Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem
guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting dalam
perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya).
Menurut (Suripin, 2004) drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras,
membuang atau mengalirkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai
serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang
kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan
secara optimal.
Drainase yaitu suatu cara pembuangan kelebihan air yang tidak diinginkan
pada suatu daerah, serta cara-cara penanggulangan akibat yang ditimbulkan oleh
kelebihan air tersebut. (Suhardjono, 1984)
Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan
sarana lingkungan (UU No.4 Tahun 1992). Perumahan Puri Lasiana Indah berlokasi
di Jalan Sanjola Kelurahan Lasiana Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang adalah
perumahan sebagai salah satu pertumbuhan fisik dalam suatu wilayah yang
merupakan kebutuhan dasar manusia yang dapat berfungsi sebagai sarana produksi
keluarga, merupakan titik strategis dalam pembangunan manusia seutuhnya.
Pembangunan Perumahan Puri Lasiana Indah dimulai sejak tahun 2017 oleh PT
Dafe Putri Pratama Mandiri.
Pembangunan suatu gedung atau infrastruktur pada suatu daerah atau
kawasan perlu diperhatikan infrastruktur pendukung seperti drainase agar tidak
mengganggu aktivitas dan kenyamanan pengguna dan menyebabkan kerusakan
pada gedung atau infrastruktur itu sendiri.
Kompleks Perumahan Puri Lasiana Indah, merupakan salah satu kompleks
perumahan yang mempunyai luas sebesar 50.731 m². Dari hasil survey dan
observasi di lapangan kondisi kompleks Perumahan Puri Lasiana Indah belum
dilengkapi dengan fasilitas penunjangnya berupa saluran drainase. Hal ini

1
menyebabkan genangan air dari pembuangan limbah rumah tangga dan genangan
saat hujan dapat memicu terjadinya banjir. Genangan air ini menyebabkan
lingkungan disekitar perumahan menjadi kotor dan jorok, menjadi sarang nyamuk,
dan sumber penyakit lainnya, sehingga dapat menurunkan kualitas lingkungan,
kesehatan masyarakat di sekitar kompleks. Masalah ini juga bisa terjadi di
Perumahan Puri Lasiana Indah yang masih dalam tahap pembangunan, sehingga
perlu adanya perencanaan saluran drainase yang baik dan lebih komprehensif yang
dapat mengatasi masalah-masalah tersebut.
Berdasarkan permasalahan dan latar belakang tersebut diperlukan suatu kajian
dengan judul “Perencanaan Saluran Drainase di Kompleks Perumahan Puri Lasiana
Indah Jalan Sanjola Kelurahan Lasiana Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang.”

1.2 Rumusan Masalah


Dari uraian diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana merencanakan saluran drainase untuk kompleks Perumahan
Puri Lasiana Indah sesuai dengan ( SK SNI T-07-1990-F, Tata Cara
Perencanaan Umum Drainase Perkotaan ) ?
2. Berapa besar biaya yang dibutuhkan untuk pekerjaan saluran drainase di
kompleks Perumahan Puri Laisana Indah ?

1.3 Tujuan Penulisan


Dengan adanya permasalahan yang ada, maka tujuan yang ingin dicapai dari
Proposal Skripsi ini adalah untuk dapat :
1. Merencanakan saluran drainase yang sesuai pada kompleks Perumahan
Puri Lasiana Indah.
2. Mengetahui besar biaya yang dibutuhkan untuk pekerjaan saluran drainase
di Kompleks Perumahan Puri Laisana Indah.

2
1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari penulisan Proposal Skripsi ini adalah :
1. Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberi solusi kepada
pemerintah dan masyarakat dalam penanganan masalah genangan air yang
terjadi.
2. Diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan pengetahuan
mahasiswa/i khususnya Jurusan Teknik Sipil tentang Perencanaan
Drainase Perumahan.
3. Sebagai bahan kajian ilmiah dari teori yang didapat selama kuliah untuk
diimplementasikan di lapangan, selain itu juga menambah wawasan bagi
penulis.

1.5 Batasan Masalah


Dalam penulisan Proposal Skripsi ini perlu adanya pembatasan masalah
dalam penulisannya karena banyak faktor yang perlu dipertimbangkan. Adapun
batasan masalahnya sebagai berikut :
1. Menghitung debit banjir rencana menggunakan metode rasional.
2. Saluran drainase yang direncanakan sesuai dengan Master plan dari
Perumahan Puri Lasiana Indah.
3. Menentukan ukuran dimensi saluran drainase dan gorong-gorong untuk
Perumahan Puri Laisana Indah.
4. Saluran Drainase Perumahan Puri Lasiana Indah berupa saluran terbuka.
5. Menghitung Rencana Anggaran Biaya (RAB) untuk saluran drainase yang
direncanakan, menggunakan Analisa Harga Satuan Pekerjaan (AHSP)
PERMEN PUPR Nomor 28 Tahun 2016 dan Harga Upah dan Bahan 2020
Kota Kupang.

3
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Drainase


Drainase adalah lengkungan atau saluran air di permukaan atau di bawah
tanah, baik yang berbentuk secara alami maupun dibuat manusia. Dalam Bahasa
Indonesia, drainase bisa merujuk pada parit di permukaan tanah atau gorong-gorong
dibawah tanah. Drainase berperan penting untuk mengatur suplai air demi
pencegahan banjir.
Drainase mempunyai arti mengalir, menguras, membuang, atau mengalihkan
air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkain bangunan air yang
berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan
atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Drainase juga
diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya
dengan sanitasi. (Suripin, 2004)
Sedangkan pengertian Drainase perkotaan atau terapan adalah ilmu drainase
yang ditetapkan mengkhsuskan pengkajian pada kawasan perkotaan yang erat
kaitannya dengan kondisi lingkungan sosial budaya yang ada di kawasan kota
(Hasmar, 2011). Drainase perkotaan merupakan sistem pengeringan dan pengaliran
air dari wilayah perkotaan yang meliputi :
1. Pemukiman atau kompleks perumahan;
2. Kawasan industri dan perdagangan;
3. Kampus dan sekolah;
4. Rumah sakit dan fasilitas umum;
5. Lapangan olahraga dan lapangan parkir;
6. Pelabuhan udara;
7. Instalasi militer, listeik, telekomunikasi.

