Anda di halaman 1dari 12

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

RUMAH SAKIT H.L. MANAMBAI

PERDARAHAN PASCA PERSALINAN


   
1. Pengertian  Perdarahan pasca persalinan (PPP) adalah perdarahan
yang terjadi setelah bayi lahir dengan jumlah melebihi
500 ml pada persalinan pervaginam, lebih dari 1000
ml pada persalinan seksio sesaria, atau lebih dari 1500
ml pada persalinan seksio sesaria dan histerektomi. 
Definisi lain PPP menurut American College of
Obstetricians andGynecologist yaitu adanya penurunan
> 10% dari kadar hematokrit sebelum dan sesudah
persalinan 
2. Insiden   Secara garis besar PPP terjadi pada 4 – 6% dari
seluruh persalinan. 
 PPP seringkali tidak dilaporkan, karena penilaian
jumlah perdarahan cenderung underestimated
(lebih sedikit daripada sebenarnya), terutama bila
keadaan ibu pasca salin dalam keadaan baik 
3. Klasifikasi  PPP dibagi menjadi PPP dini atau primer bila terjadi
pada 24 jam pertama dan PPP lambat atau sekunder,
yaitu yang terjadi setelah 24 jam sampai 6 minggu
pasca persalinan. 
PPP dini lebih sering terjadi, dan dapat dengan
jumlah perdarahan yang banyak sehingga
menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas yang
tinggi.Sampai saat ini PPP masih merupakan
penyebab kematian maternal tertinggi disamping
penyebab yang lain. 
 
KELAS  JUMLA EBL TD Gejala Klinis 
H (cc)  (%)  (mmHg) 
  0<500    Normal  Tidak ada
(tetap) 
Garis Waspada 
1  500 –   Normal  Asimptomatik,
1000  takikardi,
pusing 
Garis Tindakan 
2(*)   1000 – 15- Sedikit Takikardi,
1500  25  turun  Takipnesa,
pulse pressure
menyempit,
hipotensi
ortostatik 
3 (**)  1500 – 25 – 70 – Takikardi dan
2000  35  80   takipnea
berlebihan,
hipotensi,
ekstremitas
dingin, oliguria 
4(***)  >2000  >35    <70  Syok,
oliguria/anuria 

GARIS WASPADA Observasi ± terapi cairan


pengganti 
GARIS TINDAKAN  
(*) Terapi cairan pengganti + oxitosin 
(**) Penanganan aktif segera (Urgen) 
(***) Penanganan aktif pada keadaan kritis (kematian
50% bila tidak segera dilakukan penanganan secara
aktif) 
Diadaptasi dari Bonnar J. Baillieres Best Pract Res
Clin Obstet Gynaecol 2000;14:1 dan 
Benedetti. A Pocket companion to Obstetrics,2002:Ch
17, dari Text book Post Partum 
Hemorrhage, 2006
4. Faktor Faktor risiko PPP pada persalinan pervaginam antara
risiko  lain persalinan lama, preeklamsia, episiotomi, riwayat
PPP pada persalinan dahulu, kehamilan multiple,
persalinan dengan rangsangan oksitosin, persalinan
dengan instrumentasi ( Vakum, Forseps ), nulliparitas
dan obesitas. 
5. Patofisiologi  Secara garis besar ada 4 penyebab PPP yang disingkat
sebagai 4T, yaitu Tone (Tonus), sebagai penyebab
tersering (±70%), dimana terdapat ketidak mampuan
myometrium untuk berkontraksi secara efektif,
Trauma (±20%), laserasi saluran genital bawah atau
atas,Tissue (±10%), adanya sisa produk konsepsi,
jaringan plasenta atau selaput ketuban yang tertinggal
di rongga rahim,  dan Thrombosis yaitu gangguan
koagulasi yang dapat herediter atau didapat, penyebab
terakhir ini sangat jarang terjadi  
6. Faktor Penyebab tersering adalah atonia uteri, yang biasanya
predisposisi  disebabkan : 
 Distensi rahim yang berlebihan,  
 Penggunaan oksitosin jangka lama,  
 Persalinan lama,  
 Partus presipitatus,  
 Khorioamnionitis, 
 Plasenta previa,  
 Penggunaan obat tokolitik,  
 Adanya riwayat HPP sebelumnya,  
 Persalinan sungsang secara manual,  
 Janin mati,  
 Inversio uteri,  
 Laserasi traktus genitalis bawah atau atas,  
 Sisa plasenta,  
 Leiomyoma 
 Gangguan faal pembeku darah 
7. Gejala klinis   Terjadinya perdarahan yang banyak setelah
kelahiran janin 
 Nadi yang meningkat  
 Tekanan darah menurun  
 Akral dingin  
 Tanda-tanda syok hipovolemia. 

