Anda di halaman 1dari 14

TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PANGAN DAN HASIL

PERTANIAN

PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN METODE AERATED LAGOON

Oleh :
KELOMPOK 1/ THP B

Abu Bakar Ahmad (141710101110)


Irna Noviyanti (151710101056)
Herinda Putri Septianti (151710101059)
Muja Mufidah (151710101089)
Yulinda Putri A (151710101122)

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2018
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Limbah cair atau air limbah adalah air yang tidak terpakai lagi, yang
merupakan hasil dari berbagai kegiatan manusia sehari-hari. Dengan semakin
bertambah dan meningkatnya jumlah penduduk dengan segala kegiatanya, maka
jumlah air limbah juga mengalami peningkatan. Pada umumnya limbah cair
dibuang ke dalam tanah, sungai danau dan laut. Jika jumlah air limbah yang
dibuang melebihi kemampuan alam untuk menerima atau menampungnya, maka
akan terjadi kerusakan lingkungan (Ditjen P2PL, 2011).
Berbagai kasus pencemaran lingkungan dan memburuknya kesehatan
masyarakat yang banyak terjadi dewasa ini diakibatkan oleh limbah cair dari
berbagai kegiatan industri, rumah sakit, pasar, restoran hingga rumah tangga. Hal
ini disebabkan karena penanganan dan pengolahan limbah tersebut belum
mendapatkan perhatian yang serius. Sebenarnya, keberadaan limbah cair dapat
memberikan nilai negatif bagi suatu kegiatan industri. Namun, penanganan dan
pengolahannya membutuhkan biaya yang cukup tinggi sehingga kurang
mendapatkan perhatian dari kalangan pelaku industri, terutama kalangan industri
kecil dan menengah (Ricky, 2005).
Masalah air limbah di indonesia baik domestik ataupun industri sampai saat
ini masih menjadi masalah. Di dalam proses pengolahan limbah khususnya yang
mengandung polutan senyawa organik, teknologi yang dibutuhklan sebagian besar
menggunkan aktifitas mikroorganisme untuk menguraikan senyawa polutannya.
Proses pengolahan air limbah dengan katifitas mikroorganisme biasa disebut
dengan proses Biologis. Proses pengolahan air limbah secara biologis dilakukan
pada kondisi aerobik, anaerobik dan kombinasi. Proses aerobik biasanya
digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beban BOD yang tidak terlalu
besar, sedangkan proses anaerobik digunkana untuk pengolahan air limbah
dengan beban BOD yang sangat tinggi. Proses biologis dengan biakan tersuspensi
adalah sistem pengolahan dengan menggunakan aktifitas mikroorganisme untuk
menguraikan senyawa polutan yang ada dalam air dan mikroorganime yang
digunakan dibiakkan secara tersuspesi di dalam suatu reaktor. Beberapa contoh
proses pengolahan dengan sistem ini antara lain : proses lumpur aktif
standar/konvesional (standard activated sludge), step aeration, contact
stabilization, extended aeration, oxidation ditch (kolam oksidasi sistem parit) dan
lainya (Said, 2013).
Sistem oxidation ditch (oksidasi parit) terdiri dari bak aerasi berupa parit atau
saluran yang berbentuk oval yang dilengkapi dengan satu atau lebih rotor rotasi
untuk aerasi limbah. Saluran atau parit tersebut menerima limbah yang telah
disaring dan mempunyai waktu tinggal hidraulik (hiraulic retention time)
mendekati 24 jam (Sholichin, 2012). Oleh karena itu, dibuatlah makalah ini untuk
mengetahui cara penggolahan dari air limbah yang banyak dihasilkan dengan
metode oxidation ditch.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu untuk mengetahui cara menggolah air
limbah buangan dari produksi.
BAB 2. ISI
2.1 Deskripsi Aerated Lagoon
Lagoon merupakan kolam dari tanah yang luas, dangkal atau tidak terlalu
dalam dimana air limbah dimasukkan ke dalam kolam dalam watu yang cukup
lama agar terjadi pemurnian secara biologis alami sesuai dengan derajad
pengolahan yang ditentuntukan. Pada lagoon suplai oksigen dilakukan secara
alami. Aerated Lagoon merupakan prasarana pengolahan air limbah secara secara
aerobik yang menggunakan peralatan aerator mekanik berupa surface aerator yang
digunakan untuk membantu mekanisme suplai oksigen terlarut dalam air (Menteri
Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat, 2017). Aerated lagoon diklasifikasikan
menjadi 2 macam, yaitu secara aerob dan fakultatif lagoon.
Menurut Setiadi dan Dewi (2003), pengolahan limbah secara Aerated
lagoon atau kolam ekualisasi memeiliki keuntungan dan kerugian tersendiri.
Keuntungan Kerugian
Dapat menghilangkan senyawa terlarut Terjadi emisi volatil
Menggunakan proses penghancuran Membutuhkan lahan yang luas untuk
membangun kolamnya
Memiliki tingkat pemeliharaan yang Mudah terganggu oleh shock loading
rendah dan senyawa toksik
Relatif aman Mudah terpengaruh perubahan iklim
Biaya investasi rendah Tidak ada pengendalian operasi.
Biaya energi rendah
Mudah dioperasikan
Tidak sering menghasilkan lumpur

