Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH

“ ASUHAN KEBIDANAN PADA WANITA MENOPAUSE DENGAN

KELUHAN VAGINA KERING “

DISUSUN OLEH KELOMPOK V :

1. Sukma Rahayu Pinanggih 012111223005


2. Amalia Iin Sidiqkah 012111223011
3. Khoiriyyah 012111223017
4. Husnul Khatimah 012111223023
5. Martha Pulingmuding   012111223029
6. Rosi Marlina   012111223036
7. Lia Octaviana 012111223042
8. Rita Oktavia Harahap  012111223048

PROGRAM STUDI KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2022

1
DAFTAR ISI

COVER ……………………………………………………………………………………1
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………2
BAB 1 PENDAHULUAN ………………………………………………………………...3
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………………4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………………….5
2.1 Menopause ……………………………………………………………………..5
2.1.1 Definisi ……………………………………………………………..5
2.1.2 Etiologi ……………………………………………………………..6
2.1.3 Tahapan Menopause ………………………………………………..6
2.1.4 Macam – Macam Menopause ……………………………………...7
2.1.5 Tanda dan Gejala Menopause ……………………………………...9
2.1.6 Faktor yang berhubungan dengan keluhan masa menopause …….13
2.2 Vagina Kering ………………………………………………………………...17
2.2.1 Definisi …………………………………………………………...17
2.2.2 Etiologi ………………………………………………………….17
2.2.3 Gejala ……………………………………………………………19
2.2.4 Pengobatan ………………………………………………………19
2.3 Penanganan keluhan masa menopause ……………………………………….21
2.4 Peran Bidan dalam Asuhan Menopause ……………………………………...24
BAB III MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN …………………………………….25
3.1 Manajemen Kebidanan ………………………………………………………25
3.2 Tinjauan Kasus ……………………………………………………………….35
BAB IV PENUTUP ……………………………………………………………………...37
4.1 Kesimpulan …………………………………………………………………...37
4.2 Saran ………………………………………………………………………….37
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………38
LAMPIRAN ARTIKEL

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Menopause adalah berhentinya menstruasi secara permanen karena hilangnya
aktivitas ovarium. Menopause umum terjadi pada wanita dengan penurunan kesuburan
dengan proses perubahan dari periode produktif ke arah periode non produktif secara
perlahan-lahan, yang karena minimnya hormon esterogen atau progesterone (Suparni, I.
and Astutik, R., 2016).
Menurut North American Menopause Society, 40% wanita pascamenopause
mungkin mengalami gejala atrofi vagina yang meliputi kekeringan, pruritus vulva,
keluarnya cairan, rasa terbakar dan dyspareunia (Griesser et al., 2012). Genitourinary
Syndrome of Menopause (GSM) adalah sekumpulan gejala dan tanda yang meliputi
gangguan yang disebabkan oleh perubahan sistem urogenital akibat defisiensi estrogen
yang berkembang pada periode pascamenopause. GSM meliputi gejala yang terjadi akibat
perubahan labia mayor, labia minor, klitoris, vestibulum/introitus, vagina, uretra, dan
kandung kemih (Portman et al., 2014). Gejala utamanya adalah genital (kekeringan vagina,
terbakar/iritasi/gatal-vagina atau vulva), seksual (penurunan pelumasan) selama aktivitas
seksual, dispareunia,dan perdarahan postcoital), dan urin (disuria, frekuensi, urgensi,
nokturia, dan inkontinensia urin) (Moral et al., 2018). Keluhan yang memiliki dampak
tertinggi pada wanita manepouse yaitu pada gangguan tidur dan kekeringan vagina dengan
presentase 9,7% dan keluhan individu lainnya termasuk kelelahan dan kecemasan dengan
presentase 16,7% (Greenblum et al., 2013).
Adanya perubahan hormon dan keluhan-keluhan pada wanita usia lanjut tersebut aka
menyebabkam ketidaknyamanan wanita. Untuk itu penting mengetahui perubahan dan
gejala-gejala akibat perubahan tesebut agar dapat mempersiapkan diri baik secara fisik
maupun psikis menjelang masa menopause. Persiapan diri menuju menopause dapat
dilakukan dengan makan makanan yang mengandung kacang-kacangan terutama kacang
kedelai, serta dapat ditemukan pada hampir semua jenis sayuran, tahu, pepaya, dan
tanaman lain serta susu kedelai. Adapun yang harus dilakukan oleh wanita menjelang masa

3
menopause dapat berupa olahraga, seperti jalan kaki, jogging, dan yoga yang berfungsi
untuk menjaga kepadatan tulang (Asriati et al., 2019).

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Menopause
2.1.1 Definisi Menopause
Kata menopause berasal dari Bahasa Yunani, yakni dari kata ‘men’ yang
artinya bulan dan kata ‘peuseis’ artinya penghentian sementara. Secara linguistik
kata yang lebih tepat adalah menocease yang berarti periode berhentinya haid.
Menopause merupakan tahap dalam kehidupan wanita ketika menstruasi berhenti,
dengan demikian tahun – tahun melahirkan anak juga berhenti. Wanita dikatakan
telah menopause jika sudah tidak mengalami menstruasi selama 12 bulan sejak
menstruasi terakhir yang disebabkan oleh penurunan fungsi ovarium
(Suryoprajogo, 2019). Untuk lebih memastikan akan dilakukan pemeriksaan
Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan hormon estrogen. Seorang wanita
dikatakan mengalami menopause apabila kadar FSH meningkat, sedangkan kadar
estrogennya rendah. Selain itu dilakukan juga pemeriksaan Tyroid Stimulating
Hormone (TSH) dan hormon tiroid. Pemeriksaan ini untuk memastikan penderita
tidak mengalami hipotiroidisme atau penurunan hormon tiroid yang bisa
menimbulkan gejala serupa dengan menopause (Jalilah & Prapitasari, 2020).

2.1.2 Etiologi Menopause

Menurut Baziad (2003) dalam Lubis (2016), oogenesis pada wanita akan
berakhir pada saat fetus berusia 5 bulan dan yang tinggal hanya tujuh juta oosit.
Mulai usia lima bulan sampai saat lahir terjadi pengurangan jumlah primordial
folikel hingga menyisakan 500.000 sampai 1.000.000 dan dalam perjalanan waktu
akan terus berkurang jumlahnya. Jumlah folikel yang masih tersedia pada setiap
wanita berbeda - beda. Sebagian wanita pada usia 35 tahun memiliki sebanyak
100.000 folikel, sedangkan wanita lainnya pada usia yang sama hanya memiliki
10.000 folikel. Berkurangnya jumlah folikel disebabkan oleh folikel itu sendiri
yang mana seperti sel tubuh yang lain oosit yang terkandung dalam folikel

5
primordial juga dipengaruhi oleh stress biologik, kerusakan DNA yang permanen,
dan bertumpuknya bahan kimia akibat proses metabolisme tubuh.
Husniawati (2010) dalam Suparni & Astutik (2016), menjelaskan bahwa
pada tiap siklus haid, 20 – 30 folikel primordial dalam proses perkembangan dan
sebagian besar diantaranya mengalami atresia atau kerusakan. Selama masa
reproduksi kurang lebih 400 oosit mengalami proses pematangan dan sebagian
lagi hilang spontan akibat usia yang bertambah. Pada waktu menopause tinggal
beberapa ribu buah. Produksi estrogen pun berkurang. Folikel yang tersisa lebih
resistan terhadap rangsangan gonadotropin. Sehingga siklus ovarium yang terdiri
dari pertumbuhan folikel, ovulasi, dan pembentukan korpus luteum lama -
kelamaan berhenti. Hilangnya folikel secara terus menerus setelah kelahiran,
hanya menyisakan kurang lebih beberapa ratus folikel pada saat menopause yang
menimbulkan gejala amenore dan ketidakteraturan haid.
2.1.3 Tahapan Menopause
Empat tahapan menopause yang terdapat dalam Riyadina (2019) adalah
sebagai berikut:
1. Pramenopause
Adalah masa selama 4 – 5 tahun sebelum terjadi menopause. Singkatnya,
pramenopause adalah seluruh periode masa subur sebelum menopause yaitu
periode dari menarche sampai menopause. Pada fase ini menstruasi mulai
tidak teratur, namun belum muncul tanda klasik gejala menopause, seperti hot
flashes atau semburan panas, kekeringan vagina, dan lain sebagainya.
Pramenopause biasanya dialami wanita pada usia 40-an. Wanita pada fase ini
masih subur yang artinya masih bisa hamil.

2. Perimenopause
Perimenopause disebut juga fase peralihan. Perimenopause terjadi sekitar dua
tahun sebelum menopause sampai sekitar dua tahun setelahnya. Pada fase ini
terdapat gejala khas yakni penurunan fungsi ovarium yang ditandai dengan

