Bapak Rektor/Ketua Senat, Sekretaris Senat dan para Anggota Senat Universitas
Sebelas Maret,
Para Anggota Dewan Penyantun,
Para Pejabat Sipil dan Militer,
Para Dekan dan Pembantu Dekan di lingkungan Universitas Sebelas Maret,
Para Ketua dan Sekretaris Lembaga, Kepala Biro dan para Kepala UPT, serta seluruh
pejabat di lingkungan Universitas Sebelas Maret,
Para Ketua Jurusan, Ketua Laboratorium, dan Ketua Program Studi di Lingkungan
Universitas Sebelas Maret,
Para Sejawat Dosen dan Staf Administrasi, Tamu Undangan, Mahasiswa, dan hadirin
yang saya hormati pula.
PENDAHULUAN
1
jenis karya, kualitas jasa dan produk serta layanan mengalami dinamisasi kualitas
untuk pemenuhan kebutuhan dan kepuasan hidup manusia yang terus meningkat
pula. Ini artinya bahwa layanan pendidikan kita haruslah mampu mengikuti
perubahan yang terjadi. Hal lain yang menjadi pertimbangan penulisan judul ini
adalah belum optimalnya partisipasi masyarakat dalam ikutserta mengembangkan
kualitas pendidikan di tanah air ini. Tanggungjawab pengembangan pendidikan anak
atau generasi bangsa yaitu berada pada orang tua, masyarakat, dan negara. Partisipasi
masyarakat di sini tercakup di dalamnya peran orangtua dan kelompok-kelompok
masyarakat lainnya di luar sekolah atau lembaga pendidikan.
Peran dominan orang tua terutama pada saat anak-anak mereka berada dalam
masa pertumbuhan hingga menjadi orang dewasa. Pada masa pertumbuhan orang tua
harus memenuhi kebutuhan pokok demi menjamin perkembangan yang sehat dan
baik. Menurut Russell (1993) orang tua harus mampu memenuhi kebutuhan-
kebutuhan dasar anaknya antara lain udara segar, makanan bergizi, kesempatan
bermain, kebebasan tumbuh dan berekspresi, serta lingkungan yang aman secara fisik
sehingga bebas dari luka-luka dan bencana. Pada tahap berikutnya hingga anak
dewasa, orang tua berperan mengantarkan dan memfasilitasinya hingga menjadi
dirinya sendiri. Peran dari kelompok-kelompok masyarakat lainnya adalah
membantu proses pendewasaan dan kematangan individu sebagai anggota kelompok
dalam suatu masyarakat.
Sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, kita ingin menjadikan generasi masa
depan bangsa Indonesia yaitu manusia seutuhnya, manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab
(Undang Undang Sisdiknas, 2003).
Tulisan ini secara khusus bertujuan ingin menggambarkan bahwa tanggung
jawab untuk peningkatan mutu pendidikan bukan saja oleh negara tetapi justru
sebaliknya yang terpenting adalah oleh orang tua dan masyarakat. Oleh karena itu
diperlukan reaktualisasi partisipasi masyarakat dalam pengembangan pendidikan.
PARTISIPASI MASYARAKAT
2
implementasi atau penerapan program-program pembangunan saja. Kegiatan
partisipasi masyarakat masih lebih dipahami sebagai upaya mobilisasi untuk
kepentingan pemerintah atau negara. Dari pengalaman di lapangan dapat dijumpai
beberapa tafsiran yang beragam mengenai inti dari partisipasi masyarakat, antara lain
sebagai kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tetapi tanpa ikut serta
dalam pengambilan keputusan sampai pada pemahaman bahwa partisipasi
masyarakat adalah keterlibatan mereka sejak persiapan, pelaksanaan, dan monitoring,
serta pemanfaatan hasil kegiatan. Bahkan, partisipasi masyarakat dalam
pembangunan juga dipahami sebagai serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
warga dalam rangka mempengaruhi proses pembuatan kebijakan yang dirumuskan
oleh pemerintah.
Dengan demikian, partisipasi masyarakat dalam pembangunan idealnya
dilakukan sampai pada wilayah perumusan kebijakan pemerintah dan tidak hanya
sebatas pada tataran implementasi kebijakan. Partisipasi tersebut bisa berarti
masyarakat ikut menentukan kebijakan pemerintah yaitu sebagai bagian dari kontrol
masyarakat terhadap kebijakan-kebijakannya.
Dalam implementasi partisipasi masyarakat, seharusnya anggota masyarakat
merasa bahwa tidak hanya menjadi objek dari kebijakan pemerintah, tetapi harus
dapat mewakili masyarakat itu sendiri sesuai dengan kepentingan mereka.