4
2.2 Jenis-jenis Drainase
Jenis-jenis Drainase adalah sebagai berikut : (Hasmar, 2011)
1. Menurut Cara Terbentuknya
a) Drainase Alamiah (Natural Drainage)
Terbentuknya secara alami, tidak ada unsur campur tangan
manusia serta tidak terdapat bangunan-bangunan pelimpah, pasangan
batu/beton, gorong-gorong dan lain-lain.
b) Drainase Buatan (Artificial Drainage)
Drainase dibentuk berdasarkan analisis ilmu drainase, untuk
menentukan debit akibat hujan, kecepatan resapan air dalam tanah dan
dimensi saluran serta memerlukan bangunan-bangunan khusus seperti
selokan pasangan batu/beton, gorong-gorong, pipa-pipa dan
sebagainya.
2. Menurut Letak Saluran
a) Drainase Muka Tanah (Surface Drainage)
Saluran drainase yang berada di atas permukaan tanah yang
berfungsi mengalirkan air limpasan permukaan.
b) Drainase Bawah Tanah (Sub Surface Drainage)
Saluran drainase yang bertujuaan untuk mengalirkan air
limpasan permukaan melalui media di bawah permukaan tanah (pipa-
pipa), dikarenakan alasan-alasan tertentu. Alasan itu antara lain :
tuntutan artistik, tuntutan fungsi permukaan tanah yang tidak
membolehkan adanya saluran di permukaan tanah seperti lapangan
sepak bola, lapangan terbang, taman dan lain-lain.
3. Menurut Fungsi
a) Single Purpose
Saluran yang berfungsi mengalirkan satu jenis air buangan saja,
misalnya air hujan atau jenis buangan lain seperti air limbah domestik,
air limbah indsutri, dan lain-lain.
b) Multy purpose
Saluran berfungsi mengalirkan beberapa jenis buangan, baik
secara bercampur maupun bergantian.

5
4. Menurut Konstruksinya
a) Saluran Terbuka
Saluran terbuka adalah suatu pemindahan di mana air mengalir
dengan permukaan bebas dan dapat bersifat alami atau buatan
manusia. Saluran ini untuk air hujan yang terletak di area yang cukup
luas. Juga untuk saluran air non hujan yang tidak menganggu
kesehatan lingkungan.

Gambar 2. 1 Saluran Terbuka


Sumber : (Google, 2020)

b) Saluran Tertutup
Saluran untuk air kotor yang menganggu kesehatan lingkungan.
Juga untuk saluran dalam kota.

Gambar 2. 2 Saluran Tertutup


Sumber : (Google, 2020)

6
2.3 Pola Jaringan Drainase
Dalam perencanaan sistem drainase suatu kawasan harus memperhatikan pola
jaringan drainasenya. Pola jaringan drainase pada suatu kawasan atau wilayah
tergantung dari topografi daerah dan tata guna lahan kawasan tersebut. Adapun tipe
atau jenis pola jaringan drainase sebagai berikut.
1. Jaringan Drainase Siku
Dibuat pada daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi dari
pada sungai. Sungai sebagai pembuang akhir berada di tengah kota.

Gambar 2. 3 Pola Jaringan Drainase Siku


Sumber : (Hasmar, 2011)

2. Jaringan Drainase Paralel


Saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang. Dengan saluran
cabang (sekunder) yang cukup banyak dan pendek-pendek, apabila terjadi
perkembangan kota, saluran-saluran akan menyesuaikan.

7
Gambar 2. 4 Pola Jaringan Drainase Paralel
Sumber : (Hasmar, 2011)

3. Jaringan Drainase Grid Iron


Untuk daerah dimana sungai terletak di pinggir kota, sehingga saluran-
saluran cabang dikumpulkan dulu pada saluran pengumpul.

Gambar 2. 5 Pola Jaringan Drainase Grid Iron


Sumber : (Hasmar, 2011)

4. Jaringan Drainase Alamiah


Sama seperti pola siku, hanya beban sungai pada pola alamiah lebih besar

Gambar 2. 6 Pola Jaringan Drainase Alamiah


Sumber : (Hasmar, 2011)

8
5. Jaringan Drainase Radial
Pada daerah berbukit, sehingga pola saluran memencar ke segala arah.

Gambar 2. 7 Pola Jaringan Drainase Radial


Sumber : (Hasmar, 2011)

6. Jaringan Drainase Jaring-jaring


Mempunyai saluran-saluran pembuang yang mengikuti arah jalan raya
dan cocok untuk daerah dengan topografi datar.

Gambar 2. 8 Pola Jaringan Drainase Jari-jari


Sumber : (Hasmar, 2011)

2.4 Fungsi Sistem Drainase


Fungsi-fungsi sistem drainase adalah sebagai berikut : (Mulyanto, 2013)
1. Membuang air lebih
Fungsi ini berjalan dengan mengalirkan air lebih ke tujuan akhirnya
yaitu perairan bebas yang dapat berupa sungai danau maupun laut, ke
dalamnya air lebih ini dapat dialirkan. Ini merupakan fungsi utama untuk
rnencegah menggenangnya air pada lahan perkotaan maupun di dalam parit-
parit (saluran-saluran) yang menjadi bagian dari sistem drainase. Air lebih
tersebut dapat berasal dari :

9
Air hujan yang tidak dapat terserap ke dalam tanah, tidak mengisi
waduk-waduk penyimpan air maupun kolam-kolam retensi, yaitu kolam yang
sengaja dibuat bagi menyimpan air sementara sebelum dialirkan ke perairan
bebas. Air hujan dapat berasal dari :
a. Hujan yang jatuh langsung di atas lahan perkotaan itu.
b. Air hujan yang meluap ke luar dari saluran yang berasal dari luar lahan
perkotaan yang meluap ke dalam daerah perkotaan. Volume air hujan ini
dapat ditaksir jumlahnya tetapi sebaiknya dibuat prasarana pencegahannya
karena dapat menimbulkan kerusakan yang cukup parah pada kota,
prasarananya, serta harta bahkan jiwa penghuninya. Air ini misalnya
melimpas dari alur-alur sungai alam maupun buatan yang mengalir
melewati pinggiran atau tengah lahan perkotaan.
c. Air hujan yang mengalir langsung memasuki lahan perkotaan sebagai
runoff (permukaan maupun air tanah) dari daerah di sekelilingnya yang
sering disebut hujan kiriman. Hujan kiriman ini akan dapat menambah
besar kapasitas rencana sistem drainase perkotaan karena harus
mempertimbangkan terjadinya hujan serentak pada daerah perkotaan
maupun daerah tangkapan di luarnya. Di samping itu hujan kiriman dapat
membawa masuk ke dalam sistem drainase perkotaan sampah maupun zat-
zat pencemar cukup banyak dari luar daerah perkotaan.
2. Mengangkut Limbah Dan Mencuci Polusi Dari Daerah Perkotaan.
Di atas lahan perkotaan tertumpuk bahan polutan berupa debu dan
sampah organik yang berpotensi mencemari lingkungan hidup. Oleh air hujan
yang jatuh, polutan akan terbawa ke dalam sistem drainase dan dialirkan pergi
sambil dinetralisir secara alami. Secara alami suatu badan air seperti sungai,
saluran drainase mempunyai kemampuan untuk menetralisasi cemaran yang
memasuki/terbawa alirannya dalam jumlah terbatas/batas-batas terentu
menjadi zat-zat anorganik yang tidak berbahaya/tidak mencemari
lingkungan.
Aliran air akan menangkap/mengikat oksigen dari udara yang akan
bermanfaat dalam penguraian zat-zat organik dalam proses oksidasi (proses
aerobik). Tetapi kemampuan ini sangat terbatas, sehingga tidak dibenarkan