6
defisiensi progesterom dan estrogen sehingga tanda klasik gejala menopause
mulai muncul. Perimenopause dialami oleh wanita pada usia 50-an.
3. Menopause
Menopause adalah keadaan di mana wanita sudah tidak lagi haid yang
dihitung dari 12 bulan sejak haid terakhir. Pada awal menopause terkadang
kadar estrogen rendah, namun bisa sebaliknya pada wanita gemuk. Pada fase
ini sudah muncul tanda klasik gejala masa menopause. Penting untuk
mencatat tanggal terakhir menstruasi karena jika terjadi perdarahan vagina
dalam jangka waktu satu tahun sejak tanggal tersebut, dianggap tidak normal.
Oleh karena itu, harus memeriksakan diri ke dokter.
4. Pascamenopause
Pascamenopause adalah fase setelah menopause sampai senium. Fase ini
merupakan masa lima tahun setelah menopause. Di fase ini tanda klasik
gejala menopause sudah mulai menghilang akibat keseimbangan hormon
yang telah dicapai tubuh.
2.1.4 Macam – Macam Menopuse
1. Menopause dini
Menurut Sastrawinata (2008) dalam Lubis (2016), menopause dini
merupakan menopause yang terjadi sebelum usia 40 tahun. Diagnosis ini
dibuat apabila haid berhenti sebelum waktunya disertai dengan hot flashes
serta meningkatknya kadar hormon gonadotropin. Apabila kedua gejala ini
tidak ada, maka perlu dilakukan penyelidikan terhadap sebab lain dari
terganggunya fungsi ovarium. Faktor yang menyebabkan menopause dini
adalah keturunan, gangguan gizi yang cukup berat, penyakit menahun, dan
penyakit yang merusak jaringan kedua ovarium. Menopause dini tidak
membutuhkan terapi, namun diperlukan pemberian penerangan kepada wanita
yang bersangkutan. Faktor lain yang bisa menyebabkan seorang wanita
mengalami menopause dini adalah merokok.
2. Menopause normal
Suparni & Astutik (2016), mengatakan menopause biasanya dialami oleh
wanita pada rentang usia 45 – 55 tahun. Perubahan hormonal selama masa
7
menopause menimbulkan munculnya perubahan fisik dan psikologis yang
berakibat pada sensitivitas sehingga wanita menopause menjadi lebih mudah
tersinggung, mudah marah, kurang percaya diri, dan mengalami keluhan
lainnya.
3. Menopause terlambat
Sastrawinata (2008) dalam Lubis (2016), menjelaskan batas terjadinya
menopause adalah umur 55 tahun. Apabila wanita masih mengalami
menstruasi di atas umur tersebut, maka diperlukan penyelidikan lebih lanjut.
Adapun sebab – sebab yang dapat dihubungkan dengan menopause terlambat
adalah konstitusional, fibromioma uteri, dan tumor ovarium yang
menghasilkan estrogen (Lubis, 2016).
2.1.5 Tanda dan Gejala Menopause
Menopause memberi pengaruh ketidaknyamanan pada wanita. Adapun gejala
menopause dikelompokan menjadi vasomotor, gejala psikis dan gejala urogenital.
1. Gejala Vasomotor
Menurut Kasdu (2004) dalam Nurlina (2021), gejala vasomotor pada masa
menopause adalah sebagai berikut:
a. Hotflashes (semburan panas)
Hot flashes merupakan suatu kondisi ketika tubuh mengalami rasa
panas yang menyebar dari wajah hingga ke seluruh tubuh. Hot flashes
dapat berlangsung selama satu sampai dua tahun setelah menopause atau
dalam beberapa kasus dapat berlanjut sampai 10 tahun atau lebih
(Riyadina, 2019). Siregar (2014) dalam Zolekhah & Sholihah (2018),
mengatakan hot flases berkaitan dengan vasodilatasi dan peningkatan suhu
tubuh yang menghasilkan keringat serta peningkatan konduktansi kulit
akibat penurunan kadar hormon estrogen. Kondisi ini tidak berbahaya
namun menimbulkan rasa tidak nyaman.
Hot flashes yang terjadi selama tidur disebut night sweat atau
keringat malam Kemunculan Hot flashes berhubungan erat dengan cuaca
panas dan lembab, ruang sempit, kafein, alkohol, makanan pedas, pakaian

8
yang telalu ketat atau tidak menyerap keringat sehingga hal tersebut perlu
dihindari agar tidak memperparah hot flashes. Keluhan hot flashes akan
berkurang seiring dengan tubuh yang menyesuaikan dengan kadar estrogen
yang rendah (Hekhmawati, 2016).
b. Hilangnya jaringan penunjang
Kadar estrogen yang rendah juga berpengaruh pada kolagen yang
merupakan bagian dari jaringan penunjang. Hilangnya kolagen
menyebabkan kulit kering dan keriput, rambut rontok, gigi mudah goyang,
gusi berdarah, sariawan, kuku rusak, dan rasa nyeri pada persendian.
c. Penambahan berat badan
Sebanyak 29% wanita pada masa menopause mengalami kenaikan
berat badan dan 20% diantaranya memperlihatkan kenaikan yang
mencolok. Hal ini disebabkan oleh penurunan kadar estrogen dan
gangguan pertukaran zat dasar metabolisme lemak. Selain itu juga
disebabkan oleh kurangnya aktivitas wanita pada usia menopause.
d. Gangguan pada tulang dan persendian
Hormon estrogen sangat berperan dalam mempertahankan
keseimbangan kerja osteoblast (pembentukan tulang) dan osteoklast
(penyerapan tulang). Estrogen akan berikatan dengan reseptor estrogen
pada osteoblast yang secara langsung memodulasi aktivitas osteoblastik
dan secara tidak langsung mengatur pembentukan osteoklast yang
bertujuan menghambat resorpsi tulang sehingga apabila kadar estrogen
turun maka tidak ada yang menghambat resorpsi tulang yang
mengakibatkan gangguan pada proses tulang tersebut yang kemudian
menyebabkan pengeroposan tulang sehingga timbul rasa tidak nyaman
pada tulang dan persendian (Widjayanti, 2016).
e. Penyakit
Perubahan hormonal masa menopase akan menyebabkan wanita
menopause lebih rentan terserang kanker dan penyakit degeneratif seperti
diabetes serta penyakit jantung. Faktor genetik dan gaya hidup juga

9
berpengaruh. Hipertensi atau demensia tipe alzheimer juga ditemukan pada
masa menopause yang mana penurunan kadar hormon seks steroid
menyebabkan perubahan neuroendokrin sistem susunan saraf pusat
maupum biokimiawi otak. Di kondisi ini, terjadi proses degeneratif sel
neuro di hampir semua bagian otak yang berkaitan dengan fungsi ingatan
yang mana hal ini menyebabkan sulit berkonsentrasi dan hilangnya fungsi
memori jangka pendek.

2. Gejala Psikis
Menurut Kasdu (2004) dalam Nurlina (2021), keluhan psikologi pada masa
menopause adalah sebagai berikut:
a. Kecemasan
Penelitian oleh Joyce (2013) dalam Hekhmawati (2016), mengatakan
sebanyak 51% wanita menopause mengalami kecemasan yang disebabkan
oleh perubahan fisik masa menopause yang menimbulkan perasaan tidak
berharga yang memicu kekhawatiran akan kemungkinan orang yang
dicintai akan berpaling dan meninggalkannya.
b. Kelelahan mental
Kelelahan mental berupa lebih mudah marah atau tersinggung dan
perubahan suasana hati yang begitu cepat. Biasanya hal ini tidak disadari
oleh wanita dan tidak jarang orang di sekitarnya dibuat bingung. Maka dari
itu diperlukan pendekatan khusus seperti mengobrol ringan dengan sahabat
atau siapa saja yang pernah mengalami hal yang sama sehingga dapat
menjadi dukungan emosi.
c. Kurang tidur (insomnia)
Penelitian oleh Tao (2016) dalam Hekhmawati (2016), menemukan
sebanyak 42,2% wanita menopause mengalami gangguan tidur. Insomnia

10
pada masa menopause biasanya disebabkan oleh hot flashes yang
menimbulkan rasa panas, wajah memerah, serta keringat di malam hari
yang menjadikan tidur terasa tidak nyaman.
d. Daya ingat menurun
Penelitian oleh Chou (2013) dalam Hekhmawati (2016), mengatakan
sebagian wanita menopause (48%) mengalami penurunan daya ingat
sehingga sesuatu yang harus diingat harus di ulang – ulang terlebih dahulu.
Hal ini disebabkan oleh penurunan kadar estrogen dalam sistem saraf pusat
yang mana estrogen mempengaruhi fungsi kognitif yang artinya
berpengaruh terhadap fungsi otak. Selain itu, kemampuan berpikir juga
mengalami penurunan.
e. Depresi
Pada masa menopause wanita dapat mengalami perasaan tertekan,
terpuruk, dan merasa hidupnya tidak berguna lagi. Di masa menopause,
anak – anaknya sudah tumbuh dewasa dan biasanya sibuk dengan urusan
masing – masing. Di saat inilah wanita benar – benar kehilangan perannya.
Gejala depresi meliputi lelah terus menerus, murung, sedih, sulit tidur
pulas terutama menjelang dini hari, sulit membuat keputusan, dan
dorongan untuk menangis.
3. Gejala Urogenital
a. Vagina kering
Penelitian oleh David (2014) dalam Hekhmawati (2016),
mengatakan penurunan hormon estrogen pada masa menopause
mengakibatkan perubahan pada vagina. Vagina akan menjadi atrofi,
kering, gatal, dan panas sehingga nyeri atau tidak nyaman saat
berhubungan seks. Untuk mengatasi hal ini, wanita menopause dapat
menggunakan pelumas vagina atau krim sebagai pengganti hormon
estrogen dengan mengusapkannya pada vagina atau melakukan foreplay
lebih lama.
b. Uretra mengering, menipis, kurang elastis

11
Uretra adalah saluran yang menyalurkan air seni dari kandung kemih
ke luar tubuh. Pada masa menopause, kadar estrogen menurun hal ini
menyebabkan dinding dan lapisan otot polos uretra mengering, menipis,
elastisitasnya berkurang, serta mengalami gangguan pada penutupan uretra
sehingga terjadi inkontinensia urine, perubahan pola aliran urine, serta
mudah terjadi infeksi pada saluran kemih bagian bawah (Widjayanti,
2016).
2.1.6 Faktor yang berhubungan dengan keluhan masa menopause
1. Usia menopause
Usia menopause adalah usia di saat wanita mengalami menopause. Usia
menopause terdiri dari menopause dini, menopause normal, dan menopause
terlambat. Suparni & Astutik (2016), mengatakan menopause normal
merupakan menopause yang biasanya dialami oleh wanita pada rentang usia
45 – 55 tahun. Usia menopause mempengaruhi kesiapan wanita dalam
menghadapi menopause. Wanita dengan usia menopause normal tentu lebih
dewasa pemikirannya dan lebih siap dalam menghadapi menopause.
Penelitian oleh Juliana et al. (2021), bahwa keluhan menopause lebih
berat dialami oleh wanita dengan usia menopause tidak normal (44,4%)
dibandingkan wanita dengan usia menopause normal (12,6%). Penelitian
yang dilakukan Avis et al. (2001) menyatakan usia menopause memiliki
hubungan yang signifikan dengan keluhan psikomatik pada masa menopause.
Keluhan psikologis seperti kecemasan, bingung, cepat sedih, dan depresi
lebih sering dialami oleh wanita yang mengalami menopause dini (Syalfina,
2017).
2. Lama menopause
Lama menopause dihitung sejak usia saat mengalami menopause sampai
ketika penelitian ini dilakukan. Lama menopause mempengaruhi adaptasi
fisik dan psikologis wanita terhadap perubahan pada masa menopause.
Semakin lama mengalami menopause maka tubuh telah beradaptasi dengan
baik terhadap penurunan kadar estrogen yang menimbulkan perubahan pada

