Anda di halaman 1dari 9

Mekanisme Ketahanan Mikroba Terhadap Suhu 

Tinggi

Mekanisme Ketahanan Mikroba Terhadap Suhu Tinggi

created by mahasiswa ITP-FTP UB

Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme adalah temperatur.

Sebagian besar mikroorganisme tumbuh baik pada suhu 25-45 o C. Namun ada beberapa jenis

mikroba yang tumbuh dengan baik pada suhu tinggi dan suhu rendah. Setiap organisme memiliki

suhu optimum pertumbuhan, waktu regenerasi akan meningkat pada setiap kenaikan atau

penurunan suhu dari suhu optimum. Kontrol suhu merupakan salah satu metode pengawetan

makanan yang paling utama dalam penghambatan mikroba. Suhu tinggi akan menyebabkan

kematian mikroba, sedangkan suhu rendah akan meningkatkan waktu regenerasi dan

memperlambat pertumbuhan sel mikroba.

Berdasarkan suhu optimum pertumbuhannya mikroorganisme dibedakan menjadi:


1. Psikrotropik: suhu optimum 14-20oC, tetapi dapat tumbuh lambat pada suhu

refrigerator (4oC). Kelompok mikroorganisme ini yang penting pada ma-kanan

kaleng adalah Clostridium botulinum tipe E dan strain non-proteolitik tipe B dan

F.

2. Psikrofilik :

3. Mesofilik: suhu optimum 30-37oC. Suhu ini merupakan suhu normal gudang.

Clostridium botulinum merupakan salah satu contoh mikroorganisme kelompok

ini.

4. Termofilik: suhu optimum kebanyakan termofilik pada suhu 45-60oC. Jika spora

bakteri tidak dapat bergerminasi dan tidak tumbuh di bawah suhu 50oC, bakteri

tersebut disebut obligat termofil. Jika tumbuh pada kisaran suhu 50-66 oC atau

pada suhu yang lebih rendah (38oC), bakteri ini disebut fakultatif termofilik.

Beberapa obligat termofil dapat tumbuh pada suhu 77oC dan bakteri ini sangat

resisten terhadap pemanasan (121oC selama 60 menit). Bakteri termofilik tidak

memproduksi toksin selama pertumbuhannya pada makanan. Contoh bakteri dari

kelompok ini adalah Bacillus stearother-mophilus. Bakteri termofilik, seperti

Bacillus stearothermophilus menyebabkan busuk asam (flat sour) pada makanan

kaleng berasam rendah dan B. coagulans pada makanan kaleng asam. Bakteri

termofil lainnya, yaitu Clostridium thermosaccha-rolyticum menyebabkan

penggembungan kaleng karena memproduksi CO2 dan H2. Kebusukan sulfida


disebabkan oleh Clostridium nigridicans.

5. Hyperthermofilik : Mikroba thermofil yang dapat tumbuh pada suhu diatas 80  oC

Pada umumnya semakin tinggi suhu pertumbuhan bakteri, resistensi terhadap pemanasan

semakin tinggi. Dengan demikian bakteri thermofil lebih resisten terhadap pemanasan daripada

bakteri mesofil. Pemanasan yang digunakan untuk membunuh spora mesofil mungkin saja tidak

cukup untuk mencegah terjadinya kebusukan oleh spora thermofil, kecuali jika makanan tersebut

disimpan pada suhu di bawah thermofil. Untuk produk-produk makanan, seperti kacang polong,

jagung, makanan bayi dan daging yang beresiko busuk karena thermofil, para pengolah makanan

harus ekstra hati-hati dalam mencegah terjadinya kebusukan karena germinasi dan pertumbuhan

spora thermofil. Bahan-bahan yang digunakan seperti gula, tepung dan rempah-rempah harus

terbebas dari spora thermofil.

Bakteri thermofil juga dapat tumbuh pada peralatan yang kontak langsung dengan makanan,

sehingga makanan harus dipertahankan pada suhu 77oC atau lebih tinggi lagi untuk mencegah

pertumbuhan thermofil. Selain itu, produk harus segera didinginkan sampai suhu di bawah 41oC

setelah sterilisasi dan menyimpan produk ini di bawah suhu 35oC. Bacillus stearothermophilus,

B. thermoacidurans, dan C. thermosaccarolyticum merupakan anggota kelompok bakteri

termofilik (50-55oC) yang lebih tahan panas dibanding C. botulinum. Dalam proses pengalengan,

bakteri ini tidak menjadi target proses, karena suhu penyimpanan makanan kaleng umumnya di

bawah suhu 30oC.