2.2 Konsep/ Teori


Pada umumnya sistem biologi yang terjadi pada lagoon dapat
dideskripsikan bahwa kondisi aerobik terdapat pada bagian atas lagoon. Oksigen
yang terlarut didapatkan pada proses foto sintesis dari alga serta segaian
didapatkan dari difusi oksigen dari udara atau atmosfer. Pada laguna aerobik,
oksigen terlarut dan padatan tersuspensi teraduk dengan baik, dari
mikroorganisme yang bekerjapun termasuk mikroorganisme aerobik. Kebutuhan
energi untuk laguna aerobik berkisar antara 14 -20 hp/sejuta gallon. Laguna
aerobik mendegradrasi organik terlarut tetapi menambah konsentrasi
biomassa/mikroorganisme. Waktu tinggal hidraulik dalam laguna aerobik sekitar
1 - 3 hari. Laguna fakultatif mengurangi BOD yang tcrsisa dan sebagian besar dari
padatan tersuspensi dengan waktu tinggal sekitar 3-6 hari. Bila padatan
tcrsuspensi dari aliran keluar harus lebih kecil dari 50 mg/L, maka diperlukan
sebuah laguna pengendapan.

2.3 Peralatan Aerated Lagoon


Pengolahan limbah cari secara aerobik lagoon memerlukan tempat yangg
luas, pemgaduk, dan alat aerator. Pengolahan limbah cair secara fakultatif lagoon
memerlukan tempat untuk menampung limbah cari yaitu bak pengendapan awal,
bak aerai I, bak aerasi II, dan bak sedimentasi. Alat-alat yang digunakan yaitu
jaringan pipa sekunder, pipa sekunder, bak pengendapan, bak aerasi I, mesin
aerator, bak aerasi II, pompa centrifugal self priming dan pontoon, pipa fleksibel.

2.4 Metode atau Mekanisme Kerja Aerated lagoon


Pengolahan limbah secara Aerated lagoon diklasifikasikan menjadi 2
macam, yaitu secara aerob dan fakultatif lagoon.
2.4.1 Laguna Aerobik
Pengolahan limbah cair secara laguna aerobik kebutuhan energi untuk
laguna aerobik berkisar antara 14 – 20 hp/sejuta gallon. Pada proses ini oksigen
terlarut dan padatan tersuspensi teraduk dengan baik, dan mikroorganisme yang
bekerja pun termasuk mikroorganisme aerobik (Gunawan, 2006). Adapun
konfigurasi dari laguna aerobik dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Konfigurasi laguna aerobik (Puspita, et al., 2005)


