Anda di halaman 1dari 24

REAKTUALISASI PARTISIPASI MASYARAKAT

DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

Yang saya hormati,

Bapak Rektor/Ketua Senat, Sekretaris Senat dan para Anggota Senat Universitas
Sebelas Maret,
Para Anggota Dewan Penyantun,
Para Pejabat Sipil dan Militer,
Para Dekan dan Pembantu Dekan di lingkungan Universitas Sebelas Maret,
Para Ketua dan Sekretaris Lembaga, Kepala Biro dan para Kepala UPT, serta seluruh
pejabat di lingkungan Universitas Sebelas Maret,
Para Ketua Jurusan, Ketua Laboratorium, dan Ketua Program Studi di Lingkungan
Universitas Sebelas Maret,
Para Sejawat Dosen dan Staf Administrasi, Tamu Undangan, Mahasiswa, dan hadirin
yang saya hormati pula.

Assalamua’alaikum Wr. Wb.


Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua,
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang
telah melimpahkan karunia, kenikmatan dan kesehatan kepada kita semua sehingga
pada hari ini kita dapat berkumpul bersama di ruang ini, dan atas perkenan-Nya
pulalah saya dapat berdiri di mimbar yang terhormat ini untuk menyampaikan pidato
pengukuhan saya sebagai Guru Besar dalam Bidang Sosiologi Pendidikan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret di hadapan para hadirin
semua.

PENDAHULUAN

Hadirin yang saya hormati,


Pada hari yang berbahagia ini perkenankanlah saya menyampaikan pidato
pengukuhan guru besar dengan judul “Reaktualisasi Partisipasi Masyarakat
dalam Pengembangan Pendidikan di Indonesia”. Judul tersebut ditetapkan dengan
pertimbangan bahwa saat ini kondisi kualitas pendidikan di Indonesia dianggap
kurang baik.
Seperti diketahui bahwa United Nation’s Development Program (UNDP) pada
tahun 2004 ini menempatkan Humas Development Index (HDI) Indonesia pada
urutan 111 dari 175 negara. Bahkan dibandingkan dengan negara tetangga seperti
Malaysia (peringkat 59), Thailand (peringkat 76) dan Philipina (peringkat 83), posisi
Indonesia berada di bawah mereka (UNDP, 2004). Tiga komponen peningkatan HDI
yakni indeks kesehatan (rata-rata usia harapan hidup), indeks perekonomian
(pengeluaran per kapita), dan indeks pendidikan. Khusus indeks pendidikan terdapat
dua indikator yaitu angka melek huruf orang dewasa dan rata-rata lama pendidikan
(Kompas, 29 November 2004).
Kondisi di atas terkait dengan adanya tuntutan pengembangan sumberdaya
manusia yang terus menerus meningkat dari waktu ke waktu. Standar mutu baik dari

1
jenis karya, kualitas jasa dan produk serta layanan mengalami dinamisasi kualitas
untuk pemenuhan kebutuhan dan kepuasan hidup manusia yang terus meningkat
pula. Ini artinya bahwa layanan pendidikan kita haruslah mampu mengikuti
perubahan yang terjadi. Hal lain yang menjadi pertimbangan penulisan judul ini
adalah belum optimalnya partisipasi masyarakat dalam ikutserta mengembangkan
kualitas pendidikan di tanah air ini. Tanggungjawab pengembangan pendidikan anak
atau generasi bangsa yaitu berada pada orang tua, masyarakat, dan negara. Partisipasi
masyarakat di sini tercakup di dalamnya peran orangtua dan kelompok-kelompok
masyarakat lainnya di luar sekolah atau lembaga pendidikan.
Peran dominan orang tua terutama pada saat anak-anak mereka berada dalam
masa pertumbuhan hingga menjadi orang dewasa. Pada masa pertumbuhan orang tua
harus memenuhi kebutuhan pokok demi menjamin perkembangan yang sehat dan
baik. Menurut Russell (1993) orang tua harus mampu memenuhi kebutuhan-
kebutuhan dasar anaknya antara lain udara segar, makanan bergizi, kesempatan
bermain, kebebasan tumbuh dan berekspresi, serta lingkungan yang aman secara fisik
sehingga bebas dari luka-luka dan bencana. Pada tahap berikutnya hingga anak
dewasa, orang tua berperan mengantarkan dan memfasilitasinya hingga menjadi
dirinya sendiri. Peran dari kelompok-kelompok masyarakat lainnya adalah
membantu proses pendewasaan dan kematangan individu sebagai anggota kelompok
dalam suatu masyarakat.
Sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, kita ingin menjadikan generasi masa
depan bangsa Indonesia yaitu manusia seutuhnya, manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab
(Undang Undang Sisdiknas, 2003).
Tulisan ini secara khusus bertujuan ingin menggambarkan bahwa tanggung
jawab untuk peningkatan mutu pendidikan bukan saja oleh negara tetapi justru
sebaliknya yang terpenting adalah oleh orang tua dan masyarakat. Oleh karena itu
diperlukan reaktualisasi partisipasi masyarakat dalam pengembangan pendidikan.

PARTISIPASI MASYARAKAT

Hadirin yang saya hormati,


Kata “partisipasi masyarakat” dalam pembangunan menunjukkan pengertian
pada keikutsertaan mereka dalam perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil dan
evaluasi program pembangunan (United Nation, 1975). Dalam kebijakan nasional
kenegaraan saat ini, melibatkan masyarakat dalam berbagai kegiatan pembangunan
atau partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan adalah merupakan suatu
konsekuensi logis dari implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah.
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan pada umumnya dimulai dari tahap
pembuatan keputusan, penerapan keputusan, penikmatan hasil, dan evaluasi kegiatan
(Cohen dan Uphoff. 1980). Secara lebih rinci, partisipasi dalam pembangunan
berarti mengambil bagian atau peran dalam pembangunan, baik dalam bentuk
pernyataan mengikuti kegiatan, memberi masukan berupa pemikiran, tenaga, waktu,
keahlian, modal, doa atau materi, serta ikut memanfaatkan dan menikmati hasil-
hasilnya (Sahidu, 1998).
Selama ini, penyelenggaraan partisipasi masyarakat di Indonesia dalam
kenyataannya masih terbatas pada keikutsertaan anggota masyarakat dalam

2
implementasi atau penerapan program-program pembangunan saja. Kegiatan
partisipasi masyarakat masih lebih dipahami sebagai upaya mobilisasi untuk
kepentingan pemerintah atau negara. Dari pengalaman di lapangan dapat dijumpai
beberapa tafsiran yang beragam mengenai inti dari partisipasi masyarakat, antara lain
sebagai kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tetapi tanpa ikut serta
dalam pengambilan keputusan sampai pada pemahaman bahwa partisipasi
masyarakat adalah keterlibatan mereka sejak persiapan, pelaksanaan, dan monitoring,
serta pemanfaatan hasil kegiatan. Bahkan, partisipasi masyarakat dalam
pembangunan juga dipahami sebagai serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
warga dalam rangka mempengaruhi proses pembuatan kebijakan yang dirumuskan
oleh pemerintah.
Dengan demikian, partisipasi masyarakat dalam pembangunan idealnya
dilakukan sampai pada wilayah perumusan kebijakan pemerintah dan tidak hanya
sebatas pada tataran implementasi kebijakan. Partisipasi tersebut bisa berarti
masyarakat ikut menentukan kebijakan pemerintah yaitu sebagai bagian dari kontrol
masyarakat terhadap kebijakan-kebijakannya.
Dalam implementasi partisipasi masyarakat, seharusnya anggota masyarakat
merasa bahwa tidak hanya menjadi objek dari kebijakan pemerintah, tetapi harus
dapat mewakili masyarakat itu sendiri sesuai dengan kepentingan mereka.
Perwujudan partisipasi masyarakat dapat dilakukan, baik secara individu atau
kelompok, bersifat spontan atau terorganisasi, secara berkelanjutan atau sesaat, serta
dengan cara-cara tertentu yang dapat dilakukan.
Partisipasi masyarakat terhadap suatu objek (misalnya dalam pembangunan)
menurut Dusseldorp (Y. Slamet, 1994) dapat diklasifikasikan atas 9 (sembilan) tipe,
yaitu: (1) keikutsertaan secara sukarela vs terpaksa, (2) secara langsung vs tidak
langsung, (3) keikutsertaan dalam seluruh kegiatan sejak persiapan sampai dengan
evaluasi vs parsial, (4) Secara terorganisasi vs tidak terorganisasi, (5) partisipasi
secara intensif vs ekstensif (6) partisipasi tak terbatas vs terbatas lingkup kegiatannya
(7) keterlibatan yang efektif vs tidak efektif, (8) siapa pelaku partisipasi, dan (9)
bagaimana gaya partisipasinya.

