Anda di halaman 1dari 6

Stanley S.

Atmadja, Pentingnya Membangun Kekuatan SDM dan Kultur Perusahaan


Lebih dari 35 tahun menjalankan praktik kepemimpinan di sejumlah perusahaan besar papan atas
menorehkan pengalaman dan pembelajaran berharga bagi Stanley Setia Atmadja (65 tahun).
Pernah menjadi eksekutif di Citibank NA (1984-1990), lalu founder sekaligus CEO Adira
Finance (1991 sampai Mei 2012) dan Direktur Utama Mandiri Utama Finance (2015–sekarang),
meyakinkannya bahwa kekuatan sumber daya manusia (SDM) dan kultur perusahaan merupakan
fondasi utama pengelolaan organisasi demi keberlangsungan perusahaan.
Stanley meyakini, untuk meraih lompatan kinerja yang konsisten dan sustainable, selain
dibutuhkan strategi yang mumpuni, kepemimpinan yang tangguh, serta sistem dan organisasi
yang rapi, juga diperlukan kekuatan SDM dan nilai-nilai budaya perusahaan yang merekatkan
semua elemen dalam bingkai yang sama. “Itulah yang menjadikannya values  yang kuat yang
menjadi fondasi kokoh bagi keberlangsungan perusahaan,” demikian kesimpulannya.
Kesimpulan itu diperoleh dari pengalaman menghadapi momen-momen penting dalam
kepemimpinannya. Menurut eksekutif senior yang menyelesaikan studi S2-nya di University of
La Verne, AS, ini, peran yang selalu menjadi prioritasnya adalah menyelaraskan para top
team agar menjadi sebuah tim kerja yang solid (teamwork) sehingga terbangun bonding yang
bagus. Mengapa jadi prioritas?
“Pada umumnya, bonding antar-top team akan berhasil jika kultur yang berkembang juga
bagus,” kata Stanley. “Dan untuk membangun kultur itu, harus diawali dari level top
management,” lanjutnya. Dengan demikian, ia selalu berusaha turun langsung bersama
tim Human Resources membangun kultur perusahaan dan membantu menyosialisasikannya
sebagai program utama.
Bagi Stanley, menanamkan nilai-nilai yang membentuk budaya perusahaan itu penting sekali.
Misalnya, nilai tentang everyone is important. Semua orang itu penting. “SDM harus memiliki
rasa bangga, turut andil dalam membangun perusahaan,” ujarnya.
Untuk meningkatkan kebanggaan karyawan, ia sengaja melakukan Genba, bertemu dengan
seluruh jajaran di mana pun, dengan tujuan menyosialisasi kultur dan mengirim pesan untuk
menyamakan mindset. “Dulu orang mengenal ini sebagai managing people, tapi menurut saya
lebih tepat disebut managing mindset,” katanya. Ketika mindset semua orang dalam perusahaan
sama, itu akan menjadi kekuatan besar untuk menggerakkan perusahaan.
Pengalaman di Citibank mengajarkan bagaimana menjadi anak buah yang baik, menjadi anak
buah berprestasi, bahkan menjadi supervisor yang mumpuni. “Saya banyak belajar di sana,” ujar
Stanley yang menganggap hal itu sebagai pengalaman berharga. Sehingga, ketika membangun
perusahaan seperti Adira dan MUF dari nol, ia paham bagaimana menempatkan diri dan
membangun kultur perusahaan serta memanfaatkan potensi anak buah sehingga menjadi
kekuatan yang besar.
Di tangan Stanley, masalah SDM dan kultur perusahaan selalu menjadi prioritas perhatiannya.
Terkait SDM, yang pertama dilakukan adalah membangun kepercayaan, baik secara pribadi
maupun pekerjaan. Berikutnya, memberikan respek. Lalu, memberdayakan. “Tiga langkah
penting menghadapi anak buah, agar menjadi kekuatan yang luar biasa. Powerful,” katanya. Ia
yakin, siapa pun pemimpinnya, jika mau menerapkan cara yang sama, hasilnya tidak jauh
berbeda.
Hal itu ia tunjukkan saat memimpin Adira Finance. Pernah ketika melihat kinerja perusahaan
yang menurun, ia langsung memastikan keberadaan karyawan, apakah bekerja sesuai dengan
standar yang benar atau tidak. Ketika ditemukan ada kekeliruan dalam seleksi pembeli, ia
bergerak membenahi.
“Ya, memang seolah-olah saya sebagai pemimpin one man show, tapi apa boleh buat? Terbukti
setelah semua hal yang krusial dibenahi, termasuk seleksi orang sampai di L3 hingga L4,
