkat rata-rata 369 per 100.000 orang. Sekitar 90%
kematian di dunia akibat cedera kepala terjadi di negara berkembang. Afrika termasuk ke dalam
negara berkembang. Cedera kepala yang terjadi di Afrika diperkirakan sekitar 8 juta kasus per
tahun dengan tingkat rata-rata 801 per 100.000 orang yang berasal dari kecelakaan lalu lintas.
Orang-orang yang tinggal di negara Afrika cenderung mengalami kecelakaan lalu lintas lebih dari 2
kali (Dixon et al., 2020).
Peterson et al. (2019) melaporkan bahwa berdasarkan Surveillance Report of Traumatic Brain
Injury pada tahun 2014, di Amerika Serikat terdapat sekitar 2,87 juta pasien mengalami cedera
kepala. Diantaranya sekitar 2,5 juta orang datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) yang
didalamnya lebih dari 812.000 pasien merupakan anak-anak. Terdapat sekitar 288.000 pasien
cedera kepala yang mengalami rawat inap yaitu 23.000 diantaranya merupakan anak-anak dan
meninggal dunia terdapat 56.800 orang yang 2.529 didalamnya merupakan anak-anak.
Penyebab kunjungan pasien ke IGD dengan cedera kepala memiliki prevalensi yang cukup
tinggi. Prevalensi jatuh sebesar 47,9%, tertabrak 17,1 % dan kecelakaan bermotor 13,2 %. Tingkat
kunjungan IGD dengan cedera kepala per 100.000 populasi paling tinggi ada pada orang dewasa
yang lebih tua berusia ≥ 75 tahun (1.682.0), anak-anak usia 0-4 tahun (1.618,6), dan individu
berusia 15-24 tahun (1.010.1) (Peterson et al., 2019).
Pada hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional 2018 prevalensi kejadian cedera kepala
di Indonesia berada pada angka 11,9 %. Cedera pada bagian kepala menempati posisi ketiga setelah
cedera pada anggota gerak bawah dan bagian anggota gerak atas dengan prevalensi masing-masing
67,9% dan 32,7%. Tempat terjadinya cedera adalah ada di rumah dan lingkungannya 44,7 %, di
jalan raya 31,4 %, di tempat bekerja 9,1 %, di tempat lainnya 8,3 %, di sekolah dan lingkungannya
6,5 % (Kemenkes RI, 2019). Berdasarkan hasil Riskesdas (2019) pada tahun 2018 kejadian cedera
kepala yang terjadi di provinsi Bali memiliki prevalensi sebesar 10,74 %. Kota Gianyar menduduki
peringkat ke-7 terbanyak yang mengalami cedera kepala yaitu dengan prevalensi 9,87 %.
Secara umum cedera kepala dibagi menjadi 3 yaitu cedera kepala ringan, sedang dan berat
menurut Glasgow Coma Scale (GCS), dikategorikan cedera kepala ringan dengan GCS 13-15, cedera
kepala sedang dengan GCS 9-12, dan cedera kepala berat dengan GCS kurang atau sama dengan 8.
Cedera kepala sedang (CKS) merupakan cedera kepala dengan angka GCS 9-12, yang mengalami
kehilangan kesadaran (amnesia) lebih dari 30 menit namun kurang dari 24 jam, dapat mengalami
fraktur tengkorak, dan diikuti oleh contusia serebral, laserasi, dan hematoma intracranial. Etiologi
cedera kepala dapat terjadi akibat dari berbagai sumber, yaitu kekerasan benda tumpul
(kecelakaan, pembunuhan, dan bunuh diri); benda tajam (batang besi, kayu runcing atau pecahan
kaca); tembakan peluru; dan gerakan mendadak (Siahaya et al., 2020)
Pelayanan gawat darurat adalah pelayanan yang memerlukan penanganan cepat, tepat, dan
cermat dalam menentukan prioritas kegawatdaruratan pasien untuk mencegah kecacatan dan
kematian. Cedera kepala merupakan salah satu kasus gawat darurat yang terjadi di rumah Sakit.
Klasifikasi cedera kepala itu sendiri dibagi menjadi tiga yaitu, cedera kepala ringan, cedera kepala
sedang dan cedera kepala berat.
BAB II
TINJAUAN LITERATURE

A. Definisi
Cedera kepala adalah (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung
maupun tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur
tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta
mengakibatkan gangguan neurologis. Cedera kepala merupakan suatu proses terjadinya
cedera langsung maupun deselerasi terhadap kepala yang dapat menyebabkan kerusakan
tengkorak dan otak (Mawarni, 2020).