Pengolahan limbah cair secara aerated lagoon menggunakan alat yang
dinamakan aerator yang sangat cocok digunakan untuk mengolah air limbah
dengan volume yang besar. Aerator ini berfungsi untuk memberikan putaran pada
bak penampungan atau kolam yang telah berisi limbah. Adanya aerasi ini
mengakibatkan banyaknya jumlah oksigen yang tersedia sehingga mikroba-
mikroba pengurai tumbuh.
Pengolahan limbah cair secara aerated lagoon akan menghasilkan produk
akhir yang berupa cairan yang telah bebas dari polutan atau senyawa organik.
Jadi, setelah dilakukan aerasi selama kurang lebih 3 hari, selanjutnya dilakukan
pendiaman utuk mengendapkan sisa-sisa lumpur yang terikut setelah proses
anaerob dan fakultatif lagoon. Lumpur yang mengendap tersebut nantinya akan
dialirkan ke pembuangan melalui selang yang telah terpasang pada bak
penampungan limbah atau dapat juga dilakukan dengan cara pengaliran limbah
cair yang telah terbebas dari polutan ke lingkunga, sehingga lumpur yang terendap
di lagoon nantinya diambil agar tidak terjadi pendangkalan kolam.
Salah satu faktor yang mempengaruhi dalam proses pengolahan limbah
cair seacara aerated lagoon adalah iklim yang tidak menentu. Pegolahan limbah
cair ini dilakukan di tempat terbuka. Namun perubahan iklim ini tidak
memberikan dampak yang begitu besar pada pengolahan limbah cair secara
aerated logon. Hal ini dikarenakan terdapat aerator yang bertugas untuk
memberikan putaran pada bak penampungan yang berisi limbah secara terus
menerus yang akan membuat mikroba yang digunakan pada proses pengolahan ini
dapat tercukupi asupan oksigennya.
2.4.2 Aerated facultative logoon
Pada pengolahan limbah cair laguna fakultatif ( facultative lagoons )
hanya bagian permukaan saja yang diaduk, dan sebagian dari padatan akan
mengendap di dasar kolam. Kebutuhan energi untuk laguna fakultatif relatif lebih
rendah dibanding dengan laguna aerobik yaitu antara 4 – 10 hp/satu juta gallon
(Gunawan, 2006). Adapaun konfigurasi dari laguna fakultatif dapat dilihat pada
gambar 2.
Gambar 2. Laguna fakultatif (Puspita, et al., 2005)
Pengolahan limbah cair pada suatu pabrik dapat dilakukan dengan cara
aerated facultative logoon. Pada cara ini memerlukan beberapa tahapan yaitu
pengendapan awal, aerasi fakultatif I, aerasi fakultatif II, dan pengendapan
(sedimentasi) (Lestari, 2011).
Pengendapan awal dilakukan menggunakan jaringan pipa sekunder sistem
sambungan rumah yang berfungsi untuk menahan kotoran atau sampah dari
sambungan pipa sekunder. Apabila air limbah tidak diharapkan melewati bak ini,
maka gate valve (katub) dioperasikan dalam keadaan terbuka sehingga air akan
mengalir langsung menuju bak aerasi I (aerated facultative logoon I), tetapi
apabila air limbah dialirkan melewati bak, maka gate valve (katub) dioperasikan
keadaan tertutup (Lestari, 2011).
Air limbah yang dialirkan menuju ruang pengendapan, maka pasir yang
terbawa akan mengendap. Sedangkan sampah terapung dapat ditahan oleh
penyekat yang kemudian diambil secara manual setiap satu minggu sekali
kemudian dibuang ke tempat sampah. Air limbah yang melewati penyekat menuju
pipa outlet masuk ke bak aerasi, hasil endapan dari bak ini dikuras setiap 3 bulan
sekali karena dalam jangka waktu 3 bulan endapan lumpur sudah banyak, dengan
volume lumpur lebih kurang 1 m³. Jika pengurasan lumpur tidak dilakukan maka
air yang masuk ke dalam bak aerasi I akan mengakibatkan proses perkembangan
mikroorganisme.Lumpur yang mengendap pada bak pengendap awal dikuras dan
lumpurnya ditampung di bak pengering lumpur (driying bed) (Lestari, 2011).
Pengolahan air limbah dengan cara aerated facultative logoon, pada lagun
aerasi yang di dalamnya terdapat mesin aerator yang berfungsi sebagai proses
penambahan udara atau oksigen secara mekanis untuk menambahkan kandungan
oksigen terlarut dalam air limbah tersebut. Air limbah yang masuk pada aerasi
dibiarkan selama 1 sampai dengan 2 minggu agar mikroorganisme dapat
berkembang biak. Untuk mempercepat berkembangnya mikroorganisme, biasanya
pada permukaan perlu dilakukan seeding dengan cara menahan lumpur aktif dari
septictank ke dalam bak aerasi. Pada proses ini oksigen dipompakan ke dalam
ruang aerasi agar terjadi oksidasi terus menerus serta dekomposisi aerobik bahan-
bahan padat air limbah (Lestari, 2011).
Bak aerasi I dapat dilengkapi dengan 3 unit aerator yang mempunyai
kemampuan 2,2 kg/jam per unitnya dan 1kg/jam akan menghasilkan oksigen
1,345 kg/jam. Bila pemberian oksigen berkurang akan ditandai dengan timbulnya
bau dimana akan terjadi proses anaerobik yang dibutuhkan dan ada pembentukan
seperi lumut pada permukaan air (Lestari, 2011).
Pada bak aerasi II, terjadi pemompaan oksigen ke dalam ruang aerasi agar
terjadi oksidasi terus menerus serta dekomposisi aerobik bahan-bahan padat air
limbah tersebut. Mesin aerator yang dihidupkan untuk menambah oksigen dengan
kebutuhan penambahan sebanyak 26 kg oksigen per jam. Pada proses ini, terjadi
pengendapan lumpur didasar bak sehingga perlu adanya pengurasan secara
periodik. Pengurasan lumpur menggunakan pompa centrifugal self priming dan
pontoon, serta pipa fleksibel untuk menghisap atau menekan lumpur yang ada.
Pompa lumpur tersebut berkapasitas 8 lt/dt. (Lestari, 2011).
Pada proses pengendapan, memerlukan bak penampung akhir dimana
dilakukan pengendapan akhir untuk lumpur yang masih terbawa sebelumnya
akhirnya dibuang ke lingkungan sekitar, sehingga dapat mengurangi lumpur
sedimen yang akan dikeluarkan bersama-sama dengan air hasil akhir olahan yang
layak sesuai dengan baku mutu kualitas air limbah domestik. Air limbah dari
aerated facultative logoon mengalir secara gravitasi ke bak sedimentasi. Air yang
telah di aerasi, sebagian besar partikel - partikelnya akan mengendap di dalam bak
ini. Dari bak ini air limbah dapat air limbah dapat dibuang ke lingkungan, seperti
sungai (Lestari, 2011).