Tanda & gejala atonia uteri : 


 Kontraksi uterus yang lembek 
Fundus uteri lebih tinggi dari
umbilicus 
Tanda & gejala robekan
jalan lahir :  
 Perdarahan segera terjadi 
 Kontraksi uterus baik 
 Plasenta lengkap 
 Tanda-tanda hipovolemia, jarang s/d syok 

Tanda & gejala retensio plasenta : 


 Plasenta belum lahir setelah 30 menit bayi lahir 
 Perdarahan bisa segera atau tidak 
 Kontraksi uterus pada umumnya baik 
 Tali pusat putus, plasenta masih didalam rahim 
 Inversio uteri dengan plasenta masih melekat 
 Tanda-tanda hipovolemia bisa terjadi Tanda &
gejala sisa plasenta : 
 Sebagian plasenta atau selaput plasenta
tertinggal 
 Perdarahan segera terjadi 
 Kontraksi uterus pada umumnya baik 
 Tanda-tanda hipovolemia bisa terjadi 

Tanda & gejala inversion plasenta : 


- Fundus uteri tidak teraba 
 Rongga vagina terisi massa 
 Tali pusat bisa belum terlepas bila plasenta
belum lahir 
 Dapat terjadi syok neurogenik karena nyeri 

Tanda & gejala ruptura uteri :


 - Perdarahan segera 
 Nyeri tekan supra simpisis 
 Syok 

Tanda & gejala endometritis : 


 Febris 
 Sub involusi uteri 
 Nyeri tekan supra simpisis 
 Lokhia yang berbau busuk 
 Perdarahan sedikit-sedikit ( HPP sekunder ) 
 Anemia
8. Managemen ▪ Mengembalikan volume darah dan mempertahankan
tatalaksana  oksigenasi 
▪ Menghentikan perdarahan dengan menangani
penyebab PPP 
Stabilisasi dan resusitasi dikerjakan simultan dengan
mencari penyebab perdarahan dan menghentikan
perdarahan. Targetnya yang ingin dicapai : 
 Kesadaran baik 
 Tekanan darah sistolik > 100mmHg 
 Produksi urine >25cc/jam 
 Perfusi perifer hangat merah dan kering 
Beberapa cara untuk menghentikan perdarahan : 
 Uterotonika dengan oksitosin, metil ergometrin
atau prostaglandin.  
Hemostasis secara mekanis dengan manual atau

digital plasenta, kuret sisa plasenta, kompresi
manual ataupun packing (tamponade). Jika
terdapat gangguan pembekuan darah diberikan
obat-obatan pembeku darah, transfuse FWB
atau FFP, TC 
 Pembedahan, yaitu reposisi fundus, evakuasi
hematoma, penjahitan laserasi, ligasi pembuluh
darah ataupun dilakukan histerektomi.
1. Williams Obstetrics. 24th ed. 2014
11. Kepus 2. Maternal-Fetal Evidence Based Guidelines. 2nd ed.
takaan 2011
3. Protocol for High Risk Pregnancies. 4th ed. 2005.
PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
RUMAH SAKIT H.L. MANAMBAI

PREEKLAMPSIA (TANPA GEJALA BERAT) 