B. Anatomi Fisiologi

Gambar 1.1 Anatomi kepala Gambar 1.2 Petunjuk Cedera Kepala


1. Anatomi Kepala (Sari, 2019)
a. Kulit kepala
Pada bagian ini tidak terdapat banyak pembuluh darah. Bila robek,
pembuluh- pembuluh ini sukar mengadakan vasokonstriksi yang dapat
menyebabkan kehilangan darah yang banyak. Terdapat vena emiseria dan
diploika yang dapat membawa infeksi dari kulit kepala sampai dalam
tengkorak(intracranial) trauma dapat menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi,
atau avulasi.
b. Tulang Kepala
Terdiri dari calvaria (atap tengkorak) dan basis eranium (dasar tengkorak).
Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuibis tulang tengkorak disebabkan
oleh trauma. Fraktur calvarea dapat berbentuk garis (liners) yang bisa non
impresi (tidak masuk / menekan kedalam) atau impresi. Fraktur tengkorak
dapat terbuka (dua rusak) dan tertutup (dua tidak rusak). Tulang kepala terdiri
dari 2 dinding yang dipisahkan tulang berongga, dinding luar (tabula eksterna)
dan dinding dalam (labula interna) yang mengandung alur-alur artesia meningia
anterior, indra dan prosterion. Perdarahan pada arteria-arteria ini dapat
menyebabkan tertimbunya darah dalam ruang epidural.
c. Lapisan Pelindung Otak/meninges
Terdiri dari 3 lapisan meninges yaitu durameter, Asachnoid dan diameter.
1). Durameter adalah membran luas yang kuat, semi translusen, tidak elastis
menempel ketat pada bagian tengkorak. Bila durameter robek, tidak
dapat diperbaiki dengan sempurna. Fungsi durameter :
a). Melindungi otak
b). Menutupi sinus-sinus vena (yang terdiri dari durameter dan
lapisan endotekal saja tanpa jaringan vaskuler)
c). Membentuk periosteum tabula interna.
2). Asachnoid adalah membrane halus, vibrosa dan elastis, tidak menempel
pada dura. Diantara durameter dan arachnoid terdapat ruang
subdural yang merupakan ruangan potensial. Pendarahan subdural dapat
menyebar dengan bebas. Dan hanya terbatas untuk seluas valks serebri
dan tentorium. Vena-vena otak yang melewati subdural mempunyasedikit
jaringan penyokong sehingga mudah cedera dan robek pada trauma
kepala.
3). Diameter adalah membran halus yang sangat kaya dengan pembuluh
darah
halus, masuk kedalam semua sulkus dan membungkus semua girus,
kedua lapisan yang lain hanya menjembatani sulkus. Pada beberapa fisura
dan sulkus di sisi medial homisfer otak. Prametar membentuk sawan antar
ventrikel dan sulkus atau vernia. Sawar ini merupakan struktur
penyokong dari pleksus foroideus pada setiap ventrikel.
Diantara arachnoid dan parameter terdapat ruang subarachnoid,
ruang ini melebar dan mendalam pada tempat tertentu. Dan
memungkinkan sirkulasi cairan cerebrospinal. Pada kedalam system vena.
d. Otak
Otak terdapat didalam iquor cerebro Spiraks. Kerusakan otak yang dijumpai
pada trauma kepala dapat terjadi melalui 2 campuran :
1). Efek langsung trauma pada fungsi otak,
2). Efek-efek lanjutan dari sel- sel otakyang bereaksi terhadap trauma.
Apabila terdapat hubungan langsung antara otak dengan dunia luar (fraktur
cranium terbuka, fraktur basis cranium dengan cairan otak keluar dari hidung/
telinga), merupakan keadaan yang berbahaya karena dapat menimbulkan
peradangan otak. Otak dapat mengalami pembengkakan (edema cerebri) dan
karena tengkorak merupakan ruangan yang tertutup rapat, maka edema ini akan
menimbulkan peninggian tekanan dalam rongga tengkorak (peninggian tekanan
tekanan intra cranial).
e. Tekanan Intra Kranial (TIK)
Tekanan intra cranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan otak, volume
darah intracranial dan cairan cerebrospiral di dalam tengkorak pada 1 satuan
waktu. Keadaan normal dari TIK bergantung pada posisi pasien dan berkisar ±
15 mmHg. Ruang cranial yang kalau berisi jaringan otak (1400 gr), Darah (75
ml), cairan cerebrospiral (75 ml), terhadap 2 tekanan pada 3 komponen ini selalu
berhubungan dengan keadaan keseimbangan Hipotesa Monro – Kellie
menyatakan : Karena keterbatasan ruang ini untuk ekspansi di dalam tengkorak,
adanya peningkatan salah 1 dari komponen ini menyebabkan perubahan pada
volume darah cerebral tanpa adanya perubahan, TIK akan naik. Peningkatan TIK
yang cukup tinggi, menyebabkan turunnya batang 0tak (Herniasi batang otak)
yang berakibat kematian.

C. Etiologi
Kejadian cedera kepala bervariasi mulai dari usia, jenis kelamin, suku, dan faktor lainnya.
Kejadian-kejadian dan prevalensi dalam studi epidemiologi bervariasi berdasarkan faktor -
faktor seperti nilai keparahan, apakah disertai kematian, apakah penelitian dibatasi untuk
orang yang dirawat di rumah sakit dan lokasi penelitian (Agustin 2020).
Penyebab cedera kepala berat adalah:
1. Trauma tajam Trauma oleh benda tajam dapat menyebabkan cedera setempat dan
menimbulkan cedera lokal. Kerusakan lokal meliputi kontusio serebral, hematom
serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran
otak atau hernia.
2. Trauma tumpul Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh
(difusi). Kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk yaitu cedera
akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil
multiple pada otak koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral,
batang otak atau kedua-duanya. Akibat trauma tergantung pada :
a. Kekuatan benturan (parahnya kerusakan).
b. Akselerasi dan Deselerasi.
c. Cup dan kontra cup
Cedera cup adalah kerusakan pada daerah dekat yang terbentur. Sedangkan
cedera kontra cup adalah kerusakan cedera berlawanan pada sisi desakan
benturan.
1). Lokasi benturan.
2). Rotasi
Pengubahan posisi pada kepala menyebabkan trauma regangan dan
robekan substansia alba dan batang otak.
3). Depresi fraktur
Kekuatan yang mendorong fragmen tulang turun menekan otak lebih
dalam. Akibatnya CSS (Cairan Serebro Spinal) mengalir keluar ke
hidung, telinga → masuk kuman → kontaminasi dengan CSS → infeksi
→kejang.