Perwujudan partisipasi masyarakat dapat dilakukan, baik secara individu atau
kelompok, bersifat spontan atau terorganisasi, secara berkelanjutan atau sesaat, serta
dengan cara-cara tertentu yang dapat dilakukan.
Partisipasi masyarakat terhadap suatu objek (misalnya dalam pembangunan)
menurut Dusseldorp (Y. Slamet, 1994) dapat diklasifikasikan atas 9 (sembilan) tipe,
yaitu: (1) keikutsertaan secara sukarela vs terpaksa, (2) secara langsung vs tidak
langsung, (3) keikutsertaan dalam seluruh kegiatan sejak persiapan sampai dengan
evaluasi vs parsial, (4) Secara terorganisasi vs tidak terorganisasi, (5) partisipasi
secara intensif vs ekstensif (6) partisipasi tak terbatas vs terbatas lingkup kegiatannya
(7) keterlibatan yang efektif vs tidak efektif, (8) siapa pelaku partisipasi, dan (9)
bagaimana gaya partisipasinya.
3
untuk warga atau kelompok dari suatu masyarakat, maka tidak mungkin juga
partisipasi masyarakat itu terjadi.
Demikian halnya dengan partisipasi masyarakat dalam pengembangan
pendidikan di Indonesia. Perlu ditumbuhkan adanya kemauan dan kemampuan
keluarga/warga atau kelompok masyarakat untuk berpartisipasi dalam
pengembangan pendidikan. Sebaliknya juga pihak penyelenggara negara atau
penyelenggara pemerintahan perlu memberikan ruang dan/atau kesempatan dalam
hal lingkup apa, seluas mana, melalui cara bagaimana, seintensif mana, dan dengan
mekanisme bagaimana pertisipasi masyarakat itu dapat dilakukan.
Ada tidaknya kemauan keluarga/warga atau kelompok masyarakat dalam
pengembangan pendidikan di Indonesia terkait dengan paradigma pembangunan
yang dominan saat ini dan sebelumnya. Paradigma pembangunan yang sentralistik
yang dianut pemerintah sampai satu dekade yang lalu, telah menumbuhkan opini
masyarakat bahwa tanggung jawab utama pembangunan (dalam bidang pendidikan)
adalah terletak di tangan pemerintah. Warga dan kelompok masyarakat yang lebih
ditempatkan sebagai “bukan pemain utama” telah merasa terpinggirkan, walaupun
mengurus kebutuhan dan kepentingannya sendiri. Kesan tersebut telah melemahkan
kemauan berpartisipasi warga dan kelompok-kelompok masyarakat dalam
pengembangan pendidikan. Bahkan, kesan tersebut masih sering muncul dalam
orasi-orasi demonstrasi yang mengesankan bahwa “tanggung jawab pengembangan
pendidikan semata-mata dilimpahkan kepada negara atau penyelenggara
pemerintahan”.
Dalam paradigma pembangunan yang sentralistik, model perencanaan
pembangunan pendidikan kita telah menempatkan peran para perencana
pembangunan berfungsi sebagai seorang ahli yang membuat cetak biru (blue print)
perubahan dan menempatkan warga atau kelompok masyarakat untuk mengikuti
pola-pola yang dirancangnya. Oleh karena segala sesuatu yang menyangkut
pengembangan pendidikan telah dirancang oleh para perencana melalui dokumen
yang dikenal sebagai petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis),
maka kemauan masyarakat untuk berpartisipasi menjadi rendah akibat dari
keterbatasan ruang partisipasi yang ada. Pada gilirannya hal ini telah melemahkan
kemauan masyarakat itu sendiri untuk berpartisipsi dalam pengembangan
pendidikan.
Menurut Sutrisno (1995) perencanaan pembangunan yang demikian telah
menempatkan masyarakat hanya sebagai suatu subsistem yang diasumsikan sebagai
bagian pasif dari sistem pembangunan. Lalu, apabila suatu masyarakat ikut serta
dalam suatu program yang telah direncanakan, maka yang terjadi bukanlah
partisipasi, tetapi lebih merupakan bagian dari mobilisasi masyarakat.
4
Kemampuan berpartisipasi terkait dengan kepemilikan sumber daya yang
diperlukan untuk dipartisipasikan, baik menyangkut kualitas sumber daya manusia
maupun sumber daya lainnya seperti dana, tenaga, dan lain-lain.
Agar kemampuan untuk berpartisipasi dimiliki oleh masyarakat, maka perlu
peningkatan sumber daya manusia dengan cara memperbaharui dan meluaskan tiga
jenis pendidikan masyarakat baik formal, nonformal maupun informal. Akses yang
luas terhadap tiga jenis pendidikan tersebut akan mempercepat tingginya tingkat
pendidikan dan pada gilirannya akan memampukan masyarakat berpartisipasi dalam
pembangunan (termasuk pengembangan pendidikan).
