Anda di halaman 1dari 36

KEGAWATDARURATAN

PADA IBU HAMIL

Catur Erty Suksesty, MKeb


 Kegawatdaruratan pada Ibu Hamil :

kegawatdaruratan obstetrik yang dapat


Menyebabkan kematian pada ibu dan bayi
(Prawirohardjo, 1999)
Kegawatdaruratan pada pada ibu hamil terdiri dari:
 Perdarahan: Abortus, Plasenta previa, Solusio plasenta

 Hipertensi : Pre eklampsia, Eklampsia


ABORTUS
Gejala dan tanda
Untuk wanita yang masih dalam usia reproduksi,
sebaiknya dipikirkan suatu abortus inkomplit apabila:
 Terlambat haid

 Terjadi perdarhan pervaginam

 nyeri perut bawah ( seperti kontraksi saat persalinan)

 Keluarnya massa kehamilan (Fragmen plasenta)


Klasifikasi abortus
Diagnosis Perdarahan Serviks Besar Uterus Gejala lain

Abortus iminens Sedikit – sedang Tertutup Sesuai dengan usia Pt positif


kehamilan Kram
Uterus lunak

Abortus insipiens Sedang – banyak Terbuka Sesuai atau lebih Kram


kecil Uterus lunak

Abortus inkomplit Sedikit – banyak Terbuka (lunak) Lebih kecil dari Kram
usia kehamilan Keluar jaringan
lunak

Abortus komplit Sedikit / tidak ada Lunak (terbuka Lebih kecil dari Sedikit/tak kram
/tertutup) usia kehamilan keluar jaringan
Uterus kenyal
Derajat Abortus
 Pada abortus iminens, pasien harus diistirahatkan atau
tirah baring total selama 24 – 48 jam, jika perdarahan
berlanjut semakin banyak atau ada tada- tanda infeksi
pasien harus segera dievaluasi ulang.
 Untuk abortus insipiens atau inkomplit, harus segera
dievakuasi semua sisa konsepsi
 Waktu paruh hCG adalah 60 jam, pada beberapa
kasus, uji kehamilan dengan dasar deteksi hCG, akan
memberi hasil positif beberapa hari pasca keguguran
PENATALAKSANAAN ABORTUS
 Prinsip pengobatan abortus inkomplit adalah pembersihan sisa konsepsi
dari kavum uteri. Cara melaksanakan pembersihan tersebut, tergantung
usia kehamilan, besar uterus dan hasil perhitungan HPHT. Selai itu pula
ketersediaan peralatan, pasokan medik dan tenaga kesehatan terampil
tersebut tidak tersedia maka dianjurkan untuk merujuk pasien ke fasilitas
kesehatan yang lebih lengkap.
 Evakuasi sisa konsepsi abortus inkomplit hingga usia kehamilan 12 – 14
minggu, dapat dilakukan dengan aspirasi vakum atau dilatasi dan kuretase.
Oksitosin Drip
 Oksitosin drip diperlukan pada evakuasi sisa pada kasus
abortus inkomplit trimester kedua.
 Dosis oksitosin dapat mencapai 20 unit dalam 500 ml, 30 – 40
tetes per menit
 Sebagai pengganti dapat diberikan misoprostol 600 mg per oral

 Ini dilakukan untuk membuat uterus berkontraksi dengan baik


agar dapat merngeluarkan sisa konsepsi dan membuat dinding
uterus tebal dan kuat (mencegah perforasi).
Perawatan pascatindakan
 Pantau tanda – tanda vital dari saat pasien masih berada di atas
meja tindakan
 Berikan antibiotika sebagai upaya profilaksis

 Pada kasus komplikasi, periksa HB, tanda vital sebelum pasien


dipulangkan
Informasi Pascatindakan
Tanda – tanda pemulihan berjalan normal:
 Spasme atau kram pada uterus hingga beberapa hari
pascatindakan, berangsur berkurang atau masih dapat diatasi
dengan analgesik ringan
 Jumlah perdarahan yang makin lama makin berkurang

 Kembalinya siklus menstruasi (4-8 minggu)


Berikan informasi tentang:
 Hindarkan hubungan seksual hingga perdarahan benar- benar
berhenti ( 5 – 7 hari)
 Kesuburan dapat kembali dalam 2 minggu pascakeguguran
sehingga perlu dilakukan konseling tentang kemungkinan akan
terjadinya kehamilan atau tawaran menggunakan kontrasepsi
bila pasien belum belum ingin hamil
 Tempat kunjungan ulang atau fasilitas kesehatan yang dapat
memberikan pertolongan gawatdarurat (bila diperlukan)
Gejala – gejala yang memerlukan pemeriksaan
ulang :
 Spasme atau kram tidak menghilang (atau makan
hebat)
 Perdarahan berlanjut (lebih dari 2 minggu)