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari cedera kepala (Mindayani, 2021).
1. Cedera kepala ringan-sedang
a. Disoerientasi ringan Disorientasi adalah kondisi mental yang berubah dimana
seseorang yang mengalami ini tidak mengetahui waktu atau tempat mereka
berada saat itu, bahkan bisa saja tidak mengenal dirinya sendiri.
b. Amnesia post traumatik Amnesia post traumatik adalah tahap pemulihan setelah
cedera otak traumatis ketika seseorang muncul kehilangan kesadaran atau koma.
c. Sakit kepala Sakit kepala atau nyeri dikepala, yang bisa muncul secara bertahap
atau mendadak.
d. Mual dan muntah Mual adalah perasaan ingin muntah, tetapi tidak mengeluarkan
isi perut, sedangkan muntah adalah kondisi perut yang tidak dapat dikontrol
sehingga menyebabkan perut mengeluarkanisinya secara paksa melalui mulut.
e. Gangguan pendengaran Gangguan pendengaran adalah salah suatu keadaan yang
umumnya disebabkan oleh factor usia atau sering terpapar suara yang nyaring
atau keras.
2. Cedera kepala sedang-berat
a. Oedema pulmonal 11 Edema paru adalah suatu kondisi saat terjadi penumpukan
cairan diparu-paru yang dapat mengganggu fungsi paru-paru. Biasanya ditandai
dengan gejala sulit bernafas.
b. Kejang infeksi Kejang infeksi adalah kejang yang disebabkan oleh infeksi
kumandi dalam saraf pusat.
c. Tanda herniasi otak Herniasi otak adalah kondisi ketika jaringan otak dan cairan
otak bergeser dari posisi normalnya. Kondisi ini dipicu oleh pembengkakan otak
akibat cedera kepala, stroke, atau tumor otak.
d. Hemiparase Hemiparase adalah kondisi ketika salah satu sisi tubuh mengalami
kelemahan yang dapat mempengaruhi lengan, kaki, dan otot wajah sehingga sulit
untuk digerakkan.
e. Gangguan akibat syaraf kranial

Manifestasi klinis spesifik:


Gejala klinis dari trauma kapitis ditentukan oleh derajat cedera dan lokasinya. Derajat cedera
otak kurang lebih sesuai dengan tingkat gangguan kesadaran penderita (Istina, 2021). Tingkat
yang paling ringan ialah pada penderita gegar otak, dengan gangguan kesadaran yang
berlangsung hanya beberapa menit saja, atas dasar ini trauma kepala dapat digolongkan
menjadi:
1. Cedera kepala ringan (kelompok risiko rendah)
a. Skor skala koma Glasgow 15 (sadar penuh, alternative dan orientatif)
b. Tidak ada kehilangan kesadaran (misalnya konkusi)
c. Tidak ada intoksikasi alcohol atau obat terlarang
d. Klien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
e. Pasien dapat mengeluh abrasi, laserasi atau hematoma kulit kepala
f. Tidak adanya kriteria cedera, sedang berat
2. Cedera kepala sedang (kelompok risiko sedang)
a. Skor skala koma Glasgow 9-14 (kontusi, latergi atau stupor)
b. Konfusi
c. Amnesia pasca trauma
d. Muntah
e. Tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda battle, mata rabun, hemotimpanum,
otore atau rinore cairan cerebrospinal
f. Kejang
3. Cedera kepala berat (kelompok risiko berat)
a. Skor skala koma Glasgow 3-8 (koma)
b. Penurunan derajat kesadaran secara progersif
c. Tanda neurologis fokal
d. Cedera kepala penetrasi atau serba fraktur depresi cranium.
E. Klasifikasi
Klasifikasi Penilaian cedera kepala dapat dinilai menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
(Mindayani, 2021).
1. Berdasarkan keparahan cedera:
a. Cedera Kepala Ringan (CKR)
1). Tidakada fraktur tengkorak
2). Tidak ada kontusio serebri, hematom
3). GCS 13-15
4). Dapat kehilangan kesadaran tapi < 30 menit
b. Cedera Kepala Sedang (CKS)
1). Kehilangan kesadaran
2). Muntah
3). GCS 9-12
4). Dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan (bingung)
c. Cedera Kepala Berat (CKB)
1). GCS 3-8
2). Hilang kesadaran >24 jam
3). Adanya kontusio serebri, laserasi/hematom intrakranial

E. Patofisiologi
Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur, misalnya kerusakan pada
parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak
seperti penurunan adenosis tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler.Patofisiologi cedera
kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder,
cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang terjadi secara langsung saat
kepala terbentur dan dapat memberi dampak kerusakan jaringan otak. Pada cedera kepala
sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer, misalnya akibat dari hipoksemia, iskemia
dan perdarahan.
Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural hematoma,
berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter, subdura hematoma akibat
berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan subaraknoid dan intra cerebral,
hematoma adalah berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral. Kematian pada penderita
cedera kepala terjadi karena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi
autoregulasi menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak.
Patofisiologi cedera kepala dapat dijelaskan sebagai berikut:

A. Cedera Primer
Kerusakan akibat langsung trauma, antara lain fraktur tulang tengkorak, robek
pembuluh darah (hematom), kerusakan jaringan otak (termasuk robeknya
duramater, laserasi, kontusio).
B. Cedera Sekunder
Kerusakan lanjutan oleh karena cedera primer yang ada berlanjut melampaui
batas kompensasi ruang tengkorak. Hukum Monroe Kellie mengatakan bahwa ruang
tengkorak tertutup dan volumenya tetap. Volume dipengaruhi oleh tiga kompartemen
yaitu darah, liquor, dan parenkim otak. Kemampuan kompensasi yang terlampaui
akan mengakibatkan kenaikan TIK yang progresif dan terjadi penurunan Tekanan
Perfusi Serebral (CPP) yang dapat fatal pada tingkat seluler.
Cedera Sekunder dan Tekanan Perfusi:
CPP = MAP - ICP
CPP: Cerebral Perfusion Pressure
MAP: Mean Arterial Pressure
ICP: Intra Cranial Pressure
Penurunan CPP kurang dari 70 mmHg menyebabkan iskemia otak. Iskemia otak
mengakibatkan edema sitotoksik – kerusakan seluler yang makin parah (irreversibel).
Diperberat oleh kelainan ekstrakranial hipotensi/syok, hiperkarbi, hipoksia,
hipertermi, kejang, dll.
C. Edema Sitotoksik
Kerusakan jaringan (otak) menyebabkan pelepasan berlebih sejenis
Neurotransmitter yang menyebabkan Eksitasi (Exitatory Amino Acid a.l. glutamat,
aspartat). EAA melalui reseptor AMPA (N-Methyl D-Aspartat) dan NMDA (Amino
Methyl Propionat Acid) menyebabkan Ca influks berlebihan yang menimbulkan
edema dan mengaktivasi enzym degradatif serta menyebabkan fast depolarisasi
(klinis kejang-kejang).
D. Kerusakan Membran Sel
Dipicu Ca influks yang mengakitvasi enzym degradatif akan menyebabkan
kerusakan DNA, protein, dan membran fosfolipid sel (BBB breakdown) melalui
rendahnya CDP cholin (yang berfungsi sebagai prekusor yang banyak diperlukan pada
sintesa fosfolipid untuk menjaga integritas dan repair membran tersebut). Melalui
rusaknya fosfolipid akan meyebabkan terbentuknya asam arakhidonat yang
menghasilkan radikal bebas yang berlebih.
E. Apoptosis
Sinyal kemaitan sel diteruskan ke Nukleus oleh membran bound apoptotic
bodies terjadi kondensasi kromatin dan plenotik nuclei, fragmentasi DNA dan
akhirnya sel akan mengkerut (shrinkage).

F. Komplikasi
1. Perdarahan intra cranial
2. Kejang
3. Parese saraf cranial
4. Meningitis atau abses otak
5. Infeksi pada luka atau sepsis
6. Edema cerebri
7. Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian TIK
8. Kebocoran cairan serobospinal
9. Nyeri kepala setelah penderita sadar (Sari, 2019)

G. Penanganan Gawat Darurat Cedera Kepala


Mempelajari tanda-tanda cedera kepala sedang dan cara untuk melakukan pertolongan
pertama saat kepala terbentur akan mampu menyelamatkan Difusi O2 terhambat Ketidak
efektifan perfusi jaringan perifer Ketidakefektifbersihan jalan napas Penumpukan
cairan/secret Ketidakefektif pola napas nyawa seseorang. Segera hubungi unit gawat darurat
(UGD) terdekat, jika orang yang diduga mengalami cedera kepala memiliki tanda-tanda
berikut (Sari, 2019).
1. Penurunan kesadaran.
2. Tidak bisa menggerakkan salah satu atau kedua lengan dan/atau kaki, kesulitan
berbicara, atau pandangan kabur.
3. Muntah lebih dari satu kali.
4. Hilang ingatan jangka pendek.
5. Mudah mengantuk.
6. Tingkah laku tidak seperti biasanya.
7. Mengeluh nyeri kepala berat atau kaku leher.
8. Pupil (bagian hitam di tengah bola mata) tidak sama ukurannya.
9. Orang dengan cedera kepala yang memiliki kebiasaan mengonsumsi alkohol.
10. Orang dengan cedera kepala yang sedang mengonsumsi obat-obatan pengencer darah,
misalnya warfarin dan heparin.
Sambil menunggu bantuan atau ambulans, pertolongan pertama kepala bocor dapat dilakukan
hal-hal berikut.
1. Pertolongan pertama pada cedera kepala adalah periksa jalan napas (airway),
pernapasan (breathing), dan sirkulasi jantung (circulation) pada orang tersebut. Bila
perlu, lakukan bantuan napas dan resusitasi (CPR).
2. Jika orang tersebut masih bernapas dan denyut jantungnya normal, tetapi tidak
sadarkan diri, stabilkan posisi kepala dan leher dengan tangan atau collar neck (bila
ada). Pastikan kepala dan leher tetap lurus dan sebisa mungkin hindari
menggerakkan kepala dan leher.
3. Bila ada perdarahan, hentikan perdarahan tersebut dengan menekan luka dengan
kuat menggunakan kain bersih. Pastikan untuk tidak menggerakkan kepala orang
yeng mengalami cedera kepala tersebut. Jika darah merembes pada kain yang
ditutupkan tersebut, jangan melepaskan kain tersebut, tetapi langsung merangkapnya
dengan kain yang lain.
4. Jika dicuriga ada patah tulang tengkorak, jangan menekan luka dan jangan mencoba
membersihkan luka, tetapi langsung tutup luka dengan pembalut luka steril.
5. Jika orang dengan cedera kepala tersebut muntah, miringkan posisinya agar tidak
tersedak oleh muntahannya. Pastikan posisi kepala dan leher tetap lurus.
6. Boleh juga dilakukan kompres dingin pada area yang bengkak.
7. Jangan mencoba mencabut benda apapun yang tertancap di kepala. Langsung bawa ke
unit gawat darurat terdekat.