12
fisik serta psikologis yang memunculkan berbagai keluhan masa menopause
(Syalfina, 2017).
3. Pendidikan
Kodrati (2004) mengatakan pendidikan merupakan proses belajar yang
berarti terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan kearah
yang lebih dewasa, lebih baik, dan lebih matang (Syalfina, 2017). Menurut
Notoadmojo (2010), tingkat pendidikan dibagi menjadi pendidikan dasar (SD
- SMP), pendidikan menengah (SMA), dan pendidikan tinggi (Perguruan
Tinggi). Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin baik pengetahuan
seseorang. Dengan pengetahuan yang baik maka seorang wanita akan lebih
siap dalam menghadapi keluhan masa menopause (Tsuraya et al., 2016).
Tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi kemampuan berpikir.
Semakin tinggi tingkat pendidikan maka maka semakin mudah seseorang
untuk menerima dan semakin banyak pula pengetahuannya. Lusiana (2014),
mengatakan sebagian wanita dengan pengetahuan kurang tentang menopause
(56,7%) mengalami kecemasan dalam menghadapi menopause (37,5%)
(Tsuraya et al., 2016). Penelitian oleh Freedman (2001) menunjukkan wanita
dengan pendidikan tinggi memiliki prevalensi dan intensitas gejala
menopause yang lebih rendah (Chontessa et al., 2012).
4. Pekerjaan
Pekerjaan menggambarkan bagaimana seorang wanita menopause
berkecimpung dalam sosialnya dan untuk memprediksi adanya
kecenderungan stress yang dialami. Wanita menopause yang tidak bekerja
atau sebagai ibu rumah tangga tentunya kesibukan dirinya adalah pekerjaan
rumah tangga yang cenderung lebih berisiko mengalami kejenuhan.
Sedangkan wanita menopause yang selain menjadi ibu rumah tangga tetapi
juga bekerja, mereka lebih bisa mencari solusi untuk menghilangkan
kejenuhan dengan bercanda dengan teman kerjanya. Namun, secara waktu
lebih sempit dan cenderung berisiko mengalami stres akibat pekerjaan
(Indarwati & Maryatun, 2019). Hamamm et al. (2012), mengatakan wanita
dengan stress pekerjaan akan lebih cepat mengalami gejala atau keluhan
13
menopause (Indarwati & Maryatun, 2019). Penelitian oleh Griffits (2013)
menjelaskan wanita yang bekerja tidak sempat memikirkan gangguan atau
keluhan selama masa menopause, begitu pula wanita yang tidak bekerja yang
mana pekerjaan rumah tangga cukup membuatnya sibuk sehingga juga tidak
sempat memikirkan keluhan masa menopause (Hekhmawati, 2016).
Mubarak (2007) dalam Indarwati & Maryatun (2019), mengatakan
lingkungan pekerjaan juga dapat menjadi tempat seseorang memperoleh
pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Seseorang yang bekerja memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan
dengan yang tidak bekerja. Azwar (2011), mengatakan pesan – pesan sugestif
yang dibawa informasi apabila cukup kuat akan memberi dasar afektif dalam
menilai sesuatu sehingga terbentuklah sikap tertentu (Indarwati & Maryatun,
2019).
5. Pendapatan keluarga
Pendapatan keluarga merupakan gabungan dari pendapatan suami dan
istri perbulan. Pendapatan menggambarkan status ekonomi wanita
menopause. Apakah mereka mampu untuk membeli makanan yang bergizi,
rumah yang layak, dan mengakses pelayanan kesehatan. Menopause yang
sangat rentan adalah wanita yang tidak memiliki aset, sedikit atau tidak
memiliki tabungan, tidak ada pensiunan, dan bagian dari keluarga dengan
pendapatan sedikit atau rendah (Syalfina, 2017).
Pendapatan dengan finansial yang memadai dari seseorang dapat
meningkatkan kesejahteraan aspek psikologis, meningkatkan semangat, dan
motivasi diri untuk selalu bersikap dan berperilaku sehat. Kemampuan
finansial menyebabkan seseorang lebih mudah untuk mencari informasi
tentang menopause sehingga akan memperkecil kemungkinan untuk
menggunakan mekanisme koping yang maladaptif dalam menghadapi
keluhan masa menopause (Tsuraya et al, 2016).
2.2 Vagina Kering
2.2.1 Pengertian

14
Vagina kering adalah masalah yang umum bagi perempuan selama dan
setelah masa menapause, meskipun pelumasan vagina yang tidak memadai dapat
terjadi pada semua usia.Vagina kering adalah ciri dari atrofi vagina (atrophic
vaginitis), yaitu penipisan dan peradangan pada dinding vagina karena menurunnya
kadar estrogen. Ketika vagina terangsang, darah akan lebih banyak mengalir ke
organ-organ panggul, menciptakan lebih banyak cairan pelumas vagina. Tapi
perubahan hormonal yang berhubungan dengan siklus menstruasi, penuaan,
menopause, melahirkan, dan menyusui dapat memengaruhi jumlah dan konsistensi
dari proses lubrikasi tersebut.Vagina kering dapat disertai dengan gejala seperti
gatal atau menyengat di sekitar lubang vagina dan bagian bawah vagina, rasa
terbakar, sakit, nyeri atau perdarahan ringan setelah berhubungan seksual, anyang-
anyangan, dan infeksi saluran kemih berulang (Suparni, 2016).
2.2.2 Etiologi Vagina Kering
Menurut (Levine et al., 2008) Ada beberapa penyebab terjadi vagina kering pada
wanita, antara lain :
1. Perubahan hormone
Berdasarkan American Congress of Obstetricians and Gynecologists,
penyebab paling umum vagina kering adalah penurunan level estrogen selama
menopause, pramenopause, setelah melahirkan, atau selama menyusui.
Pengobatan kimia untuk kanker seperti kemoterapi dan radiasi pada panggul
dapat menyebabkan penurunan estrogen dan lubrikasi vagina.
2. Obat tertentu
Obat alergi, asma, dan flu mengandung antihistamin yang memiliki efek di
dalam tubuh, sehingga adanya penurunan lubrikasi vagina.
3. Kurangnya gairah
Salah satu penyebab keringnya vagina bisa jadi karena rendahnya libido
atau permasalahan seksual dengan pasangan. Contohnya, masih berdasarkan
Goldstein, pasangan mungkin memiliki performa seks yang kurang,
melewatkan foreplay, atau mengalami ejakulasi dini.
4. Iritasi

15
Produk perawatan tubuh juga bisa memicu pada kering vagina, seperti
sabun berbahan kimia, macam-macam produk kebersihan, dan parfum.
Beberapa perempuan memiliki masalah alergi terhadap detergen dan sabun
dengan pakaian, seperti celana dalam dan handuk, juga dapat membuat iritasi
vagina Anda. Alergi yang timbul tersebut bisa berupa masalah pada lubrikasi
atau objek; seperti bakteri yang berada di vagina Anda.
5. Kecemasan
Faktor psikologis dan emosional bisa mengganggu gairah seksual dan
membuat vagina Anda menjadi kering. Menurut Goldstein, ketika perempuan
cemas, akan terjadi kurangnya aliran darah, sehingga kekeringan di daerah
vagina pun terjadi. Kecemasan juga akan memicu hormon kortisol, hormon ini
dapat mengganggu cara kerja estrogen.

2.2.3 Gejala Vagina Kering


Hilangnya estrogen dapat menyebabkan atrofi pada vagina sehingga produksi
lendir pada kelenjar – kelenjar pun berkurang. Seorang wanita akan mengalami rasa
sakit ketika berhubungan seksual. Selain itu, rasa sakit juga dialami ketika Anda
duduk, berdiri, olahraga, buang air kecil dan bahkan ketika bekerja.Masalah ini
dapat mengganggu aktivitas perempuan, baik dia aktif secara seksual atau tidak.
Perubahan penampilan vagina dan vulva, bibir vagina akan terlihat lebih tipis dan
mengalami iritasi dan rasa panas, gatal dan tak nyaman pada daerah vagina
(Suparni, 2016).
2.2.4 Pengobatan pada Vagina Kering
Untuk mengobati vagina kering, kita perlu mencari tahu penyebab dari vagina
kering. Vagina kering yang disebabkan oleh perubahan bisa dilakukan pengobatan
dengan terapi estrogen atau terapi kebiasaan.
1. Pengobatan vagina kering dengan hormon
Hormon estrogen dapat dimasukkan ke dalam vagina untuk vagina kering,
dan perubahan warna kulit. Hormon tersebut dimasukkan dalam bentuk cincin,
tablet, atau krim. Pelumas vagina alami sebagian besar didorong oleh hormon

16
estrogen. Pelumas tersebut memainkan peran penting dalam hubungan seksual
dan kesehatan vagina. 
Berikut ini tiga tipe estrogen vaginal:
a. Vaginal estrogen ring (Estring)
Dokter akan memasukkan cincin yang lembut dan fleksibel ke dalam
vagina. Di sana, estrogen ini akan dilepas langsung ke jaringan vagina.
Namun, jenis ini tidak permanen, Anda harus menggantinya setiap tiga
bulan
b. Vaginal estrogen tablet (Vagifem)
Anda menggunakan aplikator sekali pakai untuk memasukan tablet ke
dalam vagina Anda sehari sekali untuk dua minggu pertama pengobatan.
Lalu, Anda akan memasukannya dua kali seminggu sampai Anda tidak
lagi membutuhkannya
c. Vaginal estrogen cream (Estrace, Premarin)
Anda juga akan menggunakan aplikator untuk memasukan krim ke
vagina. Krim diaplikasikan untuk satu sampai dua minggu, lalu
frekuensinya dikurangi satu sampai tiga kali seminggu seperti yang
diarahkan oleh dokter Namun, terapi estrogen tidak direkomendasikan
untuk: penderita kanker payudara, perempuan yang memiliki riwayat
kanker endometrium, ibu hamil dan menyusui.