5
Akan tetapi tidak dapat dipungkiri pula ternyata masyarakat dunia secara
global telah ikut mempengaruhi iklim pendidikan. Pengaruh modernisasi di berbagai
sektor kehidupan telah melahirkan karakter pendidikan yang hampir sama di seluruh
dunia, meskipun memiliki ciri khas tertentu di tiap-tiap negara. Dalam masyarakat
yang sudah maju, proses pendidikan sebagian dilaksanakan dalam lembaga
pendidikan yang disebut sekolah dan pendidikan dalam lembaga-lembaga tersebut
merupakan suatu kegiatan yang lebih teratur dan terdeferensiasi. Inilah pendidikan
formal yang biasa dikenal oleh masyarakat sebagai “schooling” (Tilaar, 2003).
Oleh karena tuntutan tugas keluarga dan masyarakat, lalu tugas-tugas di atas
diambil alih oleh sekolah, atau sebaliknya keluarga dan masyarakat telah merasa
memandatkan atau menyerahkan tugas tersebut sepenuhnya kepada sekolah. Jadi
seakan-akan tugas sosialisasi agar suatu generasi dapat mencapai prestasi tertentu,
dikonotasikan menjadi tugas sekolah.
Apabila pada masa tertentu suatu generasi dengan capaian prestasi tertentu,
maka lalu dikonotasikan pula bahwa hasil capaian tersebut adalah merupakan
prestasi sekolah. Padahal, apabila tugas pendidikan telah tercerabut dari program
lingkungannya atau masyarakatnya, dapat dipastikan akan menghasilkan suatu
capaian yang tidak memuaskan hasilnya bagi masyarakat itu sendiri. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa antara sekolah, keluarga, dan masyarakat saling berpacu menuju
perubahan.
Akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, suatu keluarga dan
anggotanya terkadang lebih maju di depan daripada sekolah tempat anak-anaknya
dikirim untuk diharapkan dapat mengembangkan diri. Demikian juga dengan
kelompok-kelompok masyarakat, baik itu dari jasa industri, kelompok profesi atau
kelompok-kelompok masyarakat lainnya terkadang telah lebih dahulu maju di depan
daripada sekolah itu sendiri.
6
Hadirin yang saya hormati,
Bagaimanapun kemajuan teknologi informasi di masa yang akan datang,
keberadaan sekolah tetap akan diperlukan oleh masyarakat. Kita tidak dapat
menghapus sekolah, karena dengan alasan telah ada teknologi informasi yang maju.
Ada sisi-sisi tertentu dari fungsi dan peranan sekolah yang tidak dapat tergantikan,
misalnya hubungan guru-murid dalam fungsi mengembangkan kepribadian atau
membina hubungan sosial, rasa kebersamaan, kohesi sosial, dan lain-lain.
Teknologi informasi hanya mungkin menjadi pengganti fungsi penyebaran
informasi dan sumber belajar atau sumber bahan ajar. Bahan ajar yang semula
disampaikan di sekolah secara klasikal, lalu dapat diubah menjadi pembelajaran yang
diindividualisasikan melalui jaringan internet yang dapat diakses oleh siapapun dari
manapun secara individu.
Memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka diperlukan reaktualisasi
partisipasi masyarakat dalam rangka perbaikan mutu layanan dan output pendidikan.
Dikatakan sebagai reaktualisasi karena sebenarnya dalam usaha pendidikan pada
dasarnya sudah menjadi bagian dari tugas mereka (yaitu para orang tua dan
kelompok-kelompok masyarakat lainnya).
7
Belajar dari pengalaman bahwa ketika peran pemerintah sangat dominan dan
peranserta masyarakat hanya dipandang sebagai kewajiban, maka masyarakat justru
akan terpinggirkan dari proses pembangunan itu sendiri. Penguatan partisipasi
masyarakat haruslah menjadi bagian dari agenda pembangunan itu sendiri, lebih-lebih
dalam era globalisasi. Peranserta masyarakat harus lebih dimaknai sebagai hak
daripada sekadar kewajiban. Kontrol rakyat (anggota masyarakat) terhadap isi dan
prioritas agenda pengambilan keputusan pembangunan harus dimaknai sebagai hak
masyarakat untuk ikut mengontrol agenda dan urutan prioritas pembangunan untuk
dirinya atau kelompoknya. Oleh karena itu, tidak akan dapat diterima jika satu
golongan mendiktekan keinginan dan kepentingannya dalam isi dan prioritas agenda
pengambilan keputusan pembangunan, apakah itu golongan di dalam negeri seperti
pejabat pemerintah atau usahawan, dan eksternal seperti kekuatan besar misalnya
lembaga (keuangan) internasional (Karsidi, 2002)
Korten (1980; 1984), mengatakan bahwa titik pusat perhatian masa pasca
industri adalah pada pendekatan ke arah pembangunan yang lebih berpihak kepada
rakyat. Individu bukanlah sebagai objek, melainkan berperan sebagai pelaku, yang
menentukan tujuan, mengontrol sumber daya, dan mengarahkan proses yang
mempengaruhi hidupnya sendiri.