H. Pencegahan Cedera Kepala


1. Jatuh merupakan penyebab utama cedera kepala, terutama pada anak-anak dan
lansia. Meminimalisir kejadian jatuh dapat dilakukan dengan cara memastikan lantai
tidak licin, menggunakan alat bantu jalan, dan melakukan pengawasan pada saat anak
atau lansia berada di kamar mandi atau berjalan di tangga (Sari, 2019).
2. Menggunakan helm, baik pada saat mengendarai sepeda atau sepeda motor, maupun
saat melakukan aktivitas yang berisiko seperti mengendarai skateboard atau olahraga
ski (Sari, 2019).
3. Mengendarai mobil dengan aman, yaitu dengan mengenakan sabuk pengaman dan
menghindari aktivitas lain seperti menggunakan handphone pada saat sedang
mengemudi. Jangan mengemudikan mobil atau kendaraan apapun dalam keadaan
tidak sadar penuh, baik karena pengaruh alkohol maupun obat-obatan (Sari, 2019).
I. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia darah, analisa gas darah.
2. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras: mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
3. MRI : digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
4. Cerebral Angiography: menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti perubahan
jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
5. X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan, edema), fragmen tulang. Ronsent Tengkorak maupun thorak.
6. CSF, Lumbal Punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
7. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan (oksigenasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
8. Kadar Elektrolit:Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial (Sari, 2019).
BAB III
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Analisi Artikel Dengan Metode PICO (Jurnal 1)


Judul Penelitian : Hubungan Aplikasi Primary Survey Dengan Perbaikan Survival
Pasien Trauma Kepala Di Instalasi Gawat Darurat RSUD Bangil
Peneliti : Dinda Suharya, Nurma Afiani, Taufan Arif
Analisis menggunakan metode PICO
1. Problem
Kasus trauma kepala di Indonesia perlu mendapat perhatian khusus dari elemen
masyarakat dikarenakan angka kejadian trauma kepala menempati urutan kedua
(4,37%) setelah stroke dan merupakan urutan kelima (2,81%) dari10 pola penyakit
terbanyak yang dirawat di rumah sakit di Indonesia (Depkes RI, 2007). Mayoritas
pasien trauma kepala di Indonesia disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor
yang mencapai 13.339 kejadian, mengakibatkan kematian 9.865 jiwa, luka berat 6.143
jiwa serta luka ringan 8.694 jiwa.
Data yang didapatkan dari hasil studi pendahuluan di RSUD Bangil jumlah
kejadian trauma kepala yang masuk instalasi gawatdarurat RSUD Bangil dari tahun
2012-Maret 2015 semakin bertambah. Tahun 2012 jumlah kejadian trauma kepala
sebanyak 481 kasus, tahun 2013 sebanyak 562 kasus, 606 kasus pada tahun 2014 dan
pada tahun 2015 sampai dengan bulan Maret mencapai 151 kasus trauma kepala.
Keterampilan dasar menjadi komponen utama yang harus dimiliki tenaga
kesehatan dalam menangani pasien gawat darurat. Primary survey yang cepat dan
tepat merupakan salah satu unsur keberhasilan dalam penanganan awal pada pasien
trauma kepala. Penanganan tepat dengan sistematika ABCDE dapat menurunkan
risiko kematian dan meminimalisir kecacatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan aplikasi primary survey dengan perbaikan survival pasien
trauma kepala di Instalasi Gawat Darurat RSUD Bangil.
2. Intervention
Desain penelitian yang digunakan adalah analytic-observational dengan
pendekatan Cross Sectional.Sampel dalam penelitian ini sebanyak 40 koresponden
trauma kepala yang masuk ke IGD RSUD Bangil. Teknik yang digunakan untuk
pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling.
Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah checklist
primary survey dengan masing-masing skor dari setiap item penilaian (trauma kepala
berat dengan skor maksimal 60, trauma kepala sedang skor maksimal 44, trauma
kepala ringan skor maksimal 42) dan lembar observasi Revised Trauma Score untuk
menilai perbaikan survival pasien trauma kepala setelah 1 jam dilakukan primary
survey. Uji statistik yang digunakan chi-square dengan alternatif penggabungan sel.
3. Comparison
Berdasarkan Karakteristik Trauma Kepala Berdasarkan Perbaikan Survival Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 95% pasien trauma kepala yang masuk ke
Instalasi Gawat Darurat RSUD Bangil memiliki perbaikan survival yang baik dan 5%
perbaikan survival yang buruk. Sesuai dengan penelitian Susilawati (2010)
menyebutkan bahwa lebih dari separuh (53,9%) pasien trauma kepala memiliki
tingkat survive baik.
4. Outcome
Penanganan pasien trauma kepala di Instalasi Gawat Darurat RSUD Bangil
menerapkan aplikasi primary survey dengan kriteria cukup sebesar 75%. Responden
trauma kepala di Instalasi Gawat Darurat RSUD Bangil memiliki perbaikan survival
yang baik sebanyak 95%. Hasil menunjukkan tidak terdapatnya hubungan antara
aplikasi primary survey dengan perbaikan survival pasien trauma kepala di Instalasi
Gawat Darurat RSUD Bangil dengan nilai p=1,000 (p>0,05).
B. Analisis Artikel Menggunakan Metode PICO (Jurnal 2)
Judul : Faktor Yang Memengaruhi Penanganan Pasien Cedera Kepala Di Instalasi
Gawat Darurat RSUD. Haji Makassar
Peneliti : Alfrida Semuel Ra'bung, Dg Mangemba
Analisis menggunakan metode PICO :
1. Problem
cedera kepala masih merupakan permasalahan kesehatan global sebagai
penyebab kematian,disabilitas,dan definisi mental. Cedera kepala masih menjadi
penyebab utama kematian disabilitas pada usia muda. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui Faktor Yang Memengaruhi Pengetahuan Perawat Dalam Penanganan
Pasien Cedera Kepala (eidura hematom) di Instalansi Gawat Darurat RSUD Haji
Makassar.
2. Intervention
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif kuantitatif dengan survei analitik
dan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh perawat yang
bekerja di Instalansi Gawat Darurat RSUD Haji Makassar,tehnik pengambilan sampel
adalah total sampling,jumlah sampe sebanyak 30 responden.
3. Comparison
Hasil penelitian dengan analisa bivariat hubungan kemampuan dengan
penanganan kasus cedera kepala (Epidural hematom) di Instalansi Gawat Garurat
RSUD Haji Makassar dengan uji chi-square fisher exact tes dengan hasil p value=0,003
artinya ada hubungan yang signifikan antara kemampuan dengan penanganan kasus
cedera kepala di Instalansi Gawat Darurat RSUD Haji Makassar,sehingga hipotesis Ha
diterima yaitu terdapat hubungan antara kemampuan dengan penanganan kasus
cedera kepala (Epidural hematom) di Instalansi Gawat Darurat RSUD Haji Makassar
dan Ho ditolak yaitu tidak terdapat hubungan antara kemampuan dengan penanganan
kasus cedera kepala (Epidural hematom) di Instalansi Gawat Darurat RSUD Haji
Makassar.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sabarulin
dkk (2016) dengan hasil menunjukkan bahwa responden yang kemampuannya cukup
lebih banyak ditemukan pada responden yang kinerjanya baik (66,7%) daripada
responden yang kinerjanya kurang baik (33,3%). Hasil uji statistik dengan
menggunakan pearson chi-square diperoleh nilai p=0,032, karena nilai p<0,05
(p=0,032) maka hal ini berarti ada pengaruh yang signifikan antara kemampuan dan
kinerja perawat.
4. Outcome
Ada hubungan yang signifikan antara kemampuan , keterampilan dan motivasi
perawat dengan penanganan cedera kepala di Instalansi Gawat Garurat RSUD Haji
Makassar. Penelitian ini menunjukkan bahwa semua faktor berhubungan dengan
penanganan pasien cedera kepala (epidural hematom) di Instalansi Gawat Darurat
RSUD Haji Makassar. Maka dari itu diharapkan kepada para perawat untuk lebih
meningkatkan mengenai penanganan cedera kepala (epidural hematom).

