A. Pendahuluan
Bimbingan dan Konseling (BK) merupakan proses pemberian layanan
terhadap konseli. Secara umum terdapat beberapa tujuan BK. Menurut Farozin,
tujuan-tujuan BK adalah proses membantu individu untuk memahami diri,
membantu tercapainya kemandirian, membantu perkembangan optimal dan tujuan
untuk memecahkan masalah.2
Dalam konteks Bimbingan dan Konseling Islam (BKI), maksud akhir
daripada tujuan-tujuan tersebut adalah kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Menurut Farozin, tujuan BK dapat juga diartikan dan ditinjau berdasarkan dasar
yuridis yang tercantum di dalam Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No.20
Tahun 2003 yakni mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggungjawab.
Menurut Farozin, tujuan BK dapat disesuaikan dengan tujuan pendidikan
nasional, atau dapat juga ditempuh melalui upaya penyelarasan antara tujuan BK
dengan tujuan pendidikan nasional. Keputusan untuk menetapkan tujuan
diharapkan memberikan kejelasan bagi orientasi proses pelayanan konseli.
Keputusan berada pada tataran kelompok kolektif misalnya melalui organisasi BK
atau pada tataran individual berdasar pada asesmen yang kontekstual sesuai
dengan kebutuhan peserta didik pada ruang lingkup pelayanan tertentu. Seluruh
usaha pelayanan BK disandarkan secara penuh pada tujuan dan landasan BK.
Landasan BK adalah fondasi di dalam penyelenggaraan proses bantuan atau
proses pelayanan konselor terhadap konseli. Landasan memiliki perbedaan
dengan beberapa istilah lain yang mengacu pada makna sebagai fondasi seperti
1
Makalah disusun guna memenuhi tugas matakuliah Landasan BK, Jurusan Pendidikan
Islam (PI), Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, 12 Oktober 2014.
2
Materi Perkuliahan “Landasan BK” 9 Oktober 2014.
1
asas. Landasan berarti “tumpuan” atau “dasar” sedangkan asas berarti ““dasar”,
“dasar cita-cita”.3 Prayitno dan Erman Amri memaksudkan kata asas sebagai
“kaidah-kaidah yang menjamin efisien dan efektivitas proses”, sedangkan
landasan mengatur konsep-konsep pokok secara keseluruhan di dalam proses
pelayanan BK.4
Landasan-landasan BK merupakan hal penting karena merupakan bagian
daripada pilar-pilar BK. Prayitno dan Erman Amti membagi landasan BK menjadi
enam, yakni landasan Filosofis, landasan Relijius, landasan Psikologis, landasan
Sosial-Budaya, landasan Ilmiah dan Teknologis, dan landasan Pedagogis. selain
enam landasan BK tersebut, Farozin memberikan beberapa tambahan landasan
BK, antara lain, landasan Pancasila, Landasan Yuridis, dan landasan Historis.5
3
“Kamus Besar Bahasa Indonesia”, (Jakarta: Gramedia, 2008), hlm. 92, dan 782.
4
Prayitno & Amti, Erman, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Rhineka
Cipta, 2013), hlm. 114, 136.
5
Materi Perkuliahan “Landasan BK” 21 September 2014
6
Ibid, Prayitno & Amti, Erman, Dasar-Dasar..., hlm. 179.
2
Pada sisi yang lain, pembahasan juga melingkupi persoalan profesionalitas yang
bersangkutan secara umum dengan setting layanan, ekspektasi kinerja konselor
(beban kerja), konteks tugas konselor dan lain sebagainya. Maka terdapat
kecenderungan untuk terus membahas persoalan landasan IT BK karena selalu
bertautan dengan pembaruan dan pemutakhiran pelayanan. Konteks relevansi
pengkajian landasan IT BK terletak pada kontemporaritas tema yang selalu
menemukan arah pembahasan baru. Gagasan seputar Landasan IT BK
berkembang mulai dari upaya pemutakhiran melalui perkembangan piranti lunak,
hingga ke persoalan perubahan-perubahan masyarakat dari model masyarakat pra-
industri menuju model pasca-industri.
Dari beberapa gagasan-gagasan tersebut, sebenarnya menurut penulis
terdapat suatu ide besar mengenai BK sebagai Ilmu Pengetahuan sebagaimana
yang diungkapkan oleh Prayitno dan Erman Amti. Gagasan BK sebagai ilmu
pengetahuan tentu menarik untuk dibahas sejauh manakah gagasan itu dapat
diterjemahkan secara baik dan kontekstual.
7
Ibid, hlm. 178.
8
Ibid, “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, hlm. 524.