10
membuang limbah khususnya yang bersifat B3 (bahan beracun dan
berbahaya) dan limbah padat/sampah yang sukar terurai dan mengganggu
kelancaran aliran.
3. Mengatur Arah & Kecepatan Aliran.
Air buangan berupa air hujan dan limbah harus diatur alirannya
melewati sistem drainase dan diarahkan ke tempat penampungan akhir atau
perairan bebas di mana sistem drainase bermuara. Arah aliran akan ditentukan
melewati sistem drainase sehingga tidak menimbulkan kekumuhan.
Disamping itu kecepatan alirannya dapat diatur sebaik mungkin sehingga
tidak akan terjadi penggerusan atau pengendapan pada saluran-saluran
drainase.
4. Mengatur Elevasi Muka Air Tanah.
Muka air tanah yang dangkal dapat meresap ke dalam ruangan-ruangan
bangunan dan naik ke tembok secara kapiler atau menggenang pada tempat-
tempat rendah. Pada kondisi muka air tanah dangkal, daya serap lahan
terhadap hujan kecil dan dapat menambah potensi banjir.
Muka air tanah yang dalam akan menyulitkan tetumbuhan penghijauan
kota untuk menyerapnya khususnya pada musim kemarau tetapi daya serap
terhadap hujan tinggi.
Disamping itu kalau terjadi penurunan muka air tanah akan terjadi
pemadatan atau subsidensi yaitu menurunnya muka tanah di atas muka air
tanah. Pemadatan ini disebabkan ruang antar butir dalam tanah yang tadinya
terisi air akan menjadi kosong sehingga tanah memadat.
5. Menjadi Sumberdaya Air Alternatif.
Makin bertambahnya kebutuhan akan air makin dibutuhkannya
sumberdaya air. Daur ulang air dari sistem drainase dapat menjadi alternatif
pemenuhan akan sumberdaya air dengan beberapa syarat :
a. Sistem drainase tidak tercemar limbah B3.
b. Sistem drainase tidak tercemar oleh atau menjadi penyebar bakteri patogen
penyebab penyakit menular.
c. Pencemaran masih dalam tingkat ekonomis untuk diolah sebagai sumber
daya air.

11
6. Di Daerah Pebukitan Sistem Drainase Menjadi Salah Satu Prasarana
Mencegah Erosi Dan Gangguan Stabilitas Lereng.
Runoff permukaan akibat hujan yang jatuh jatuh pada daerah pebukitan
akan mengalir dengan kecepatan tinggi kalau tidak mengalami hambatan
cukup dan menimbulkan erosi permukaan. Kecepatan aliran runoff akan
melebihi kecepatan kritis tanah permukaan apalagi kalau tanah sudah
mengalami penggemburan di musim kemarau sebelumnya atau tidak cukup
terlindung dari proses erosi membentuk alur-alur erosi berupa rills (rivulets)
maupun galur- galur yang lebih besar (gullies).

2.5 Sistem Jaringan Drainase


Sistem jaringan drainase perkotaan umumnya dibagi atas 2 bagian, yaitu :
1. Sistem Drainase Mayor
Sistem drainase mayor yaitu sistem saluran/badan air yang
menampung dan mengalirkan air dari suatu daerah tangkapan air hujan
(Catchment Area). Pada umumnya sistem drainase mayor ini disebut juga
sebagai sistem saluran pembuangan utama (major system) atau drainase
primer. Sistem jaringan ini menampung aliran yang berskala besar dan
luas seperti saluran drainase primer, kanal-kanal atau sungai-sungai.
Perencanaan drainase makro ini umumnya dipakai dengan periode ulang
antara 5 sampai 10 tahun dan pengukuran topografi yang detail mutlak
diperlukan dalam perencanaan sistem drainase ini.
2. Sistem Drainase Minor/Mikro
Sistem drainase minor/mikro yaitu sistem saluran dan bangunan
pelengkap drainase yang menampung dan mengalirkan air dari daerah
tangkapan hujan. Secara keseluruhan yang termasuk dalam sistem
drainase mikro adalah saluran di sepanjang sisi jalan, saluran/selokan air
hujan di sekitar bangunan, gorong-gorong, saluran drainase kota dan lain
sebagainya dimana debit air yang dapat ditampungnya tidak terlalu besar.
Pada umumnya drainase mikro ini direncanakan untuk hujan dengan
masa ulang 2, 5 atau 10 tahun tergantung pada tata guna lahan yang ada.
Sistem drainase untuk lingkungan permukiman lebih cenderung sebagai
sistem drainase mikro. Bentuk-bentuk untuk drainase tidak jauh berbeda

12
dengan saluran irigasi pada umunnya. Dalam perancangan dimensi
saluran harus diusahakan dapat membentuk dimensi yang ekonomis.
Dimensi saluran yang terlalu besar berarti kurang ekonomis, sebaliknya
dimensi yang terlalu kecil akan menimbulkan permasalahan karena daya
tampung yang tidak memadai.

2.6 Bentuk Penampang Saluran


Bentuk-bentuk untuk drainase tidak jauh berbeda dengan saluran irigasi pada
umunnya. Dalam perancangan dimensi saluran harus diusahakan dapat membentuk
dimensi yang ekonomis. Dimensi saluran yang terlalu besar berarti kurang
ekonomis, sebaliknya dimensi yang terlalu kecil akan menimbulkan permasalahan
karena daya tampung yang tidak memadai. Adapun bentuk saluran antara lain :
1. Persegi Panjang
Saluran Drainase berbentuk empat persegi panjang tidak banyak
membutuhkan ruang. Sebagai konsekuensi dari saluran bentuk ini saluran harus
terbentuk dari pasangan batu ataupun coran beton.

Gambar 2. 9 Saluran Bentuk Persegi


Sumber : (Hasmar, 2011)

2. Trapesium
Pada umumnya saluran terbuat dari tanah akan tetapi tidak menutup
kemungkinan dibuat dari pasangan batu dan coram beton. Saluran ini memerlukan
cukup ruang. Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan, air
rumah tangga maupun air irigasi dengan debit yang besar.

