Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH PENGELOLAAN LINGKUNGAN LAHAN BASAH

“Lahan Basah Waduk Dan Sawah”

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengelolaan Lingkungan Lahan Basah

(ABKA541)

Dosen Pengampu :

Dr. H. Sidharta Adyatma, M.Si

Muhammad Muhaimin, S.Pd., M.Sc.

Disusun Oleh :

Muhammad Rizki

1810115210009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI

JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENGETAHUAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARMASIN

2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan izin
dan kekuatan kepada penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah tentang
Pulau-pulau kecil di Indonesia.

Meskipun banyak hambatan yang penulis alami dalam proses pengerjaannya, tapi
penyusun berhasil menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Tidak lupa penulis
sampaikan terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah membantu dan membimbing
penulis dalam mengerjakan laporan ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada
teman-teman mahasiswa yang juga sudah memberi kontribusi baik langsung maupun tidak
langsung dalam pembuatan makalah ini.

Tentunya ada hal-hal yang ingin penyusun berikan kepada masyarakat dari hasil makalah
ini. Karena itu penulis berharap semoga makalah ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi
kita bersama. Penyusun menyadari bahwa dalam menyusun karya tulis ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna sempurnanya makalah ini. Penulis berharap semoga karya tulis ini bisa
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah ilmu
pengetahuan dan memberikan manfaat nyata dalam masyarakat luas.

Martapura ,11 juni 2020

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lahan sawah memiliki fungsi strategis, karena merupakan penyedia bahan pangan
utama bagi penduduk Indonesia. Data luas baku lahan sawah untuk seluruh Indonesia
menunjukan bahwa sekitar 41% terdapat di Jawa, dan sekitar 59% terdapat di luar Jawa
(BPS, 2006). Data menunjukkan bahwa dengan bertambahnya jumlah penduduk dan
meningkatnya kebutuhan akan lahan untuk berbagai sektor, konversi lahan sawah cenderung
mengalami peningkatan, di lain pihak pencetakan lahan sawah baru (ekstensifikasi)
mengalami perlambatan (Sudaryanto, 2003; Irawan, 2004; dan Agus et al., 2006). Di Jawa
akibat konversi lahan, sawah baku cenderung berangsur berkurang luasnya, sedangkan di luar
Jawa berangsur bertambah. Teknologi pertanian mengalami kemajuan yang cukup berarti,
namun penerapan teknologi di tingkat petani berjalan relatif lambat sehingga peningkatan
produktivitas, misalnya padi, rata-rata hanya di bawah 1% per tahun. Hal ini menyebabkan
kenaikan produksi beras nasional praktis mengalami stagnasi- levelling off (Adiningsih et al.,
1997). Lahan sawah yang berbahan induk volkan seperti tanah-tanah sawah di Jawa secara
alami lebih subur bila dibanding dengan tanah-tanah sawah daerah lain yang berbahan induk
bahan tersier. Adanya kesuburan tanah alami yang relatif lebih baik dan ditunjang oleh adopsi
teknologi budidaya yang lebih maju, mengakibatkan terjadinya kesenjangan produktivitas
yang tinggi antara lahan sawah di Jawa dan di luar Jawa.Namun sebagai dampak adanya
konversi lahan sawah yang terjadi secara alamiah dan sulit untuk dihindari, pengembangan
lahan sawah di luar Jawa harus lebih diintensifkan. Perlambatan ekstensifikasi ditambah
dengan desakan terhadap konversi lahan sawah untuk pembangunan sektor lain menyebabkan
luas baku lahan sawah mengalami penyusutan dari sekitar 8,3 juta ha pada tahun 1990
menjadi sekitar 7,8 juta ha pada tahun 2005 (BPS, 1990 dan 2005). Pada umumnya lahan
sawah yang mengalami konversi adalah lahan yang mempunyai produktivitas tinggi di Pulau
Jawa dan di sekitar kota-kota besar yang merupakan pusat pembangunan di luar Pulau Jawa
(Simatupang dan Rusastra, 2004; dan Agus et al.,2006). Sebaliknya lahan yang baru dibuka
mempunyai produktivitas yang rendah, karena mempunyai berbagai kendala mulai dari
kendala fisik (Dariah dan Agus, 2007), kimia (Setyorini et al., 2007) dan biologi (Saraswati et
al. 2007), serta berbagai kendala sosial, kelembagaan, infrastruktur, dan rendahnya tingkat
keuntungan. Dengan demikian, sebagian lahan sawah yang baru dibuka tidak dapat
digunakan secara optimal oleh penduduk setempat sehingga sebagian beralih fungsi untuk
penggunaan lain seperti perkebunan kelapa sawit dan karet