3
untuk mencapai tujuan praktis”. Cara kedua untuk memandang landasan IT BK
adalah melalui tawaran teoritikus BK mengenai landasan IT.
Prayitno dan Erman Amti menawarkan sudut pandang mengenai Landasan
IT BK yakni dengan melihat BK sebagai Ilmu Pengetahuan. 9 oleh karena BK
sebagai ilmu pengetahuan maka BK memerlukan objek kajian, metode dan
sistematika. Terdapat tiga objek kajian BK menurut Prayitno dan Erman Amti.
Pertama adalah upaya bantuan yang mengacu kepada fungsi pelayanan BK.
Kedua, adalah karakteristik individu yang memperoleh layanan. Ketiga, adalah
segala sesuatu yang berkenaan dengan upaya bantuan di dalam BK seperti jenis
layanan dan kegiatan, kondisi pelayanan, dan lain sebagainya.10
Bagan Landasan Ilmiah dan Teknologi BK yang diintisarikan dari
penjelasan Prayitno dan Erman Amti
1. Upaya bantuan
2. Karakteristik Konseli
Objek 3. Kegiatan BK
9
Ibid, hlm. 178.
10
Ibid, Prayitno & Amti, Erman, Dasar-Dasar..., hlm. 178.
4
Berkaitan dengan landasan IT BK, Prayitno menggambarkan trilogi profesi
BK, yakni sebagai berikut:11
Praktek Profesi
Trilogi Profesi
11
Secara utuh Prayitno memberikan terjemahan trilogi profesi ini dengan menulis:
“Dasar keilmuan profesi memberikan landasan keintelektualan profesi yang dimaksud. Landasan
keilmuan itu “menyinari” seluruh substansi profesi, terutama berkenaan dengan objek praktis
spesifik dan aspek-aspek teknologi-operasional pelayanan profesi, termasuk di dalamnya seluruh
unsur WPKNS profesi”. Lihat, Prayitno, “Profesionalisasi SDM Konseling”, Kumpulan Makalah
ABKIN, hlm. 3.
12
Ibid, Prayitno, “Profesionalisasi SDM Konseling”, hlm. 3-4
13
Ibid, hlm. 2.
5
Menurut Muri Yusuf, entitas keilmiahan di dalam BK merupakan pilar-
pilar yang menyangga profesionalitas BK menuju standar internasionalitas.14
Kualitas dan akuntabilitas BK dapat dilihat berdasarkan pada kemampuan untuk
melakukan proses keilmuan terhadap objek-objek BK.
E. BK dan Teknologi
BK dan Teknologi merupakan isu utama yang dibahas beberapa ahli
konseling di Indonesia. Landasan IT menuntut BK untuk merespon perkembangan
ilmu pengetahuan. Tuntutan ini berimplikasi pada keharusan bagi BK untuk
senantiasa terlibat di dalam proses evaluasi atas upaya-upaya bantuan yang selama
ini dilakukannya. Perkembangan ilmu pengetahuan paling tidak ditandai oleh
dua hal. Pertama yakni persoalan pembentukan dan pengembangan teori-teori
yang dapat dimanfaatkan oleh BK sebagai sebuah layanan profesional. Kedua
adalah mengenai produk dari pembentukan dan pengembangan teori-teori, seperti
instrumen-intrumen pengukuran psikologis. Hal in dapat dilihat dari
bervariatifnya instrumen tes yang digunakan oleh BK, mulai dari sosiometri
hingga AUM dan lain sebagainya. Intrumen-instrumen tersebut merupakan bagian
dari produk teknologi yang disandarkan pada penelaahan antara teori dan praktik.
Instrumen adalah produk teknologi, maka kelebihan dan kekurangannya
merupakan wacana dan fokus baru untuk melakukan perbaikan demi tercapainya
pelayanan yang profesional.
Menurut Dharsana, terdapat dua hal di dalam pengembangan teknologi yang
perlu diperhatikan oleh BK. Pertama adalah teknologi yang berkaitan dengan
proses dan pengelolaan pendidikan calon konselor seperti kaca reflektor empat
sudut, tape recorder, handycam, dan cctv serta teknologi solarscan (database).
Kedua adalah teknologi yang digunakan oleh konselor untuk menunjang tugas
profesi di lapangan.15
14
Yusur, A Muri, “Riset, Evaluasi dan Akuntabillitas dalam Bimbingan dan Konseling”,
Kumpulan Makalah ABKIN.
15
Dharsana, K, “Teknologi dalam Bimbingan Konseling; Pengembangan dan
Penggunaan Instrumen dalam Bimbingan Konseling”, Kumpulan Makalah ABKIN.