Hadirin yang saya hormati,


Jadi, suatu partisipasi masyarakat dalam suatu program (termasuk dengan
pengembangan pendidikan) dapat dilakukan secara sukarela, secara langsung atau
tidak langsung, dalam seluruh kegiatan sejak perencanaan sampai merasakan
kemanfaatannya, terorganisasi pelaksanaan partisipasinya secara intensif, dalam
lingkup seluruh jenis kegiatan pengembangan pendidikan secara efektif, dan
dilakukan oleh berbagai lapisan masyarakat sesuai potensi dan kemampuan masing-
masing anggota masyarakat.
Partisipasi adalah proses aktif dan inisiatif yang muncul dari masyarakat serta
akan terwujud sebagai suatu kegiatan nyata apabila terpenuhi oleh tiga faktor
pendukungnya yaitu: (1) adanya kemauan, (2) adanya kemampuan, dan (3) adanya
kesempatan untuk berpartisipasi (Slamet, 1992).
Kemauan dan kemampuan berpartisipasi berasal dari yang bersangkutan
(warga atau kelompok masyarakat), sedangkan kesempatan berpartisipasi datang dari
pihak luar yang memberi kesempatan. Apabila ada kemauan tapi tidak ada
kemampuan dari warga atau kelompok dalam suatu masyarakat, sungguhpun telah
diberi kesempatan oleh negara atau penyelenggara pemerintahan, maka partisipasi
tidak akan terjadi. Demikian juga, jika ada kemauan dan kemampuan tetapi tidak ada
ruang atau kesempatan yang diberikan oleh negara atau penyelenggara pemerintahan

3
untuk warga atau kelompok dari suatu masyarakat, maka tidak mungkin juga
partisipasi masyarakat itu terjadi.
Demikian halnya dengan partisipasi masyarakat dalam pengembangan
pendidikan di Indonesia. Perlu ditumbuhkan adanya kemauan dan kemampuan
keluarga/warga atau kelompok masyarakat untuk berpartisipasi dalam
pengembangan pendidikan. Sebaliknya juga pihak penyelenggara negara atau
penyelenggara pemerintahan perlu memberikan ruang dan/atau kesempatan dalam
hal lingkup apa, seluas mana, melalui cara bagaimana, seintensif mana, dan dengan
mekanisme bagaimana pertisipasi masyarakat itu dapat dilakukan.
Ada tidaknya kemauan keluarga/warga atau kelompok masyarakat dalam
pengembangan pendidikan di Indonesia terkait dengan paradigma pembangunan
yang dominan saat ini dan sebelumnya. Paradigma pembangunan yang sentralistik
yang dianut pemerintah sampai satu dekade yang lalu, telah menumbuhkan opini
masyarakat bahwa tanggung jawab utama pembangunan (dalam bidang pendidikan)
adalah terletak di tangan pemerintah. Warga dan kelompok masyarakat yang lebih
ditempatkan sebagai “bukan pemain utama” telah merasa terpinggirkan, walaupun
mengurus kebutuhan dan kepentingannya sendiri. Kesan tersebut telah melemahkan
kemauan berpartisipasi warga dan kelompok-kelompok masyarakat dalam
pengembangan pendidikan. Bahkan, kesan tersebut masih sering muncul dalam
orasi-orasi demonstrasi yang mengesankan bahwa “tanggung jawab pengembangan
pendidikan semata-mata dilimpahkan kepada negara atau penyelenggara
pemerintahan”.
Dalam paradigma pembangunan yang sentralistik, model perencanaan
pembangunan pendidikan kita telah menempatkan peran para perencana
pembangunan berfungsi sebagai seorang ahli yang membuat cetak biru (blue print)
perubahan dan menempatkan warga atau kelompok masyarakat untuk mengikuti
pola-pola yang dirancangnya. Oleh karena segala sesuatu yang menyangkut
pengembangan pendidikan telah dirancang oleh para perencana melalui dokumen
yang dikenal sebagai petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis),
maka kemauan masyarakat untuk berpartisipasi menjadi rendah akibat dari
keterbatasan ruang partisipasi yang ada. Pada gilirannya hal ini telah melemahkan
kemauan masyarakat itu sendiri untuk berpartisipsi dalam pengembangan
pendidikan.
Menurut Sutrisno (1995) perencanaan pembangunan yang demikian telah
menempatkan masyarakat hanya sebagai suatu subsistem yang diasumsikan sebagai
bagian pasif dari sistem pembangunan. Lalu, apabila suatu masyarakat ikut serta
dalam suatu program yang telah direncanakan, maka yang terjadi bukanlah
partisipasi, tetapi lebih merupakan bagian dari mobilisasi masyarakat.

Hadirin yang saya hormati,


Kini, paradigma pembangunan yang dominan telah mulai bergeser ke
paradigma desentralistik. Sejak diundangkan UU No.22/1999 tentang Pemerintah
Daerah maka menandai perlunya desentralisasi dalam banyak urusan yang semula
dikelola secara sentralistik. Menurut Tjokroamidjoyo (dalam Jalal dan Supriyadi,
2001), bahwa salah satu tujuan dari desentralisasi adalah untuk meningkatkan
pengertian rakyat serta dukungan mereka dalam kegiatan pembangunan dan melatih
rakyat untuk dapat mengatur urusannya sendiri. Ini artinya, bahwa kemauan
berpartisipasi masyarakat dalam pembangunan (termasuk dalam pengembangan
pendidikan) harus ditumbuhkan dan ruang partisipasi perlu dibuka selebar-lebarnya.

4
Kemampuan berpartisipasi terkait dengan kepemilikan sumber daya yang
diperlukan untuk dipartisipasikan, baik menyangkut kualitas sumber daya manusia
maupun sumber daya lainnya seperti dana, tenaga, dan lain-lain.
Agar kemampuan untuk berpartisipasi dimiliki oleh masyarakat, maka perlu
peningkatan sumber daya manusia dengan cara memperbaharui dan meluaskan tiga
jenis pendidikan masyarakat baik formal, nonformal maupun informal. Akses yang
luas terhadap tiga jenis pendidikan tersebut akan mempercepat tingginya tingkat
pendidikan dan pada gilirannya akan memampukan masyarakat berpartisipasi dalam
pembangunan (termasuk pengembangan pendidikan).

MASALAH PENGEMBANGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

Hadirin yang saya hormati,


Secara singkat pendidikan merupakan produk dari masyarakat. Pendidikan
tidak lain merupakan proses transmisi pengetahuan, sikap, kepercayaan,
keterampilan dan aspek-aspek perilaku lainnya kepada generasi ke generasi. Dengan
pengertian seperti itu, sebenarnya upaya tersebut sudah dilakukan sepenuhnya oleh
kekuatan-kekuatan masyarakat. Hampir segala sesuatu yang kita pelajari adalah
sebagai hasil dari hubungan kita dengan orang lain, baik di rumah, sekolah, tempat
permainan, pekerjaan dan sebagainya. Segala sesuatu yang kita ketahui ternyata
adalah hasil hubungan timbal balik yang telah sedemikian rupa dibentuk oleh
masyarakat di sekitar kita.
Bagi suatu masyarakat, hakikat pendidikan diharapkan mampu berfungsi
menunjang bagi kelangsungan dan proses kemajuan hidupnya. Agar masyarakat itu
dapat melanjutkan eksistensinya, maka diteruskan nilai-nilai, pengetahuan,
keterampilan dan bentuk tata perilaku lainnya kepada generasi mudanya. Tiap
masyarakat selalu berupaya meneruskan kebudayaannya dengan proses adaptasi
tertentu sesuai corak masing-masing periode zamannya kepada generasi muda
melalui pendidikan, atau secara khusus melalui interaksi sosial. Dengan demikian
fungsi pendidikan tidak lain adalah sebagai proses sosialisasi (Nasution, 1999).
Dalam pengertian sosialisasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa aktivitas
pendidikan sebenarnya sudah dimulai semenjak seorang individu pertama kali
berinteraksi dengan lingkungan eksternal di luarnya, yakni keluarga. Seorang bayi
yang baru lahir tentunya hidup dalam keadaan yang tidak berdaya sama sekali.
Menyadari hal demikian sang ibu berupaya memberikan segala bentuk curahan kasih
sayang dan buaian cinta kasih melalui air susunya, perawatan yang lembut serta
gendongan yang begitu mesra kepada si bayi. Begitulah proses tersebut berlangsung
selama si bayi masih tetap memerlukan pertolongan intensif dari manusia lain.
Sampai pada umur tertentu ia tumbuh dan berkembang dengan sehat di dalam
mahligai cinta kasih keluarga, perpaduan sepasang manusia yang menjadi orang
tuanya. Anggota keluarga baru itu terus menerus belajar mengetahui, mempelajari
serta melakukan berbagai reaksi terhadap stimulus dari dunia barunya. Lalu, sang
bayi juga berusaha memahami esensi nilai-nilai kemanusiaan dari keluarganya
dalam bentuk gerak tubuh, belajar berbicara, tertawa serta semua tindak tanduk yang
menggambarkan bahwa jiwa raganya telah terpaut erat oleh belaian kasih sayang
manusia dewasa. Begitulah pendidikan berjalan dalam keluarga. Proses tersebut
berlangsung pula ketika seseorang tumbuh menjadi manusia dewasa. Pendidikan
sebagai proses sosialisasi di masyarakat berjalan mulai dari lingkungan yang terkecil
sampai lingkungan yang terbesar dari individu tersebut (Karsidi, 2004).