2. Pengobatan vagina kering dengan mengubah kebiasaan


Ada cara lain yang lebih nyaman, cara ini juga bisa dipakai untuk rasa kering
yang sakit akibat seks, seperti:
a. Gunakan pelumas saat berhubungan
Ada sejumlah produk pelumas yang dapat membantu mengatasi
kekeringan vagina. Pelumas ini berbahan dasar silikon, minyak, dan air.
Biasanya pelumas lebih sering digunakan untuk membuat nyaman ketika
berhubungan seks dibanding sebagai lubrikasi vagina jangka panjang.
b. Gunakan pelembap khusus vagina

17
Anda bisa mencari pelembab khusus vagina, sebab pelembap membantu
memasukan air ke dalam jaringan vagina.
c. Hindari mencuci vagina dengan sabun
Anda harus menghindari membersihkan vagina dengan sabun banyak busa,
sabun yang wangi, serta lotion. Hal ini dapat menyebabkan kekeringan
semakin parah.

2.3 Penanganan keluhan masa menopause


Berikut adalah beberapa penanganan keluhan masa menopause yang bertujuan untuk
mengurangi risiko terjadinya masalah kesehatan menurut Mulyani (2013) dalam Nurlina
(2021).
1. Terapi sulih hormon/Hormone Replacement Therapy (HRT)
Terapi ini bertujuan untuk mengurangi keluhan menopause dari masa pramenopause
hingga pascamenopause. HRT memiliki beberapa manfaat yakni mengurangi hot
flashes, mengurangi gejala pada vagina dan uretra, melindungi dari osteoporosis, dan
menurunkan risiko penyakit jantung.
2. Terapi sulih hormone alami
Terapi ini dapat dilakukan dengan menyeimbangkan hormon dengan fitoestrogren
yang berasal dari tumbuhan. Terapi ini bisa didapatkan dari tumbuhan yang
mengandung vitamin C, D, E, Isoflavon, dan Zink. Pada wanita pramenopause hingga
pascamenopause penggunaan terapi ini bisa didapatkan dari produk kedelai. Kedelai
mengandung isoflavon yang merupakan senyawa fitoestrogen. Fitoestrogen
merupakan kumpulan senyawa alami dari tumbuhan jenis polong – polongan yang
memiliki aktivitas biologis seperti estrogen. Kandungan isoflavon pada biji kedelai
bervariasi antara 128 – 380 mg/100gr bergantung pada genotipe kedelai, lingkungan,
budidaya, dan penanganan pascapanennya (Handayani et al., 2020). Isovlafon terbukti

18
dapat berikatan dengan reseptor estrogen. Saat kadar hormon estrogen menurun akan
ada banyak reseptor estrogen yang tidak terikat. Jika tubuh mengonsumsi kedelai dan
olahannya maka akan terjadi pengikatan isoflavon dengan reseptor estrogen sehingga
mengurangi gelaja menopause seperti hot flashes, gangguan mood, meningkatkan
turgor kulit, dan mengurangi gejala atrofi pada vagina (Handayani et al., 2020).

3. Terapi komplementer
Terapi ini digunakan untuk meningkatkan kesehatan selama menopause dengan teknik
sederhana dan pengobatan untuk gejala tertentu dapat dilakukan secara mandiri
ataupun bimbingan. Terapi komplementer yang dapat dilakukan adalah akupresur,
aromaterapi, pijat refleksi, dan teknik relaksasi.
4. Olahraga teratur
Olahraga memiliki banyak manfaat dan mengurangi berbagai keluhan masa
menopause. Olahraga yang teratur akan meningkatkan harapan hidup dan
memperbaiki kesehatan secara menyeluruh (Widjayanti, 2016). Kegiatan fisik yang
teratur akan mengurangi risiko terhadap kanker, penyakit jantung, dan osteoporosis.
Rasa percaya diri serta energi dapat ditingkatkan dengan berolahraga. Latihan aerobik
secara rutin dapat mengurangi keluhan hot flashes yang mengganggu.
Olahraga juga dapat mengurangi hilangnya jaringan tulang pada wanita.
Olahraga yang tidak rutin akan mempengaruhi adaptasi fisik maupun psikis wanita
sehingga akan mengalami keluhan masa menopause yang timbul akibat penurunan
kadar estrogen (Widjayanti, 2016). Penelitian oleh Simangunsong & Wahyuni (2020),
menunjukkan terdapat penurunan keluhan menopause pada kelompok yang diberikan
intervensi berupa senam sebanyak delapan kali selama delapan minggu yakni dari rata
– rata keluhan menopause sebanyak 32,4% menurun menjadi 5,54%.
2.4 Peran Bidan dalam Asuhan Menopause
Dalam menjalankan profesinya, bidan mempunyai beberapa peran. Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor HK.01.07/MENKES/320/2020 tentang
standar profesi bidan pasal 47 mengatakan bidan dapat berperan sebagai : pemberi

19
pelayanan kebidanan/pelaksana, pengelola pelayanan kebidanan, penyuluh dan konselor,
pendidik, pembimbing, dan fasilitator klinik, penggerak peran serta masyarakat dan
pemberdayaan perempuan serta peneliti. Peran bidan memiliki kekuatan sebagai
pencegahan dan pendorong seseorang berperilaku sehat. Peran bidan berdampak pada
kesehatan dan kesejahteraan. Peran bidan berpengaruh terhadap penilaian individu dalam
memandang seberapa berat suatu peristiwa yang terjadi dalam hidup yang bisa
mempengaruhi pilihan dalam upaya penanggulangan. ( Kemenkes 2010 ) .

Bidan sebagai tenaga kesehatan profesional memiliki tugas penting dalam


konseling dan pendidikan kesehatan untuk membantu memberdayakan wanita menopause
sehingga dapat melalui masa transisi ini dengan bahagia dan sejahtera serta tetap dapat
berkarya dan dapat mempersiapkan masa usia lanjut dengan sehat (Lubis, 2011). Salah
satu peran bidan sebagai pelaksana adalah memberikan asuhan kebidanan pada wanita
pada gangguan sistem reproduksi dan wanita dalam masa klimakterium serta menopause.
Menopause bukan gangguan kesehatan, menopause merupakan proses alami yang dialami
setiap wanita yang dianggap sebagai awal dari kemunduran fungsi kewanitaan secara
keseluruhan.

Beberapa asuhan yang dapat diberikan oleh bidan bagi wanita dalam usia
menopause antara lain yaitu memberikan edukasi keluhan fisik pada daerah vagina, apabila
terjadi kelecetan pada genetalia dikarenakan seringnya buang air kecil akibat inkontinensia
urine. Bidan mengajarkan cara latihan otot dasar panggul atau senam kegel (Sholeha,
2021). Bidan juga memberikan edukasi dan pilihan gaya hidup untuk menghilangkan
gejala vasomotor seperti menghindari rokok, memilih pakaian berbahan cotton, dan
menjaga berat badan (Istighosah, 2010). Mengajarkan teknik relaksasi, berhubungan
dengan kecemasan. teknik pernafasan ini bermanfaat terhadap gangguan kenyamanan
perasaan panas dan munculnya hot flashes.

Peran bidan sebagai edukator dalam meningkatkan aktivitas seksual adalah


memberikan pendidikan kesehatan terkait perubahan pola hubungan seksual dengan
penatalaksanaan menjelaskan fisiologi perubahan usia dan hubungannya dengan sexuality,
menjelaskan alternatif seksual, menjelaskan cara mengatasi masalah seksual dan merujuk
pasien yang mengalami kekeringan dan disparineunia. Bidan harus mampu memberikan

20
penyuluhan terkait fungsi seksual dan aktivitas seksual pada wanita menopause, seperti
memberikan informasi cara meningkatkan hormon esterogen dan membangkitkan hasrat
untuk bercinta, baik melalui pesan-pesan persuasif yang sangat bervariasi di media cetak
dapat berupa kata - kata, gambar foto dan sebagainya di booklet, leaflet, lembar balik,
rubrik, maupun poster sehingga memudahkan bidan untuk mengedukasi wanita menopause
dalam berhubungan seksual.

Bidan dalam perannya sebagai pendidik memiliki tugas yaitu memberikan


pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada individu, keluarga kelompok dan masyarakat
tentang penanggulangan masalah kesehatan. Yang harus dilakukan bidan adalah bersama
klien pengkaji kebutuhan akan pendidikan dan penyuluhan kesehatan masyarakat, bersama
klien pihak terkait menyususn rencana. Hal yang mendukung peran bidan berpengaruh
signifikan terhadap aktivitas seksual adalah bidan selalu mendorong wanita menopause
untuk saling memenuhi kebutuhan seksual pasangan di masa menopause, selalu menjadi
penengah bila kesulitan berhubungan seksual di masa menopause, dan selalu membuka
layanan konsultasi terkait seksualitas menopause ( Mudrikah Zain,2020).

Bidan dituntut untuk dapat memberikan asuhan kebidanan yang bersifat holistik,
humanistik berdasarkan evidence based dengan pendekatan manajemen asuhan kebidanan,
dan memperhatikan aspek fisik, psikologi, emosional, sosial budaya, spiritual, ekonomi,
dan lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan reproduksi perempuan, meliputi
upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif sesuai kewenangannya. Kemampuan
melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif dan berkualitas pada pelayanan kesehatan
reproduksi dan seksualitas perempuan ( Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
938/Menkes/SK/VIII/2007).