C. Analisis Artikel Menggunakan Metode PICO (Jurnal 2)


Judul Artikel : Pengetahuan Dan Sikap Perawat Tentang Penatalaksanaan Pasien
Dengan Cedera Kepala
Peneliti : Hafsa, Mudrikah Yunus
Analisis Menggunakan Metode PICO :
1. Problem
Cedera kepala adalah kekerasan pada kepala yang dapat menyebabkan
kerusakan yang kompleks di kulit kepala, tulang tempurung kepala, selaput otak, dan
jaringan otak itu sendiri. Penatalaksanaan cedera kepala di ruang perawatan
meliputi : Survey primer, Survey skunder, Stabilisasi dan transport, Penentuan
kriteria pasien yang dirawat dan Penentuan kriteria pasien yang di rujuk, Observasi
Tanda-Tanda Vital dan Observasi Tanda Neurologis. Sedangkan penatalaksanaan
cedera kepala di ruang ICU meliputi : Pencegahan Tekanan tinggi Intra Kranial,
Perawatan pasien tidak sadar, Pemberian Antibiotika dan Pemberian Analgetik.
Mengingat pengetahuan dan sikap dapat mempengaruhi dan sebagai dasar
terbentuknya perilaku perawat terhadap penatalaksanaan pasien cedera kepala, maka
penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara pengetahuan
dengan sikap perawat tentang penatalaksanaan pasien cedera kepala di ruang IGD,
ruang Dahlia dan ICU di Badan Rumah Sakit Umum Daerah (BRSUD) Subang.
2. Intervention
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain kuantitatif
korelasional. Penelitian korelasional merupakan tipe penelitian dengan karakteristik
masalah berupa hubungan korelasional dua variabel atau lebih. Peneliti dapat
mencari, menjelaskan suatu hubungan, memperkirakan, menguji berdasarkan teori
yang ada.
Penelitian ini mencari jawaban bagaimana hubungan antara pengetahuan
perawat dengan sikap perawat tentang penatalaksanaan cedera kepala di ruang
Instalasi Gawat Darurat (IGD), ruang perawatan Dahlia dan di ruang Intensive Care
Unit (ICU) BRSUD Subang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat
pelaksana di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD), ruang Dahlia ( perawatan bedah)
dan ruang Intensive Care Unit (ICU) di BRSUD Subang yang berjumlah 40 orang.
3. Comparison
Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa perawat yang berpengetahuan baik
sebagian besar bersikap tidak mendukung terhadap penatalaksanaan cedera kepala
yaitu ada 7 orang (70%), sedangkan perawat yang berpengetahuan cukup sebagian
besar bersikap mendukung yaitu ada 10 orang (71,4%) dan perawat yang
berpengetahuan kurang sebagian besar bersikap tidak mendukung yaitu ada 13 orang
(81,3%). Hasil uji statistik didapatkan p value = 0,01 dengan menggunakan alpha 0,05
dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan sikap
perawat terhadap penatalaksanaan cedera kepala.
Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian (Fernalia, 2020) menyebutkan Ada
hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat dengan penanganan pasien
cidera kepala ringan, Ada hubungan yang signifikan antara sikap perawat dengan
penanganan pasien cidera kepala ringan. Sikap dan pengetahuan perawat yang baik
akan meningkatkan kompetensi perawat dalam penanganan pasien cidera kepala.
4. Outcome
Hasil penelitian Menunjukkan bahwa Ada hubungan yang signifikan antara
pengetahuan dengan sikap perawat terhadap penatalaksanaan cedera kepala (p value
= 0,01). Sikap perawat terhadap penatalaksanaan cedera kepala sebagian besar tidak
mendukung dan terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap
perawat, sehingga peneliti menyarankan bagi bidang keperawatan untuk membuat
prosedur tetap, melakukan penyegaran dan memberikan pelatihan tentang
penatalaksanaan cedera kepala, meliputi konsep dasar cedera kepala serta
penatalaksanaannya.
D. Analisis Artikel Menggunakan Metode PICO
Judul : Korelasi Jenjang Pendidikan Dan Kualifikasi Terhadap Pemahaman
Waktu Tanggap Perawat Pada Penanganan Pasien Cedera Kepala DI IGD RSUD ULIN
Banjarmasin
Peneliti : M. Sobirin Mohtar
Analisis Menggunakan metode PICO
1. Problem
Pelayanan gawat darurat adalah pelayanan yang memerlukan penanganan cepat,
tepat, dan cermat dalam menentukan prioritas kegawatdaruratan pasien untuk
mencegah kecacatan dan kematian. Cedera kepala merupakan masalah kesehatan
yang menyebabkan tingginya angka kecatatan dan kematian dalam pertahunnya. Hal
ini sangat penting dilakukan penanganan gawat darurat yang efektif dan efisien.
Penanganan tersebut berkaitan dengan pemahaman waktu tanggap perawat, dimana
dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya jenjang pendidikan dan kualifikasi,
karena keberhasilan waktu tanggap tergantung pada pemahaman perawat dan
kualitas pemberian pertolongan (kualifikasi).
2. Intervention
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan rancangan
penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Variabel penelitian ini yaitu
variabel dependent dan independent. Populasi dan sampel adalah seluruh perawat
pelaksana di IGD RSUD Ulin Banajrmasin sebanyak 38 orang. Sampel diambil dengan
teknik total sampling. Sumber data terdiri dari data primer dan sekunder. Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner. Analisa data yang digunakan
dalam penelitian adalah analisis univariat dan bivariat melalui uji koefisien
kontingensi.
3. Comparison
Dari 38 orang Distribusi kualifikasi terhadap pemahaman waktu tanggap
perawat pada penanganan cedera kepala dengan jumlah responden 38 (100),
sedangkan yang tidak memiliki setifikasi hanya 5 responden (13.2) dan perawat yang
memliki kualifikasi BTCLS hanya 33 responden (86.8).
Hasil dari data diatas menyebutkan antara variabel kualifikasi terhadap
pemahaman waktu tanggap perawat pada penanganan cedera kepala di IGD RSUD
Ulin di tunjukan pada tabel 4.5 diatas, dengan hipotesis HA yaitu ada korelasi antara
kualifikasi terhadap pemahaman waktu tanggap perawat pada penanganan cedera
kepala di IGD Ulin .
Hasil penelitian ini selarawas dengan penelitian Awases (2012) menyebutkan
pelatihan kewadaruratan memiliki korelasi dengan waktun tanggap perawat di IGD
pada kasus cedera kepala di IGD. Hasil pada penelitian ini didukung dari penelitian
Lontoh (2013) tentang pengaruh pelatihan dengan teori bantuan hidup dasar kepada
perawat sehingga pemahaman waktu tanggap perawat pada pasien cedera menyatkan
bahwa adanya korelasi antara pelatihan dengan pemahaman perawat.
4. Outcome
Jenjang pendidikan terhadap pemahaman waktu tanggap perawat yaitu nilai ƒÏ =
(0.411) . ƒ¿ (0.05) yang artinya tidak ada korelasi antara keduanya. Sedangkan
korelasi kualifikasi terhadap pemahaman waktu tanggap perawat yaitu nilai ƒÏ =
(0.16) .ƒ¿ (0.05) yang artinya ada korelasi antara keduanya.
E. Analisis Artikel Menggunakan Metode PICO
Judul : Prevalensi Kasus Cedera Kepala Berdasarkan Klasifikasi Derajat
Keparahannya Pada Pasien Rawat Inap Di Rsud Dr. M. Haulussy Ambon Pada Tahun 2018
Peneliti : Noviyanter Siahaya, Laura B. S. Huwae, Ony W. Angkejaya, Johan B.
Bension, Jacky Tuamelly
Analisis menggunakan metode PICO
1. Problem
Cedera kepala merupakan kasus trauma yang paling sering terjadi setiap harinya.
Insidensinya sebesar 75-200 kasus/ 100.000 populasi. Berdasarkan derajat
keparahannya, cedera kepala dapat diklasifikasikan menjdi cedera kepala ringan
(CKR), cedera kepala sedang (CKS), dan cedera kepala berat (CKB). Klasifikasi ini
berdasarkan penilaian Glassgow Coma Scale (GCS) dengan melihat indikator respon
mata, verbal, serta respon motorik seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui prevalensi kasus cedera kepala berdasarkan klasifikasi derajat
keparahannya pada pasien rawat inap di RSUD dr. M. Haulussy Ambon pada tahun
2018.
2. Intervention
Penelitian ini adalah penilitian deskriptif dengan menggunakan data sekunder
berupa rekam medis pasien yang mengalami cedera kepala di RSUD dr. M. Haulussy
Ambon periode 2018. Pengumpulan data dilakukan pada bulan September-desember
2019 Pengumpulan data dilakukan. Populasi penelitian ini adalah pasien yang
mengalami cedera kepala di RSUD dr. M. Haulussy Ambon. Teknik pegambilan sampel
pada penelitian ini adalah total sampling yang dilakukan dengan menggunakan data
sekunder (rekam medik) pasien yang didagnosis cedera kepala di ICU, Ruang bedah
laki-laik, dan ruang bedah wanita dr. M. Haulussy Ambon pada tahun 2018. Total
sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan mengambil semua populasi
penilitian yang masuk dalam kriteria inklusi dijadikan sebagai sampel penilitian.
3. Comparison
Pada penelitian ini, jenis kasus cedera kepala yang banyak ditemukan adalah CKS
yang ditunjukan pada Tabel 1 yakni 52 pasien (46,84%), sedangkan yang paling
sedikit adalah CKR dengan jumlah 29 pasien (26,13%). Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Albert Tito dkk11 di RSU Abdul Azis Singkawang yang
menunjukkan bahwa kasus CKS yang paling banyak ditemukan (42%). Hal berbeda
ditemukan pada penelitian Song25 di Korea yang menunjukkan kasus cedera kepala
yang paling banyak adalah CKR (65,7%). Penelitian lain oleh Lahdiawan dkk12 di
RSUD Ulin Banjarmasin juga menunjukan kasus cedera kepala paling sering adalah
CKR sebanyak 47 orang (64,4%).
Perbedaan data yang didapatkan ini bisa disebabkan karena perbedaan tempat
penelitian. Hal ini bisa juga disebabkan karena Pada RSUD Dr, M Haulussy, syarat
pasien dirawat inap adalah pasien dengan klasifikasi CKS. Faktor lainnya yaitu karena
ada kasus cedera kepala yang tidak dilaporkan, misalnya yang berobat ke klinik
swasta, praktek pribadi dokter yang umunya kasus cedera kepala ringan dan sedang.
4. Outcome
Beberapa hal yang dapat disimpulkan berdasarkan penelitian ini antara lain
kasus cedera kepala yang banyak ditemukan berdasarkan GCS adalah CKS sebesar
46,84%. Cedera kepala paling banyak terjadi pada kelompok usia 15-24 tahun, jenis
kelamin laki-laki, dengan penyebab tersering adalah kecelakaan lalu lintas.
Kebanyakan pasien yang masuk dengan cidera kepala tidak memiliki komorbit.
Mortality rate pasien cedera kepala di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon tahun 2018
adalah sebanyak 10,81% dengan kasus terbanyak pada pasien CKB.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Beberapa hal yang dapat di simpulkan yaitu Cedera kepala merupakan serangkaian
kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma kepala, yang dapat melibatkan setiap
komponen yang ada, mulai dari kulit kepala, tulang, dan jaringan otak atau kombinasinya. Ada
beberapa jenis cedera kepala antara lain adalah cedera kepala ringan, cedera kepala sedang
dan cedera kepala berat, tanda dan gejala yang muncul berbeda-beda tergantung dari etiologi
cedera tersebut. Sampai saat ini kejadian cedera kepala menjadi salah satu penyebab
kecacatan dan kematian terbesar di dunia.
Pengetahuan, kemampuan dan motivasi perawat mempunyai hubungan penting dalam
menangani pasien cedera kepala. Sikap dan pengetahuan perawat yang baik akan
meningkatkan kompetensi perawat dalam penanganan pasien cidera kepala