Pembangunan yang memihak rakyat menekankan nilai pentingnya prakarsa
dan perbedaan lokal. Oleh karena itu, maka pembangunan seperti itu mementingkan
sistem swa-organisasi yang dikembangkan di sekitar satuan-satuan organisasi berskala
manusia dan masyarakat yang berswadaya. Kesejahteraan dan realisasi diri manusia
merupakan jantung konsep pembangunan yang memihak rakyat. Perasaan berharga
diri adalah sama pentingnya bagi pencapaian mutu hidup yang tinggi.
Penyadaran diri masyarakat merupakan satu di antara argumen-argumen yang
paling telak dan tajam diajukan oleh Paulo Freire (1984), dan ini adalah inti dari usaha
bagaimana bisa mengangkat rakyat dari kelemahannya selama ini. Kesempitan
pandangan dan cakrawala rakyat diubah ke arah suatu keinsyafan, perasaan,
pemikiran, dan gagasan bahwa hal-ihwal dapat menjadi lain dan tersedia alternatif-
alternatif jika dirinya terlibat langsung menyelesaikan masalah-masalahnya.
Bentuk aktualisasi dan pernyataan penyadaran diri masyarakat secara kolektif
dapat berupa partisipasinya dalam proses pengambilan keputusan yang berhubungan
dengan kebutuhan dirinya dan kelompoknya dalam komunitas yang melingkupinya.
Cara-cara kolektif berpartisipasi oleh masyarakat bisa teraktualisasikan dalam bentuk
musyawarah dan juga terbentuknya institusi lokal oleh masyarakat itu sendiri.
Musyawarah adalah sebuah pendekatan kultural khas Indonesia yang dapat
dimasukkan dalam proses eksplorasi kebutuhan dan identifikasi masalah.
Musyawarah juga merupakan bentuk sarana untuk meningkatkan partisipasi dan
rasa memiliki atas keputusan dan rencana pembangunan. Musyawarah dapat
merupakan cara analisis kebutuhan (needs) dan tidak sekadar keinginan (wants) yang
bersifat superfisial demi pemenuhan kebutuhan sesaat. Oleh karena itu pemilihan
orang-orang yang mewakili sebagai peserta musyawarah untuk suatu keperluan seperti
merumuskan kebutuhan masyarakat haruslah benar-benar yang mampu menyalurkan
aspirasi masyarakat yang diwakilinya. Masyawarah harus dipandang sebagai bentuk
dari community needs analysis.
Langkah lain dalam proses partisipasi masyarakat itu adalah pembentukan
kelompok. Melalui kelompok akan dibina solidaritas, kerja sama, musyawarah, rasa
aman dan percaya kepada diri sendiri (Karsidi, 2001). Salah satu cara yang efektif
untuk membentuk kelompok adalah melalui pendekatan kepentingan yang sama
secara primordial. Dalam kelompok primordial itu, para anggota kelompok akan
8
memperoleh referensi yang sama. Dengan bertolak dari kelompok primordial, maka
para anggota akan merasakan adanya hal-hal baru jika mereka bersedia
membandingkannya dengan situasi lama. Ini akan menimbulkan keasyikan dan
motivasi tersendiri. Melalui kelompok, para anggota akan menyusun program, dan
bekerja secara sistematis, serta bisa merasakan adanya perkembangan dan kemajuan
sebagai hasil kegiatan mereka.
Pembentukan dan pengembangan kelompok masyarakat dapat dikatakan
sebagai basis dari strategi pembangunan dari bawah. Dari kelompok-kelompok itu
diharapkan akan timbul dinamika dari bawah. Hal yang mendasar dalam kelompok
adalah perlunya penyadaran warga masyarakat untuk mau dan mampu berpartisipasi
sehingga dalam kelompok terjadi dinamika sebagai institusi masyarakat.