13
Gambar 2. 10 Saluran Bentuk Trapesiun
Sumber : (Hasmar, 2011)

3. Segitiga
Bentuk saluran segitiga umumnya diterapkan pada saluran awal yang sangat
kecil.

Gambar 2. 11 Saluran Bentuk Segitiga


Sumber : (Hasmar, 2011)

4. Setengah Lingkaran
Berfungsi untuk menyalurkan limbah air hujan untuk debit yang kecil. Bentuk
saluran ini umum digunakan untuk saluran–saluran penduduk dan pada sisi jalan
perumahan padat.

14
Gambar 2. 12 Saluran Bentuk Setengah Lingkaran
Sumber : (Hasmar, 2011)

2.7 Analisis Hidrologi


2.7.1 Penentuan Hujan Kawasan
Stasiun penakar hujan hanya memberikan kedalaman hujan di titik dimana
stasiun tersebut berada; sehingga hujan pada suatu luasan harus diperkirakan dari
titik pengukuran tersebut. Apabila pada suatu daerah terdapat lebih dari satu stasiun
pengukuran yang ditempatkan secara terpencar, hujan yang tercatat di masing-
masing stasiun dapat tidak sama (Triatmodjo, 2008). Data hujan yang diperoleh dari
alat penakar hujan merupakan hujan yang terjadi hanya pada satu tempat atau titik
saja (point rainfall). Mengingat hujan sangat bervariasi terhadap tempat (space),
maka untuk kawasan yang luas, satu alat penakar hujan belum dapat
menggambarkan hujan wilayah tersebut. Dalam hal ini diperlukan hujan kawasan
yang diperoleh dari harga rata-rata curah hujan beberapa stasiun penakar hujan yang
ada di dalam atau di sekitar kawasan tersebut, yang dapat dilakukan dengan tiga
metode berikut yaitu metode rerata aljabar (aritmatik), metode poligon Thiessen,
dan metode isohyet. (Suripin, 2004)
1. Cara rata-rata aljabar (aritmatik)
Merupakan metode yang paling sederhana dalam perhitungan hujan
kawasan atau daerah. Pengukuran yang dilakukan di beberapa stasiun dalam
waktu yang bersamaan dijumlahkan dan kemudian dibagi dengan jumlah
stasiun. Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa semua penakar hujan
mempunyai pengaruh yang setara. Cara ini cocok untuk kawasan dengan
topografi rata atau datar, alat penakar tersebar merata atau hampir merata, dan
harga individual curah hujan tidak terlalu jauh dari harga rata-ratanya. Hujan
kawasan diperoleh dari persamaan: (Triatmodjo, 2008)

15
R1  R2  ...  Rn ………………..….............................................(2.1)
_
1
R
n
Dimana :
_
R = curah hujan daerah rata-rata (mm)
n = jumlah titik-titik pengamatan
R1, R2, ...,Rn = hujan di tiap titik (pos) pengamatan 1, 2, …n (mm)
2. Metode Pologon Thieseen
Metode ini memperhitungkan bobot dari masing-masing stasiun yang
mewakili luasan di sekitarnya. Pada suatu luasan di dalam DAS dianggap
bahwa hujan adalah sama dengan yang terjadi pada stasiun yang terdekat,
sehingga hujan yang tercatat pada suatu stasiun mewakili luasan tersebut.
Metode ini digunakan apabila penyebran stasiun hujan di daerah yang ditinjau
tidak merata. Hitungan curah hujan rerata dilakukan dengan memperhitungkan
daerah pengaruh dari tiap stasiun. (Triatmodjo, 2008)
_
A1 R1  A2 R2  ...  An Rn
R .....................................................................(2.2)
A1  A2  ...  An
Dimana :
_
R = Curah hujan daerah rata-rata (mm)
R1, R2, …Rn = Curah hujan di tiap pengamatan 1, 2,….…n (mm)
A1, A2, …An = Luas daeran tiap pengamatan1, 2,… n (km2)

16
Gambar 2. 13 Metode Poligon Thiessen
Sumber : (Suripin, 2004)

3. Metode Isohyet
Metode ini merupakan metode yang paling akurat untuk menentukan hujan
rata-rata, namun diperlukan keahlian dan pengalaman. Cara ini memperhitungkan
secara aktual pengaruh tiap-tiap penakar hujan. Metode isohyet cocok untuk daerah
berbukit dan tidak teratur dengan luas lebih dari 5000 km² (Suripin, 2004).

 P1  P2   P  P3  P P 
A1    A2  2   ...  An 1  n 1 n 
 2 
P 
2   2  atau
A1  A2  ...  An 1

  P  P2 
  A 1 
 2  ……………………......….…………...…...............( 2.3)
P 
A
Dimana :
P = Curah hujan rata-rata (mm)
P1P2Pn = Curah hujan yang di pos penakar hujan 1,2., n (mm)
n = Banyaknya pos penakar hujan
A = luas bagian antara garis Isohyet 1, 2,...n (km2)

17
Gambar 2. 14 Metode Isohyet
Sumber : (Suripin, 2004)

2.7.2 Analisis Frekuensi Curah Hujan


Dalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-
kejadian ekstrim seperti banjir dan kekeringan. Banjir mempengaruhi bangunan-
bangunan air seperti bendung, bendungan, tanggul, jembatan, gorong-gorong, dsb.
Bangunan-bangunan tersebut harus direncanakan untuk dapat melewatkan debit
banjir maksimum yang mungkin terjadi. Bangunan harus diperhitungkan tidak
hanya keamanan bangunan itu sendiri, tetapi juga kehidupan dan fasilitas-fasilitas
lain yang terancam keselamatannya apabila bangunan tersebut runtuh.
Tujuan dari analisis frekuensi data hidrologi adalah mencari hubungan antara
besarnya kejadian ekstrim terhadap frekuensi kejadian dengan menggunkan
distribusi probabilitas. Besarnya kejadian ekstrim mempunyai hubungan terbalik
dengan probabilitas kejadian, misalnya frekuensi kejadian debit banjir besar adalah
lebih kecil dibanding dengan frekuensi debit-debit sedang atau kecil. Dengan
analisis frekuensi akan diperkirakan besarnya banjir dengan interval kejadian
tertentu seperti 10 tahunan, 100 tahunan, atau 1000 tahunan, dan juga berapakah
frekuensi banjir dengan besar tertentu yang mungkin terjadi selama suatu periode
waktu, misalnya 1000 tahun. Analisis frekuensi dapat diterapkan untuk data debit
sungai atau data hujan. Data yang digunakan adalah data debit atau hujan
maksimum tahunan, yaitu data yang terbesar yang terjadi selama satu tahun, yang
terukur selama beberapa tahun (Triatmodjo, 2008).