21
BAB III
MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN

3.1 Manajemen Asuhan Kebidanan


3.1.1 Langkah 1 : Pengumpulan Data Dasar
Langkah ini mengumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua
sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Untuk memperoleh data dilakukan
melalui cara anamesa.
a. Biodata
Menurut Varney (2004), adalah sebagai berikut:
1) Nama
Nama pasien dan suami untuk mengetahui identitas pasien dan suami
sebagai orang yang bertanggung jawab.
2) Umur
Untuk mengetahui batasan usia menopause
3) Agama
Untuk mengetahui keyakinan pada pasien tersebut untuk membimbing
dan mengarahkan pasien dalam berdoa
4) Suku Bangsa
Untuk mengetahui suku bangsa yang dianut oleh pasien.
5) Pendidikan
Berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk mengetahui sejauh
mana tingkat intelektualnya, sehingga bidan dapat memberikan konseling
sesuai dengan pendidikannya.
6) Alamat
Untuk menghindari kekeliruan bila ada dua pasien dengan nama yang
sama atau untuk keperluan kunjungan rumah.
7) Pekerjaan
Untuk mengetahui tingkat ekonomi keluarga atau penghasilan.
b. Data subjektif
1. Keluhan utama

22
Dikaji untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan
dengan ibu menopause dengan vagina kering.
Gejala yang ditimbulkan oleh atrofi vagina/ vagina kering tidak boleh
dianggap remeh, terutama dampaknya terhadap kualitas seksual. 50-70%
wanita dengan gejala atrofi vagina tidak mencari pertolongan dokter untuk
berobat, karena menganggap keluhan tersebut merupakan proses yang wajar
dan tidak perlu lagi melakukan hubungan seksual. (Baziad, 2016)
2. Riwayat reproduksi
1) Riwayat menstruasi (Menarche, Siklus, Lama menstruasi, Banyak
volume darah, Tanggal terakhir menstruasi, Keluhan saat menstruasi).
2) Kebiasaan seksual (Pola seksual berapa kali senggama, Kepuasan,
Pengetahuan, Keluhan saat senggama).
3) Riwayat pernikahan (Berapa kali ibu menikah, Berapa lama menikah,
Berapa usia waktu menikah).
4) Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu (Jumlah anak, Apakah
aterm atau tidak, Jenis persalinan ibu, Penolong persalinan, Penyulit
persalinan, Tahun persalinan, Kondisi nifas dan laktasi ibu, Jenis kelamin
anak, BB lahir anak, Kondisi anak saat lahir).
3. Riwayat kesehatan
1) Keadaan kesehatan saat ini
2) Riwayat kesehatan yang lalu
3) Riwayat kesehatan keluarga
4) Riwayat operasi yang pernah dijalani
4. Data psikososial
1) Kondisi psikososial ibu saat ini
2) Riwayat psikososial ibu yang lalu
5. Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
1) Pola nutrisi ibu
2) Eliminasi ibu
3) Waktu istirahat ibu
4) Pola aktivitas ibu sehari-hari

23
5) Personal hygiene ibu
c. Data objektif
1. Pemeriksaan umum
Data yang didapat dari pasien.
1) Keadaan umum (untuk mengetahui keadaan umum ibu apakah baik, sedang,
ataupun buruk).
2) Kesadaran (untuk mengetahui tingkat kesadaran yaitu composmentis, apatis,
atau samnolen).
3) Tekanan darah (untuk mengetahui tekanan darah ibu normalnya 120/80
mmHg).
4) Suhu (apakah ada peningkatan suhu. Suhu normal 36,5˚C-37,5˚C).
5) Denyut nadi (untuk mengetahui denyut nadi pasien yang dihitung 1 menit
penuh. Normal 60-100 kali per menit).
6) Respirasi (untuk mengetahui frekuensi pernapasan yang dihitung dalam
menit atau lebih dari 16-24 kali per menit).
d. Pemeriksaan khusus kebidanan (head to toe).
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada ibu menopause adalah sebagai berikut :
1. Kepala
1) Muka, keadaan muka simetris tidak pucat.
2) Konjungtiva merah muda, sklera putih.
3) Mulut, bibir merah muda.
2. Leher untuk mengetahui adanya pembengkakan kelenjar limfe, tyroid, dan vena
jagularis.
3. Dada dan axila
1) Mamae, untuk mengetahui bentuk payudara dan pigmentasi putting susu.
2) Axila, adakah tumor atau benjolan, adakah nyeri tekan atau tidak.
4. Ekstermitas, apakah odem atau tidak, terdapat varices atau tidak, reflek patella
+/-, warna kuku.
5. Pemeriksaan genital
1) Vulva Hygiene (untuk mengetahui ada varices atau tidak, kemerahan atau
tidak, nyeri atau tidak, ada pembengkakan kelenjar atau tidak, ada

24
pengeluaran atau tidak). Pada kasus ini ibu dengan menopause dan vagina
tampak kering.
2) Perineum (ada bekas luka atau tidak, ada keluhan lain atau tidak).
3) Anus (ada hemoroid atau tidak, ada keluhan lain atau tidak).
e. Pemeriksaan Sadari
Tujuannya untuk mengetahui atau mendeteksi apakah ada tanda-tanda kanker
payudara pada ibu seperti ada benjolan, kemerahan, dan pengeluaran pada payudara
ibu.
f. Pemeriksaan penunjang
Dilakukan untuk mendukung penegakan diagnose seperti pemeriksaan laboratorium
yaitu tes estrogen seperti FSH

3.1.2 Langkah 2 : Interpretasi Data Dasar


a. Data dasar yang telah dikumpulkan diinterprestasikan sehingga dapat merumuskan
diagnosis dan masalah yang spesifik.
b. Diagnosis kebidanan yang disimpulkan oleh bidan meliputi usia ibu, keadaan
umum ibu, keadaan psikologi ibu menopause dan pengetahuan ibu tentang
menopause dan vagina kering.
c. Masalah yang sering berkaitan dengan hal hal yang sedang dialami oleh wanita.
d. Masalah adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman klien yang ditemukan
dari hasil pengkajian atau yang menyertai diagnosis.
e. Kebutuhan yang diperlukan ibu. (Seperti memberikan KIE tentang vulva hygiene,
memberi KIE tentang vagina kering pada ibu yang sudah menopause karena
kekurangan estrogen, memberi terapi pemberian hormon estrogen).

3.1.3 Langkah 3 : Mengidentifikasi Diagnosa Atau Masalah Potensial


Pada langkah ini bidan melakukan identifikasi masalah dan mengantisipasi
penangananya.
a. Nomenklatur kebidanan
Nomenklatur kebidanan digunakan untuk menegakkan diaogosa sehingga
memudahkan dalam pengambilan keputusannya, sedangkan pengertian

25
nomenklatur kebidanan sendiri adalah suatu sistem nama yang telah
terklasifikasikan dan diakui serta disahkan oleh profesi. Dalam nomenklatur
kebidanan terdapat suatu standrat yang yang harus dipenuhi. standrat ini dibuat
sebagai daftar untuk merujuk pasien. Pada langkah ini dilakukan identifikasi
terhadap diagnosa atau masalah berdasarkan interpretasi atas data-data yang telah
dikumpulkan. Data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat
merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik. Pada kasus ibu menopause
dengan vagina kering diagnosa potensialnya terjadi gangguan pola hubungan
seksual.

3.1.4 Langkah 4 : Antisipasi / Tindakan Segera


Pada langkah ini, mengidentifikasi perlunya melakukan konsultasi atau
penanganan segera bersama anggota tim kesehatan lain sesuai dengan kondisi
klien (Soepardan, 2007). Pada kasus ibu menopause dengan vagina kering, yaitu
pilihan manajemen lini pertama untuk sindrom genitourinari menopause mungkin
termasuk pelumas vagina dan/atau pelembab vagina, terutama jika kekhawatiran
pasien terbatas pada kekeringan vagina atau dispareunia. Terapi lini kedua untuk
sindrom genitourinaria menopause adalah estrogen vagina, diberikan baik sebagai
krim, tablet, atau cincin pelepasan berkelanjutan. Penyerapan hormon sistemik
yang signifikan secara klinis tidak terjadi dengan terapi dosis rendah, sehingga
terapi progestogen bersamaan tidak diperlukan. Farmakoterapi lini kedua lainnya
untuk gejala vagina atrofi termasuk modulator reseptor estrogen selektif oral,
ospemifene, dan ovula dehydroepiandrosterone vagina (Johnston et al., 2021).

3.1.5 Langkah 5 : Perencanaan


Pada langkah ini di rencanakan asuhan menyeluruh yang di tentukan
berdasarkan langkah-langkah sebelumnya (Soepardan, 2007). Rencana tindakan
yang dapat dilakukan untuk asuhan kebidanan pada ibu menopause dengan vagina
kering adalah :
1) Beritahu ibu tentang menopause.

26
Menopause adalah tahap biologis dalam kehidupan seorang wanita ketika dia tidak
lagi subur dan ditandai dengan berhentinya menstruasi (Istighosah, 2017)
2) Beritahu ibu tentang gejala serta masalah yang muncul pada menopause.
Banyak wanita mengalami berbagai gejala selama menopause dan perimenopause
dan gejala ini sering terjadi dalam jangka waktu pendek dan berkurang atau
menghilang dari waktu ke waktu. Gejala yang paling umum seperti gejala
vasomotor (misalnya hot flushes dan berkeringat), efek pada suasana hati (misalnya
suasana hati yang buruk) dan gejala urogenital (misalnya kekeringan vagina). Dari
survey perempuan dilakukan di Skotlandia (Duffy 2012) mengenai pengalaman
gejala yang dialami wanita pada bulan sebelumnya, 47% melaporkan hot flushes,
46% melaporkan berkeringat di malam hari dan 26% melaporkan kekeringan
vagina (Istighosah, 2017).
3) Anjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi seperti makanan yang
mengandung kalsium, mineral, fitoestrogen, air dan serat, protein, lemak, dan
karbohidrat (Sahir & Yuni Andryani, 2020). Fitoestrogen adalah kelompok
tanaman termasuk biji-bijian, kacang-kacangan, sayuran, dan buah-buahan yang
berkhasiat menyerupai hormon estrogen atau dapat berinteraksi dengan reseptor
estrogen. Terdapat kurang lebih 20 golongan tanaman yang telah diidentifikasi
berkhasiat estrogen dari sejumlah 300 jenis tanaman yang berasal dari 16 gugus
tanaman. Banyak diantara tanaman yang termasuk golongan ini menjadi bahan
makanan sehari-hari seperti bawang putih, gandum, kacang-kacangan, beras,
kentang, wortel, apel, kurma, biji kopi, dan berbagai sayuran. Dari kelompok
fitoestrogen ini yang paling banyak diteliti adalah kelompok lignan, termasuk
kedalamnya buah-buahan & sayur-sayuran, kelompok isoflavon termasuk
kedalamnya kacang-kacangan dan biji-bijian, dan kelompok koumestan termasuk
ke dalamnya sejenis rumput-rumputan dan biji bunga matahari(Biben, 2012). Peran
fitoestrogen pada wanita pasca menopause adalah terjadinya perubahan pada epiteil
vagina setelah mengkonsumsi isoflavon. Hal ini diduga pengaruh dari khasiat
serupa estrogen dari kedelai. Adlercreutz meneliti isoflavon dalam urine dan kadar
estrogen pada 3 kelompok wanita dari Jepang, Amerika dan Finlandia. Ternyata
isoflavon urine wanita Jepang 100-1000 kali kadarnya dibandingkan dengan