Proses sterilisasi makanan kaleng umumnya tidak membunuh bakteri thermofilik. Apabila proses

pendinginan setelah proses sterilisasi terlalu lambat atau produk disimpan pada suhu

penyimpanan di atas normal dimana bakteri thermofilik dapat tumbuh, maka makanan kaleng

dapat rusak oleh bakteri thermofilik.


Gambar Suhu Optimum Pertumbuhan Mikroba

Mekanisme Pertahanan Mikroba Thermofilik Terhadap Suhu Panas Ekstrim :

Terbentuknya Hapanoid

Selama beberapa waktu, diketahui bahwa membran plasma bakteri (prokariot) terdiri dari

campuran protein dan lipid. Adapun lipid yang membentuk membran sel terdiri dari 65 %

fosfolipid, 25% kolesterol dan 10% lipid lain. Membran plasma bakteri diketahui tidak

mengandung sterol, yaitu kelas lipid yang biasanya ditemukan pada semua membran plasma

mikroorganisme eukariot yang berperan sebagai stabilisator membran.

Posisi sterol diduga digantikan oleh kelompok lipid lain yang dikenal sebagai hopanoid. Hal ini

diperkuat oleh Mycoplasma mycoides adalah prokariotik yang menggunakan kholesterol dalam

membrannya. Peran sterol ini dapat diganti dengan diplopterol. Fakta ini didasarkan pada hasil

percobaan yang menunjukkan kesamaan pola pertumbuhan sel antara biakan yang mengandung

cholesterol dan diplopterol. Dalam Bacillus acidocaldarius, konsentrasi hopanoid meningkat

dengan kenaikan temperatur dan penurunan pH hopanoid disini berperan dalam menetralkan

efek destabilisasi membran pada temperatur yang tinggi atau pH yang sangat asam.

DalamZymomonas mobilis, konsentrasi yang tinggi dari hopanoid memberikan karakter toleransi

terhadap kadar alkohol seluler yang tinggi. Dengan demikian hopanoid terlibat dalam mekanisme

adaptasi membran akibat pengaruh lingkungan. Hopanoid merupakan turunan triterpen

pentasiklik yang banyak ditemukan dalam eubakteria. Hopanoid berfungsi sebagai penstabil

membran sel bakteri yang memiliki ciri struktural yang mirip dengan sterol yang terdapat pada

membran sel eukariotik (Sahm dkk., 1992). Kemiripan pola struktur utama pembentuk sterol dan
hopan adalah sama-sama memiliki sisi polar dan sisi non polar. Sisi polar pada sterol adalah

gugus hidroksinya sedangkan pada hopan adalah gugus asam atau juga hidroksi disepanjang

rantai alkilnya.Sisi non polar pada kedua macam senyawa tersebut juga memiliki kemiripan

yakni terbentuk oleh beberapa cincin siklik yang kaku (rigid) sehingga merupakan komponen

yang kokoh dalam pembentukan membrane sel. Distribusi senyawa hopanoid banyak ditemukan

pada kelompok bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Bacillus Acidocaldarius adalah

bakteri Gram positif yang dapat hidup pada kondisi asam menghasilkan senyawa hopanoid

diantaranya hopan, hop-22(29)ene, hop-17(21)ene dan glikosil homohopanoid (Taylor dan

Richard, 1984). Sedangkan kelompok senyawa hopanoid yang dari bakteri Gram negative

diantarnya Acetobacter rancens(A.pasteurianum) menghasilkan hopan-22-ol,hop-22(29)ene,

homohopanoid. Pseudomonas sp. yang merupakan kelompok bakteri Gram negatif mempunyai

kandungan hopanoid, yaitu hopan-22-ol dan hop-22(29)ene. Kelompok bakteri Gram negatif lain

yang juga merupakan penghasil hopanoid adalah Metylococcus capculatus, Rhodomicrobium

vannielli,Methanotropicbacteria, Acetobacter sp, Zymomonas mobilis,Bradyrhizobium

japonicum, Azetobacter vinelandi, Beijerincki sp, Zymomonas mobilis merupakan bakteri Gram

negatif yang mampu beradaptasi pada medium alkoholik. Kemampuan adaptasi ini dikarenakan

adanya senyawa hopanoid yang terdapat dalam membran plasma yang berperan dalam

memelihara kestabilan membran dengan meningkatkan kekakuan (rigidity) dalam matriks lipid.