ternyata persoalan dapat diatasi,” kata Stanley. Ia menunjukkan bahwa pembenahan SDM selalu
menjadi jawaban atas setiap persoalan.
Menurutnya, yang penting, seorang pemimpin harus bisa melihat persoalan di lapangan dan
mengukur kemampuan span of control. “Ketika semakin banyak karyawan dan besar, toh saya
tidak mungkin one man show lagi,” ujarnya. Intinya, kalau sudah ada orang-orang yang dianggap
andal dan bisa dipercaya untuk menerima sebuah tanggung jawab, delegasikanlah tanggung
jawab itu. “Seorang pemimpin tidak bisa one man show,” ia menegaskan.
Ketika membangun perusahaan, sejak awal Stanley sudah mendesain seakan-akan perusahaan itu
akan menjadi perusahaan besar. Walaupun saat itu baru bisa membangun bagian kecilnya, tapi
desain besarnya sudah tergambarkan.
“Jadi, seperti rumah, saya sudah membayangkan ini akan menjadi rumah mewah, tapi saat ini
baru dibangun kecil dulu,” Stanley menggambarkan. Menurutnya, organisasi itu
harus agile, menjadi besar atau kecil tergantung pada kebutuhan. Kepemimpinan juga demikian.
Tentu saja, situasi yang berbeda membutuhkan solusi yang tidak sama. Meskipun sama-sama
berangkat dari nol, penanganan dan momen penting di MUF berbeda dengan di Adira Finance.
“Kalau di Adira, naik sepeda dikayuh sendiri di awal-awal, sedangkan di MUF, saya ada Mandiri
di belakangnya,” Stanley mengibaratkan.
“Saya mengeset di MUF seperti perusahaan baru yang akan menjadi besar, bukan perusahaan
kecil yang menjadi besar. Saya meng-hire the best top team. Maka, seluruh fungsi untuk bisa
mendukung perusahaan menjadi besar itu harus sudah ada,” katanya. Berbeda dengan ketika di
Adira Finance, ia terpaksa harus rangkap jabatan karena keterbatasan.
Stanley menandaskan, “Kepemimpinan itu harus dikondisikan sesuai dengan keadaan saat itu
dan jangan glorifikasi masa lalu,” kata Stanley. Di MUF, ia banyak melakukan terobosan,
terutama menghadapi situasi pandemi. Antara lain, mengadakan MUF Online Motor Show untuk
yang pertama kali, lalu MUF Online Assistant, mendigitalisasi bisnis, membuat terobosan
bagaimana menangani pembiayaan kendaraan mewah seperti motor gede atau mobil mewah,
dsb. “Dulu hal-hal semacam itu tidak mungkin kami lakukan,” ujarnya. Ia memastikan bahwa
setiap kepemimpinan tidak bisa disamaratakan.
Ketika di Adira Finance, Stanley melihat pasar secara keseluruhan. Namun, di masa MUF, ia
melihat pasar per segmen. Ada pasar premium, misalnya. Ada pula pasar MUF milenial dengan
dibangun program Jaga Nama.
Intinya, menurut pria yang beberapa kali menerima penghargaan sebagai CEO terbaik dan tokoh
keuangan ini, syarat kepemimpinan adalah harus membangun reputasi. “Jangan sampai orang
merasa malas ke kantor karena kita menyebalkan. Harus ada yang membuat orang senang ke
kantor dan melakukan tanggung jawabnya dengan baik,” katanya. Dengan demikian, harus
dibangun suasana yang baik dalam kantor yang membuat orang merasa nyaman.
Selain memiliki reputasi, pemimpin juga harus memiliki abundance mentality. Artinya,
pemimpin tidak boleh ketakutan kalau ada anak buah yang pintar. Justru sebaliknya, mereka
akan bisa banyak membantu. “Makanya, prinsip trust, respect, dan empowerment harus
dijalankan dengan baik, di mana pun kita berada,” demikian pesannya.
Ia menambahkan, “Pemimpin juga harus memiliki servant mentality. Jangan asal marah-marah.
Kalau ada masalah, gebrak-gebrak meja. Itu tidak bisa!” Justru ketika menghadapi masalah,
pemimpin harus turun tangan, ikut bergerak membantu. Tidak sekadar marah-marah atau asal
perintah.
“Sebagai pemimpin, kita harus bisa memahami tiap fungsi dengan baik. Pemimpin harus
melahirkan pemimpin baru, promotion with in harus berjalan, agar kita juga bisa mendelegasikan
kepemimpinan kita dengan baik,” kata Stanley menegaskan. (*)