Terjadinya hipertensi pada usia kehamilan ≥ 20


minggu disertai kerusakan organ akibat gangguan
1. Pengertian tersebut. Gangguan hipertensi ini akan hilang
(Definisi) maksimal pada 12 minggu setelah persalinan.
Kondisi preeklampsia yang didefinisikan disini
tanpa disertai gejala berat dari preeklampsia
• Usia kehamilan ≥ 20 minggu
• Masa nifas ≤ 12 minggu
2. Anamnesis
• Tidak ada riwayat tekanan darah tinggi
sebelumnya
• Tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg, < 160
3. Pemeriksaan mmHg
Fisik • Tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, < 110
mmHg
• Hamil dengan usia kehamilan ≥ 20 minggu
• Tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan < 160
mmHg, atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg
4. Kriteria
dan < 110 mmHg tanpa disertai: gangguan
Diagnosis
fungsi organ
• Proteinurin ≥ 300 mg/ 24 jam atau ≥ 1+ dengan
pemeriksaan dipstik
Dilakukan evaluasi tanda – tanda adanya
5. Diagnosis Kerja
preeklampsia pada pasien
Hipertensi kronis
6. Diagnosis
Hipertensi kronis superimposed preeklampsia
Banding
Hipertensi gestasional
7. Pemeriksaan Pemeriksaan Ibu:
Penunjang • Darah Lengkap (Grade 1B)
• Urinalisis (Grade 1A)
• Fungsi Ginjal (serum kreatinin) (Grade 1B)
• Fungsi Liver (AST / ALT) (Grade 1B)
• Albumin serum (Grade 2B)
• LDH (Grade 2B)
• Faal hemostasis (PPT / APTT) (Grade 2C)
Pemeriksaan Janin:
• USG untuk evaluasi pertumbuhan janin dan
jumlah cairan ketuban (Grade 1B)
• USG doppler untuk evaluasi aliran darah Ibu,
dan janin (Grade 2A)
• NST untuk monitoring janin (Grade 2B)
Tatalaksana preeklampsia dapat dilakukan secara
poliklinis dan dilakukan terminasi pada usia
kehamilan ≥ 37 minggu.
• Monitoring ketat selama poliklinis untuk evaluasi
gejala pemberatan preeclampsia setiap kontrol 2
kali per minggu (tekanan darah, edema paru,
impending eklampsia) (Grade 1B)
• Cek laboratorium (trombosit, albumin, fungsi
ginjal (serum kreatinin) dan fungsi liver
(AST/ALT)) setiap minggu (Grade 1B)
• Evaluasi kondisi janin (USG untuk evaluasi
pertumbuhan janin tiap 2 minggu dan USG dan
NST untuk evaluasi fetal wellbeing 2 kali per
minggu) (Grade 2C)
8. Terapi
A. Jika usia kehamilan ≥ 37 minggu: (Grade 1B)
Dilakukan pengakhiran kehamilan
B. Jika usia < 37 minggu: (Grade 1B)
Dilakukan perawatan konservatif secara poliklinis
Persalinan diusahakan secara pervaginam dengan
melakukan induksi. 
SC hanya dilakukan sesuai indikasi obstetrik
(Grade 2B)

Catatan: Hipertensi dalam kehamilan


meningkatkan komplikasi obstetrik berat hingga
25 kali. Panduan ini dapat digunakan hanya pada
kasus tanpa komplikasi obstetrik ataupun
komorbiditas lainnya
1. Williams Obstetrics. 24th ed. 2014
2. Maternal-Fetal Evidence Based Guidelines. 2nd
ed. 2011
11. Kepustak
3. Protocol for High Risk Pregnancies. 4th ed.
aan
2005.
4. Hypertension in Pregnancy. ACOG. 2013
5. SOGC Clinical Practice Guideline. 2014
PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
RUMAH SAKIT H.L. MANAMBAI