27
estrogen endogen pada wanita omnivor. Hal ini diduga karena diet fitoestrogen
(Biben, 2012).
4) Anjurkan pada ibu untuk menjaga kebersihan dirinya.
Menjaga personal hygiene/kebersihan dengan mencuci vagina dari arah depan
kebelakang, untuk menghindari terjadinya infeksi vagina maka kebersihan diri
harus dijaga. Terutama kebersihan kulit, vulva dan vagina. Hindarkan penggunan
sabun yang mengeringkan kulit (Sahir & Yuni Andryani, 2020)
5) Anjurkan pada ibu untuk Olahraga Hidup Baru atau Orhiba.
Hasil penelitian yang telah dilakukan Arini (2018) membuktikan bahwa senam
orhiba dapat meningkatkan kualitas hidup wanita menoapuse yang di ukur
menggunakan kuisioner standar WHO. Salah satu indikator kualitas hidup yang
tercantum dalam kuisioner tersebut adalah terkait dengan seksualitas bersama
pasangan. Dapat disimpulkan bahwa fungsi seksual wanita menopause mengalami
perbaikan setelah melakukan senam orhiba. Pada domain sosial dalam penelitian ini
yang salah satunya terkait dengan kehidupan seksual, menunjukan bahwa hubungan
seksual wanita menopause yang melakukan latihan fisik secara rutin memiliki hasil
yang signifikan, mereka mayoritas mengatakan merasa puas bahkan sangat puas
dengan kehidupan seksualnya bersama suami. Senam kegel merupakan olahraga
ringan dan singkat yang mana menitikberartkan pada otot-otot dasar panggul, kegel
sering dilakukan oleh ibu-ibu pasca persalinan untuk mengembalikan kondisi jalan
lahir ke bentuk semula, namun olahraga ini juga dapat dilakukan oleh wanita
menopause untuk memperbaiki fungsi seksual mereka. Latihan kegel dapat
membuat relaks otot vagina yang membantu vagina menjadi basah sampai dengan
keduanya merasa bergairah, sehingga dapat mengurangi nyeri saat hubungan
seksual (Utami et.al., 2015). Hasil penelitian terkait latihan kegel pada wanita
menopause yang dilakukan oleh Utami et.al., (2015), menemukan bahwa latihan
kegel dapat mempengaruhi gairah seksual pada wanita menopause. Penelitian
menunjukkan bahwa pelvic floor muscle exercises (PFME) sangat efektif
menurunkan masalah yang timbul dari sistem perkemihan (inkontinensia urine),
meningkatkan kekuatan otot dasar panggul, dan juga meningkatkan kualitas hidup
seseorang (Sacomori et.al., 2015). Penelitian berikutnya oleh Nazarpour et al.,

28
(2017) membuktikan bahwa sex education dan kegel exercise mempengaruhi fungsi
seksual wanita pascamenopause setelah percobaan selama 12 minggu diketahui
memiliki skor FSFI (female sexual function index) lebih besar dibandingkan
dengan kelompok kontrol. Hasil tersebut menunjukan bahwa semakin banyak
wanita menopause mendapatkan informasi maupun pendidikan tentang sex dan
olahraga dengan kegel maka fungsi seksual akan cenderung lebih baik
dibandingkan yang tidak (Ari Arini, 2020).
6) Beri KIE kepada ibu tentang pelumas berbahan dasar air, atau pelembap vagina
(Pitaloka, 2019). Pengobatan lini pertama pasien yang memiliki gejala vagina
kering diberitahu tentang pilihan yang tersedia mengenai penggunaan pelembab dan
pelumas vagina. Ini termasuk panduan menggunakan pilihan pH-seimbang dan
osmolalitas rendah. Wanita dengan gejala vagina kering yang menggunakan terapi
ini cukup untuk meningkatkan kenyamanan. Pelumas berbeda dari pelembab;
pelumas tidak diserap oleh epitel genital dan dirancang untuk mengurangi iritasi
terkait gesekan. Pelembap bersifat hidrofobik; diserap oleh epitel genital; dapat
mengatasi keseimbangan pH; dan karena pelembab bersifat bioadhesive, mereka
meniru sekresi vagina. Wanita dianjurkan untuk menggunakan pelumas untuk
aktivitas seksual sesuai kebutuhan, dan pelembab secara rutin terlepas dari aktivitas
seksual. Ada beberapa produk yang tersedia yang berfungsi sebagai pelembab dan
pelumas. Asam hialuronat telah digunakan untuk mengurangi kekeringan pada
vagina; meskipun penelitian kecil mungkin membantu untuk mengobati vagina
kering. Asam hialuronat adalah bahan penting dalam gel hidrasi dan pelumas
topikal; itu adalah polisakarida alami yang dapat meningkatkan hidrasi sel dan
memperbaiki gejala atrofi vagina (Ford, 2022).
7) Lakukan perawatan kolaboratif dengan dokter meredakan gejala dan
meningkatkan kualitas hidup wanita yang mengalami sindrom genitourinaria
menopause. Penyedia layanan kesehatan akan menawarkan terapi hormon
menopause sebagai pilihan paling efektif untuk mengelola gejala vasomotor.
Terapi hormon menopause dapat dimulai dengan aman pada wanita tanpa
kontraindikasi yang berusia kurang dari 60 tahun atau kurang dari 10 tahun
pascamenopause. Terapi hormon menopause harus dilakukan secara individual

29
setelah mempertimbangkan dengan cermat gejala, kondisi medis, risiko
kesehatan, riwayat keluarga, tujuan pengobatan, preferensi pasien, dan waktu
periode menstruasi terakhir. Durasi terapi hormon menopause harus individual
untuk pasien, berdasarkan gejala yang sedang berlangsung, manfaat, dan risiko
pribadi. Direkomendasikan evaluasi ulang secara berkala terhadap terapi
hormon menopause. Wanita yang telah mengalami kehilangan fungsi ovarium
atau dengan penurunan fungsi ovarium sebelum usia 45 tahun harus
mempertimbangkan terapi hormon pengganti sampai usia rata-rata menopause.
Rejimen estrogen-progestogen dapat terus menerus (yaitu, estrogen-
progestogen yang diminum setiap hari) atau mengikuti rejimen siklik, dengan
estrogen diminum setiap hari dan progestogen diminum selama 12-14 hari
setiap bulan. Pada wanita dengan histerektomi, estrogen saja dapat diambil
setiap hari. Pilihan untuk wanita perimenopause termasuk progestogen saja,
kontrasepsi hormonal kombinasi dosis rendah, terapi hormon menopause, atau
estrogen dalam kombinasi dengan sistem intrauterin pelepas levonorgestrel.
Terapi resep non-hormonal dapat dipertimbangkan ketika terapi hormon
dikontraindikasikan atau tidak diinginkan(Yuksel et al., 2021). Penggunaan
terapi laser intravaginal jangka panjang untuk mengelola sindrom genitourinari
menopause atau stres inkontinensia urin tetap eksperimental dan harus
dilakukan hanya dalam protokol uji klinis yang dilaksanakan dengan baik yang
dirancang untuk menetapkan keamanan dan kemanjurannya (Johnston et al.,
2021)

3.1.6 Langkah 6 : Pelaksanaan


Merupakan langkah pelaksanaan dari asuhan yang telah direncanakan
secara efisien dan aman. Keterlibatan bidan dalam manajemen asuhan pasien
adalah tetap tanggung jawab terhadap pelaksanaan asuhan bersama yang
menyeluruh (Varney, 2007). Pelaksanaan asuhan kebidanan pada menopause
dengan vagina kering sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat.

3.1.7 Langkah 7 : Evaluasi

30
Langkah ini merupakan langkah terakhir guna mengetahui apa yang telah
dilakukan bidan. Mengevaluasi keefektifan dari asuhan yang diberikan, ulangi
kembali proses manajemen dengan benar terhadap setiap aspek asuhan yang sudah
dilaksanakan tapi belum efektif atau merencanakan kembali yang belum
terlaksana (Ambarwati & Wulandari, 2008).
Evaluasi setelah dilakukan tindakan yaitu:
1) Keadaan umum ibu baik
2) Ibu mengerti tentang menopause
3) Ibu mengerti tentang salah satu gejala menopause yaitu vagina kering
4) Ibu mengerti tentang makanan yang harus dikonsumsi yaitu makanan yang
bergizi dan seimbang
5) Ibu mengerti untuk selalu menjaga kebersihan dirinya terutama pada daerah vagina
6) Ibu akan berusaha untuk melakukan Olahraga Hidup Baru dengan melakukan
senam kegel
7) Ibu mengerti KIE tentang pelumas berbahan dasar air dan pelembap vagina
8) Ibu akan berkonsultasi lebih lanjut kepada dokter bila ingin memakai Terapi
Hormon Menopause

3.1.8 Data Perkembangan


Pendokumentasian data perkembangan Asuhan Kebidanan ditulis dengan
menggunakan SOAP menurut Varney (2007), yaitu :
S: Subyektif
Data subyektif ini berhubungan dengan masalah dan sudut pandang pasien.
Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhan yang dicatat sebagai
kutipan langsung atau ringkasan yang akan berhubungan langsung dengan
diagnosis.
O: Obyektif
Merupakan pendokumentasian hasil observasi yang jujur, hasil
pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan laboratorium/ pemeriksaan diagnostic
lain.
A: Assesment

31
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi data
subyektif dan obyektif dalam suatu identifikasi :
1. Diagnosa atau masalah
2. Antisipasi diagnosa atau masalah potensial
3. Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter. Konsultasi atau
kolaborasi dan rujukan
P: Perencanaan
Perencanaan adalah membuat rencana asuhan saat ini dan yang akan datang.
Rencana asuhan ini bertujuan untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien
seoptimal mungkin dan memperhatikan kesejahteraannya.