18
2.7.3 Distribusi Probabilitas
Dalam analisis frekuensi data hujan atau data debit guna memperoleh nilai
hujan rencana atau debit rencana, dikenal beberapa distribusi probabilitas yang
sering digunakan, yaitu (Kamiana, 2011):
1. Distribusi gumbel
2. Distribusi log person tipe III
3. Distribusi log normal
4. Distribusi normal
Penentuan jenis distribusi probabilitas yang sesuai dengan data dilakukan
dengan mencocokan parameter data tersebut dengan syarat masing-masing jenis
distribusi seperti pada Tabel 2.1.
Tabel 2. 1 Persyaratan Parameter Statistik Suatu Distribusi
No Distribusi Persyaratan

1 Gumbel Cs = 1,14
Ck = 5,4
2 Normal Cs = 0
Ck = 3
3 Log Normal Cs = Cv3 + 3 Cv
Ck = Cv8 + 6 Cv6 + 15 Cv4 + 16Cv2 + 3
4 Log Person III Selain dari nilai di atas

Sumber : (Triatmodjo, 2008)

Dalam statistik dikenal beberapa parameter yang berkaitan dengan analisis


data yang meliputi data rata-rata, simpangan baku, koefisien variasi, koefisien
kortuis dan koefisien skewness (kecondongan atau kemencengan).
1. Rata-rata
1
𝑥̅ = n ∑ni=l Xi …………………..…........................………….……….(2.4)

Dengan :
𝑥̅ = rata-rata
𝑋𝑖 = nilai varian ke-i
n = banyaknya data

19
2. Simpangan baku

1 ½
̅)²] ………….......……........................……………...(2.5)
𝑠 = [n−1 ∑ni=l(Xi − X

Dengan :
S = simpangan baku
𝑥̅ = nilai rata-rata
𝑋𝑖 = nilai varian ke-i
n = banyaknya data
3. Koefisien variasi
s
𝐶𝑉 = x̅………………….......………….........................………………..…..(2.6)

Dengan :
CV = koefisien variasi
S = simpangan baku
𝑥̅ = nilai rata-rata
4. Koefisien kortuis


𝐶𝑘 = (n−1)(n−2)(n−3)sd4 ∑ni=l(X i − ̅
X)4 …………...............................……...(2.8)

Dengan :
Ck = koefisien kortuis
Sd = standar deviasi
𝑥̅ = nilai rata-rata
𝑋𝑖 = nilai varian ke-i
n = banyaknya data
5. Koefesien kemiringan sampel (Koefesien Skewness, CS),

 
n
n

3
i  
Cs 
n  1n  2 i 1
……………….......…………............…..(2.7)
Sd 3

Dengan :
Cs = Koefesien Skewness
Sd = Standar Deviasi
 = Nilai Rata-rata

20
Xi = Nilai varian ke-1
n = Banyaknya data
a. Analisa dengan menggunakan metode gumbel
Analisa frekuensi ini bertujuan untuk menentukan besarnya curah hujan untuk
periode ulang rencana. Distribusi gumbel umumnya digunakan untuk analisa data
maksimum, misalnya analisa frekuensi banjir (Suripin, 2004).
Gumbel memberikan persamaan untuk kala ulang Tr.
𝑋𝑡 = 𝑋̅ + 𝑠𝐾……………………...……………….......……….............(2.9)

Yt−Yn
𝐾= …………….………………...………….......…...…............(2.10)
Sn
Yt−Yn
𝑋𝑡 = 𝑋̅ + 𝑠 ……………………………….....…...…...................(2.11)
Sn

∑(Xi−X
̅)
𝑆𝑋 = √ ………..………………………..........……...….............(2.12)
n−1
Dengan :
𝑋𝑡 = besarnya curah hujan periode ulang Tr tahun (mm)
𝑋̅ = curah hujan rata-rata (mm)
K = factor probabilitas
𝑆𝑋 = standar devisiasi (simpangan baku)
Yn = nilai yang terdapat dalam tabel (tabel 2.3)
Sn = standar devisiasi yang merupakan fungsi dari n (tabel 2.2)
Yt = varian reduksi sebagai fungsi probabilitas (tabel 2.4)
Xi = data curah hujan (mm)
N = jumlah data / sampel.

21
Tabel 2. 2 Reduced Standard Deviation, Sn
N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,9496 0,9676 0,9833 0,9971 1,0095 1,0206 1,0316 0,0411 1,0493 1,0565
20 1,0628 1,0696 1,0754 1,0811 1,0864 1,0915 1,0961 1,1004 1,1047 1,108
30 1,1124 1,1159 1,1193 1,1226 1,1255 1,1285 1,1313 1,1339 1,1363 1,1388
40 1,1413 1,1436 1,1458 1,148 1,1499 1,1519 1,1538 1,1557 1,1574 1,159
50 1,1607 1,1623 1,1638 1,1658 1,1667 1,1681 1,1696 1,1708 1,1721 1,1734
60 1,1854 1,18631 1,1873 1,1881 1,189 1,1898 1,1814 1,1824 1,1834 1,1844
70 1,1854 1,1863 1,1873 1,1881 1,189 1,1898 1,1906 1,1915 1,1923 1,193
80 1,1938 1,1945 1,1953 1,1959 1,1967 1,1973 1,198 1,1987 1,1994 1,2001
90 1,2007 1,2013 1,202 1,2026 1,2032 1,2038 1,2044 1,2049 1,2055 1,206
100 1,2065 1,2069 1,2073 1,2077 1,2081 1,2084 1,2087 1,209 1,2093 1,2096
Sumber : (Suripin, 2004)

Tabel 2. 3 Reduced Mean,Yn


N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,4952 0,4996 0,5035 0,507 0,51 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,522
20 0,5236 0,5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5309 0,532 0,5332 0,5343 0,5353
30 0,5362 0,5371 0,538 0,5388 0,5396 0,5403 0,541 0,5418 0,5424 0,5436
40 0,5436 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5463 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481
50 0,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518
60 0,5521 0,5524 0,5527 0,553 0,5533 0,5535 0,5538 0,554 0,5543 0,5545
70 0,5548 0,555 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567
80 0,5569 0,557 0,5572 0,5574 0,5576 0,5578 0,558 0,5581 0,5583 0,5585
90 0,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0,5599
100 0,56 0,5602 0,5603 0,5604 0,5606 0,5607 0,5608 0,5609 0,561 0,5611
Sumber : (Suripin, 2004)

22
Tabel 2. 4 Reduced Variate, Y𝑇𝑟 Sebagai Fungsi Periode Ulang
Periode ulang, tr Reduce Periode ulang, Reduced
(tahun) variate, YTr Tr (tahun) variated, YTr

2 0,3668 100 4,6012


5 1,5004 200 5,2969
10 2,251 250 5,5206
20 2,9709 500 6,2149
25 3,1993 1000 6,9087
50 3,9028 5000 8,5188
75 4,3117 10000 9,2121
Sumber : (Suripin, 2004)

b. Analisis distribusi normal


Distribusi normal atau kurva normal disebut pula distribusi Gauss. Fungsi
dentitas peluang normal (PDF=Probability Density Function) yang paling dikenal
adalah bentuk bell dan dikenal sebagai distribusi normal. PDF distribusi normal
dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan bakunya, sebagai berikut:
(Suripin, 2004).
̅
XT− X
𝐾𝑇 = ……………………………...……………………...........…..(2.13)
S

Dengan :
XT = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan
periode ulang T-tahunan
̅
X = nilai rata-rata hitung variant.
S = deviasi standar nilai variant.
𝐾𝑇 = factor frekuensi, merupakan funsi dari peluang atau
periode ulang dan tipe model matematik distribusi
peluang yang digunakan untuk analisis peluang.