Sumber:
https://swa.co.id/business-champions/leaders/stanley-s-atmadja-pentingnya-membangun-
kekuatan-sdm-dan-kultur-perusahaan

Pertanyaan:
Berdasarkan bacaan di atas, maka analisalah:
Skor
1. Berikan analisa Anda mengenai values yang menjadi fondasi bagi keberlangsungan 35
perusahaan. Kaitkan dengan teori.
2. Menurut Anda, bagaimana Stanley membangun kekuatan SDM dan kultur 30
perusahaan? Berikan analisa Anda.
3. a. Apa yang Anda ketahui mengenai karakteristik dari kepemimpinan strategis? 35
b. Berikan analisa Anda mengenai syarat kepemimpinan menurut Stanley.
1. Values yang menjadi keberlangsungan perusahaan adalah
Manajemen yang baik menentukan keberlangsungan perusahaan kedepannya.
Yang dimaksud dengan manajemen yang baik ialah tujuan dari perusahaan tersebut
tercapai dengan tercapainya tujuan akan memberi manfaat bagi lainnya, baik manfaat
untuk pihak internal maupun pihak eksternal.Untuk mencapai tercapainya sebuah tujuan
perlu diperhatikan bagaimana organisasi atau perusahaan dalam memanajemen sumber
daya manusia. Karena keberhasilan bukan semata milik top manajemen atau pemilik saja
namun keberhasilan yang menyeluruh karena setiap individu atau kelompok menjalankan
fungsinya dengan baik. Karena sejatinya Perusahaan lebih efektif dibandingkan jika kita
bekerja sendiri. Seperti yang dikemukakan oleh Mary Parker Follet, 1918 yaitu berupa
“Seni mencapai sesuatu melalui orang lain” (the art of getting things done through the
others) jadi tujuan akan lebih efektif jika dikerjakan secara bersama. Bagaimana dengan
keberlangsungan perusahaan kedepannya itu bergantung adanya hubungan yang baik
antara karyawan dan perusahaan begitu pula sebaliknya didukung juga dengan budaya
perusahaan yang baik dengan adanya program yang menunjang keterampilan atau
kompetensi setiap karyawan ditengah perkembangan yang sangat dinamis. Akio Morita
pendiri perusahaan Sony, perusahaan elektronik Jepang yang sangat sukses, berpendapat
bahwa perlakuan perusahaan Jepang terhadap karyawannya merupakan kunci sukses
perusahaan jepang. Karyawan diperlakukan sebagai kolega, bukan sebagai alat untuk
mencapai keuntungan yang akan diberikan ke investor. Dalam pandangan dia, hubungan
dengan karyawan lebih permanen dibandingkan hubungan dengan investor. Untuk itu
keberlangsungan perusahaan ke arah yang lebih baik atau buruk tergantung dari
bagaimana perusahaan memperhatikan setiap segala sesuatunya dengan manajemen yang
baik, terukur dan tepat sasaran.

2. Bagaimana Stanley membangun kekuatan SDM dan Kultur Perusahaan?


Bapak Stanley merupakan orang yang sudah cukup berumur, beliau sudah memiliki jam
terbang yang bisa dikatakan mumpuni. Mulai dari Citibank, lalu menjadi founder dan
CEO di Adira Finance hingga akhirnya menjadi Direktur Utama Mandiri Utama Finance.
Menurut saya dalam 2 perusahaan sebelumnya pasti memiliki kultur perusahaan yang
berbeda, menariknya dalam perusahaan yang dipimpin, beliau menitik beratkan masalah
SDM dan Kultur Perusahaan selalu menjadi prioritas perhatiaannya.
Jika kita lihat Citibank dan Adira Finance merupakan perusahaan yang selalu berkaitan
dengan masyarakat atau konsumen. Fokus perhatian yang dilakukan oleh beliau disadari
dengan cermat sehingga perusahaan dapat berjalan dengan baik.

Pendapat saya ini didukung oleh penjelasan beliau

” Pengalaman di Citibank mengajarkan bagaimana menjadi anak buah yang baik, menjadi
anak buah berprestasi, bahkan menjadi supervisor yang mumpuni. “Saya banyak belajar
di sana,” ujar Stanley yang menganggap hal itu sebagai pengalaman berharga. Sehingga,
ketika membangun perusahaan seperti Adira dan MUF dari nol, ia paham bagaimana
menempatkan diri dan membangun kultur perusahaan serta memanfaatkan potensi anak
buah sehingga menjadi kekuatan yang besar..”
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang pernah merasakan jika diposisi yang sama
sehingga keberhasilan seorang pemimpin bisa terlihat dan dirasakan dari cara bagaimana
ia memimpin, mengorganisasi bahkan mengedukasi bawahannya. Dan pemimpin yang
bijak adalah pemimpin yang belajar dari pengalaman terdahulunya sehingga pemimpin
yang bijak dapat meneruskan atau bahkan menyempurnakannya demi kemajuan atau
tercapainya tujuan perusahaan tersebut.