B. Saran
Diharapkan kepada pihak rumah sakit untuk selalu meningkatkan SDM dan kualitas yang
baik di rumah sakit khususnya perawat yang profesional di IGD yaitu dengan mengadakan
pelatihan- pelatihan secara rutin, perlu dilakukan evaluasi tentang kualitas perawat yang
bertugas di IGD untuk mengetahui apakah ada kekurangan dan kelemahan bagi perawat.
Melakukan penyegaran dan memberikan pelatihan tentang penatalaksanaan cedera kepala,
meliputi konsep dasar cedera kepala serta penatalaksanaannya.
DAFTAR PUSTAKA

Agustin Jilian Bhoki, A. J. B. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Ny. YT Dengan Cedera Kepala Berat
Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Bhayangkara Kupang. Oleh Agustin Jilian Bhoki
(Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Kupang).
Dixon, J., Comstock, G., Whitfield, J., Richards, D., Burkholder, T. W., Leifer, N., Mould-Millman, N. K.,
& Calvello Hynes, E. J. (2020). Emergency Department Management of Traumatic Brain
Injuries: A Resource Tiered Review. African Journal of Emergency Medicine, 10(3), 159–166.
https://doi.org/10.1016/j.afjem.2020.05.006
Mangemba, A. S. R. D. (2019). Faktor Yang Memengaruhi Penanganan Pasien Cedera Kepala Di
Instalasi Gawat Darurat RSUD. Haji Makassar. XI(2)
Manurung, N. (2018). Keperawatan Medikal Bedah (Konsep Mind Mapping dan NANDA NIC NOC)
(Jilid 2). CV. Trans Info Media.
Mawarni, I. (2020). Asuhan Keperawatan Pasien Cedera Kepala Dengan Masalah Keperawatan
Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah
Ponorogo).
Mohtar, M. S. (2020). Korelasi Jenjang Pendidikan Dan Kualifikasi Terhadap Pemahaman Waktu
Tanggap Perawat Pada Penanganan Pasien Cedera Kepala DI IGD RSUD ULIN Banjarmasin.
11(1), 319–328. https://doi.org/10.33859/dksm.v11i1.547
Peterson, A. B., Xu, L., Daugherty, J., & Breiding, matthew J. (2019). Surveillance Report of Traumatic
Brain Injury-related Emergency Department Visits, Hospitalizations, and Deaths. Centers for
Disease Control and Prevention, U.S. Department of Health and Human Services, 24.
www.cdc.gov/TraumaticBrainInjury
Riskesdas, T. (2019). Laporan Provinsi Bali. In Lembaga Penerbit Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan.
Sari, D. D. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Tn ”A” Dengan Kasus : Cedera Kepala Berat Di Ruang
Igd Rsud H.Hanafie Muara Bungo. 1–80.
Siahaya, N., Huwae, L. B. S., Angkejaya, O. W., Bension, J. B., & Tuamelly, J. (2020). Prevalensi Kasus
Cedera Kepala Berdasarkan Klasifikasi Derajat Keparahannya Pada Pasien Rawat Inap Di RSUD
DR . M . Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Bagian Bedah RSUD Dr . M . Haulussy
Ambon Corresponding author e-mail : laurahuwae@yahoo.com. 12.
Suharya, D., Afiani, N., Arif, T., & Pendahuluan, A. (2018). Hubungan Aplikasi Primary Survey Dengan
Perbaikan Survival Pasien Trauma Kepala Di. 2(September), 24–33.
Yunus, M. (2020). Pengetahuan dan sikap perawat tentang penatalaksanaan pasien dengan cedera
kepala. XIV, 132–141.

Anda mungkin juga menyukai