Untuk mempertahankan ketahanan pangan nasional, beberapa usaha yang perlu


dilaksanakan secara simultan antara lain : pengendalian konversi lahan pertanian, mencetak
lahan pertanian baru dan intensifikasi sistem pertanian dengan menerapkan teknologi yang
dapat meningkatkan produktivitas dan sekaligus mempertahankan kualitas lingkungan (Agus
dan Mulyani, 2006). Walaupun secara teoritis ketahanan pangan mengandung aspek yang
sangat luas, termasuk kemampuan mengadakan bahan pangan baik yang bersumber dari
dalam maupun dari luar negeri, namun dalam berbagai kebijakan pembangunan pertanian,
usaha pencapaian ketahanan pangan sebagian besar difokuskan pada peningkatan
kemandirian (self sufficiency) pangan terutama beras (Agus, 2007). Di antaranya adalah
Gerakan Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) yakni peningkatan produksi beras
nasional sekitar 5% per tahun pada tahun 2007-2009, merupakan salah satu bukti usaha
pemerintah dalam pembangunan pertanian Indonesia untuk peningkatan kemandirian beras.
Tulisan ini mengulas karakteristik lahan sawah di Indonesia yang mencakup sifat-sfat tanah
dan sebarannya, jenis-jenis irigasi dan potensi produksinya, serta upaya peningkatan produksi
dan usaha untuk mengurangai laju konversi lahan untuk mendukung ketahanan pangan
nasional

Air merupakan komponen utama dalam kehidupan mahluk hidup. Oleh karena itu
keberadaan air sangat vital terutama bagi kehidupan manusia.Pengelolaan air mutlak harus
dilakukan secara terpadu dan terarah, jika tidak dikelola dan dikendalikan secara tepat maka
keberadaanya akan mengganggu dan membahayakan terutama bagi manusia.Selain untuk
kehidupan manusia, air juga mempunyai peranan yang penting bagi pertumbuhan tanaman.
Tata kelola dan pengendalian air bagi tanaman juga harus dilakukan dengan baik, jika terjadi
kelebihan air pada tanaman akan terjadi pembusukan, sedangkan jika terjadi kekurangan air
tanaman akan mengalami gagal panen akibat kekeringan. Salah satu tata kelola air untuk
tanaman yang sampai sekarang masih dipakai adalah irigasi.Salah satu cara untuk
memaksimalkan hasil pertanian yaitu dengan pemenuhan kebutuhan airtanaman dengan
kegiatan irigasi yang sederhana.

Sedangkan di Indonesia, modernisasi kegiatan irigasi dimulai sejak tahun 1957 pada
saat dimulainya pembangunan Waduk Ir. H. Djuanda di Jatiluhur Purwakarta Jawa
Barat.Waduk Ir.H.Djuanda yang dikelola oleh PerumJasaTirta II merupakanwadukserbaguna,
denganfungsisebagaipenyediaan air untukmengairi areal pesawahan di Jawa Barat bagian
utara seluas 242.000 ha, pembangkittenagalistrikdengankapasitas 187,5 MW, penyediaan air
bakuuntuk air minum, air industri, penggelontorankota, pencegahanbanjir di
daerahKarawang, perikanan air tawar, pariwisata, danolah raga air.Permasalahan seringkali
muncul ketika musim kemarau tiba, karena pada musim kemarau kebutuhan akan air tetap
bahkan bisa bertambah sedangkan persediaan air menurun sehingga tata kelola dan
pengaturan distribusi air perlu diperhitungkan dengan cermat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Jj

1.3Tujuan
BAB II
TIJAUAN PUSTAKA

2.1

Anda mungkin juga menyukai