Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK


Sintesis t-butilkorida

Disusun oleh:
Nama : Isnaini Rahmadhani
NIM : 21104060042
Prodi : Pendidikan Kimia
Klp/Shift : III/B

Pernyataan Keaslian
Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan secara jujur bahwa laporan yang saya buat adalah hasil
kerja sendiri, tidak menjiplak hasil kerja orang lain dan atau tidak memanipulasi data.
Jika terbukti ada hal-hal sebagai hasil menjiplak karya orang lain dan atau memanipulasi data, maka saya
siap menerima sanksi yang semestinya.

Selesai pada tanggal: Kamis, 18 Oktober 2022 yang menyatakan,


Jam: 12.00 WIB
Isnaini Rahmadhani

Asisten Praktikum, Total Nilai:

Fuadatul Mukoningah

LABORATORIUM KIMIA
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2022
Sintesis t-butilklorida

A. Tujuan Praktikum
Untuk mempelajari pembentukan alkil halida tersier dari alkohol melalui reaksi
substitusi nukleofilik.

B. Dasar Teori
1. T-butilklorida
Tersier butil klorida (2-kloro-2 metil propanol) merupakan senyawa alkil halida
yang terdiri dari 4 atom C, 9 atom H, dan 1 atom Cl. Pembuatan t-butil klorida terjadi
melalui reaksi yang cepat dari t-butil alkohol dengan asam klorida melalui mekanisme
SN1.Adapun reaksinya sebagai berikut (Fassenden,1982) :
(CH3)3C-OH +  (CH3)3 C-O H2
(CH3)3 C + Cl  (CH3)3 C-Cl

2. Alkil halida
Alkil halida adalah senyawa organik alifatik yang diperoleh dari penggantian satu
atom H pada alkane oleh atom halogen. Rumus umum dari alkil halida adalah
CnH2n+1 x, dengan ketentuan x dibatasi pada klorin, bromin, dan iodin berturut-turut
dinamakan alkil klorida, alkil bromide, dan alkil iodida. Sedangkan fluorin tidak
dibahas dalam kelompok ini karena senyawa fluorin karbon mempunyai sifat khas
yang berbeda dengan alkil halida yang lain (Parlan dan Wahjudi, 2003).

3. Reaksi Substitusi Nukleofilik


Reaksi substitusi nukleofilik adalah reaksi penggantian suatu gugus dengan
digunkan dua tahap utamanya, yaitu tahap pertama adalah pelepasan leaving group
yang akan menjadi karbokation dan tahap kedua adalah penyerangan oleh nukleofil
terhadap karbokation tersebut. Terdapat dua macam mekanisme reaksi substitusi,
yaitu SNN dan SN2. Reaksi substitusi nukleofilik adalah reaksi antara suatu alkil
halida dan ion hidroksida. Bila alkil halida primer dipanasi dengan natrium hidroksida
dalam air, terjadi reaksi dengan mekanisme SN 2. Alkil halida sekunder dan tersier
menghasilkan produk-produk eliminasi. Reaksi SN1 adalah reaksi substitusi
nukleofilik yang hanya melibatkan satu dari dua pereaksi, yaitu substrat.Tahap ini
sama sekali tidak melibatkan nukleofil, sehingga disebut reaksi substitusi nukleofilik
unimolekuler. Reaksi SN2 adalah reaksi substitusi nukleofilik yang melibatkan
nukleofil dan substrat dalam langkah penentu kecepatan reaksi dalam mekanisme
reaksi, sehingga disebut reaksi substitusi nukleofilik biomolekuler.( Allinger,1976 ).

Dalam larutan asam, alkohol dapat mengalami reaksi substitusi. Tidak seperti alkil
halida, alkohol tidak menjalani substitusi dalam larutan netral atau basa. Pada
umumnya suatu gugus pergi merupakan basa lemah. Ion seperti Cl -, Br, dan I-
merupakan gugus pergi yang baik dan mudah digantikan dari dalam alkil halida. Ion-
ion ini adalah basa yang sangat lemah. Namun -OH yang akan menjadi gugus pergi
dari suatu alkohol dalam larutan netral atau basa adalah suatu basa kuat dan
karenanya merupakan gugus pergi yang sangat buruk. Gugus -OH 2+ suatu gugus pergi
yang baik karena gugus ini akan dilepas sebagai air, suatu basa sangat lemah. Suatu
nukleofil lemah seperti ion halida dapat menggantikan molekul air untuk
menghasilkan suatu alkil halide (Fessenden dan Fessenden, 1986).

4. Ekstraksi Cair Cair


Ekstraksi cair-cair merupakan proses pemisahan solut dari cairan pembawa
(diluen) menggunakan solven cair. Campuran diluen dan solven bersifat heterogen
(tidak saling campur). Jika campuran dilakukan pemisahan maka terdapat dua fase,
yaitu fase diluen (rafinat) dan fase solven (ekstrak). Fase rafinat merupakan fase
residu yang berisi diluen dan sisa solut, sedangkan fase ekstrak merupakan fase yang
berisi solut dan solven (Mirwan, 2010). Ekstraksi cair-cair digunakan untuk
memisahkan senyawa atas dasar perbedaan kelarutan pada dua jenis pelarut yang
berbeda dan tidak saling bercampur. Bila analit berada dalam pelarut anorganik, maka
pelarut yang digunakan adalah pelarut organik. Sebaliknya, jika analit dalam pelarut
organik, maka digunakan pelarut anorganik (Khamidinal, 2009).

C. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu corong pisah, gelas ukur 25
mL, gelas ukur 50 mL, gelas beker 100 mL, gelas ukur 10 mL, dan sendok sungu.
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah t-butil alkohol (2-metil-2-
propanol), larutan HCl pekat, padatan natrium bikarbonat, padatan natrium sulfat
anhidrat, dan akuades.

D. Cara Kerja
Diambil 2-metil-2 propanol (t-butil alkohol) sebanyak 10 gram dan 35 mL
HCl dimasukkan ke dalam corong pisah dan campuran dikocok selama 20 menit.
Corong pisah dibuka tutup dan dibiarkan selama beberapa menit sampai jelas terlihat
dua lapisan. Kemudian fasa air (fasa bawah) dipisahkan dari fasa organik (fasa atas)
dan lapisan organik dicuci dengan 20 mL larutan 5 % NaHCO 3, kemudian dengan 20
mL air, dan dikeringkan lapisan organik dengan 5 % Na 2SO4 anhidrous. Kemudian
diukur volume dan massanya.

E. Data Pengamatan

No Perlakuan Hasil pengamatan


1 T-butil akohol ditimbang 10,0191 gram

2 T-butil akohol + 35 ml hcl Larutan keruh, bergelembung, dan


dimasukkan ke dalam corong pisah terdapat gas
dan digojok selama 20 menit
3 Didiamkan Terbentuk dua lapisan
Atas: t-butil klorida, bawah: H2O
4 Dipisahkan Tidak berwarna dan diperoleh t-
butilklorida
5 Lapisan organik + larutan 5 % nahco3 Larutan keruh dan bergelembung
dan digojok
6 Didiamkan Terbentuk dua lapisan
7 Dipisahkan Diperoleh larutan t-butil klorida

8 Lapisan organik + aquades dan Larutan keruh


digojok
9 Didiamkan Terbentuk dua lapisan
10 Dipisahkan Tidak berwarna dan diperoleh
larutan t-butil klorida

11 Lapisan organik + Na2SO4 anhidrous Mengikat air dan tidak berwarna


12 Volume t-butil klorida 5,9 ml
13 Massa t-butil klorida 4,64 gram
14 Massa jenis t-butil klorida 0,79 g/ml

F. Pembahasan
Percobaan yang berjudul sintesis t-butil klorida ini bertujuan untuk
mempelajari pembentukan alkil halida tersier dari alkohol melalui reaksi substitusi
nukleofilik. Tersier butil klorida merupakan suatu senyawa hasil dari reaksi substitusi
antara t-butil alkohol dan HCl yang melibatkan reaksi nukleofilik yang merupakan
tipe SN1. Reaksi nukleofilik SN1 terjadi pada struktur halide tersier atau alkil halida
tersier dengan menggunakan nukleofilik HCl. Prinsip kerja dari percobaan ini yaitu
pembuatan t-butilklorida menggunakan reaksi substitusi neuklofilik antara HCl dan t-
butil alkohol dengan metode ekstrasi cair-cair. Ekstrasi cair-cair adalah sistem
pemisahan solut dari cairan pembawa (diluen) menggunakan solven cair.
Langkah awal percobaan ini adalah mengambil t-butil alkohol dan
ditambahkan 35 mL HCl pekat. Pada saat pencampuran harus dilakukan pengocokan
pada corong pisah untuk mempercepat reaksi. Tujuan dari pengocokan yaitu untuk
memudahkan larutan bercampur secara keseluruhan dan memudahkan pemisahan
berdasarkan perbedaan masa jenis, semakin maksimal pengocokan maka semakin
banyak hasil reaksi yang diperoleh. Pada saat pencampuran terjadi reaksi eksoterm
yaitu pelepasan energi dari sistem ke lingkungan, sehingga ketika pengocokan
berlangsung sesekali kran corong pisah dibuka untuk membuang kemungkinan gas
HCl yang terbentuk. Buka-tutup kran corong pisah ini bertujuan agar tidak terjadi
ledakan saat penggojokan dilakukan. Lalu didiamkan maka akan terbentuk dua fasa
pada larutan, yaitu fase air dan fasa organik. Lapisan atas adalah t-butil klorida (2-
kloro-2-metil propanol) karena memiliki massa jenis yang lebih kecil daripada air,
sementara fasa bawah adalah air. Lapisan ini dipisahkan dan dibuang fasa airnya (fasa
bawah). Reaksi yang terjadi antara t-butil alkohol dengan HCl adalah :
(CH3)3COH (aq) + HCl (aq)  (CH3)3CCl (aq) + H2O(l)
Tahap selanjutnya lapisan atas t-butil klorida dicuci menggunakan larutan
NaHCO3 5%. Penambahan NaHCO3 agar H2O yang masih tertinggal dalam larutan
dapat dipisahkan, NaHCO3 ini berfungsi untuk mengikat sisa-sisa asam yang masih
tertinggal karena NaHCO3 merupakan senyawa basa sehingga mampu menetralkan
dan mengikat sisa asam pada t-butil klorida agar diperoleh t-butil klorida yang lebih
murni, reaksi ini menghasilkan garam NaCl, gas CO 2, dan air. Persamaan reaksinya
adalah :
NaHCO3 (aq) + HCl (aq)  NaCl (aq) + CO2 (g) + H2O(l)
Selanjutnya larutan lapisan bawah dibuang dan diambil lapisan atasnya. Pencucian
dengan aquades berfungsi untuk melarutkan sisa garam yang masih tertinggal dari
tahap sebelumnya sehingga dihasilkan t-butil klorida yang lebih murni lagi, dengan
persamaan reaksi:
H2O (l) + NaHCO3 (aq) NaOH (aq) + H2O (l) + CO2 (g)
Larutan kemudan dipisahkan dan bagian atas ditambahkan dengan Na2SO4 anhidrat.
Penambahan ini berfungsi untuk mengikat air dari tahap sebelumnya, karena Na2SO4
anhidrat ini merupakan garam kristal tanpa air yang bersifat higroskopis sehingga
ketika bereaksi dengan air akan membentuk endapan garam, berdasarkan reaksi
berikut:
Na2SO4 (s) + H2O (l)  Na2SO4.XH2O (l)
Tahap berikutnya dilakukan penyaringan dan filtratnya ditimbang massanya
dan diukur volumenya untuk mengetahui densitasnya. Diperoleh t-butil klorida
sebesar 4,64 gram dengan volume sebesar 5,9 mL. Dari hasil perhitungan diperoleh
rendemen sebesar 37,1 % dan massa jenis sebesar 0,79 g/mL. Percobaan ini
menghasilkan randemen dan massa jenis yang jauh dari teori 100% dan massa jenis
teori 0,84 g/mL. Karena pengocokan yang belum sempurna sehingga masih banyak
sisa air dan garam sisa dalam larutan t-butil klorida, jadi masih banyak zat yang
tertinggal dan t-butil klorida menjadi tidak benar-benar murni.
Percobaan ini termasuk ke dalam reaksi SN1, karena pada reaksi SN1 akan
terbentuk karbokation. Kecepatan reaksi SN1 tidak bergantung pada reagen. Pada
reaksi, semakin mudah pembentukan karbokation maka semakin cepat reaksi
berlangsung. Kecepatan bereaksi bergantung pula pada stabilitas ion karbonium. Ion
karbonium tersier memiliki kestabilan yang paling tinggi, maka kecepatan reaksi
berlangsung cepat. Laju reaksi pada percobaan ini SN 1 ditentukan oleh konsentrasi
alkohol. Alkohol pada percobaan ini mengalami dehidrasi dalam kondisi asam yang
membentuk alkana. Dalam reaksi, akuades bersifat sebagai nukleofil, sedangkan ion
halida merupakan nukleofil baik. Oleh karena itu, ion karbokation mestabilkan diri
dengan mengambil pasangan elektron dari Cl sebagai ion halide melalui reaksi SN1.
Pada praktikum ini mekanisme yang terjadi yaitu mekanisme SN1. Mekanisme yang
terjadi sebagai berikut :
a. Tahap pertama yang terjadi yaitu pembentukan sebuah karbokation dengan
pemisahan gugus pergi.

t-butil alkohol Keadaan transisi 1 Zat antara karbokation


tidak stabil

b. Tahap kedua yaitu penggabungan karbokation dengan nukleofil (HCl)

Neuklofil Keadaan transisi ke 2 t-butil klorida berproton

c. Tahap ketiga yaitu lepasnya H+ dari t-butil klorida berproton (hasil akhir
yaituterbentuknya t-butilklorida)

G. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan,dapat disimpulkan bahwa
menentukan alkil halida tersier dari alkohol melalui reaksi SN 1 dan SN2 terjadi pada
alkil halide tersier dan mengalami pembentukan karbokation pada mekanisme
reaksinya. Randemen yang dihasilkan sebesar 37,1 % dan massa jenis sebesar 0,79
g/mL.

Daftar Pustaka
LAMPIRAN PERHITUNGAN

gram
1. Mol (CH3)3COH =
Mr

10,0191 gram
= = 0,1352 mol
74,1 gr /mol

2. Massa HCl = V HCl x massa jenis HCl


= 35 mL x 1,18 g/mL
= 41,3 gram

gram
3. Mol HCl =
Mr

41,3 gram
= 36,5 gr /mol = 131,5 mol

4. Reaksi
(CH3)3COH + HCl  (CH3)3CCl + H2O
m: 0,1352 mol 1,1315 mol -- --
r : 0,1352 mol 0,1352 mol 0,1352 mol 0,1352 mol
s : -- 0,9963 mol 0,1352 mol 0,1352 mol

5. Massa teori (CH3)3CCl = mol (CH3)3CCl x Mr


= 0,1352 mol x 92,5 g/mol
= 12,506 gram
6. Randemen

4,64 gram
x 100 % = 12 ,506 gram x 100 % = 37,1 %

7. Massa jenis (CH3)3CCl

massa percobaan
Massa jenis =
volume
4,64 gram
=
5,9 mL
= 0,79 g/ml

MSDS

1. T-butil alkohol (2-metil-2-propanol)


 Informasi tentang sifat fisika dan kimia
a) Bentuk : cair
b) Warna : tidak berwarna
c) Bau : berbau etanol
d) Titik lebur : -90 °C
e) Titik didih : 116 - 118 °C – menyala

2. Larutan HCl pekat


 Informasi tentang sifat fisika dan kimia
a) Bentuk : cair
b) Warna : tidak berwarna
c) Bau : tidak berbau
d) Titik lebur : -74 °C
e) Titik didih : 53°C

3. Natrium bikarbonat
 Informasi tentang sifat fisika dan kimia
a) Bentuk : serbuk
b) Warna : putih
c) Bau : tak berbau
d) Titik lebur : 270 °C
e) Titik didih : -

4. Natrium sulfat anhidrat


 Informasi tentang sifat fisika dan kimia
a) Bentuk : padat
b) Warna : putih
c) Bau : tak berbau
d) Titik lebur : 884 °C
e) Titik didih : 1429 °C

Anda mungkin juga menyukai