PREEKLAMPSIA BERAT
Terjadinya preeklampsia, yaitu adanya peningkatan
tekanan darah (hipertensi) dan terjadinya satu atau
lebih tanda kerusakan organ akibat gangguan
1. Pengertian
tersebut pada usia kehamilan ≥ 20 minggu yang
(Definisi)
disertai dengan gejala berat dari preeklampsia.
Gangguan hipertensi ini akan hilang maksimal
pada 12 minggu setelah persalinan
• Usia kehamilan ≥ 20 minggu
• Masa nifas ≤ 12 minggu
• Tidak ada riwayat tekanan darah tinggi
2. Anamnesis sebelumnya
• Nyeri kepala
• Nyeri epigastrium
• Penglihatan kabur atau diplopia
• Hamil dengan usia kehamilan ≥ 20 minggu
• Tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg
• Tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg
3. Pemeriksaan • Sesak (laju napas > 24x/mnt)
Fisik • Produksi urine < 1ml/kg BB/jam
• Penurunan kesadaran
• Ikterus
• Nyeri kepala atau gangguan visual
4. Kriteria Didapatkan kriteria preeklampsia
Diagnosis Disertai salah satu tanda dibawah ini:
• Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg, atau tekanan
darah diastolik ≥ 110 mmHg dengan proteinuria ≥
1+ dipstik / protein rebus, atau
• Tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg, atau tekanan
darah diastolik ≥ 90 mmHg disertai : 
 Trombosit < 100.000 / μL
 Serum kreatinin > 1,1 mg/dL
 Peningkatan fungsi liver (lebih dari 2 kali)
 Edema paru
 Keluhan nyeri kepala, gangguan penglihatan
dan nyeri ulu hati (impending eklampsia)
 Gangguan pertumbuhan
Adanya tanda – tanda preeklampsia pada pasien.
5. Diagnosis Disertai salah satu tanda gejala berat dari
Kerja preeklampsia untuk menegakkan diagnosis
preeklampsia berat
Hipertensi kronis
6. Diagnosis
Hipertensi kronis superimposed preeklampsia
Banding
Hipertensi gestasional
Pemeriksaan Ibu:
• Darah Lengkap (Grade 1B)
• Urinalisis (Grade 1A)
• Fungsi Ginjal (serum kreatinin) (Grade 1B)
• Fungsi Liver (AST / ALT) (Grade 1B)
• Albumin (Grade 2B)
7. Pemeriksaan • LDH (Grade 2B)
Penunjang • Faal Koagulasi (PPT, APTT) (Grade 2C)
Pemeriksaan Janin:
• USG untuk evaluasi pertumbuhan janin dan
jumlah cairan ketuban (Grade 1B)
• USG doppler untuk evaluasi aliran darah Ibu,
dan janin (Grade 2A)
• NST untuk monitoring janin (Grade 2B)
8. Terapi Terapi preeklampsia berat pada umumnya adalah
melakukan pengakhiran
kehamilannya. Namun jika didapatkan usia
kehamilan < 34 minggu dengan kondisi Ibu dan
Janin yang baik maka dilakukan perawatan
konservatif untuk meningkatkan luaran janin yang
lebih baik dengan monitoring kondisi Ibu dan
Janin yang ketat di ruangan (pasien MRS).

Secara umum seluruh pasien preeklampsia berat


dilakukan:
• Pemasangan IV line dan kateter
• Pemberian antihipertensi jika TD ≥ 160/110 mmHg
dengan nifedipin (lini 1) dan metildopa (lini 2). Jika
didapatkan hipertensi emergency atau respon yang
buruk pada kedua antihipertensi diatas dapat
diberikan calcium channel blocker intravena
(nicardipine dengan titrasi mulai 5mg/jam) (grade
2B)
• Injeksi MgSO4 jika syarat terpenuhi (pilih salah
satu cara): (grade 1A)
1. Injeksi 4g IV bolus (MgSO4 20%) 20cc selama
5-10 menit, dilanjutkan syringe pump IV
dengan kecepatan 1g/jam (gunakan MgSO4
dengan konsentrasi ≤20%) hingga 24 jam
setelah persalinan atau kejang terakhir
2. Injeksi 4g IV bolus (MgSO4 20%) 20cc selama
5-10 menit, dilanjutkan injeksi 10g IM (MgSO4
40%) 25cc, masing – masing pada bokong
kanan dan kiri sebanyak 5g/12,5cc pelan.
Untuk dosis maintenance berikan 5g IM
(MgSO4 40%) 12,5cc pada bokong bergantian
setiap 6 jam hingga 24 jam setelah persalinan
atau kejang terakhir