Kompleks hopanoid merupakan komponen utama dari membran lipid yang dimiliki

oleh Zymomonas mobilis. Diduga, produksi hopanoid bakteri disebabkan karena perannya dalam

mereduksi tekanan-tekanan dari luar. Produksi hopanoid oleh bakteri sesungguhnya digunakan

untuk mencegah mencairnya lipid terhadap suhu yang tinggi dari lingkungan yang artinya

permeabilitas membran untuk melangsungkan proses transport tetap terjaga. Hasil penelitian
sebelumnya dengan menggunakan bakteri Zymomonas mobilis yang merupakan bakteri asam

didapatkan bahwa kandungan hopanoid mencapai 30 mg/g berat sel kering atau 40-50 % dari

total kandungan lipid apabila pada medium pertumbuhan Zymomonas mobilis ditambahkan

etanol. Angka tersebut merupakan angka tertinggi yang dimiliki oleh bakteri. Selain itu pada

membran sel bakteriZymomonas mobilis terdapat komponen asam lemak unsaturated (seperti

asam palmitoleat, asam oleat, asam vassenic) yang mampu menetralkan efek negatif dari etanol.

Penetralan ini dilakukan dengan cara meningkatkan fluiditas membran plasma, untuk

menggantikan efek penurunan fluiditas yang disebabkan oleh etanol. Hopanoid yang dihasilkan

oleh bakteriZymomonas mobilis seperti terlihat pada gambar:

Gambar Hopanoid dari Zymomonas mobilis, (I) hopene; (2)

diplopterol; (3) bakteriohopanetetrol; (4) bakteriohopanetetrol


eter; (5) glucosaminyl

Studi yang dilakukan berkenaan dengan hubungan bakteri penghasil hopanoid dan lingkungan

tempat ia hidup telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Semuanya menunjukkan

bahwa hopanoid kebanyakan diproduksi oleh bakteri yang hidup dalam lingkungan

tertekan.Allycyclobacillus misalnya hidup pada pH rendah. Bacillus acidocaldarius hidup pada

suhu tinggi. Zymomonas mobilis merupakan bakteri yang produksi hopanoidnya dipengaruhioleh

kondisi keasaman yang tinggi dari lingkungan yaitu medium alkoholik.

Terbentuknya spora

Mikroorganisme penghasil lipase tersebar luas di alam, termasuk sumber air panas, karena telah

ditemukan beberapa bakteri yang memiliki sifat termostabil. Ketahanan beberapa jenis bakteri

pada suhu tinggi karena mampu membentuk spora (endospora). Endospora

genus Bacillusmemunculkan dugaan bahwa Bacillus termasuk salah satu kelompok

mikroorganisme sel purba, karena sebarannya amat luas di muka bumi dan ada beberapa

jenis Bacillus yang dapat tumbuh baik pada suhu tinggi.Habitatnya yang luas kemungkinkan

genus ini mudah ditemukan baik di udara, air maupun ditanah

Terbentuknya Heat-shock Protein (Hsp)

Salah satu mekanisme bakteri dapat bertahan pada suhu tinggi maupun suhu ekstrim adalah

dengan menghasilkan gen yang mengkode chaperone GroE dan DnaK (homolog bakteri, Hsp60

dan Hsp70) yang terletak di bagian operon. Hsp merupakan jenis promotor yang tahan terhadap

perubahan suhu lingkungan yang ekstrim (Heat-shock protein). Respon bakteri terhadap

perubahan suhu tinggi, tidak terbatas pada responnya terhadap temperatur saja dan respon stress
yang umum, seperti penambahan etanol, kandungan logan berat, tekanan osmotik tinggi,

keberadaan polutan, dan interaksi dengan inang eukariotik. Heat-shock protein, termasuk

chaperon dan enzim protease, dapat mencegah denaturasi protein. Efek dari respon ini

meningkatkan sifat thermotoleran, salt-tholerance dan ketahanan terhadap keberadaan logam

berat.

Anda mungkin juga menyukai