3.2 Tinjauan Kasus


Hari/Tanggal : Selasa, 30 April 2019

Tempat pengkajian : Puskesmas Kelayan Dalam

Waktu : 11.00 WITA

A. Data Subjektif

1. Identitas

Istri Nama : Tn. A

Nama : Ny. D Umur : 50 tahun

Umur : 53 tahun Agama : Islam

Agama : Islam Suku/Bangsa : Banjar/Indonesia

Suku/Bangsa : Banjar/Indonesia Pendidikan : SD

Pendidikan : SMA Pekerjaan : Swasta

Pekerjaan : Swasta Alamat: Jl. Nusa bangsa RT. 019 A

Suami

32
2. Keluhan Utama
Ibu mengatakan vagina terasa kering. Ibu mengatakan nyeri saat berhubungan seksual,
vagina terasa gatal dan panas.
3. Riwayat Perkawinan
Menikah 2 kali
Menikah pertama kali umur 20 tahun, dengan suami sekarang sudah 22 tahun.
4. Riwayat Haid
a. Menarche umur : 12tahun
b. Siklus : 28 hari
c. Teratur/tidak : Teratur
d. Lamanya : 5-7 hari
e. Banyaknya : 3-4 kali ganti pembalut / hari
5. Riwayat Ginekologi
a. Perdarahan di luar Haid : Tidak ada
b. Riwayat Keputihan : Ada
c. Riwayat perdarahan setelah berhubungan badan : Tidak ada
d. Riwayat nyeri saat berhubungan badan : Ada
e. Riwayat adanya massa tumor pada payudara dan alat kandungan : Tidak ada
f. Lain-lain : Tidak ada
6. Riwayat Obstetri : memilik 2 orang anak dan tidak pernah keguguran.
7. Riwayat Keluarga Berencana
Jenis : Pil kombinasi
Lama : kurang lebih 10 tahun
Masalah : Tidak ada
8. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan ibu
Ibu mengatakan tidak menderita penyakit menurun seperti hipertensi, DM, asma, dan
penyakit kronis seperti jantung, serta penyakit menular seperti hepatitis, TBC, HIV dan
AIDS.

b. Riwayat kesehatan keluarga

33
Ibu mengatakan dari keluarga ibu dan suami tidak menderita penyakit menurun seperti
hipertensi, DM, asma, dan penyakit kronis seperti jantung, serta penyakit menular seperti
hepatitis, TBC, HIV dan AIDS
9. Pola Kebutuhan Sehari-hari
a. Nutrisi Jenis yang dikonsumsi : Nasi, tahu, tempe, ikan, ayam, daun kangkung,
wortel, daun bayam.
Frekuensi : 3 x sehari
Porsimakan : 1 piring
Pantangan : Tidak ada
b. Eliminasi
BAB
Frekuensi : 1 kali/hari
Konsistensi : Lembek
Warna : Kuning kecoklatan
BAK : Anyang-anyangan
Frekuensi : 4-5 kali sehari
Warna : Kuning jernih
Bau : Pesing
c. Personal Hygiene
Frekuensi mandi : 2 x sehari
Frekuensi ganti pakaian dalam /jenis : sesuai kebutuhan / katun
d. Aktifitas
Terdapat gangguan rasa nyaman saat beraktifitas ketika duduk, berdiri dan BAK.
e. Tidur dan Istirahat
Siang hari : 1 jam
Malam hari : 3-4 jam
Masalah : tidur tidak nyenyak
f. Pola Seksual
Frekuensi : Jarang , 2 minggu sekali
Masalah : terasa nyeri saat berhubungan

34
10. Data Psikososial dan Spiritual
a. Tanggapan ibu terhadap keadaan dirinya : Khawatir, cemas
b. Ketaatan ibu beribadah : Shalat
c. Pengetahuan ibu tentang penyakit yang diderita : Tidak mengetahui
d. Hubungan sosial ibu dengan suami : Kurang harmonis
e. Penentu pengambil keputusan dalam keluarga : Suami

B. Data Objektif

1. Pemeriksaan umum
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : Composmentis
c. Berat badan : 56 kg
d. Tinggi badan : 155 cm
e. Tanda Vital : TD 130/90 mmHg Nadi 80x/menit Suhu 36,7°C Respirasi
21x/meni
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan inspeksi dan palpasi
a. Kepala : Kulit kepala tampak bersih, tidak teraba benjolan yang
abnormal, rambu sedikit putih dan tidak rontok.
b. Muka : Tidak tampak pucat dan tidak tampak oedem
c. Mata : Tampak simetris, konjungtiva tidak pucat, sklera tidak
ikterik
d. Telinga : Simetris, tidak ada pengeluaran serumen, tidak teraba
benjolan yang abnormal
e. Hidung : Tidak tampak polip dan tidak tampak pernapasan cuping
hidung
f. Mulut : Bibir tidak tampak pucat, tidak ada sariawan, tidak tampak
ada karies gigi
g. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan vena jugularis
h. Dada : Tampak simetris, tidak ada retraksi dada
i. Mamae : Tampak simetris, tidak ada benjolan yang abnormal

35
j. Perut : Tidak ada luka bekas operasi, tidak ada benjolan yang
abnormal
k. Ekstrimitas : Tidak teraba oedem dan varises
l. Genetalia : tampak kering
3. Pemeriksaan Penunjang : FSH
C. Analisa Data
1. Diagnosa Kebidanan : Ibu P2A0 dengan menopause
2. Masalah : vagina kering
3. Kebutuhan : Health education dan Konseling

D. Penatalaksanaan

1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan yaitu :


BB: 56 kg
TD : 130/90 mmHg,
Nadi : 80 x/m,
Respirasi : 21 x/m
Suhu : 36,7°C
Pada pemeriksaan genetalia, tampak kering dan iritasi.
Ibu mengerti dengan penjelasan yang diberikan
2. Memberitahu ibu bahwa vagina terasa kering yang dialami ibu merupakan hal yang
normal dan menjelaskan penyebab vagina kering adalah hal yang terjadi pada ibu
menopause.
Ibu mengerti tentang salah satu gejala menopause
3. Menganjurkan ibu untuk mengkonsumi makanan bergizi seperti maknayan yang
mengandung kalsium, mineral, fitoestrogen, air, serat, protein, lemak dan karbohidrat.
Misalnya kacang-kacangan, biji-bijian, sayuran, dan buah buahan yang berkhasiat
menyerupai hormone estrogen.
Ibu dapat menyebutkan jenis makanan yang dianjurkan
4. Menganjurkan ibu untuk menjaga kebersihan genetalia dengan cara cebok dari arah
depan ke belakang, menghindari penggunaan sabun anti septik serta selalu menjaga
kelembabannya.

36
Ibu bersedia menjaga kebersihan genetalia
5. Menganjurkan ibu untuk olahrag yang teratur dan mengajarkan senam kegel, minimal 1
minggu sekali.
Ibu bersedia untuk olahraga
6. Memberikan KIE kepada ibu tentang pelumas berbahan dasar air atau pelembab vagina.
Ibu mengerti dengan anjuran yang disampaikan
7. Melakukan perawatan kolaboratif dengan dokter untuk meredakan gejala dan
meningkatkan kualitas hidup wanita yang mengalami syndrome genitourinaria
menopause, serta berkonsultasi lebih lanjut kepada dokter jika ingin menggunakan terapi
hormone menopause.
Ibu bersedia melakukan perawatan dengan dokter

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

37
Menopause adalah berhentinya menstruasi secara permanen karena hilangnya
aktivitas ovarium. Menopause umum terjadi pada wanita dengan penurunan kesuburan
dengan proses perubahan dari periode produktif ke arah periode non produktif secara
perlahan-lahan, yang karena minimnya hormon esterogen atau progesterone. Ada
berbagai gejala dan keluhan yang akan dialami oleh seorang wanita saat menopause salah
satunya adalah vagina kering. Tetapi menopause bukan gangguan kesehatan, menopause
merupakan proses alami yang dialami setiap wanita yang dianggap sebagai awal dari
kemunduran fungsi kewanitaan secara keseluruhan. Sehingga bidan dituntut untuk dapat
memberikan asuhan kebidanan yang bersifat holistik, humanistik berdasarkan evidence
based dengan pendekatan manajemen asuhan kebidanan, dan memperhatikan aspek fisik,
psikologi, emosional, sosial budaya, spiritual, ekonomi, dan lingkungan yang dapat
mempengaruhi kesehatan reproduksi perempuan, meliputi upaya promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif sesuai kewenangannya. Kemampuan melaksanakan asuhan
kebidanan komprehensif dan berkualitas pada pelayanan kesehatan reproduksi dan
seksualitas perempuan
4.2 Saran
Berbagai keluhan dan gejala akan dialami oleh seorang wanita menopause sehingga
wanita memerlukan dukungan baik social maupun emosional. Oleh karena itu perlu
adanya dukungan baik dalam keluarga maupun bermasyarakat sehingga tercipta rasa
aman dan nyaman bagi seorang wanita.

38
DAFTAR PUSTAKA
Asriati, C.R. et al., 2019. Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Persiapan Fisik dan Psikis
Memasuki Masa Menopause. Jurnal Kesehatan Vokasional, 4(2), p.99.
Greenblum, C.A., Rowe, M.A., Neff, D.F. and Greenblum, J.S., 2013. Midlife women:
Symptoms associated with menopausal transition and early postmenopause and quality of
life. Menopause, 20(1), pp.22–27.
Griesser, H. et al., 2012. Low dose estriol pessaries for the treatment of vaginal atrophy: A
double-blind placebo-controlled trial investigating the efficacy of pessaries containing 0.2
mg and 0.03 mg estriol. Maturitas, 71(4), pp.360–368.
Moral, E. et al., 2018. Genitourinary syndrome of menopause. Prevalence and quality of
life in Spanish postmenopausal women. The GENISSE study. Climacteric, 21(2), pp.167–
173.
Portman, D.J. et al., 2014. Genitourinary syndrome of menopause: New terminology for
vulvovaginal atrophy from the international society for the study of women’s sexual health
and The North American menopause society. Journal of Sexual Medicine, 11(12),
pp.2865–2872.
Suparni, I., E. and Astutik, R., Y., 2016. Menopause: Masalah & Penanganannya,
Deepublish CV. Budi Utama, Yogyakarta.
Ambarwati, E. R., & Wulandari, D. (2008). Asuhan Kebidanan Nifas. Mitra Cendika Press.
Ari Arini, L. (2020). Fungsi Seksual Wanita Menopause yang Melakukan Orhiba
Kombinasi Kegel Exercise: Studi Pengukuran Skor FSFI. Jurnal Kebidanan Dan
Keperawatan ’Aisyiyah, 16(2), 240–252.
Biben, H. (2012). Fitoestrogen: Khasiat terhadap sistem reproduksi, non reproduksi dan
keamanan penggunaannya. http://biofarmaka.ipb.ac.id/biofarmaka/2012/20120402%20-
%20Material%20from%20%20Prof.%20A%20Biben.pdf
Ford, L. C. (2022). Genitourinary Syndrome of Menopause: Assessment and Management
Options. Advances in Family Practice Nursing, 4(1), 131–143.
Johnston, S., Bouchard, C., Fortier, M., & Wolfman, W. (2021). Guideline No. 422b:
Menopause and Genitourinary Health. Journal of Obstetrics and Gynaecology Canada,
43(11), 1301-1307.e1.
Pitaloka, A. (2019). Upaya Meningkatkan Pengetahuan Melalui Pendidikan Kesehatan
Menopause pada Asuhan Keperawatan Gerontonik. http://repository.itspku.ac.id/100/
Sahir, I., & Yuni Andryani, Z. (2020). Manajemen Asuhan Kebidanan pada Ny “S” dengan
Perimenopause di Puskesmas Bangkala Kec. Bangkala Kabupaten Jeneponto Tanggal 08
S/D 29 Desember 2020. Jurnal Midwifery, 3(2).