5
Akan tetapi tidak dapat dipungkiri pula ternyata masyarakat dunia secara
global telah ikut mempengaruhi iklim pendidikan. Pengaruh modernisasi di berbagai
sektor kehidupan telah melahirkan karakter pendidikan yang hampir sama di seluruh
dunia, meskipun memiliki ciri khas tertentu di tiap-tiap negara. Dalam masyarakat
yang sudah maju, proses pendidikan sebagian dilaksanakan dalam lembaga
pendidikan yang disebut sekolah dan pendidikan dalam lembaga-lembaga tersebut
merupakan suatu kegiatan yang lebih teratur dan terdeferensiasi. Inilah pendidikan
formal yang biasa dikenal oleh masyarakat sebagai “schooling” (Tilaar, 2003).
Oleh karena tuntutan tugas keluarga dan masyarakat, lalu tugas-tugas di atas
diambil alih oleh sekolah, atau sebaliknya keluarga dan masyarakat telah merasa
memandatkan atau menyerahkan tugas tersebut sepenuhnya kepada sekolah. Jadi
seakan-akan tugas sosialisasi agar suatu generasi dapat mencapai prestasi tertentu,
dikonotasikan menjadi tugas sekolah.
Apabila pada masa tertentu suatu generasi dengan capaian prestasi tertentu,
maka lalu dikonotasikan pula bahwa hasil capaian tersebut adalah merupakan
prestasi sekolah. Padahal, apabila tugas pendidikan telah tercerabut dari program
lingkungannya atau masyarakatnya, dapat dipastikan akan menghasilkan suatu
capaian yang tidak memuaskan hasilnya bagi masyarakat itu sendiri. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa antara sekolah, keluarga, dan masyarakat saling berpacu menuju
perubahan.
Akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, suatu keluarga dan
anggotanya terkadang lebih maju di depan daripada sekolah tempat anak-anaknya
dikirim untuk diharapkan dapat mengembangkan diri. Demikian juga dengan
kelompok-kelompok masyarakat, baik itu dari jasa industri, kelompok profesi atau
kelompok-kelompok masyarakat lainnya terkadang telah lebih dahulu maju di depan
daripada sekolah itu sendiri.

Hadirin yang saya hormati,


Perkembangan teknologi (terutama teknologi informasi) menyebabkan
peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan akan mulai bergeser. Sekolah tidak lagi
akan menjadi satu-satunya pusat pembelajaran karena aktivitas belajar tidak lagi
terbatasi oleh ruang dan waktu. Peran guru juga tidak akan menjadi satu-satunya
sumber belajar karena banyak sumber belajar dan sumber informasi yang mampu
memfasilitasi seseorang untuk belajar.
Wen (2003) seorang usahawan teknologi mempunyai gagasan mereformasi
sistem pendidikan masa depan. Menurutnya, apabila anak diajarkan untuk mampu
belajar sendiri, mencipta, dan menjalani kehidupannya dengan berani dan percaya
diri atas fasilitasi lingkungannya (keluarga dan masyarakat) serta peran sekolah tidak
hanya menekankan untuk mendapatkan nilai-nilai ujian yang baik saja, maka akan
jauh lebih baik dapat menghasilkan generasi masa depan. Orientasi pendidikan yang
terlupakan adalah bagaimana agar lulusan suatu sekolah dapat cukup
pengetahuannya dan kompeten dalam bidangnya, tapi juga matang dan sehat
kepribadiannya. Bahkan konsep tentang sekolah di masa yang akan datang,
menurutnya akan berubah secara drastis. Secara fisik, sekolah tidak perlu lagi
menyediakan sumber-sumber daya yang secara tradisional berisi bangunan-bangunan
besar, tenaga yang banyak dan perangkat lainnya. Sekolah harus bekerja sama secara
komplementer dengan sumber belajar lain terutama fasilitas internet yang telah
menjadi “sekolah maya”.

6
Hadirin yang saya hormati,
Bagaimanapun kemajuan teknologi informasi di masa yang akan datang,
keberadaan sekolah tetap akan diperlukan oleh masyarakat. Kita tidak dapat
menghapus sekolah, karena dengan alasan telah ada teknologi informasi yang maju.
Ada sisi-sisi tertentu dari fungsi dan peranan sekolah yang tidak dapat tergantikan,
misalnya hubungan guru-murid dalam fungsi mengembangkan kepribadian atau
membina hubungan sosial, rasa kebersamaan, kohesi sosial, dan lain-lain.
Teknologi informasi hanya mungkin menjadi pengganti fungsi penyebaran
informasi dan sumber belajar atau sumber bahan ajar. Bahan ajar yang semula
disampaikan di sekolah secara klasikal, lalu dapat diubah menjadi pembelajaran yang
diindividualisasikan melalui jaringan internet yang dapat diakses oleh siapapun dari
manapun secara individu.
Memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka diperlukan reaktualisasi
partisipasi masyarakat dalam rangka perbaikan mutu layanan dan output pendidikan.
Dikatakan sebagai reaktualisasi karena sebenarnya dalam usaha pendidikan pada
dasarnya sudah menjadi bagian dari tugas mereka (yaitu para orang tua dan
kelompok-kelompok masyarakat lainnya).

REAKTUALISASI PARTISIPASI MASYARAKAT


DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIDIKAN DI INDONESIA

Hadirin yang saya hormati,


Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa bergesernya paradigma pembangunan
yang sentralistik ke desentralistik telah mengubah cara pandang penyelenggara
negara dan masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan. Pembangunan harus
dipandang sebagai bagian dari kebutuhan masyarakat itu sendiri dan bukan semata
kepentingan negara. Pembangunan seharusnya mengandung arti bahwa manusia
ditempatkan pada posisi pelaku dan sekaligus penerima manfaat dari proses mencari
solusi dan meraih hasil pembangunan untuk dirinya dan lingkungannya dalam arti
yang lebih luas. Dengan demikian, masyarakat harus mampu meningkatkan kualitas
kemandirian mengatasi masalah yang dihadapinya, baik secara individual maupun
secara kolektif.
Namun dalam kenyataannya, arti pembangunan mengalami gelombang
pasang sesuai kebutuhan dan tuntutannya. Pada saat di mana suatu program
pembangunan didominasi oleh peran pemerintah dan peran masyarakat lemah, maka
masyarakat lalu hanya ditempatkan sebagai saluran mempercepat program-program
pembangunan itu. Sebaliknya, apabila kemudian peran masyarakat kuat dan
ditempatkan sebagai subjek, maka akan bermakna sebagai upaya pemberdayaan atau
penguatan masyarakat, baik secara institusional maupun perseorangan anggota
masyarakat (Karsidi, 2002).
Penguatan masyarakat secara institusional bisa diartikan sebagai
pengelompokan anggota masyarakat sebagai warga negara mandiri yang dapat dengan
bebas dan egaliter bertindak aktif dalam wacana dan praksis mengenai segala hal yang
berkaitan dengan masalah kemasyarakatan pada umumnya. Termasuk di dalamnya
adalah jejaring, pengelompokan sosial yang mencakup mulai dari rumah tangga
(household), organisasi-organisasi sukarela (termasuk partai politik), sampai
organisasi-organisasi yang mungkin pada awalnya dibentuk oleh negara, tetapi
melayani kepentingan masyarakat yaitu sebagai perantara dari negara di satu pihak
dengan individu dan masyarakat di pihak lain (Hikam, 1993).

7
Belajar dari pengalaman bahwa ketika peran pemerintah sangat dominan dan
peranserta masyarakat hanya dipandang sebagai kewajiban, maka masyarakat justru
akan terpinggirkan dari proses pembangunan itu sendiri. Penguatan partisipasi
masyarakat haruslah menjadi bagian dari agenda pembangunan itu sendiri, lebih-lebih
dalam era globalisasi. Peranserta masyarakat harus lebih dimaknai sebagai hak
daripada sekadar kewajiban. Kontrol rakyat (anggota masyarakat) terhadap isi dan
prioritas agenda pengambilan keputusan pembangunan harus dimaknai sebagai hak
masyarakat untuk ikut mengontrol agenda dan urutan prioritas pembangunan untuk
dirinya atau kelompoknya. Oleh karena itu, tidak akan dapat diterima jika satu
golongan mendiktekan keinginan dan kepentingannya dalam isi dan prioritas agenda
pengambilan keputusan pembangunan, apakah itu golongan di dalam negeri seperti
pejabat pemerintah atau usahawan, dan eksternal seperti kekuatan besar misalnya
lembaga (keuangan) internasional (Karsidi, 2002)
Korten (1980; 1984), mengatakan bahwa titik pusat perhatian masa pasca
industri adalah pada pendekatan ke arah pembangunan yang lebih berpihak kepada
rakyat. Individu bukanlah sebagai objek, melainkan berperan sebagai pelaku, yang
menentukan tujuan, mengontrol sumber daya, dan mengarahkan proses yang
mempengaruhi hidupnya sendiri.
Pembangunan yang memihak rakyat menekankan nilai pentingnya prakarsa
dan perbedaan lokal. Oleh karena itu, maka pembangunan seperti itu mementingkan
sistem swa-organisasi yang dikembangkan di sekitar satuan-satuan organisasi berskala
manusia dan masyarakat yang berswadaya. Kesejahteraan dan realisasi diri manusia
merupakan jantung konsep pembangunan yang memihak rakyat. Perasaan berharga
diri adalah sama pentingnya bagi pencapaian mutu hidup yang tinggi.
Penyadaran diri masyarakat merupakan satu di antara argumen-argumen yang
paling telak dan tajam diajukan oleh Paulo Freire (1984), dan ini adalah inti dari usaha
bagaimana bisa mengangkat rakyat dari kelemahannya selama ini. Kesempitan
pandangan dan cakrawala rakyat diubah ke arah suatu keinsyafan, perasaan,
pemikiran, dan gagasan bahwa hal-ihwal dapat menjadi lain dan tersedia alternatif-
alternatif jika dirinya terlibat langsung menyelesaikan masalah-masalahnya.
Bentuk aktualisasi dan pernyataan penyadaran diri masyarakat secara kolektif
dapat berupa partisipasinya dalam proses pengambilan keputusan yang berhubungan
dengan kebutuhan dirinya dan kelompoknya dalam komunitas yang melingkupinya.
Cara-cara kolektif berpartisipasi oleh masyarakat bisa teraktualisasikan dalam bentuk
musyawarah dan juga terbentuknya institusi lokal oleh masyarakat itu sendiri.
Musyawarah adalah sebuah pendekatan kultural khas Indonesia yang dapat
dimasukkan dalam proses eksplorasi kebutuhan dan identifikasi masalah.
Musyawarah juga merupakan bentuk sarana untuk meningkatkan partisipasi dan
rasa memiliki atas keputusan dan rencana pembangunan. Musyawarah dapat
merupakan cara analisis kebutuhan (needs) dan tidak sekadar keinginan (wants) yang
bersifat superfisial demi pemenuhan kebutuhan sesaat. Oleh karena itu pemilihan
orang-orang yang mewakili sebagai peserta musyawarah untuk suatu keperluan seperti
merumuskan kebutuhan masyarakat haruslah benar-benar yang mampu menyalurkan
aspirasi masyarakat yang diwakilinya. Masyawarah harus dipandang sebagai bentuk
dari community needs analysis.
Langkah lain dalam proses partisipasi masyarakat itu adalah pembentukan
kelompok. Melalui kelompok akan dibina solidaritas, kerja sama, musyawarah, rasa
aman dan percaya kepada diri sendiri (Karsidi, 2001). Salah satu cara yang efektif
untuk membentuk kelompok adalah melalui pendekatan kepentingan yang sama
secara primordial. Dalam kelompok primordial itu, para anggota kelompok akan