 Perdarahan banyak ( lebih dari perdarahan


menstruasi)
 Nyeri hebat atau intenstasnya meningkat

 Demam, menggigil atau lemah

 Gangguan kesadaran atau pingsan


Kontrasepsi Pascakeguguran
 Bila usia kehamilan di bawah 12 minggu, setelah
abortus selesai, kesuburan akan kembali ( paling cepat)
dalam 11 hari, hampir semua metode kontrasepsi dapat
digunakan oleh pasien pasca keguguran.
PREEKLAMPSIA – EKLMPSIA
Klasifikasi hipertensi Dalam kehamilan
DIAGNOSIS TEKANAN DARAH TANDA LAIN

Hipertensi gestasional Tekanan diastolik ≥ 90 Protein (-)


mmHg/kenaikan 15 mmHg Kehamian > 20 minggu
dalam 2 pengukuran berjarak 1
jam

Preeklampsia ringan SDA Protein 1+

Preeklampsia berat Tekanan diastolik >110 mmHg Protein 2+, Oliguria,


Hiperrefleksia, gangguan
penglihatan, nyeri epigastrium

Eklampsia Hipertensi Kejang

Hipertensi kronik Hipertensi Kehamilan < 20 minggu

Superimposed preeklampsia Hipertensi kronik Proteinuria dan tanda lain dari


preeklampsia
Faktor risiko terhadap hipertensi pada kehamilan /
pre-eklampsia / eklampsia
 Usia
Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada
primigravida tua. Pada wanita hamil berusia kurang dari
25 tahun insidens > 3 kali lipat
Pada wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun, dapat
terjadi hipertensi laten
 Paritas
- Angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua
- Primigravida tua risiko lebih tinggi untuk preeklamsi berat
 Ras / golongan etnik

bias (mungkin ada perbedaan perlakuan / akses terhadap


berbagai etnikdi banyak negara)
 Faktor keturunan
Jika ada riwayat pre-eklampsia/eklampsia pada
ibu/nenek penderita, faktor Risiko meningkat sampai
+25%
 Faktor gen

Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang


ditentukan genotip ibu dan janin
 Diet / gizi
Tidak ada hubungan bermakna antara menu / pola diet tertentu
(WHO). Penelitian lain : kekurangan kalsium berhubungan
dengan angka kejadian yang tinggi. Angka kejadian juga lebih
tinggi pada ibu hamil yang obese / overweight
 Iklim / musim

Di daerah tropis insidens lebih tinggi


 Tingkah laku / sosioekonomi
 Kebiasaan merokok : insidens pada ibu perokok lebih
rendah, namun merokok selama hamil memiliki risiko
kematian janin dan pertumbuhan janin terhambat yang
jauh lebih tinggi.
 -Aktifitas fisik selama hamil : istirahat baring yang
cukup selama hamil mengurangi kemungkinan / insidens
hipertensi dalam kehamilan.
 Hiperplasentosis
Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada
kehamilan kembar, dizigotik lebih tinggi daripada
monozigotik
 Hidrops fetalis : berhubungan, mencapai sekitar 50%
kasus Diabetes mellitus : angka kejadian yang ada
kemungkinan patofisiologinya bukan pre-eklampsia
murni, melainkan disertai kelainan ginjal / vaskular
primer akibat diabetesnya
 Mola hidatidosa : diduga degenerasi trofoblas berlebihan
berperan menyebabkan pre-eklampsia. Pada kasus mola,
hipertensi dan proteinuria terjadi lebih dini / pada usia
kehamilan muda, dan ternyata hasil pemeriksaan
patologi ginjal juga sesuai dengan pada pre-eklampsia.
Etiologi/Penyebab Preeklampsia
Sampai dengan saat ini etiologi pasti dari preeklampsia/
eklampsi masih belum diketahui.
KOMPLIKASI

Spasme pembuluh Iskemia Penanganan tidak


darah arteri uteroplasenter tepat

• Perdarahan serebral • Pertumbuhan janin • Edema paru • Kejang dan koma


• Gagal jantung, ginjal terhambat • Infeksi saluran • Trauma karena
dan hati • Kematian janin kemih kejang
• Ablasio retina • Persalinan prematur • Kelebihan cairan • Aspirasi cairan,
• Thoromboemboli • Solitio plasenta • Komplikasi anastesi darah, muntahan
dengan akibat
• Gangguan atau tindakan
gangguan
pembekuan darah obstetrik
pernafasan
• Kebutaan akibat
insufisiensi korteks
retina
PENGELOLAAN
Hipertensi gestasional
 Jika kehamilan < 35 minggu, lakukan pengelolaan rawat jalan:

 Lakukan pemantauan tekanan darah, proteinuria dan kondisi


janin setiap minggu
 Jika tekanan darah meningkat, kelola sebagai preeklampsia

 Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin


terhambat, rawat dan pertimbangkan terminasi kehamilan
Preeklampsia ringan
Jika kehamilan < 35 minggu dan tidak terdapat tanda
perbaikan, lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat
jalan:
 Lakukan pematauan tekanan darah, proteinuria, refleks dan
kondisi janin
 Lebih banyak istirahat

 Diet biasa

 Tidak perlu pemberian obat

 Jika tidak memungkinkan rawat jalan, rawat di rumah sakit

Jika kehamilan > 35 minggu, pertimbangkan terminasi


kehamilan dengan rujuk ke rumah sakit
 Preeklampsia Berat dan Ekalmpsia
Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama,
kecuali bahwa persalinan harus berlangsung dalam 6 jam
setelah timbulnya kejang pada eklamspia
Pengelolaan kejang :
 Beri obat anti kejang

 Peralatan penanganan kejang (Goedell, penghisap lendir,


maskes oksigen, oksigen))
 Lindungi pasien dari kemungkina trauma

 Aspirasi mulut dan tenggorokan

 Baringkan pasien pada sisi kiri, kepala sedikit lebih


tinggi (posisi fowler) untuk mengurangi risiko aspirasi
 Berika O2 4-6 liter/menit
Pengelolaan Umum
 Jika Tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihiprtensi
sampai tekanan diastolik 90- 100 mmHg
 Pasang infus Ringer Laktat ( jarum no. 16 atau lebih),
perhatikan keseimbnagan cairan agar tidak timbul edema
paru
 Kateterisasi urin untuk pengukuran volume dan pemeriksaan
proteinuria
 Jangan tinggalkan pasien sendirian, kejang disertai aspirasi
dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin
 Observasi tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap
1 jam
 Lakukan rujukan setelah antihipertensi dan antikonvulsan
diberikan
ANTIKONVULSAN
MAGNESIUM SULFAT UNTUK PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA

Alternatif I Dosis awal MgSO4 4 g IV sebagai larutan 10% selama 5 menit


Segera dilanjutkan dengan 15 ml MgSO4 (40%) 6 g dalam larutan RL selama 6
jam
Jika kejang berulang setelah 15 menit, berikan MgSO4 (40%) 2 g IV selama 5
menit

Dosis Pemeliharaan MgOS4 1 g / jam melalui infus RL yang diberikan 24 jam post partum

Alternatif II Dosis awal MgSO4 4g IV sebagai larutan 40% selama 5 menit

Dosis pemeliharaan Diikuti dengan MgSO4 (40%) 5 g IM dengan 1 ml (lidokain dalam semprit yang
sama)
Pasien agak merasa agak panas pada saat pemberian MgSO4
Frekuensi pernafasan minimal 14 kali/menit

Sebelum pemberian MgSO4 ulangan Refleks patella (+)


lakukan penmeriksan Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir
Frekuensi pernafasan < 16 kali/menit

Stop pemberian MgSO4 jika : Refleks patella (-), bradipnoe ( <16 kali/menit)

Siapkan antidotum Jika terjadi henti nafas berikan Ca glukonas 1 g IV (10ml) laarutan 10% bolus
dalam 10 menit
Anti hipertensi
 Berikan Nifedipin 5 – 10 mg oral yang dapat diulang
sampai 8 kali/24 jam
 Nikardipin 5 mg, dapat ditiltrasi 2,5 mg/jam tiap 5 menit
hingga maksimum 10 mg,jam
 Metildopa 2x 250 – 500 mg per oral ( Dosis maksimum
2000 mg/hari)
Hipertensi Kronik
 Lanjutkan pengobatan antihipertensi apabila sebelum
hamil sudah mendapatkan obat antihipertensi dan
tekanan darah terkontrol baik
 Jika diastolik >110 mmHg atau sistolik ≥ 160 mmHg,
berikan anti hipertensi
 Jika terdapat proteinuria, pikirkan superimposed
preeclmpasia

Anda mungkin juga menyukai