39
Soepardan, S. (2007). Konsep Kebidanan. EGC.
Varney, H. (2007). Varney’s midwifery text book (terjemahan) (Jones and Bartlett, Ed.; 3rd
ed.). Boston.
Yuksel, N., Evaniuk, D., Huang, L., Malhotra, U., Blake, J., Wolfman, W., & Fortier, M.
(2021). Guideline No. 422a: Menopause: Vasomotor Symptoms, Prescription Therapeutic
Agents, Complementary and Alternative Medicine, Nutrition, and Lifestyle. Journal of
Obstetrics and Gynaecology Canada, 43(10), 1188-1204.e1.
Jalilah, N. H., & Prapitasari, R. (2020). Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Dan Keluarga
Berenana. CV Adanu Abimata.
Lubis, N. L. (2016). Psikologi Kespro. Wanita dan Perkembangan Reproduksinya:
Ditinjau dari Aspek Fisik dan Psikologinya. Kencana.
Simangunsong, D. E., & SRI WAHYUNI, T. E. N. G. K. U. (2020). Penurunan Keluhan
Menopause dengan Latihan Kekuatan otot, Tulang dan Sendi (OTTUSEN).
Novianti, R., Kartika, I. I., & Fitrianingrum, A. (2021). Pengaruh Edukasi Kesehatan
Tentang Tanda dan Gejala Terhadap Peningkatan Pengetahuan Pada Ibu dalam
Menghadapi Menopause di Desa Hegarmanah Kecamatan Cikarang Timur Kabupaten
Bekasi Tahun 2021. JURNAL KESEHATAN BHAKTI HUSADA, 7(02), 18-29.
Widjayanti, Y. (2016). GAMBARAN KELUHAN AKIBAT PENURUNAN KADAR
HORMON ESTROGEN PADA MASA MENOPAUSE (Studi Deskriptif di Wanita Hindu
Dharma Indonesia Pura Jagad Dumadi Desa Laban Kecamatan Menganti Kabupaten
Gresik). Adi Husada Nursing Journal, 2(1), 96-101.
Istighosah, N. (2010) ‘Kajian Asuhan Pada Menopause; Sebuah Strategi Untuk
Meningkatkan Kualitas Hidup Menopause’, Arhiv za Higijenu Rada i Toksikologiju, 60(4),
pp. 982–992.
Mudrikah Zain, Sobar, A.N. (2018) ‘Peran Bidan, Peran Suami dan Fungsi Seksual
Terhadap Aktivitas Seksual Pasangan Wanita Menopause’, Jurnal Bidan Komunitas, 4(3).
Sholeha, I. (2021) ‘Penatalaksanaan Inkontinensia Urine Pada Perempuan Menopause’.
Silalahi, U.A. (2016) ‘HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL SUAMI
DENGAN TINGKAT KECEMASAN WANITA MENOPAUSE KOTA
TASIKMALAYA TAHUN 2015 RELATIONSHIP BETWEEN SOCIAL SUPPORT
LEVEL OF ANXIETY WITH HUSBAND ’ S WOMEN ’ S MENOPAUSE CITY
Tasikmalaya eISSN 2477-345X’, Midwife Journal, 2(1), pp. 17–22.
Wulandari (2020) ‘Pengaruh Penyuluhan Tentang Menopause Terhadap Tingkat
Kecemasan Ibu Menghadapi Menopause di Pedukuhan Dagaran Palbapang Bantul’,
PENGARUH PENGGUNAAN PASTA LABU KUNING (Cucurbita Moschata) UNTUK
SUBSTITUSI TEPUNG TERIGU DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG ANGKAK DALAM
PEMBUATAN MIE KERING, pp. 274–282.

40
Baziad, A., 2016. Diagnosis and management of vaginal dryness in menopause. Majalah
Obstetri & Ginekologi, XXIV(2), pp. 70-73.

41
LAMPIRAN : Artikel

Sex and Menopause


Medically Reviewed by Traci C. Johnson, MD on October 13, 2021
In this Article
 How Does Menopause Affect Sex Drive?
 Does Menopause Lower Sex Drive in all Women?
 What Can I Do to Treat Vaginal Dryness During Menopause?
 How Can I Improve My Sex Drive During and After Menopause?
 How Can I Improve Intimacy With My Partner?
 Do I Still Have to Worry About Sexually Transmitted Diseases?
 How Can I Protect Myself From STDs?
How Does Menopause Affect Sex Drive?
The loss of estrogen and testosterone following menopause can lead to changes in a
woman's body and sexual drive. Menopausal and postmenopausal women may notice that
they're not as easily aroused, and they may be less sensitive to touching and stroking. That
can lead to less interest in sex.
Also, lower levels of estrogen can cause a drop in blood supply to the vagina. That can
affect vaginal lubrication, causing the vagina to be too dry for comfortable sex -- but
there's help for that.
Other factors may influence a woman's level of interest in sex during menopause and after.
These include:
 Bladder control problems
 Sleep disturbances
 Depression or anxiety
 Stress
 Medications
 Health concerns

Does Menopause Lower Sex Drive in all Women?


No. Some postmenopausal women say they've got an improved sex drive. That may be due
to less anxiety linked to a fear of pregnancy. Also, many postmenopausal women often
have fewer child-rearing responsibilities, allowing them to relax and enjoy intimacy with
their partners

What Can I Do to Treat Vaginal Dryness During Menopause?


During and after menopause, vaginal dryness can be treated with water-soluble lubricants
such as Astroglide or K-Y Jelly.
Do not use non-water-soluble lubricants such as Vaseline, because they can weaken latex,
the material used to make condoms. You or your partner should keep using condoms until
your doctor confirms you're no longer ovulating -- and to prevent getting an STD. Non-
water-soluble lubricants can also provide a medium for bacterial growth, particularly in a
person whose immune system has been weakened by chemotherapy.
42
Vaginal moisturizers like glycerin-min oil-polycarbophil (Replens) and Luvena can also be
used on a more regular basis to maintain moisture in the vagina. You can also talk to your
doctor about vaginal estrogen therapy.
An oral drug taken once a day, ospemifeme (Osphena), makes vaginal tissue thicker and
less fragile, resulting in less pain for women during sex. The FDA warns that Osphena can
thicken the endometrium (the lining of the uterus) and raise the risk of stroke and blood
clots

How Can I Improve My Sex Drive During and After Menopause?


Estrogen replacement may work, but more research is needed. Estrogen can make sex less
painful by treating vaginal dryness, though.
Doctors are also studying whether a combo of estrogen and male hormones called
androgens may help boost sex drive in women.
Although sexual problems can be hard to discuss, talk to your doctor. There are options to
consider, such as counseling. Your doctor may refer you and your partner to a health
professional who specializes in sexual dysfunction. The therapist may advise sexual
counseling on an individual basis, with your partner, or in a support group. This type of
counseling can be very successful, even when it's done on a short-term basis.
A sexual aid called Eros is available by prescription to treat women with disorders of
sexual arousal. The device consists of a small suction cup, which is placed over the clitoris
before sex, and a small, battery-operated vacuum pump. The gentle suction provided by the
vacuum pump draws blood into the clitoris, increasing pressure on the clitoral nerve. This
device increases lubrication, sensation, and even the number of orgasms in many women
who have used it.
How Can I Improve Intimacy With My Partner?
During menopause, if your sex drive has dropped but you don't think you need counseling,
you should still take time for intimacy. You can still show your partner love and affection
without having sex. Enjoy your time together: take walks, eat dinner by candlelight, or
give each other back rubs.
To improve your physical intimacy, try these tips:
 Consider experimenting with erotic videos or books, masturbation, and changes
to sexual routines.
 Use distraction techniques to boost relaxation and ease anxiety. These can include
erotic or non-erotic fantasies, exercises with sex, and music, videos, or television.
 Have fun with foreplay, such as sensual massage or oral sex. These activities can
make you feel more comfortable and improve communication between you and
your partner.
 Minimize any pain you might have by using sexual positions that allow you to
control the depth of penetration. You may also want to take a warm bath before sex
to help you relax, and use vaginal lubricants to help ease pain caused by friction.
 Tell your partner what's comfortable and what's not.

Do I Still Have to Worry About Sexually Transmitted Diseases?


43
Yes. Menopause and postmenopause don't protect you against STDs. You can get an STD
at any point in your life during which you're sexually active. This risk doesn't go down
with age or with changes in your reproductive system.
Left untreated, some STDs can lead to serious illnesses, while others, like HIV, cannot be
cured and may be fatal.
How Can I Protect Myself From STDs?
Take some basic steps to help protect yourself from STDs:
 Not having sex is the only sure way to prevent STDs.
 Use a latex condom every time you have sex.
 Limit your number of sexual partners. The more partners you have, the more likely
you are to catch an STD.
 Practice monogamy. This means having sex with only one person. That person
must also have sex with only you to lower your risk.
 Choose your sex partners with care. Don't have sex with someone who you suspect
might have an STD.
 Get checked for STDs. Don't risk giving the infection to someone else.
 Ask a potential sex partner to be checked for STDs. Symptoms of STDs may not be
visible or even cause any symptoms for your partner.
 If you have more than one sex partner, always use a condom.
 Don't use alcohol or drugs before you have sex. You may be less likely to practice
safe sex if you're drunk or high.
 Know the symptoms of STDs.

44

Anda mungkin juga menyukai