9
Hadirin yang saya hormati,
Program-program pembelajaran di sekolah berupa desain kurikulum dan
pelaksanaannya, kegiatan-kegiatan nonkurikuler sampai pada pengadaan kebutuhan
sumber daya untuk suatu sekolah agar dapat berjalan lancar, tampaknya harus sudah
mulai diberikan ruang partisipasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Demikian
pula di lembaga-lembaga pendidikan lainnya nonsekolah, ruang partisipasi tersebut
harus dibuka lebar agar tanggung jawab pengembangan pendidikan tidak tertumpu
pada lembaga pendidikan itu sendiri, lebih-lebih pada pemerintah sebagai
penyelenggara negara.
Cara untuk penyaluran partisipasi dapat diciptakan dengan berbagai variasi
cara sesuai dengan kondisi masing-masing wilayah atau komunitas tempat
masyarakat dan lembaga pendidikan itu berada. Kondisi ini menuntut kesigapan para
pemegang kebijakan dan manajer pendidikan untuk mendistribusi peran dan
kekuasaannya agar bisa menampung sumbangan partisipasi masyarakat. Sebaliknya,
dari pihak masyarakat (termasuk orang tua dan kelompok-kelompok masyarakat)
juga harus belajar untuk kemudian bisa memiliki kemauan dan kemampuan
berpartisipasi dalam pengembangan pendidikan.
Sebagai contoh adalah tanggungjawab dunia usaha/industri. Mereka tidak
bisa tinggal diam menunggu dari suatu lembaga pendidikan/sekolah sampai dapat
meluluskan alumninya, lalu menggunakannya jika menghasilkan output yang baik
dan mengkritiknya jika terdapat output yang tidak baik. Partisipasi dunia
usaha/industri terhadap lembaga pendidikan harus ikut bertanggung jawab untuk
menghasilkan output yang baik sesuai dengan rumusan harapan bersama. Demikian
juga kelompok-kelompok masyarakat lain, termasuk orang tua siswa. Dengan cara
demikian, maka mutu pendidikan suatu lembaga pendidikan menjadi tanggung jawab
bersama antara lembaga pendidikan dan komponen-komponen lainnya di masyarakat
tersebut.
10
SIMPULAN DAN SARAN
11
Ucapan Terima Kasih
12
7. Rekan-rekan dari kalangan pers dan media yang sering memberikan pencerahan
dan telah memberikan dorongan, kritik dan saran dalam suasana persahabatan
selama kami bermitra
8. Kedua orang tua saya Bapak H. Sudoto dan Ibu Hj. Kasih Sudoto, yang telah
mengasuh, mendidik, dan membesarkan saya dengan segala pengorbanan dan
jerih payahnya serta telah menjadi sumber motivasi untuk maju bagi hidup saya,
yang dengan penuh tulus ikhlas selalu mendoakan dan memberikan restu, serta
mendorong tak henti-hentinya untuk kesuksesan hidup saya sekeluarga. Kedua
mertua saya almarhum Bapak Sangad Hagnyosutomo dan khususnya
almarhumah Ibu Hj. Sudarti Hagnyosutomo yang telah mendoakan secara tulus
ikhlas dan bersedia mendampingi kami pada saat-saat sulit memulai hidup
berumah tangga serta selalu memberikan dorongan dan bimbingan untuk
kesuksesan saya sekeluarga. Semoga kedua beliau tersebut arwahnya diterima
Allah SWT dan khusnul khotimah.
9. Kepada saudara kandung saya (Jamil Kasman,S.E., Drs. H. Nono Karsono,
Sugeng Suwagi, S.Pd., Ir. Sukarno, dan Muhammad, S.E., sekaliyan istri)
beserta saudara ipar saya (Hj. Surtikah Sibawaih, H. Suryoko, B.Sc., Dra. Hj.
Makarti Sunaryo, H. Mumpuni Sutomo, B.A., H. Hamartani, sekaliyan) beserta
seluruh trah keluarga Bani As-Syuro, Bani Torjoyahmo, Bani Kyai Much.
Sudjak, dan Bani Anomsari yang telah memberikan dorongan, semangat dan
doa serta restu sehingga saya dapat memangku jabatan guru besar ini.
10. Istri saya tercinta Dra. Hj. Handayani Ravik, dan ketiga anak saya tersayang
Agung Nur Probohudono, Dewi Sari Pinandita, dan Hanifiya Samha Wardhani,
yang telah banyak berkorban selama saya menempuh studi sejak di PLPIIS Aceh,
di Searsolin Philipina, di Wisconsin dan Iowa USA, UKSW dan IPB, dengan
segala pengertian, ketulusan dan kesabarannya, telah mendorong dan memberi
semangat kepada saya mencapai jabatan akademik tertinggi ini. Mereka semua
telah menyejukkan pandangan mata dan menyejukkan hati bagi saya, dan semoga
Allah SWT membawa kami menjadi keluarga yang Sakinah, Mawaddah, wa
Rohmah.