6
Dharsana memberikan contoh mengenai bagan alur pemanfaatan teknologi
di dalam proses pembelajaran calon konselor sebagai berikut:
1 2 3 4
7
jawaban manual menjadi koreksi Lembar Jawaban Komputer (LJK) di Pusat
Pelatihan Sertifikasi Instrumen BK.
Perkembangan teknologi terutama dalam hal sistem digital komputer dapat
dimanfaatkan oleh BK untuk tujuan pelayanan di lapangan. Perkembangan
aplikasi analisis-analisis psikologi (testing) yang beredar dengan penggunaan
yang lebih mudah seperti Teknik Penyusunan Program Pelayanan Konseling
berbasis Identifikasi Kebutuhan dan Masalah Siswa (IKMS). Berbagai macam
teknologi tersebut disusun oleh konselor baik yang bekerjasama dengan instansi
formal maupun oleh instansi swasta. Beberapa penerbit juga menyediakan
instrumen-instrumen testing untuk keperluan asesmen hingga tahap penyusunan
program tahunan dan harian.
F. Kesimpulan
Landasan IT BK jika bersandar pada penjelasan Prayitno dan Erman Amti,
dapat dilihat bersumber dari asumsi BK sebagai ilmu pengetahuan. Menurut
Penulis, muncul pertanyaan-pertanyaan baru seputar dasar historis, linguistik dan
filosofis terhadap asumsi ini. Secara historis, BK merupakan suatu bidang terapan.
Konteks bidang terapannya terkait dengan fakta historis masyarakat pada masa
transisi dari abad 19 menuju abad 20. BK berawal mula dari bidang terapan
layanan terhadap beberapa kelompok masyarakat pasca perang dunia pertama.
Secara historis BK tidak berkembang sebagaimana ilmu pengetahuan pada
umumnya. BK lahir sebagai sebuah gerakan sosial untuk memfasilitasi pemberian
petunjuk, penerangan, penyuluhan bagi masyarakat yang meliputi informasi karir.
Pertanyaan kedua mengenai linguistiknya terletak pada pemaknaan ilmu
pengetahuan sebagai “pengetahuan yang disistematisasikan”. Dalam tataran
penelitian objek kajian BK, memang telah terjadi yang disebut dengan upaya
sistematisasi pengetahuan. Tetapi itu tidak sepenuhnya dilakukan dengan asumsi-
asumsi BK yang bebas daripada petunjuk dari bidang ilmu yang lain. Prayitno dan
Erman Amti menyadari problem ini dengan mengajukan suatu penjelasan bahwa
BK sebagai ilmu bersifat multireferensi, yang secara tidak langsung memberikan
jawaban sementara mengenai posisi BK sebagai ilmu.
8
Pertanyaan menarik mengenai filosofisnya terletak pada model acuan
pengembangan teoritik. Menurut Penulis, BK sebagai ilmu pengetahuan tidak
dapat menjalankan fungsi dari frase ini disebabkan karena ilmu pengetahuan juga
terkait dengan kebutuhan masyarakat pada umumnya. BK sebagai ilmu
pengetahuan tidak memiliki model pembuatan asumsi filosofis kebenarannya
sendiri secara khas tetapi senantiasa membutuhkan bidang lain untuk membantu
membuat asumsi-asumsi baru yang kemudian diuji lewat serangkaian metode
ilmiah. Jika BK sebagai ilmu pengetahuan hakikatnya memiliki cara pandang
terhadap manusia sama dengan cara psikologi bekerja pada umumnya. Maka tidak
jarang ditemukanan pemahaman umum bahwa BK merupakan aplied science dari
psikologi.
Beberapa pertanyaan di atas adalah hasil refleksi penulis. tetapi pada
umumnya bahwa landasan IT BK merupakan sebuah mekanisme alamiah untuk
selalu menyeleraskan antara kemajuan dan perubahan zaman. Menurut Dharsana,
pemanfaatan teknologi di dalam pelayanan BK bertujuan untuk menunjang
percepatan dan penerimaan masyarakat terhadap BK sebagai sebuah profesi.16
16
Ibid, Dharsana, K, “Teknologi”. hlm. 8.
9
Referensi
A. Muri Yusuf, “Riset, Evaluasi dan Akuntabilitas dalam Bimbingan dan
Konseling”, Kumpulan Makalah ABKIN.
Depdiknas, Penataan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan
Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal, Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia, 2008.
K. Dharsana, “Teknologi dalam Bimbingan Konseling; Pengembangan dan
Penggunaan Instrumen dalam Bimbingan Konseling”, Kumpulan Makalah
ABKIN.
Prayitno, “Profesionalisme SDM Konseling”, Kumpulan Makalah ABKIN.
Prayitno dan Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta:
Rhineka Cipta, 2013.
10