8
memperoleh referensi yang sama. Dengan bertolak dari kelompok primordial, maka
para anggota akan merasakan adanya hal-hal baru jika mereka bersedia
membandingkannya dengan situasi lama. Ini akan menimbulkan keasyikan dan
motivasi tersendiri. Melalui kelompok, para anggota akan menyusun program, dan
bekerja secara sistematis, serta bisa merasakan adanya perkembangan dan kemajuan
sebagai hasil kegiatan mereka.
Pembentukan dan pengembangan kelompok masyarakat dapat dikatakan
sebagai basis dari strategi pembangunan dari bawah. Dari kelompok-kelompok itu
diharapkan akan timbul dinamika dari bawah. Hal yang mendasar dalam kelompok
adalah perlunya penyadaran warga masyarakat untuk mau dan mampu berpartisipasi
sehingga dalam kelompok terjadi dinamika sebagai institusi masyarakat.

Hadirin yang saya hormati,


Pada dasarnya, partisipasi masyarakat telah terjadi di sekolah dalam praktik
penyelenggaraan musyawarah maupun pembentukan institusi lokal. Dua jenis
kebijakan pemerintah tentang Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di sekolah-
sekolah tingkat dasar dan menengah serta Majelis Wali Amanah (MWA) di
perguruan tinggi BHMN adalah contoh dari bentuk perwujudan mekanisme dan
struktur kelembagaan untuk menyalurkan partisipasi masyarakat dalam
penyelengaraan pendidikan.
Masalahnya adalah apakah kedua contoh kelembagaan tersebut telah mampu
menjadi saluran partisipasi yang benar-benar mewakili masyarakat yang seharusnya
diwakilinya. Lebih dari itu, apakah lembaga-lembaga tersebut telah menjalankan
fungsi penyaluran partisipasi masyarakat dari yang seharusnya disalurkan. Selama ini
keterwakilan dalam suatu organisasi atau forum biasanya diserahkan kepada warga
negara yang digolongkan sebagai tokoh masyarakat atau elit. Namun cara seperti ini
terkadang justru menyebabkan warga biasa (yang bukan tokoh) tidak akan mampu
menjadi bagian dari forum dan pada gilirannya tidak tersalurkan pula aspirasinya.

Hadirin yang saya hormati,


Komponen-komponen masyarakat baik orang tua siswa, atau kelompok-
kelompok masyarakat lainnya di luar sekolah, seharusnya mempunyai tanggung
jawab mengembangkan pendidikan secara mikro yaitu dalam lingkup pendidikan di
sekolah dan secara makro adalah untuk pengembangan sumber daya manusia bangsa.
Dalam hal apa saja seharusnya mereka berpartisipasi? Sebagaimana telah
diuraikan sebelumnya bahwa tanggung jawab pengembangan pendidikan sebagai
proses sosialisasi adalah berada pada orang tua dan kelompok-kelompok masyarakat
yang berkepentingan. Tanggung jawab tersebut tidak pernah lepas tetapi pernah
mengendor, sejalan dengan dominannya paradigma pembangunan sentralistik. Oleh
karena paradigma tersebut telah bergeser menuju kepada peluang yang lebar bagi
teraktualisasikannya kembali partisipasi masyarakat, maka perlu segera dilakukan
upaya pemulihan dan pengembalian tanggung jawab masyarakat terhadap
pengembangan pendidikan baik dalam skala mikro maupun skala makro. Inilah yang
saya sebut sebagai reaktualisasi partisipasi masyarakat, karena sebenarnya yang
bertanggung jawab dalam hal ini adalah justru masyarakat itu sendiri.
Mengacu pada lingkup partisipasi masyarakat, maka dalam pengembangan
pendidikan, masyarakat harus dilibatkan sejak dari proses perencanaan, pelaksanaan,
pemanfaatan hasil dan evaluasinya.

9
Hadirin yang saya hormati,
Program-program pembelajaran di sekolah berupa desain kurikulum dan
pelaksanaannya, kegiatan-kegiatan nonkurikuler sampai pada pengadaan kebutuhan
sumber daya untuk suatu sekolah agar dapat berjalan lancar, tampaknya harus sudah
mulai diberikan ruang partisipasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Demikian
pula di lembaga-lembaga pendidikan lainnya nonsekolah, ruang partisipasi tersebut
harus dibuka lebar agar tanggung jawab pengembangan pendidikan tidak tertumpu
pada lembaga pendidikan itu sendiri, lebih-lebih pada pemerintah sebagai
penyelenggara negara.
Cara untuk penyaluran partisipasi dapat diciptakan dengan berbagai variasi
cara sesuai dengan kondisi masing-masing wilayah atau komunitas tempat
masyarakat dan lembaga pendidikan itu berada. Kondisi ini menuntut kesigapan para
pemegang kebijakan dan manajer pendidikan untuk mendistribusi peran dan
kekuasaannya agar bisa menampung sumbangan partisipasi masyarakat. Sebaliknya,
dari pihak masyarakat (termasuk orang tua dan kelompok-kelompok masyarakat)
juga harus belajar untuk kemudian bisa memiliki kemauan dan kemampuan
berpartisipasi dalam pengembangan pendidikan.
Sebagai contoh adalah tanggungjawab dunia usaha/industri. Mereka tidak
bisa tinggal diam menunggu dari suatu lembaga pendidikan/sekolah sampai dapat
meluluskan alumninya, lalu menggunakannya jika menghasilkan output yang baik
dan mengkritiknya jika terdapat output yang tidak baik. Partisipasi dunia
usaha/industri terhadap lembaga pendidikan harus ikut bertanggung jawab untuk
menghasilkan output yang baik sesuai dengan rumusan harapan bersama. Demikian
juga kelompok-kelompok masyarakat lain, termasuk orang tua siswa. Dengan cara
demikian, maka mutu pendidikan suatu lembaga pendidikan menjadi tanggung jawab
bersama antara lembaga pendidikan dan komponen-komponen lainnya di masyarakat
tersebut.

Hadirin yang saya hormati,


Bagaimana dengan tanggungjawab negara terhadap pengembangan
pendidikan? Uraian di atas bukan bermaksud untuk mengurangi tanggung jawab
pemerintah sebagai penyelenggara negara dalam bidang pendidikan. Sebagaimana
diamanatkan oleh UU Sisdiknas, 2003 bahwa pemerintah dan pemerintah daerah
berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan
pendidikan, serta berkewajiban memberikan layanan dan kemudahan
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa
diskriminasi. Pemerintah dan pemerintah daerah juga wajib menjamin tersedianya
dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara dari usia tujuh
sampai usia lima belas tahun. Lebih dari itu, sebenarnya peluang bagi orang
tua/warga dan kelompok masyarakat masih sangatlah luas.
Untuk itu, maka dalam kondisi kualitas layanan dan output pendidikan
sedang banyak dipertanyakan mutu dan relevansinya, maka pemerintah seharusnya
memberikan peluang yang luas bagi partisipasi masyarakat. Lebih dari itu,
pemerintah perlu menyusun mekanisme sehingga orang tua dan kelompok-
kelompok masyarakat dapat berpartisipasi secara optimal dalam pengembangan
pendidikan di Indonesia.

10
SIMPULAN DAN SARAN

Hadirin yang saya hormati,


Perkenankanlah saya mengambil beberapa simpulan pidato ini sebagai
berikut:
1. Adanya opini masyarakat bahwa tanggung jawab utama pembangunan (dalam
bidang pendidikan) hanya terletak di tangan pemerintah, menyebabkan
masyarakat merasa hanya ditempatkan sebagai “bukan pemain utama” dan
berakibat melemahkan kemauan berpartisipasi warga dan kelompok-kelompok
masyarakat dalam pengembangan pendidikan. Kondisi ini telah merugikan
pengembangan pendidikan itu sendiri dan semakin memberatkan pemerintah
sebagai penyelenggara negara.
2. Perkembangan teknologi (terutama di bidang teknologi informasi) menyebabkan
peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan mulai bergeser. Di kemudian hari
sekolah tidak lagi akan menjadi satu-satunya pusat pembelajaran karena aktivitas
belajar tidak lagi terbatasi oleh ruang dan waktu. Peran guru juga tidak akan
menjadi satu-satunya sumber belajar karena banyak sumber belajar dan sumber
informasi yang mampu memfasilitasi seseorang untuk belajar. Peranan orang tua
dan kelompok-kelompok masyarakat menjadi sangat penting untuk mengisi
kekosongan peran yang tidak lagi mampu diambil oleh sekolah/lembaga
pendidikan.
3. Bergesernya paradigma pembangunan sentralistik ke desentralistik telah
membuka peluang yang lebar bagi teraktualisasikannya kembali partisipasi
masyarakat dalam pengembangan pendidikan.
4. Orang tua dan kelompok-kelompok masyarakat harus dilibatkan dalam
pengembangan pendidikan sejak dari proses perencanaan, pelaksanaan,
pemanfaatan hasil dan evaluasinya.
5. Media dan forum yang dapat dimanfaatkan untuk penyaluran partisipasi
masyarakat dalam pengembangan pendidikan antara lain adalah media
musyawarah dan pembentukan institusi masyarakat yang mampu menampung
aspirasi masyarakat, terutama di wilayah atau komunitas tempat sekolah/lembaga
pendidikan berada.

Hadirin yang saya hormati,


Untuk itu, maka perlu ditumbuhkan adanya kesadaran, kemauan dan
kemampuan keluarga/warga atau kelompok masyarakat untuk berpartisipasi dalam
pengembangan pendidikan. Pemerintah dan pemerintah daerah sebagai
penyelenggara negara dan sekolah/lembaga-lembaga pendidikan perlu memberikan
ruang dan/atau kesempatan yang luas untuk memungkinkan terwujudnya partisipasi
masyarakat dalam pengembangan pendidikan, baik dalam skala makro kewilayahan
maupun skala mikro kelembagaan pendidikan.
Selain itu, perlu segera dilakukan upaya pemulihan dan pengembalian
tanggung jawab masyarakat sebagai wujud reaktualisasi partisipasi masyarakat untuk
menuju tercapainya keseimbangan tanggung jawab antara pemerintah, orang tua, dan
masyarakat terhadap pengembangan pendidikan. Selanjutnya, diperlukan adanya
peraturan perundang-undangan yang mengatur hal ini, baik dalam skala nasional,
daerah, maupun institusi penyelenggara pendidikan yang menjamin ruang dan gerak
realisasi partisipasi masyarakat dalam pengembangan pendidikan.

11
Ucapan Terima Kasih

Hadirin yang saya hormati,


Sebagai penutup pidato pengukuhan ini perkenankan saya mengucapkan puji
syukur ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rakhmat, hidayah dan barokah-
Nya kepada saya sekeluarga. Dalam kesempatan ini juga akan saya pergunakan
untuk mencurahkan perasaan dan ucapan terima kasih yang paling dalam kepada
berbagai pihak yang telah memberikan jasanya, sehingga saya mendapatkan jabatan
terhormat sebagai Guru Besar bidang Sosiologi Pendidikan di FKIP UNS.
Terlalu banyak pihak yang telah berjasa mengantarkan saya menjadi guru
besar ini, dan terlalu sedikit yang dapat disebutkan di sini, antara lain:
1. Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang telah memberikan
kepercayaan kepada saya dan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi yang telah
meloloskan usulan sebagai Guru Besar bidang Sosiologi Pendidikan di FKIP
UNS.
2. Rektor UNS yang juga Ketua Senat: Bapak Prof. Dr. dr. H. Muchammad
Syamsulhadi, Sp.KJ, Mantan Rektor UNS Bapak Prof. Drs. Haris Mudjiman,
Ph.D, Sekretaris Senat Bapak Prof. Dr. Sunardi, dan segenap anggota Senat yang
telah mempromosikan dan mengusulkan serta memberikan kemudahan kepada
saya untuk memangku jabatan sebagai Guru Besar. Demikian juga, kepada
Dekan yang juga sebagai Ketua Senat FKIP UNS Bapak Drs. H. Trisno
Martono, M.M., para Pembantu Dekan, Ketua dan Sekretaris Jurusan/Program
Studi beserta seluruh anggota Senat Fakultas yang telah mengusulkan saya
untuk memangku jabatan sebagai Guru Besar di FKIP UNS. Demikian juga para
senior dan rekan sejawat kerja di Program Studi Pendidian Khusus/Ilmu
Pendidikan dan Program Studi Pendidikan Sosiologi dan Antropologi/
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah memberikan kesempatan,
dorongan dan semangat untuk bekerja lebih baik.
3. Prof. Dr. Pang S.Asy’ari, Prof. Dr. H. R. Margono Slamet, Prof. Dr. Sediono
M.P. Tjondronegoro, Dr. H. Prabowo Tjitropranoto, M.Sc., Prof. Dr. Khairil
Anwar, Prof. Dr. H. Andi Hakim Nasution (alm.), Prof. Dr. Arif Budiman, dan
Dr. Nico Lulu Kana, M.A., serta Prof. Dr. Sam Isbani (alm.), dan Drs. H.
Mohammad Syarif Hidayat; mereka semua itu adalah Promotor dan Co-
Promotor serta pembimbing disertasi/tesis/skripsi yang telah turut memberikan
sumbangan dalam mengembangkan kemampuan akademik saya.
4. Para senior saya yang selalu memberikan dorongan untuk mencapai derajat
/jabatan guru besar ini, yaitu: Prof. Drs. H. Sukiyo, Prof. Dr. H.. Moch. Bandi,
Prof. Drs. Anton Sukarno, M.Pd., Prof. Dra. Hj.W arkitri, Prof. Dr. H. Moch.
Sholeh YA Ichrom, Ph.D., Drs. H. Amin Sunarto dan Drs. H. Mastur Alwathoni.
5. Rekan-rekan di Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan (LPTP), rekan-
rekan peneliti di Pusat Penelitian dan Pengembangan Pedesaan dan Kawasan
(Puslitbangdeka), rekan-rekan sejawat pengajar di S2 Penyuluhan Pembangunan/
Manajemen Pengembangan Masyarakat, dan seluruh kolega Lembaga
Pengabdian kepada Masyrakat (LPM), yang semuanya telah memungkinkan saya
mengaktualisasikan potensi, kepedulian dan minat saya dalam bidang ilmu
sosial dan kemasyarakatan.
6. Segenap guru sejak di sekolah tingkat dasar sampai dengan perguruan tinggi,
yang tidak dapat disebut satu persatu, mereka telah ikut meletakkan dasar-dasar
kepercayaan untuk bertekad menuntut dan mengembangkan sikap keilmuan dan
kemampuan akademik saya.

12
7. Rekan-rekan dari kalangan pers dan media yang sering memberikan pencerahan
dan telah memberikan dorongan, kritik dan saran dalam suasana persahabatan
selama kami bermitra
8. Kedua orang tua saya Bapak H. Sudoto dan Ibu Hj. Kasih Sudoto, yang telah
mengasuh, mendidik, dan membesarkan saya dengan segala pengorbanan dan
jerih payahnya serta telah menjadi sumber motivasi untuk maju bagi hidup saya,
yang dengan penuh tulus ikhlas selalu mendoakan dan memberikan restu, serta
mendorong tak henti-hentinya untuk kesuksesan hidup saya sekeluarga. Kedua
mertua saya almarhum Bapak Sangad Hagnyosutomo dan khususnya
almarhumah Ibu Hj. Sudarti Hagnyosutomo yang telah mendoakan secara tulus
ikhlas dan bersedia mendampingi kami pada saat-saat sulit memulai hidup
berumah tangga serta selalu memberikan dorongan dan bimbingan untuk
kesuksesan saya sekeluarga. Semoga kedua beliau tersebut arwahnya diterima
Allah SWT dan khusnul khotimah.
9. Kepada saudara kandung saya (Jamil Kasman,S.E., Drs. H. Nono Karsono,
Sugeng Suwagi, S.Pd., Ir. Sukarno, dan Muhammad, S.E., sekaliyan istri)
beserta saudara ipar saya (Hj. Surtikah Sibawaih, H. Suryoko, B.Sc., Dra. Hj.
Makarti Sunaryo, H. Mumpuni Sutomo, B.A., H. Hamartani, sekaliyan) beserta
seluruh trah keluarga Bani As-Syuro, Bani Torjoyahmo, Bani Kyai Much.
Sudjak, dan Bani Anomsari yang telah memberikan dorongan, semangat dan
doa serta restu sehingga saya dapat memangku jabatan guru besar ini.
10. Istri saya tercinta Dra. Hj. Handayani Ravik, dan ketiga anak saya tersayang
Agung Nur Probohudono, Dewi Sari Pinandita, dan Hanifiya Samha Wardhani,
yang telah banyak berkorban selama saya menempuh studi sejak di PLPIIS Aceh,
di Searsolin Philipina, di Wisconsin dan Iowa USA, UKSW dan IPB, dengan
segala pengertian, ketulusan dan kesabarannya, telah mendorong dan memberi
semangat kepada saya mencapai jabatan akademik tertinggi ini. Mereka semua
telah menyejukkan pandangan mata dan menyejukkan hati bagi saya, dan semoga
Allah SWT membawa kami menjadi keluarga yang Sakinah, Mawaddah, wa
Rohmah.

Terimakasih atas perhatiannya dan mohon maaf atas segala kekurangannya.


Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rakhmat dan hidayahNya kepada kita
semua. Amien.
Billahit taufiq wal hidayah. Wassalamu ‘alaikum wr.wb.

13
DAFTAR PUSTAKA

Cohen, John M. And Norman T. Uphoff, 1980, Participation’s Place in Rural


Development: Seeking Clarity Through Specificity, dalam World
Development 8.

Freire, Paulo, 1984, Pendidikan Sebagai Prakten Pembebasan (Perterjemah


A.A.Nugroho), Jakarta: Gramedia.

Hikam, Muhammad AS (1993), “Demokrasi melalui Civil Society, Sebuah Tatapan


Reflektif atas Indonesia”, PRISMA No. 6/1993, Jakarta: LP3ES.

Jalal, Fasli dan Dedi Supriadi (ed), Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi
Daerah, Yogyakarta: Adi Cipta.

Karsidi, Ravik, 2001, Membangun Institusi Masyarakat Pedesaan yang Mandiri,


Jurnal Warta Vol.4 No.I Universitas Muhammadiyah Surakarta, Juni 2001.

---------, 2002, Mengapa Musyawarah Kota Membangun Penting dalam


Perencanaan Pembangunan?, Makalah disampaikan dalam Diskusi Panel
IPGI, Solo 20 September 2002.

--------- 2004, Sosiologi Pendidikan, Surakarta:UNS Press.

Korten, David C., 1984. Pembangunan yang Memihak Rakyat, Jakarta: Lembaga
Studi Pembangunan.

---------, 1980, Community Organization and Rural Development: A Learning


Process Approach, Public Administration Review, September/October 1980
p.480-509.

Kompas, 2004, Langkah Politis Mendongkrak HDI, Jakarta, Koran terbit 29


Nopember 2004 hal.9.

Nasution, S, 1999, Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.

Russell, Bertrand, 1993, Pendidikan dan Tatanan Sosial, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.

Sahidu, Arifudin, 1998, Partisipasi Masyarakat Tani Pengguna Lahan Sawah dalam
Pembangunan Pertanian di Daerah Lombok NTB, Bogor: Disertasi Program
Pascasarjana IPB.

Slamet, Margono, 2000, Memantapkan Posisi dan Meningkatkan Peran Penyuluhan


Pembangunan dalam Pembangunan, Makalah Seminar Pemberdayaan SDM
menuju Terwujudnya Masyarakat Madani, Bogor 25-26 September 2000.

Slamet, Y, 1994, Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi, Surakarta:


UNS Press.

14
Soetrisno, Loekman, 1995, Menuju Masyarakat Partisipatif, Yogyakarta: Penerbit
Kanisius.

Tilaar, HAR, 2003, Kekuasaan dan Pendidikan Suatu Tinjauan dari Perspektif
Kultural, Magelang: Indonesiatera.

United Nation/Departemen of Economic and Social Affairs, 1975, Popular


Participation in Decision Making for Development, New York, UN
Publication.

UNDP, 2004, Human Development Report 2004 (Cultural Liberty in Today’s


Diverse world), New York: Publised for United Nations Development
Programme (UNDP)

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, 2003.

Wen, Sayling, 2003. Future of Education (Masa Depan Pendidikan), alih bahasa
Arvin Saputra, Batam: Lucky Publishers.

15
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas

1. Nama : Ravik Karsidi


2. Tempat dan tanggal lahir : Sragen, 2 Juli 1957
3. Agama : Islam
4. Alamat rumah : Jl. Pembangunan I/28, Perum UNS Jati, Jaten,
Karanganyar, Solo
5. Status keluarga : Kawin, anak 3
a. Isteri : Dra. Hj. Handayani
b. Anak : 1. Agung Nur Probohudono
2. Dewi Sari Pinandita
3. Hanifia Samha Wardhani

B. Riwayat Pendidikan

1. SD-MIN Sumberlawang, Sragen, lulus tahun 1968


2. SLTP – PGAP Negeri, Sragen, lulus tahun 1972
3. SLTA – PGAA Negeri, Surakarta, lulus tahun 1974
4. Pendidikan
- Sarjana Muda (BA) : FIP UNS, Jurusan PLB, Surakarta, lulus 1979
- Sarjana (Drs) : FIP UNS, Jurusan PLB, Surakarta, lulus 1980
- Magister Sain (MS) : Institut Pertanian Bogor (IPB), Program Studi
Sosiologi Pedesaan untuk Jurusan Studi
Pembangunan, KPK UKSW, lulus 1994
- Doktor (Dr) : Institut Pertanian Bogor (IPB), Program Studi
Ilmu Penyuluhan Pembangunan, Bogor, lulus
tahun 1999
5. Pendidikan tambahan : 1. Latihan Konseling, Fakultas Psikologi,
Universitas Padjadjaran, Bandung, tahun
1981.
2. Latihan Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial,
PLPIIS, YIIS, Aceh, tahun 1982/1983.
3. Akta Mengajar V, tahun 1985.
4. Latihan Supervisi dan Manajemen
Pembangunan Pedesaan, Searsoline, Xavier
University, Cagayan de Oro, Philipina,
1986.
5. Peserta Group Study Exchage (GSE),
Wisconsin, USA, Rotary Foundation, 1988.
6. Latihan Action Research, IDRC-UNS, Solo,
1990.
7. Latihan Manajemen Pendidikan Guru
Pendidikan Dasar, The University of
IOWA, USA, 1994.

16
C. Riwayat Pekerjaan

1. 1981 – sekarang : Staf Pengajar Jurusan Ilmu Pendidikan, FKIP UNS


2. 1981 – 1982 : Staf Konselor Pusat Bimbingan Konseling,
Universitas Sebelas Maret
3. 1983 – 1986 : Kepala Biro Pendidikan Yayasan Pembinaan Anak
Cacat (YPAC) Pusat di Jakarta
4. 1987 – 1989 : Kepala Divisi Penelitian LPTP Surakarta
5. 1987 – 1989 : Kepala Pusat Studi Pengembangan Pedesaan
(sekarang menjadi Puslitbangdeka), Lemlit,
Universitas Sebelas Maret.
6. 1991 – 1992 : Tim Pendamping Perencanaan Pembangunan
Bappeda Tingkat II Kabupaten Sragen.
7. 1993 – 1995 : Deputy Tim Leader : Rural Bussines Service-
Project - Lembaga Pengembangan Teknologi
Pedesaan/PLN Jakarta
8. 1996 – 2000 : Deputy Tim Leader / Social and Training Specialist
di Proyek Kredit Mikro, Bank Indonesia Jakarta -
ADB
9. 1999 – sekarang : Koordinator Dewan Riset Daerah Jateng, Wilayah
Surakarta
10. 2000 – Maret 2003 : Ketua LPM Universitas Sebelas Maret
11. 2001 – sekarang : Staf Pengajar pada Program Studi Ilmu
Komunikasi, Ilmu Penyuluhan Pembangunan/
Manajemen Pengembangan Masyarakat, dan
Program Studi PKLH, Program Pasca Sarjana
UNS
12. April 2003 s.d. sekarang : Pembantu Rektor I Bidang Akademik, Kerjasama
dan Pengembangan Universitas Sebelas Maret

D. Riwayat Kepangkatan

1. Penata Muda/Asisten Ahli Madya, III/a – CAPEG, tmt 1 Maret 1981


2. Penata Muda/Asisten Ahli Madya, III/a, tmt 1 Agustus 1982
3. Penata Muda Tingkat I/Asisten Ahli, III/b, tmt 1 April 1984
4. Penata/Lektor Muda, III/c, tmt 1 April 1986
5. Penata/Lektor Madya, III/d, tmt 1 April 1989
6. Pembina/Lektor, IV/a, tmt 1 April 1993
7. Pembina Tingkat I/Lektor Kepala, IV/b, tmt 1 Juli 2001
8. Pembina Utama Muda, IV/c, tmt 1 Oktober 2002
9. Guru Besar, tmt 1 Oktober 2004

17
E. Pengalaman Mengajar

No. Mata Kuliah Instansi Tahun

1. Pekerjaan Sosial Program Studi PKH, FKIP UNS 1981 s.d.


sekarang
2. Perencanaan Pendidikan sda 1983 – 1987
3. Pendidikan Anak Berbakat sda 1993 s.d.
sekarang
4. Metodologi Penelitian sda 2002 s.d.
sekarang
5. Sosiologi Pendidikan sda 1983 – 1989

Program Studi Pendidikan 2000 s.d.


Sosiologi dan Antropologi, sekarang
FKIP UNS
6. Sosiologi Pembangunan S2 PKLH UNS 2000 s.d.
sekarang
7. Manajemen Program S2 Ilmu Komunikasi UNS 2000 s.d.
Komunikasi sekarang
8. Dasar-Dasar Pengembangan S2 Penyuluhan Pembangunan/ 2001 s.d.
Masyarakat Manajemen Pengembangan sekarang
Masyarakat UNS
9. Manajemen Pelatihan sda 2001 s.d.
sekarang

F. Penelitian

1. Pola Adaptasi bidang Ekonomi Penduduk di Sekitar Proyek Bendungan


(Studi Kasus di Desa Gilirejo Kecamatan Miri Kabupaten Sragen), 1997.
2. Penelitian Dasar tentang Permasalahan Pembinaan Partisipasi Masyarakat
dalam Pembangunan Desa, 1988.
3. Pengembangan Model KKN Khusus Mahasiswa UNS melalui Program
Pengendalian Hama Terpadu di Kecamatan Simo Boyolali, 1988.
4. Action Research Pengembangan Kelompok Swadaya Masyarakat Gilirejo,
Miri Sragen, 1988.
5. Identifikaksi Ketrampilan dan Tingkat Pendapatan Pedagang non Kios di
Pasar Klewer Surakarta, 1988.
6. Persepsi Pengrajin Home Industri terhadap Perkembangan dan Diversifikasi
Produk di Kodya Surakarta (Studi Kasus pada Produsen PM 3), 1988.
7. Pandangan Masyarakat Terhadap Pendidikan (Studi Kasus di Desa
Tlogotirto, Sumberlawang Sragen), 1989.
8. Pengembangan Model Pembinaan Usaha Bersama Pedagang Asongan di
SPBU 44 – 502 Pabelan Surakarta, 1989.
9. Studi Analisis terhadap Sistem Pelatihan Riset Aksi bagi 20 LSM di Jawa,
1989
10. Penelitian dan Model Pembinaan Lanjutan Pedagang Asongan di SPBU 44 –
502 Pabelan Surakarta, 1989.
11. Needs Assesment Pembinaan Sektor Informal Terutama Pedagang Makanan
dan Minuman di Perkotaan, 1990.

18
12. “Back up Research Needs Assesment” Permasalahan dan Kebutuhan
Pengembangan PM2 di Kabupaten Sukoharjo dan Kotamadya Surakarta,
1990.
13. Penerimaan Petani Pengelola Sabuk Hijau Terhadap Pengelolaan Sabuk Hijau
berdasarkan Agroekosistem, 1992.
14. Penelitian Pengembangan Kelompok Swadaya Pemuda di Pedesaan Wilayah
Kabupaten Karanganyar, 1992.
15. Penelitian Evaluasi Pelatihan bagi Seksi Pemuda dan Olahraga di LKMD
dalam rangka Pengembangan Pemuda di Daerah Pedesaan di Wilayah
Kabupaten Karanganyar, 1992.
16. Kesadaran Sejarah ditinjau dari Kemampuan Guru Mengajar, Pengalaman
Guru Mengajar dan Fasilitas Sekolah pada Siswa Sekolah Menengah Atas
Negeri Kotamadya Surakarta, 1992.
17. Penelitian Aksi Restrukturisasi Sosial pada Masyarakat di Sekitar Genangan
Waduk Kedungombo (Studi Kasus Penelitian Aksi Menuju Eksistensi
Masyarakat di Desa Gilirejo Kecamatan Miri Kabupaten Sragen), 1992.
18. Pendataan Usaha Skala Kecil Pedesaan di Lingkungan PT – PLN (Persero),
1993.
19. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Penghijauan di Das Hulu Jratun
Seluna, 1993.
20. Research and Development Action Research Training Model for LKMD,
Research Centre Sebelas Maret University and IDRC, Solo Indonesia, 1993.
21. Proses dan Jenis Adaptasi Penduduk terhadap Kehadiran Pembangunan
Waduk (Studi Kasus di Desa Gilirejo, Sragen), PPS UKSW, 1994.
22. Analisis Dinamika Kelompok Tani Pengelola Lahan Sabuk Hijau “Maju
Makmur”, 1994.
23. Pengelolaan Kawasan Sabuk Hijau Waduk Serba Guna oleh Masyarakat
Sekitarnya dengan Pendekatan Riset Aksi. (Studi Kasus di Waduk
Kedungombo, Jawa Tengah), 1994.
24. Efektifitas dan Dampak Lomba Desa terhadap Pembangunan Masyarakat
Desa di Jawa Tengah, 1994.
25. Identifikasi Kebutuhan Pengembangan Perikanan Air Waduk Kedungombo di
Desa Gilirejo Miri Sragen, 1994.
26. Kajian Keberhasilan Transformasi Pekerjaan dari Petani ke Pengrajin Industri
Kecil, 1995.
27. Proses Model Pendekatan Penelitian Pengembangan Masyarakat Desa, Kasus
Kedongombo, 1995.
28. Penelitian “Longitudinal” terhadap Perkembangan KSM dengan adanya IDT
di Kabupaten Sragen, 1996.
29. Studi tentang Keinginan Masyarakat terhadap Penghargaan Lomba Desa di
Kabupaten Sukoharjo, 1997.
30. Kualitas Pengetahuan tentang Industri Kecil bagi Pekerja Industri Kecil dari
Latar Belakang Petani di Klaten, 1997.
31. Kaitan Pandangan Masyarakat tentang Pendidikan dan Ekonomi di Pedesaan
Sragen Jateng, 1997.
32. Data Dasar dan Evaluasi Pelaksanaan Kredit Mikro, Bank Indonesia
Jakarta/ADB, Jakarta, 1997.
33. Kualitas Pengetahuan Pengrajin Industri Kecil dari Berbagai Latar Belakang
Petani di Jawa Tengah, 1998.

19
34. Back Up Penelitian Model Pelatihan LKMD dengan Riset Aksi di Kabupaten
Sragen, 1998.
35. Transformasi Pekerjaan Eks Petani ke Industri Kecil Pedesaan di Jawa
Tengah, 1998.
36. Faktor-Faktor Keberhasilan Pengrajin Industri Kecil di Sentra Industri
Kabupaten Klaten dan Sukoharjo Jawa Tengah, 1999.
37. Partisipasi Masyarakat dalam Penerapan Pupuk Organik pada Budidaya
Kacang Tanah di Daerah Tepian Waduk Kedungombo, 2001.
38. Survai Kebutuhan Uang Pecahan dan Jenis Uang Rupiah di Wiolayah Kerja
kantor bank Indonesia Solo, KBI Solo, 2002.
39. Identifikasi Kebutuhan Pelayanan Perbankan bagi UKMK di Wilayah
Surakarta, Kantor Bank Indonesia Solo, 2002.

G. Pelayanan Masyarakat (5 tahun terakhir)

1. Pelatih Pelatihan Pengelolaan Kredit Mikro bagi Perbankan dan Non


Perbankan, Bank Indonesia Jakarta/ADB, 1996-2000.
2. Pembekalan Tugas-Tugas Anggota DPRD (Surakarta, Karanganyar, Sragen,
Klaten), 2000.
3. Ketua Tim Perumusan Program Nasional Pelatihan/Perkaderan Koperasi dan
UKM /Kredit Mikro, BPSKPKM, Jakarta, 2000.
4. Ketua Tim Service Provider Technical Assistance and Training Program:
Pengembangan Teknologi Informasi dalam pengembangan Sistim Keuangan
pada Pengusaha Kecil dan Menengah di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan,
Deperindag/ Hickling, Jakarta, 2001.
5. Koordinator Service Provider Bussines Development Service bagi Pengusaha
Mebel di Surakarta, Kantor Menegkop-UKM, 2001.
6. Pelatih Pelatihan dan Pendampingan Manajemen Keuangan Daerah,
Pemerintah daerah/DPRD Kota dan Kabupaten di Wilayah Kota Surakarta,
Dewan Riset Daerah Jawa Tengah, 2001-2002.
7. Ketua Tim Pengkajian Pemantapan dan Penguatan Kelembagaan Koperasi
Simpan Pinjam (KSP USP) dan Lembaga Keuangan Mikro, Kantor
Menegkop PKM Jakarta, 2001-2002.
8. Anggota Tim Asistensi Visi Misi Kota Solo, 2002
9. Ketua Tim Pembentukan Lembaga Keuangan “Swamitra” bagi Pelayanan
UKMK di Wilayah Surakarta, Bank Bukopin-Kantor Menegkop-PKM, 2002.
10. Anggota Tim Juri Nasional dalam Bidang Pendidikan, Ditjen Dikti, LKTM,
Jakarta, 2004.

H. Organisasi

1. Perhimpunan Ahli Penyuluhan Pembangunan Indonesia (PAPPI), Koordinator


Wilayah Jawa Tengah.
2. Dewan Riset Daerah (DRD) Jawa Tengah, Koordinator Wilayah (Korwil) I
Surakarta
3. Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia-ISPI/HISPELBI.

20
I. Tanda Jasa/Penghargaan

1. Perintis ISMS di Universitas Sebelas Maret, 1981, Rektor UNS.


2. Tanda penghargaan lulus “Cumlaude”, 1999, Rektor IPB Bogor.

J. Publikasi Buku

1. Interaksi Masyarakat Komplek Industri dan Penduduk Desa Sekitarnya


(Kasus Komplek Perumahan PT Arun, Lhoksemawe, Aceh), dalam Steriotip
Etnik, Jakarta: PT Grasindo,1984.
2. Pengantar Pekerjaan Sosial, Surakarta: UNS Press, 1987.
3. Bunga Rampai Pembangunan Pedesaan No.1. Surakarta: PSPP Lemlit, 1988.
4. Perencanaan Pendidikan, Surakarta: UNS Press, 1989.
5. Bunga Rampai Pembangunan Pedesaan No.2. Surakarta: PSPP Lemlit, 1989.
6. Upaya Pemberdayaan Industri Kecil Pedesaan, Pidato Dies Natalis UNS ke
XXV, Surakarta: UNS Press, 2002.
7. Peran LSM dalam Perubahan Nasional dan Global : Perspektif Sosial
Ekonomi, dalam “Bangunlah Jiwanya Bangunlah Badannya”, Jakarta:
KAHMI, 2003.
8. Dari Petani ke Pengrajin (Sebuah Studi Transformasi Pekerjaan), Surakarta:
LPM UNS-Pustaka Cakra, 2003.
9. Wacana Pemberdayaan Masyarakat dan Pendidikan, Surakarta: Pustaka
Cakra, 2004.
10. Sosiologi Pendidikan, Surakarta: UNS Press, 2004.

K. Publikasi Jurnal/Majalah

1. Analisis Dinamika Kelompok Petani Pengelola Sabuk Hijau di Waduk


Kedungombo, Jateng, KRITIS, UKSW, Salatiga, 1996.
2. Mobilitas Sosial Petani ke Pengrajin, Majalah PUK, Bank Indionesia, Jakarta,
1998.
3. Alih Profesi dari Petani ke Pengrajin, Majalah Media KUK, Edisi September-
Oktober, Bank Indonesia, Jakarta, 1999.
4. Jembatan Mobilitas Sosial Petani ke Pengrajin, Jurnal Penelitian Pendidikan
“Paedagogia”, FKIP UNS, Surakarta, 2000.
5. Tak Jelek di Bisnis Ojek, Majalah Media KUK, Edisi April-Mei, Bank
Indonesia, Jakarta, 2000.
6. Membangun Institusi Masyarakat Pedesaan Yang Mandiri, Majalah Warta,
LPM UMS, 2001.
7. Paradigma Baru Penyuluhan Pembangunan untuk Pemberdayaan Masyarakat,
Jurnal Komunikasi, Bandung 2001.
8. Pemberdayaan Masyarakat Petani dan Nelayan Kecil, Jurnal DIANMAS,
LPM-UNS, Surakarta, 2002.
9. Mobilitas Sosial Petani di Sentra Industri Kecil (Kasus di Surakarta), Jurnal
Penelitian “Bima Suci”. Pemda Jawa Tengah, Semarang, 2002.
10. Penguatan Peran Daerah dan Hak Pendidikan bagi Anak Berkelainan di
Indonesia, Jurnal JRR, Lemlit UNS, Surakarta, 2003.

21
11. Perilaku Kreatif dan Faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian Usaha, Jurnal
JRR, Lemlit UNS, Surakarta, 2004.

L. Karya, Presentasi, dan Peserta dalam Pertemuan Ilmiah

1. Sebagai peserta dan Paper Presenter in the South and Southeast Asia
Regional Workshop on Action Research which was held at Universitas
Sebelas Maret, Solo Indonesia, 1992.
2. Sebagai peserta dalam Conference Workshop on Overcoming Peverty Among
Women and Woment’s, University of Iowa, 1994.
3. Sebagai peserta dalam Leadership and Ethics Conference, Institute of School
Executives Iowa City, Iowa, 1994.
4. Sebagai Pembicara dalam Workshop Pengembangan Usaha Kecil di Padang,
1997
5. Sebagai Pembicara dalam Rapat Kerja Pengelola KKN PT se Jateng-DIY,
dengan Tema “KKN dan Pemberdayaan Masyarakat”, Hotel Agas
Internasional Solo, 4 Mei 2000.
6. Sebagai Pembicara dalam Diskusi Panel Peningkatan Profesionalisme
Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian yang Efektif dan Handal, Himpunan
Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret, Solo, 17 Juni 2000, dengan tema “Peningkatan
Profesionalisme dalam Penyuluhan”.
7. Sebagai Pembicara dalam Latihan Penelitian Tingkat Dasar/LPTD Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri, Surakarta 11 Juli 2000, dengan Tema
“Pengembangan Instrumen dalam Penelitian sosial”.
8. Sebagai Pembicara dalam Seminar Pendidikan Tingkat Regional, EKMA –
FKIP – Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 7 September 2000, dengan
tema “Penerapan Teknologi untuk Peningkatan Mutu Pendidikan”.
9. Sebagai Pembicara dalam Lokakarya Jurusan PTK FKIP UNS, Solo, 20-21
Oktober 2000, dengan tema “Kemitraan Perguruan Tinggi dengan Dunia
Usaha”.
10. Sebagai Pembicara dalam Pertemuan Koordinasi Penguatan Parlemen di
Kedutaan Besar Amerika Serikat Jakarta, USAID, Jakarta, 30 Nopember
2000, dengan tema “Upaya Pemberdayaan DPRD”.
11. Sebagai Pembicara dalam Seminar Nasional dan Temu Alumni FKIP,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 10 Februari 2001, dengan tema
“Peningkatan Mutu Pendidikan dan Lulusan FKIP”.
12. Sebagai Pembicara dalam Seminar Peran LSM dalam Otonomi Daerah dan
Accountability LSM terhadap Rakyat, LBPH-YBKS dan PLSGG-FISIP UNS,
Solo, 12 April 2001, dengan tema “Peran Sosial LSM dalam Era Otonomi
Daerah”.
13. Sebagai Pembicara dalam Diskusi Kesiapan Kampus Dalam Mendukung
Otonomi Daerah, FH UNS, Solo, 19 Mei 2001, dengan tema “Otonomi
Daerah dan Peran Perguruan Tinggi”.
14. Sebagai Pembicara dalam Seminar Hari Keluarga Nasional/BKKBN,
Wonogiri, 2 Juli 2001, dengan tema “Membangun Institusi Masyarakat
Pedesaan Yang Mandiri”.
15. Sebagai Pembicara dalam Seminar dan Lokakarya Penelitian, UNIBA, Solo,
20 Oktober 2001, dengan tema “Memilih Penelitian yang Memberdayakan
Masyarakat”.

22
16. Sebagai Pembicara dalam Pelatihan Metodologi Pengabdian kepada
Masyarakat Bagi Dosen PTN-PTS se Surakarta, LPM UNS, Solo, 12-13
Nopember 2001, dengan tema “Kaji Tindak: Bentuk Aplikasi Pemberdayaan
Masyarakat Oleh Perguruan Tinggi”.
17. Sebagai Pembicara/Orasi Ilmiah dalam Acara Dies Natalis ke 23 Lembaga
Pengembangan Teknologi Pedesaan (LPTP), Solo, 10 Nopember 2001,
dengan tema “Peran LSM dalam Perubahan Nasional dan Global (Di Bidang
Sosial Ekonomi)”.
18. Sebagai Pembicara dalam Workshop on Strengthening the Collaboration
between University and Industry and Community, Yogyakarta, 25-27 Maret
2002, dengan judul “The Roles of University on Small Scale Industries and
Rural Community Development”.
19. Sebagai Pembicara dalam Semiloka Pemberdayaan Masyarakat di Jawa
Tengah dalam rangka Pelaksanan Otoda, Badan Pemberdayaan Masyarakat
Jateng, Semarang, 4-6 Juni 2002, dengan tema “Pemberdayaan Petani dan
Nelayan Kecil”.
20. Sebagai Pembicara dalam Training Senior Course LPL HMI, Solo, 9 Oktober
2002, dengan tema “Paradigma Baru Penyelenggaraan Pendidikan”.
21. Sebagai Pembicara dalam Tafaqquh Fiddin Guru-Guru PAI di Kota
Surakarta, Solo, 22 Nopember 2002, dengan tema “Paradigma Belajar dan
Tuntutan Perkembangan Metodenya”.
22. Sebagai Pembicara dalam Seminar tentang Tindak Kekerasan, Yayasan Al
Khoir, di Hotel Sahid Kusuma, Solo, 20 April 2003, dengan tema “Prespektif
Sosial tentang Kekerasan”.
23. Sebagai Pembicara dalam Temu Konsultasi Nasional “Diseminasi Rencana
Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RAN HAM) Bidang Pendidikan”
Kerjasama Biro Hukum dan Organisasi Setjen Depdiknas, 29–31 Juli 2003, di
Hotel Sahid Kusuma, Surakarta, dengan tema “Pengembangan Kerjasama
antara Perguruan Tinggi dan Pemerintah Daerah dalam Pemenuhan Hak
Anak Memperoleh Pendidikan”.
24. Sebagai Pembicara dalam Seminar Nasional: Peluang BDS Mengembangkan
Profesi Konsultan Keuangan Mitra Bank, di Hotel Ambarukmo Yogyakarta,
14 – 16 Agustus 2003, dengan tema “Akses Permodalan Bagi UKMK di
Sentra Industri Kayu”.
25. Sebagai Pembicara Seminar Regional Pemberdayaan Alumni FKIP UNS,
Surakarta, 16 Oktober 2003.
26. Sebagai Pembicara dalam Penataran Guru Agama SD Kota Solo, di SD
Muhammadiyah I, Solo, 31 Nopember 2003, dengan tema “Pola Hubungan
Dalam Keluarga dan Hasil Belajar Di Sekolah”.
27. Sebagai Pembicara dalam Seminar Peraturan Tata Tertib MPR RI 2004-2009,
Surakarta, 28 Pebruari 2004.
28. Sebagai Pembicara dalam Pertemuan Nasional Alumni PPN IPB, Bogor, 12
Agustus 2004, dengan tema “Mengembangkan Pendidikan Pascasarjana
Penyuluhan Pembangunan”.
29. Sebagai Pembicara dalam Seminar Orientasi Tugas-Tugas Anggota DPRD
Kabupaten Grobogan, di Hotel Quality, Solo, 27 September 2004, dengan
tema “Monitoring dan Evaluasi (Monev) Pembangunan”.
30. Sebagai Pembicara dalam Seminar Orientasi Tugas-Tugas Anggota DPRD
Kabupaten Klaten, di Hotel Galuh, Klaten, 8 Desember 2004, dengan tema
“Monitoring dan Evaluasi (Monev) Pembangunan”.

23
M. Pengalaman Kunjungan Luar Negeri

1. Philipina, Training, Xavier University, Cagayan de Ovo City, 1986.


2. USA, Study Exchange, Rotary Foundation, Wisconsin, 1988.
3. USA, Training, The University of IOWA, Iowa City, 1994.
4. Arab Saudi, Menunaikan Ibadah Haji, 1998.
5. Malaysia, Kunjungan Kerja, Kualalumpur dan Kedah, 2004.

N. Disertasi : Kajian Keberhasilan Tranformasi Pekerjaan dari Petani ke


Pengrajin Industri Kecil

24

Anda mungkin juga menyukai