13
DAFTAR PUSTAKA
Jalal, Fasli dan Dedi Supriadi (ed), Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi
Daerah, Yogyakarta: Adi Cipta.
Korten, David C., 1984. Pembangunan yang Memihak Rakyat, Jakarta: Lembaga
Studi Pembangunan.
Russell, Bertrand, 1993, Pendidikan dan Tatanan Sosial, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Sahidu, Arifudin, 1998, Partisipasi Masyarakat Tani Pengguna Lahan Sawah dalam
Pembangunan Pertanian di Daerah Lombok NTB, Bogor: Disertasi Program
Pascasarjana IPB.
14
Soetrisno, Loekman, 1995, Menuju Masyarakat Partisipatif, Yogyakarta: Penerbit
Kanisius.
Tilaar, HAR, 2003, Kekuasaan dan Pendidikan Suatu Tinjauan dari Perspektif
Kultural, Magelang: Indonesiatera.
Wen, Sayling, 2003. Future of Education (Masa Depan Pendidikan), alih bahasa
Arvin Saputra, Batam: Lucky Publishers.
15
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Identitas
B. Riwayat Pendidikan
16
C. Riwayat Pekerjaan
D. Riwayat Kepangkatan
17
E. Pengalaman Mengajar
F. Penelitian
18
12. “Back up Research Needs Assesment” Permasalahan dan Kebutuhan
Pengembangan PM2 di Kabupaten Sukoharjo dan Kotamadya Surakarta,
1990.
13. Penerimaan Petani Pengelola Sabuk Hijau Terhadap Pengelolaan Sabuk Hijau
berdasarkan Agroekosistem, 1992.
14. Penelitian Pengembangan Kelompok Swadaya Pemuda di Pedesaan Wilayah
Kabupaten Karanganyar, 1992.
15. Penelitian Evaluasi Pelatihan bagi Seksi Pemuda dan Olahraga di LKMD
dalam rangka Pengembangan Pemuda di Daerah Pedesaan di Wilayah
Kabupaten Karanganyar, 1992.
16. Kesadaran Sejarah ditinjau dari Kemampuan Guru Mengajar, Pengalaman
Guru Mengajar dan Fasilitas Sekolah pada Siswa Sekolah Menengah Atas
Negeri Kotamadya Surakarta, 1992.
17. Penelitian Aksi Restrukturisasi Sosial pada Masyarakat di Sekitar Genangan
Waduk Kedungombo (Studi Kasus Penelitian Aksi Menuju Eksistensi
Masyarakat di Desa Gilirejo Kecamatan Miri Kabupaten Sragen), 1992.
18. Pendataan Usaha Skala Kecil Pedesaan di Lingkungan PT – PLN (Persero),
1993.
19. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Penghijauan di Das Hulu Jratun
Seluna, 1993.
20. Research and Development Action Research Training Model for LKMD,
Research Centre Sebelas Maret University and IDRC, Solo Indonesia, 1993.
21. Proses dan Jenis Adaptasi Penduduk terhadap Kehadiran Pembangunan
Waduk (Studi Kasus di Desa Gilirejo, Sragen), PPS UKSW, 1994.
22. Analisis Dinamika Kelompok Tani Pengelola Lahan Sabuk Hijau “Maju
Makmur”, 1994.
23. Pengelolaan Kawasan Sabuk Hijau Waduk Serba Guna oleh Masyarakat
Sekitarnya dengan Pendekatan Riset Aksi. (Studi Kasus di Waduk
Kedungombo, Jawa Tengah), 1994.
24. Efektifitas dan Dampak Lomba Desa terhadap Pembangunan Masyarakat
Desa di Jawa Tengah, 1994.
25. Identifikasi Kebutuhan Pengembangan Perikanan Air Waduk Kedungombo di
Desa Gilirejo Miri Sragen, 1994.
26. Kajian Keberhasilan Transformasi Pekerjaan dari Petani ke Pengrajin Industri
Kecil, 1995.
27. Proses Model Pendekatan Penelitian Pengembangan Masyarakat Desa, Kasus
Kedongombo, 1995.
28. Penelitian “Longitudinal” terhadap Perkembangan KSM dengan adanya IDT
di Kabupaten Sragen, 1996.
29. Studi tentang Keinginan Masyarakat terhadap Penghargaan Lomba Desa di
Kabupaten Sukoharjo, 1997.
30. Kualitas Pengetahuan tentang Industri Kecil bagi Pekerja Industri Kecil dari
Latar Belakang Petani di Klaten, 1997.