Kekuatan SDM dapat tercapai dengan menyelaraskan para top team menjadi tim kerja
yang solid (teamwork) sehingga terbangun bonding yang bagus. Menurut beliau bonding
antar top team akan berhasil jika kultur yang berkembang juga bagus, harus diawali dari
level top management. Beliau selalu berusaha turun langsung bersama tim Human
Resources membangun kultur perusahaan dan membantu menyosialisasikannya sebagai
program utama.

Statement yang disampaikan beliau sangat saya sukai yaitu, everyone is important, semua
orang itu penting. SDM harus memiliki rasa bangga, turut andil dalam membangun
perusahaan. Seperti Teori Motivasi Maslow (1943,1954)

Dan yang terpenting menurut saya yang dilakukan beliau untuk membangun kultur
perusahaan dilakukan dengan cara yang unik, yaitu dengan turun langsung ke lapangan
bertemu seluruh jajaran di mana pun, dengan tujuan menyosialisasi kultur dan mengirimi
pesan untuk menyamakan mindset (managing mindset) sesuai yang disampaikan beliau
Ketika mindset semua orang dalam perusahaan sama, itu akan menjadi kekuatan besar
untuk menggerakan perusahaan.

3. A. Kepemimpinan Strategis yang saya ketahui adalah kemampuan seseorang yang identik
dengan pengambilan keputusan yang berdampak jangka panjang, visioner, selalu
melakukan untuk menciptakan inovasi yang tentunya terukur dan tepat sasaran.
Berdasarkan BMP Manajemen, oleh Mamduh M. Hanafi dalam modul 08 Kemampuan
Strategik menggabungkan dua hal, yaitu kemampuan memimpin dengan kemampuan
manajerial. Untuk itu diperlukan cakupan yang luas, dampak yang lebih lama dan
seringkali melibatkan perubahan organisasional yang signifikan.

B. Menurut beliau syarat kepemimpinan adalah harus membangun reputasi. Saya setuju
dengan yang disampaikan oleh beliau, reputasi penting untuk perusahaan besar karena
dengan reputasi yang baik dapat menumbuhkan kepercayaan antara perusahaan dengan
pihak lainnya termasuk masyarakat dalam jangka panjang.

Syarat kepemimpinan yang kedua yaitu abudance mentality, artinya pemimpin tidak
boleh ketakutan kalau ada anak buah yang pintar. Justru sebaliknya mereka akan bisa
banyaj membantu. Makanya prinsip trust, respect dan empowerment harus dijalankan
dengan baik di manapun kita berada. Menurut saya yang disampaikan beliau benar
adanya perlunya kedewasaan dalam bersikap yang dimiliki oleh setiap pemimpin yang
dimana menyadari seiring berjalannya waktu umur akan terus bertambah dan kemampuan
tiap individu mungkin seiring berjalannya waktu tidak seoptimal sebelumnya namun
kematangan dalam pengambilan keputusan dan kematangan berpikiri mungkin jadi
senjata utamanya. Perlunya empowerment yang dilakukan oleh tiap pemimpin untuk
saling bekerja sama jika ada anak buah yang pintar, dengan harapan pemimpin
mengharapkan anak buah yang pintar disertai dengan attitude atau standar perilaku yang
bisa menyesuaikan agar terciptanya situasi yang kondusif dimulai dengan cara sederhana
yaitu adanya komunikasi yang baik verbal maupun non-verbal.

Syarat kepemimpinan selanjutnya yaitu servant mentality, pemimpin yang tidak asal
marah-marah kalau ada masalah, gebrak-gebrak meja. Itu tidak bisa, ada baiknya
pemimpin harus turun tangan mengetahui duduk permasalahan yang ada dan
dilakukannya pertimbangan dan pengambilan keputusan solusi yang bisa diambil dengan
mempertimbangkan masukan dari yang bersangkutan.

Dan yang terakhir sebagai pemimpin, promotion with in juga harus berjalan. Pemimpin
harus melahirkan pemimpin baru. Regenerasi harus dipikirkan untuk mendelegasikan
kepemimpinan kita dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai