Anda di halaman 1dari 2

Definisi Nikah

Adapun secara istilah, definisi nikah berbeda-beda menurut ulama fikih dari empat mazhab. Dalam buku Ensiklopedia
Fikih Indonesia karya Ahmad Sarwat, terdapat penjelasan soal definisi nikah menurut empat mazhab fikih. Keempat
definisi itu ialah:

Mazhab Hanafi

Nikah adalah akad yang berarti mendapatkan hak milik untuk melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang
tidak ada halangan untuk dinikahi secara syari.

Mazhab Maliki

Nikah adalah sebuah akad yang menghalalkan hubungan seksual dengan perempuan yang bukan mahram, bukan majusi,
bukan budak, dan ahli kitab, dengan sighah.

Mazhab Syafii

Nikah adalah akad yang mencakup pembolehan melakukan hubungan seksual dengan lafaz nikah, tazwij atau lafaz yang
maknanya sepadan.

Mazhab Hambali

Nikah adalah akad perkawinan atau akad yang diakui di dalamnya lafaz nikah, tazwij dan lafaz yang punya makna
sepadan.

Karena mayoritas umat Islam di Indonesia mengikuti Mazhab Syafii, maka pernikahan akan merujuk pada pendapat
ulama fikif dari mazhab ini. Sebagaimana dilansir laman NUOnline, Sa‘id Mushtafa Al-Khin dan Musthafa al-Bugha, dalam
kitab Al-Fiqhul Manhaji ‘ala Madzhabil Imamis Syâfi’i (Juz IV, hlm. 17) menjelaskan: “Nikah memiliki hukum yang
berbeda-beda, tidak hanya satu. Hal ini mengikuti kondisi seseorang [secara kasuistik].

Hukum Nikah

Keterangan tersebut menunjukkan bahwa, secara syariat, hukum nikah bisa berbeda-beda sesuai dengan kondisi
masing-masing orang. Berdasar penjelasan Sa‘id Musthafa Al-Khin dan Musthafa Al-Bugha dalam kitab Al-Fiqhul Manhaji
‘ala Madzhabil Imamis Syâfi’I yaitu hukum nikah adalah sebagai berikut:

 Sunah
Nikah sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Oleh karena itu, hukum asal nikah adalah sunah bagi seseorang
yang memang sudah mampu untuk melaksanakannya. Hal ini sebagaimana hadis Nabi Muhammad SAW yang
diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, yang artinya : “Wahai para pemuda, jika kalian telah mampu, maka
menikahlah. Sungguh menikah itu lebih menenteramkan mata dan kelamin. Bagi yang belum mampu, maka
berpuasalah karena puasa bisa menjadi tameng baginya.”
 Sunah Ditinggalkan
Nikah juga bisa dianjurkan atau disunahkan untuk tidak dilakukan. Hukum tersebut berlaku bagi orang yang ingin
menikah, namun tidak memiliki kelebihan harta untuk biaya menikah sekaligus menafkahi istri. Dalam kondisi
seperti ini, orang tersebut sebaiknya mencari nafkah, beribadah dan berpuasa sambil berdoa Allah SWT segera
mencukupi kemampuannya untuk menikah. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surat An-Nur ayat 33,
yang artinya: “Dan orang-orang yang tidak mampu menikah, hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sampai Allah
memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya.”
 Makruh
Nikah pun bisa dihukumi makruh. Hukum ini berlaku bagi orang yang memang tidak menginginkan untuk
menikah, karena faktor perwatakannya ataupun penyakit. Seseorang itu juga tidak memiliki kemampuan untuk
menafkahi istri dan keluarganya. Jadi, apabila dipaksakan menikah, orang itu dikhawatirkan tidak bisa memenuhi
hak dan kewajibannya dalam pernikahan.

Allah berfirman:

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba
sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan
mereka dengan karunia-nya. Dan allah maha luas lagi maha mengetahui (QS. An-Nur ayat 32).

Rasulullah juga bersabda: “Wahai kawula muda, barang siapa di antara kalian telah sanggup menikah, hendaknya ia
menikah. Dan barang siapa belum sanggup, sebaiknya ia berpuasa, sebab puasa dapat menjadi benteng pelindung
syahwat baginya.”

Allah dan Rasulullah memerintahkan para umatnya yang telah siap dan mampu untuk menunaikan ibadah pernikahan.
Menurut Al-Hafizh Ibnu Hajar ra, seruan untuk menikah tersebut memang ditujukan untuk kawula muda yang umumnya
memiliki hasrat kuat untuk menikah.

Menikah juga termasuk sunah para nabi dan rasul. Allah berfirman, “Dan sesungguhnya kami telah mengutus beberapa
rasul sebelum kamu dan kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan.” (QS. Ar-Ra’d ayat 38).

Dari ayat tersebut, kita perlu instropeksi diri bahwa sudah selayaknya umat muslim yang masih lajang untuk segera
menikah. Hal ini sesuai dengan sunah para nabi dan rasul yang perlu kita teladani segala kebaikannya.

Oleh karena itu, saudara-saudaraku sekalian, bergegaslah kamu menikah untuk menyucikan dirimu dan menjaga saudari
muslimahmu yang suci. Dengan begitu, maka kamu akan terhindar dari fitnah yang dapat menyakitkanmu. Wallahua’lam
bissawab.

Itulah penjelasan mengenai contoh kultum singkat ramadhan tentang pernikahan. Semoga Allah memberikan
kesempatan bagi kita agar mendapatkan jodoh terbaik dan sholeh/sholehah.

Anda mungkin juga menyukai