31. Kaitan Pandangan Masyarakat tentang Pendidikan dan Ekonomi di Pedesaan
Sragen Jateng, 1997.
32. Data Dasar dan Evaluasi Pelaksanaan Kredit Mikro, Bank Indonesia
Jakarta/ADB, Jakarta, 1997.
33. Kualitas Pengetahuan Pengrajin Industri Kecil dari Berbagai Latar Belakang
Petani di Jawa Tengah, 1998.
19
34. Back Up Penelitian Model Pelatihan LKMD dengan Riset Aksi di Kabupaten
Sragen, 1998.
35. Transformasi Pekerjaan Eks Petani ke Industri Kecil Pedesaan di Jawa
Tengah, 1998.
36. Faktor-Faktor Keberhasilan Pengrajin Industri Kecil di Sentra Industri
Kabupaten Klaten dan Sukoharjo Jawa Tengah, 1999.
37. Partisipasi Masyarakat dalam Penerapan Pupuk Organik pada Budidaya
Kacang Tanah di Daerah Tepian Waduk Kedungombo, 2001.
38. Survai Kebutuhan Uang Pecahan dan Jenis Uang Rupiah di Wiolayah Kerja
kantor bank Indonesia Solo, KBI Solo, 2002.
39. Identifikasi Kebutuhan Pelayanan Perbankan bagi UKMK di Wilayah
Surakarta, Kantor Bank Indonesia Solo, 2002.
H. Organisasi
20
I. Tanda Jasa/Penghargaan
J. Publikasi Buku
K. Publikasi Jurnal/Majalah
21
11. Perilaku Kreatif dan Faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian Usaha, Jurnal
JRR, Lemlit UNS, Surakarta, 2004.
1. Sebagai peserta dan Paper Presenter in the South and Southeast Asia
Regional Workshop on Action Research which was held at Universitas
Sebelas Maret, Solo Indonesia, 1992.
2. Sebagai peserta dalam Conference Workshop on Overcoming Peverty Among
Women and Woment’s, University of Iowa, 1994.
3. Sebagai peserta dalam Leadership and Ethics Conference, Institute of School
Executives Iowa City, Iowa, 1994.
4. Sebagai Pembicara dalam Workshop Pengembangan Usaha Kecil di Padang,
1997
5. Sebagai Pembicara dalam Rapat Kerja Pengelola KKN PT se Jateng-DIY,
dengan Tema “KKN dan Pemberdayaan Masyarakat”, Hotel Agas
Internasional Solo, 4 Mei 2000.
6. Sebagai Pembicara dalam Diskusi Panel Peningkatan Profesionalisme
Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian yang Efektif dan Handal, Himpunan
Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret, Solo, 17 Juni 2000, dengan tema “Peningkatan
Profesionalisme dalam Penyuluhan”.
7. Sebagai Pembicara dalam Latihan Penelitian Tingkat Dasar/LPTD Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri, Surakarta 11 Juli 2000, dengan Tema
“Pengembangan Instrumen dalam Penelitian sosial”.
8. Sebagai Pembicara dalam Seminar Pendidikan Tingkat Regional, EKMA –
FKIP – Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 7 September 2000, dengan
tema “Penerapan Teknologi untuk Peningkatan Mutu Pendidikan”.
9. Sebagai Pembicara dalam Lokakarya Jurusan PTK FKIP UNS, Solo, 20-21
Oktober 2000, dengan tema “Kemitraan Perguruan Tinggi dengan Dunia
Usaha”.
10. Sebagai Pembicara dalam Pertemuan Koordinasi Penguatan Parlemen di
Kedutaan Besar Amerika Serikat Jakarta, USAID, Jakarta, 30 Nopember
2000, dengan tema “Upaya Pemberdayaan DPRD”.
11. Sebagai Pembicara dalam Seminar Nasional dan Temu Alumni FKIP,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 10 Februari 2001, dengan tema
“Peningkatan Mutu Pendidikan dan Lulusan FKIP”.
12. Sebagai Pembicara dalam Seminar Peran LSM dalam Otonomi Daerah dan
Accountability LSM terhadap Rakyat, LBPH-YBKS dan PLSGG-FISIP UNS,
Solo, 12 April 2001, dengan tema “Peran Sosial LSM dalam Era Otonomi
Daerah”.
13. Sebagai Pembicara dalam Diskusi Kesiapan Kampus Dalam Mendukung
Otonomi Daerah, FH UNS, Solo, 19 Mei 2001, dengan tema “Otonomi
Daerah dan Peran Perguruan Tinggi”.