2.5 Perhitungan Aerated Lagoon


Rasio penghilangan / eliminasi BOD berbeda-beda tergantung pada waktu
tinggal, namun bila dikontrol dengan benar bisa mencapai 80 - 90%. Rasio
eliminasi (E) dapat dihitung menggunakan rumus berikut ini.
E = 100 x (1-1/(1+kt))
E= 100 x kt/(1+kt)
Keterangan:
E : rasio eliminasi BOD (%)
K : Tetapan laju eliminasi BOD (d-1)
T : waktu tinggal (d)

Nilai k hasil pengukuran aktual


Level bawah air : Rata-rata 0,68 (0,39 ̴ 1,04)
Craft valve : Rata-rata 0,81 (0,46 ̴ 1,08)
Air limbah pengalengan : Rata-rata 1,74 (0,2 ̴ 3,6)
Air limbah plat & kertas : Rata-rata 1,42 (1 ̴ 2)
Perhitungan nilai penghilangan BOD dengan sistem aerated lagoon juga
dapat dilakukan dengan formula sebagai berikut.

Keterangan :
t = waktu penghilangan (hari)
K1 = Koefisien reaksi (/hari)
Untuk melengkapi pengolahan limbah domestik secara normal, nilai K1
dapat diasumsikan menjadi :
K1 = 1,087 @20oC untuk pencampuran secara lengkap
K1 = 0,12 @20oC untuk setengah bagian yang dicampur
Se = effluent BOD5, mg/l
So = influent BOD5, mg/l
Jika suhu yang digunakan lebih dari 20oC, maka konversi koefisien laju
reaksi dihitunh dengan menggunakan rumus:
K1 = K20 1.036(T-20) (T = suhu dalam oC)

Contoh perhitungan
Rancanglah sebuah kolam fakultatif dengan menggunakan sitem Wehner –
Wilhelm dan Thirumurthi dengan memanfaatkan data berikut ini.
Debit perancangan Q = 1100 m3/d (0,29 Mgal/d)
TSS Influen = 220 mg/L
BOD5 influen = 210 mg/L
BOD5 efluen = 30 mg/L
Orde I k pada suhu 20o C = 0,22 per hari
Faktor dispersi kolam D = 0,5
Suhu air pada periode kritis = 1o C
Kedalaman kolam = 2 m (6,6 ft)
Kedalaman efektif = 1,5 m (5 ft)
Solusi :
Langkah 1. Hitung persen BOD sisa pada efluen

Langkah 2. Hitung nilai Kt


Gambar 3. Grafik hubungan kt dan persen BOD remaining berbagai faktor dispersi dari
persamaan Wehner - Wilhelm

Langkah 3. Tentukan nilai dari Gambar 3


Pada C/Co = 14,3 %
D = 0,5
Kt . t = 3,1
Langkah 4. Hitung waktu detensi pada perioda tahun kritis
t = 3,1 / (0,043 d-1)
= 72 hari
Langkah 5. Hitung volume kolam dan luas permukaan yang dibutuhkan
Volume = Qt = 1100 m3/d x 72 days
= 79.200 m3
Area = Volume/efective depth = 79.200 m3 / 1,5 m
= 52.800 m3
= 52.8 ha
= 13,0 acres
Langkah 6. Cek nilai loading rate BOD5

Langkah 7. Tentukan daya yang dibutuhkan untuk surface aerator


Asumsikan jika kapasitas aerator dalam transfer oksigen 2 kali nilai BOD
per hari dan nilai kapasitas transfer aerator adalah 22 kg O2 /(hp . d)
Kebutuhan O2 = 2 x 1100 m3/d x 210 g/m3 / 1000 g/kg
= 462 kg/d
Daya = 462 kg/d / 22 kg/hp . d
= 21,0 hp
= 15,7 kW
Gunakan 7 unit yang berkapasitas 3 hp
Langkah 8. Cek nilai input daya untuk menghitung tingkat pengadukan
Power input = 15,7 kW/79,2 x 1000 m3
= 0,20 kW/1000 m3
= 0,0076 hp/1000 ft3
Catatan : pada pelaksanaannya, daya minimum untuk pengadukan
berkisar antara 28 – 54 kW/1000m3 (1,06 – 2,05 hp/1000 ft3) (Metcalf dan Eddy,
1991).
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini yaitu air limbah diskrin dulu dengan
coarse screen dan dikominusi dengan comminutor agar ranting dan sampah
menjadi berukuran kecil dan dapat disisihkan. Setelah itu air limbah dialirkan ke
dalam grit chamber untuk menyisihkan pasirnya. Tahap selanjutnya adalah
primary settling tank yang berfungsi mengendapkan partikel yang lolos dari grit
chamber. Efluen settling tank ini selanjutnya masuk ke parit oksidasi. Pada setiap
unitnya, air limbah selalu mengalami pengenceran (dilusi) otomatis ketika
kembali mengalir melewati bagian inlet. Faktor dilusi ini bisa mencapai nilai 20
s.d 30 sehingga nyaris teraduk sempurna meskipun bentuk baknya mendukung
aliran plug flow, yakni hanya teraduk pada arah radial saja dengan aliran yang
searah (unidirectional). Influennya serta merta bercampur dengan air limbah yang
sudah dioksigenasi dan mengalami fase kekurangan oksigen. Pengulangan ini
berlangsung terus-menerus selama pengoperasian parit oksidasi. Kelebihannya
biaya rendah dan kekurangannya membutuhkan lahan yang luas.

3.2 Saran
Adapun saran untuk pengolahan limbahnya yaitu banyak metode yang
dapat digunakan untuk mengolah limnbah namun untuk menentukan metode yang
akan digunakan dapat disesuaikan dengan karakteristik dari limbah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Ditjen P2PL. 2011. Seri Pedoman Teknis Instalasi Pengolahan Air Limbah
Kementerian Kesehatan. Jakarta: Depkes.
Gunawan, Y. 2006. Peluang Penerapan Produksi Bersih Pada Sistem Pengolahan
Air Limbah Domestik Waste Water Treatment Plant #48, Studi Kasus Di
Pt Badak Ngl Bontang. Tesis. Semarang: Program Magister Ilmu
Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang.
Lestari, R. P. 2011. Pengujian Kualitas Air Di Instalasi Pengolahan Air Limbah
(Ipal) Mojosongo Kota Surakarta. Tugas Akhir. Surakarta: Program D-Iii
Teknik Sipil Infrastruktur Perkotaan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Metcalf and Eddy. 1991. Wastewater Engineering. Mc Graw Hill: New York
Ricky, M. 2005. Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Esa Unggul.
Said, N. 2013. Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Biologis.
Jakarta: Direktorat Teknologi Lingkungan, BPPT.
Setiadi, T dan Dewi, R. G. 2003. TK-366 Pengelolaan Limbah Industri. Diktat
Kuliah. Bandung: Departemen Teknik Kimia, Institut Teknologi Bandung.
Sholichin, M. 2012. Pengelolaan Air Limbah : Proses Pengolahan Air Limbah
Dengan Biakan Tersuspensi. Modul. Malang: Universitas Brawijaya).

Anda mungkin juga menyukai