A. Jika usia kehamilan ≥ 34 minggu: (Grade 1B)


Dilakukan terminasi kehamilan setelah stabilisasi
B. Jika usia kehamilan < 34 minggu dengan
didapatkan eklampsia, edema paru, DIC,
hipertensi berat – tidak terkontrol, gawat janin,
solusio plasenta:
• Pemberian maturasi paru (usia kehamilan > 24
minggu) tanpa menunda terminasi kehamilan
(dosis tidak harus lengkap) (grade 2A)
• Dilakukan terminasi kehamilan setelah stabilisasi
(grade 1A)
C. Jika usia kehamilan < 34 minggu dengan
IUFD :
• Dilakukan terminasi kehamilan setelah stabilisasi
(grade 1A)
D. Jika usia kehamilan < 34 minggu janin tidak
viabel (Lampiran 1):
• Dilakukan terminasi kehamilan secara umum
pada usia kehamilan < 24 minggu
• Keputusan terminasi pada usia kehamilan 24
minggu sampai 28 minggu ditentukan sesuai
pertimbangan berat kasus, komorbiditas dan
kondisi sosial yang terlebih dulu dikonsultasikan
dengan ahli kedokteran fetomaternal dan neonatus
E. Jika tidak didapatkan tanda diatas (B),
namun didapatkan gejala persisten, sindrom
HELLP, pertumbuhan janin terhambat, severe
oligohydramnion, reversed end diastolic flow,
KPP dan gangguan renal berat:
• Pemberian maturasi paru (usia kehamilan > 24
minggu) dengan dexamethason IM 2x6 mg
diberikan selama 2 hari (grade 1A)
• Lakukan terminasi setelah maturasi paru selesai
(grade 1A)
F. Jika tidak didapatkan tanda diatas (B dan C):
• Pemberian maturasi paru (usia kehamilan > 24
minggu) dengan dexamethason IM 2x6 mg
diberikan selama 2 hari (Grade 1A)
• Stop pemberian MgSO4 1x24 jam (Grade 2B)
• Rawat inap hingga terminasi kehamilan (grade
2B)
• Monitoring kondisi Ibu dan Janin secara ketat
(grade 1A)
1. Evaluasi Klnis: tekanan darah, keluhan nyeri
kepala, mata kabur dan nyeri epigastrium
2. Evaluasi Laboratorium: Evaluasi trombosit,
fungsi liver (AST/ALT), fungsi ginjal (serum
kreatinin) dan albumin setiap minggu
3. Evaluasi Janin: NST setiap hari dan evaluasi
USG untuk melihat pertumbuhan janin tiap 2
minggu serta evaluasi USG fetal wellbeing 2 kali
dalam seminggu
Cara terminasi kehamilan ditentukan dengan
melihat kematangan serviks, tingkat keberhasilan
induksi persalinan dan kondisi Ibu, janin serta
penyulit yang didapatkan. Pada umumnya
persalinan diusahakan secara pervaginam dengan
induksi persalinan setelah didapatkan serviks yang
matang. Pesalinan perabdominam dapat
dipertimbangkan pada kondisi yang membutuhkan
waktu pematangan serviks yang lama (>24 jam)
atau diperkirakan terjadi kegagalan induksi
persalinan 
(Grade 2B)
11. Kepusta 1. Williams Obstetrics. 24th ed. 2014
kaan 2. Maternal-Fetal Evidence Based Guidelines. 2nd
ed. 2011
3. Protocol for High Risk Pregnancies. 4th ed.
2005.
4. Hypertension in Pregnancy. ACOG. 2013
5. SOGC Clinical Practice Guideline. 2014

Anda mungkin juga menyukai