14. Sebagai Pembicara dalam Seminar Hari Keluarga Nasional/BKKBN,
Wonogiri, 2 Juli 2001, dengan tema “Membangun Institusi Masyarakat
Pedesaan Yang Mandiri”.
15. Sebagai Pembicara dalam Seminar dan Lokakarya Penelitian, UNIBA, Solo,
20 Oktober 2001, dengan tema “Memilih Penelitian yang Memberdayakan
Masyarakat”.
22
16. Sebagai Pembicara dalam Pelatihan Metodologi Pengabdian kepada
Masyarakat Bagi Dosen PTN-PTS se Surakarta, LPM UNS, Solo, 12-13
Nopember 2001, dengan tema “Kaji Tindak: Bentuk Aplikasi Pemberdayaan
Masyarakat Oleh Perguruan Tinggi”.
17. Sebagai Pembicara/Orasi Ilmiah dalam Acara Dies Natalis ke 23 Lembaga
Pengembangan Teknologi Pedesaan (LPTP), Solo, 10 Nopember 2001,
dengan tema “Peran LSM dalam Perubahan Nasional dan Global (Di Bidang
Sosial Ekonomi)”.
18. Sebagai Pembicara dalam Workshop on Strengthening the Collaboration
between University and Industry and Community, Yogyakarta, 25-27 Maret
2002, dengan judul “The Roles of University on Small Scale Industries and
Rural Community Development”.
19. Sebagai Pembicara dalam Semiloka Pemberdayaan Masyarakat di Jawa
Tengah dalam rangka Pelaksanan Otoda, Badan Pemberdayaan Masyarakat
Jateng, Semarang, 4-6 Juni 2002, dengan tema “Pemberdayaan Petani dan
Nelayan Kecil”.
20. Sebagai Pembicara dalam Training Senior Course LPL HMI, Solo, 9 Oktober
2002, dengan tema “Paradigma Baru Penyelenggaraan Pendidikan”.
21. Sebagai Pembicara dalam Tafaqquh Fiddin Guru-Guru PAI di Kota
Surakarta, Solo, 22 Nopember 2002, dengan tema “Paradigma Belajar dan
Tuntutan Perkembangan Metodenya”.
22. Sebagai Pembicara dalam Seminar tentang Tindak Kekerasan, Yayasan Al
Khoir, di Hotel Sahid Kusuma, Solo, 20 April 2003, dengan tema “Prespektif
Sosial tentang Kekerasan”.
23. Sebagai Pembicara dalam Temu Konsultasi Nasional “Diseminasi Rencana
Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RAN HAM) Bidang Pendidikan”
Kerjasama Biro Hukum dan Organisasi Setjen Depdiknas, 29–31 Juli 2003, di
Hotel Sahid Kusuma, Surakarta, dengan tema “Pengembangan Kerjasama
antara Perguruan Tinggi dan Pemerintah Daerah dalam Pemenuhan Hak
Anak Memperoleh Pendidikan”.
24. Sebagai Pembicara dalam Seminar Nasional: Peluang BDS Mengembangkan
Profesi Konsultan Keuangan Mitra Bank, di Hotel Ambarukmo Yogyakarta,
14 – 16 Agustus 2003, dengan tema “Akses Permodalan Bagi UKMK di
Sentra Industri Kayu”.
25. Sebagai Pembicara Seminar Regional Pemberdayaan Alumni FKIP UNS,
Surakarta, 16 Oktober 2003.
26. Sebagai Pembicara dalam Penataran Guru Agama SD Kota Solo, di SD
Muhammadiyah I, Solo, 31 Nopember 2003, dengan tema “Pola Hubungan
Dalam Keluarga dan Hasil Belajar Di Sekolah”.
27. Sebagai Pembicara dalam Seminar Peraturan Tata Tertib MPR RI 2004-2009,
Surakarta, 28 Pebruari 2004.
28. Sebagai Pembicara dalam Pertemuan Nasional Alumni PPN IPB, Bogor, 12
Agustus 2004, dengan tema “Mengembangkan Pendidikan Pascasarjana
Penyuluhan Pembangunan”.
29. Sebagai Pembicara dalam Seminar Orientasi Tugas-Tugas Anggota DPRD
Kabupaten Grobogan, di Hotel Quality, Solo, 27 September 2004, dengan
tema “Monitoring dan Evaluasi (Monev) Pembangunan”.
30. Sebagai Pembicara dalam Seminar Orientasi Tugas-Tugas Anggota DPRD
Kabupaten Klaten, di Hotel Galuh, Klaten, 8 Desember 2004, dengan tema
“Monitoring dan Evaluasi (Monev) Pembangunan”.
23
M. Pengalaman Kunjungan Luar Negeri
24