23
Tabel 2. 5 Nilai Variabel Reduksi Gauss
PERIODE ULANG, T
NO PELUANG KT
(TAHUN)
1 1.001 0.999 -3.050
2 1.005 0.995 -2.580
3 1.010 0.990 -2.330
4 1.050 0.950 -1.640
5 1.110 0.900 -1.280
6 1.250 0.800 -0.840
7 1.330 0.750 -0.670
8 1.430 0.700 -0.520
9 1.670 0.600 -0.250
10 2.000 0.500 0.000
11 2.500 0.400 0.250
12 3.330 0.300 0.520
13 4.000 0.250 0.670
14 5.000 0.200 0.840
15 10.000 0.100 1.280
16 20.000 0.050 1.640
17 50.000 0.020 2.050
18 100.000 0.010 2.330
19 200.000 0.005 2.580
20 500.000 0.002 2.880
21 1000.000 0.001 3.090
Sumber : (Suripin, 2004)

c. Distribusi Log Normal


Jika variabel acak Y = log X terdistribusi secara normal, maka X dikatakan
mengikuti distribusi log normal. PDF (probability density function) untuk distribusi
log normal. PDF (probability density function) untuk distribusi log normal dapat
dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan bakunya, sebagai berikut :
(Suripin, 2004)
YT−Y
̅
𝐾𝑇 = S
…………………………………………........………..........(2.14)

Dengan :
YT = perkiraaan nilai yang diharapkan terjadi dengan
periode ulang T-tahunan,
̅
Y = nilai rata-rata hitung variat.
S = deviasi standar nilai variant
𝐾𝑇 = factor frekuensi. Merupakan fungsi dari peluang atau
periode ulang tipe modelmatik distribusi peluang yang
digunakan untuk analisis peluang.

24
d. Analisa dengan metode log person III
Harga atau nilai berbagai masa ulang atau nilai curah hujan untuk masa ulang
tertentu. Pearson telah mengembangkan serangkian fungsi probabilitas yang dapat
dipakai untuk hampir semua distribusi probabilitas empiris. Distribusi ini masih
tetap dipakai karena fleksibilitasnya. (Suripin, 2004)
log 𝑋𝑇 = log 𝑋̅ + 𝐾. 𝑠………………………………………..............(2.15)
∑ log X
log 𝑋̅ = n i……………………………………………….........….(2.16)
̅ )² 1/2
∑(log Xi − log X
𝑠=[ ] ……………………………………….........…(2.17)
n−1

̅)³
∑(log Xi − log X
𝐺= (n−1)(n−2)s³
…………………………...………….......………..(2.18)

Dengan :
log 𝑋𝑇 = besarnya curah hujan periode ulang Tr tahun
bentuk logaritma
log X = data debit banjir dalam bentuk logaritma
log Xi = data curah hujan dalam bentuk logaritma
log ̅
X = rata-rata curah hujan dalam bentuk logaritma
K = factor probabilitas
s = standar devisiasi / simpangan baku
Xi = data curah hujan
n = jumlah data/sampel
G = koefisien kemencengan

25
Tabel 2. 6 Nilai K Untuk Distribusi Log Person III
Interval kejadian (periode ulang) tahun
Koef. 1,0101 1,2500 2 5 10 25 50 100
G Presentasi peluang
99 80 50 20 10 4 2 1
3,0 -0,667 -0,636 -0,396 -0,420 1,180 2,278 3,152 4,051
2,8 -0,714 -0,666 -0,384 -0,460 1,210 2,275 3,114 3,973
2,6 -0,769 -0,696 -0,368 -0,499 1,238 2,267 3,071 2,889
2,4 -0,832 -0,725 -0,351 -0,537 1,262 2,256 3,023 3,800
2,2 -0,905 -0,752 -0,330 -0,574 1,284 2,240 2,970 3,705
2,0 -0,990 -0,777 -0,307 0,609 1,302 2,219 2,192 3,605
1,8 -1,087 -0,799 -0,282 0,643 1,318 2,193 2,848 3,499
1,6 -1,197 -0,817 -0,254 0,675 1,329 2,163 2,780 3,388
1,4 -1,318 -0,832 -0,225 0,705 1,337 2,128 2,706 3,271
1,2 -1,449 -0,844 -0,195 0,732 1,340 2,087 2,626 3,149
1,0 -1,588 -0,852 -0,164 0,758 1,340 2,043 2,542 3,022
0,8 -1,733 -0,856 -0,132 0,780 1,336 1,993 2,453 2,891
0,6 -1,880 -0,857 -0,099 0,800 1,328 1,939 2,359 2,755
0,4 -2,029 -0,855 -0,066 0,816 1,317 1,880 2,261 2,615
0,2 -2,178 -0,850 -0,033 0,830 1,301 1,818 2,159 2,472
0,0 -2,326 -0,842 0,000 0,842 1,282 1,751 2,051 2,326
-0,2 -2,472 -0,830 0,033 0,850 1,258 1,680 1,945 2,178
-0,4 -2,615 -0,816 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029
-0,6 -2,755 -0,800 0,099 0,857 1,200 1,528 1,720 1,880
-0,8 -2,891 -0,780 0,132 0,856 1,166 1,448 1,606 1,733
-1,0 -3,022 -0,758 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,588
-1,2 -2,149 -0,732 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449
-1,4 -2,271 -0,705 0,225 0,832 1,041 1,198 1,270 1,318
-1,6 -2,388 -0,675 0,254 0,817 0,994 1,116 1,166 1,197
-1,8 -3,499 -0,643 0,282 0,799 0,945 1,035 1,069 1,087
-2,0 -3,605 -0,609 0,307 0,777 0,895 0,959 0,980 0,990
-2,2 -3,705 -0,574 0,330 0,752 0,844 0,888 0,900 0,905
-2,4 -3,800 -0,537 0,351 0,725 0,795 0,823 0,830 0,832
-2,6 -3,889 -0,490 0,368 0,696 0,747 0,764 0,768 0,769
-2,8 -3,973 -0,469 0,384 0,666 0,702 0,712 0,714 0,714
-3,0 -7,051 -0,420 0,396 0,636 0,660 0,666 0,666 0,667
Sumber : (Suripin, 2004)

26
e. Uji kecocokan
Diperlukan penguji parameter untuk menguji kecocokan (the goodness of
fittest test) distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang
diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut.
Pengujian parameter yang sering dipakai adalah chi-kuadrat dan smirnov-
kolmogorov.
1) Uji Chi Kuadrat
Uji chi-kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan
distribusi yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistic sampel data
yang dianalisis. Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter x²,
yang dapat dihitung dengan rumus berikut : (Suripin, 2004)
(𝑂𝑖 − 𝐸𝑖 )²
Xh= ∑𝑛𝑖=0 …………........………….……………………..(2.19)
𝐸𝑖

Dengan :
Xh² = parameter chi-kuadrat terhitung
G = jumlah sub kelompok
𝑂𝑖 = jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok i
𝐸𝑖 = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok i
Derajat nyata atau derajat kepercayaan (cr) tertentu yang sering
diambil adalah 5%. Derajat kebebasan (Dk) dihitung dengan rumus:
(Kamiana, 2011)
Dk = K – (p + 1) ..............................................................................(2.20)
K = 1 + 3,3 log n ...........................................................................(2.21)
Dengan :
Dk = Derajat kebebasan
P = Banyaknya parameter untuk Chi-Kuadrat adalah 2
K = Jumlah kelas distribusi
N = Banyaknya data
Selanjutnya distribusi probabilitas yang dipakai untuk menentu- kan
curah hujan rencana adalah distribusi probabilitas yang mempu- nyai
simpangan maksimum terkecil dan lebih kecil dari simpangan kritis, atau
dirumuskan sebagai berikut: (Kamiana, 2011)
X2 < X2 cr ........................................................................................................................................(2.22)

27
Dengan :
X2 = Parameter Chi-Kuadrat terhitung
X2 cr = parameter Chi-Kuadrat Kritis
Prosedur perhitungan dengan menggunakan dengan Metode Uji Chi-
Kuadrat adalah sebagai berikut:
1. Urutkan data dari besar ke kecil atau sebaliknya.
2. Menghitung jumlah kelas.
3. Menghitung derajat kebeasan (Dk) dan X2 cr
4. Menghitung kelas distribusi.
5. Menghitung interval kelas.
6. Perhitungan nilai X2
7. Bandingkan nilai X2 terhadap X2 cr
2) Uji Smirnov-Kolgomorov
Uji kecocokan smirnov-kolmogorov sering disebut juga uji kecocokan
non parametric, karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi
tertentu. Prosedurnya adalah sebagai berikut : (Suripin, 2004)
a. Urutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan tentukan
besarnya peluang dari masing-masing data tersebut.
b. Urutkan nilai masing-masing peluang teoritis dari hasil pengambaran
data (persamaan distribusinya) .
c. Dari kedua nilai peluang tersebut, tentukan selisih terbesarnya antar
peluang pengamatan dengan peluang teoritis. D = maksimum (P(Xn)-
P’(Xn)
d. Berdasarkan tabel nilai kritis (smirnov-kolmogorov test) tentukan harga
Do dari tabel (2.7).
̅
X−X
𝑓(𝑡) = …………………………………….…....……..............(2.23)
Sx

P’(x) = f(t)……………………………………….………..............(2.24)
Dengan :
X = debit minimum pengamatan (m³/detik)
̅
X = debit minimum rata-rata (m³/detik)
T = variable reduksi Gauss

28
Tabel 2. 7 Nilai Kritis Do Untuk Uji Smirnov-Kolmogorov
Derajat Kepercayaan, ( α )
N
0,20 0,10 0,05 0,01
5 0,45 0,51 0,56 0,67
10 0,32 0,37 0,41 0,49
15 0,27 0,30 0,34 0,40
20 0,23 0,26 0,29 0,36
25 0,21 0,24 0,27 0,32
30 0,19 0,22 0,24 0,29
35 0,18 0,20 0,23 0,27
40 0,17 0,19 0,21 0,25
45 0,16 0,18 0,20 0,24
50 0,15 0,17 0,19 0,23
1,07 1,22 1,36 1,63
N>50 𝑁 0,5 𝑁 0,5 𝑁 0,5 𝑁 0,5
Sumber : (Suripin, 2004)

2.7.4 Intensitas Hujan


Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu. Sifat
umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung
makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya.
Apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data hujan harian,
maka intensitas hujan dapat dihitung dengan rumus Mononobe (Suripin, 2004).
R24 24 2/3
𝐼= ( ) ………………............………………………..………….(2.25)
24 t

Dengan :
I = intensitas hujan (mm/jam)
T = lamanya hujan (jam)
R24 = curah hujan maksimum harian (24 jam) (mm)
Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air hujan
dari titik terjauh menuju suatu titik tertentu ditinjau ada daerah pengaliran. Umunya
waktu konsentrasi terdiri dari waktu yang dieprlukan oleh air untuk mengalir pada
permukaan tanah menuju titik terdekat (t0) dan waktu untuk mengalir dalam saluran
ke titik yang ditinjau (td) dalam suatu catchment area untuk menjadi titik outlet.
𝑡𝑐 = 𝑡1 + 𝑡2 ………………………………...……………...................………(2.26)
2 𝑛𝑑 0,167
𝑡1 = [3 𝑥3,28𝑥𝐿𝑜 ] ……............………...……….......………...……….(2.27)
√𝑆

29
𝐿𝑠
𝑡2 = 60𝑉…………………….….......…………………………............………(2.28)

Dengan :
𝑡1 = waktu inlet (menit)
𝑡2 = waktu aliran (menit)
nd = koefisien hambatan (tabel 2.9)
S = kemiringan lahan
Lo = jarak dari titik terjauh ke fasilitas drainase (m)
𝐿𝑠 = panjang saluran (m)
V = kecepatan aliran didalam saluran (m/detik)
Dalam memperkirakan waktu konsestrasi (tc), dapat juga digunakan
menggunkan rumus Kirpich (Kamiana, 2011).
0,385
0,87×L²
𝑡𝑐 = ( ) ………………………………………............………(2.29)
1000×So

Dengan :
𝑡𝑐 = waktu konsestrasi (jam)
𝐿 = Panjang saluran utama dari hulu sampai penguras (Km)
So = kemiringan rata-rata saluran
Nilai Kecepatan (V) Pengaliran ditentukan berdasarkan Kemiringan Saluran Tabel
2.8 dibawah ini :
Tabel 2. 8 Nilai Kecepatan V berdasarkan Kemiringan
Kemiringan Saluran (I) Kecepatan Rata-rata (V)
% m/dtk
<1 0,40
1–2 0,60
2–4 0,90
4–6 1,20
6 – 10 1,50
10 – 15 2,20
Sumber : (Hasmar, 2011)

30
Tabel 2. 9 Koefisien Hambatan
Kondisi Lapisan Permukaan Nd
Lapisan semen dan aspal beton 0,0013
Permukaan licin dan kedap air 0,02
Permukaan licin dan kokoh 0,1
Tanah dengan rumput tipis dan gundul dengan 0,2
permukaan sedikit kasar
Padang rumput 0,4
Hutan gundul 0,6
Hutan rimbun dan hutan gundul rapat dengan 0,8
hamparan
Sumber : (Anonymus, 1994)

2.7.5 Analisa Debit Limpasan


Limpasan merupakan gabungan antara aliran permukaan , aliran-aliran yang
tertinggal pada cekukan-cekukan, dan aliran bawah permukaan (subsurface flow).
Dalam perencanaan drainase, bagian air hujan yang menjadi perhatian adalah aliran
permukaan (surface runoff), sedangkan untuk pengendalian banjir tidak hanya
aliran permukaan, tetapi limpasan atau runoff (Suripin, 2004).
1. Dalam kaitannya dengan limpasan, factor yang berpengaruh secara umum
dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu :
a. Faktor meteorologi
Faktor-faktor meteorologi yang berpengaruh pada limpasan terutama
adalah karakteristik hujan, yang meliputi :
1) Intensitas hujan
Pengaruh intensitas hujan terhadap limpasan permukaan sangat
tergantung pada laju infiltrasi.
2) Durasi hujan
Total limpasan dari suatu hujan berkaitan langsung dengan durasi
hujan dengan intensitas tertentu.
3) Distribusi curah hujan
Laju dan volume limpasan dipengaruhi oleh distribusi dan intensitas
hujan di seluruh DAS.

31
b. Karakteristik DAS
Karakteristik DAS yang berpengaruh besar pada aliran permukaan
meliputi :
1) Luas dan bentuk DAS
Laju dan volume aliran permukaan makin bertambah besar dengan
bertambanya luas DAS.
2) Topografi
Tampakan rupa bumi atau peta kontur mengenai kemiringan lahan,
keadaan dan lain-lain yang dapat mempengaruhi laju dan volume aliran
permukaan.
3) Tata guna lahan
Pengaruh tata guna lahan pada aliran permukaan dinyatakan dalam
koefisien aliran permukaan.
2. Menghitung Debit Limpasan
Dengan menggunakan metode rasional (ukuran DAS kurang dari 300 ha).
Rumus yang digunakan yaitu :
𝑄𝑝 = 0,002778 x C x I x A…………………………….......................(2.30)
Dengan :
𝑄𝑝 = laju aliran permukaan (debit) puncak (m³/detik)
C = koefisien aliran permukaan (0<= C =< 1)
I = intensitas hujan (mm/jam)
A = luas daerah pengaliran (ha)
3. Menentukan Koefisien Pengaliran (C)
Koefisien C didefinisikan sebagai nisbah antara puncak aliran permukaan
terhadap intensitas hujan atau merupakan nilai banding antara bagian hujan
yang membentuk limpasan langsung dengan hujan total yang terjadi. Koefisien
limpasan juga tergantung pada sifat dan kondisi tanah. Laju infiltrasi menurun
pada hujan yang terus menerus dan juga dipengaruhi oleh kondisi kejenuhan
air sebelumnya (Suripin, 2004).

32
Tabel 2. 10 Koefisien Pengaliran (C)
Tipe Lahan Koefisien aliran,(C)
Perumahan Tidak Begitu Rapat...(20 Rumah/Ha) 0,25-0,40
Perumahan Kerapatan Sedang... (20-60 Rumah/Ha) 0,40-0,70
Perumahan Rapat.....................(60/160 Rumah/Ha) 0,70-0,80
Taman Dan Daerah Rekreasi 0,20-0,30
Daerah Industri 0,80-0,90
Daerah Perniagaan 0,90-0,95
Sumber : (Sidharta, 1997)

2.7.6 Analisis Debit Air Kotor (Limbah)


Air limbah rumah tangga atau adalah sisa air yang tidak diperlukan lagi yang
berasal dari rumah tangga, mengandung bahan atau zat membahayakan. Sesuai
dengan zat yang terkandung di dalam air limbah, maka limbah yang tidak diolah
terlebih dahulu akan menyebabkan gangguan kesehatan dan lingkungan hidup
antara lain limbah sebagai media penyebaran berbagai penyakit.
Pada umumnya air limbah dapat menimbulkan dampak, yaitu dampak
terhadap kehidupan biota air, dampak terhadap kualitas air tanah, dampak terhadap
kesehatan, dampak terhadap estetika lingkungan. Pada wilayah perkotaan mudah
terlihat adanya sarana air limbah yang dialirkan melalui saluran- saluran, dimana
air limbah dari rumah tangga tersebut segera dialirkan ke saluran- saluran yang ada
di sekitar wilayah permukiman sampai ke badan air anak sungai dan sungai
terdekat. (Larasati, 2014)
Untuk menentukan jumlah air limbah dapat dilakukan dengan mengacu pada
pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia
Nomor P.68/Menlhk-Setjen/2016 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik, yaitu
untuk rumah biasa perkiraan jumlah air limbah adalah 100 liter/orang hari (Tabel
2.11). Untuk menghitung air buangan / limbah pada kompleks perumahan maka
diketahui dengan rumus : (Cara Menghitung Air Buangan / Limbah Kompleks
Perumahan, 2012).
q = p x s………………………………..............……...............…….......(2.31)

33
Dengan :
q = Kebutuhan air bersih dalam satu rumah tangga
(liter/hari)
s = Banyaknya air bersih yang dibutuhkan tiap
orang perhari (liter,orang/hari) ( Tabel 2.13)
p = Asusmsi banyaknya orang dalam satu rumah
tangga ( 1 rumah tangga = 5 orang) (orang/unit)
qs = xn x q…….................................................................………………(2.32)
Dengan :
qs = Kebutuhan air di satu kompleks (liter/hari)
q = Kebutuhan air bersih dalam satu rumah tangga
(liter/hari)
xn = Jumlah rumah di satu kompleks
Qp = n x q……………...............................................................….....……(2.33)
Dengan :
Qp = Banyaknya air buangan (limbah) dalam satu
rumah tangga (liter/hari)
q = Kebutuhan air bersih dalam satu rumah tangga
(liter/hari)
n = Presentase kebutuhan air sisa domestic 80%
liter/hari)
Qs = xn x Qp……….............……..............................................……....…(2.34)
Dengan :
Qs = Banyaknya air buangan (limbah) di satu
kompleks (liter/hari)
Qp = Banyaknya air buangan (limbah) dalam satu
rumah tangga (liter/hari)
xn = Jumlah rumah di satu kompleks
Qstot = Qs1 + Qs2 + Qs3 + ...+ Qsn...... .....................…………..…(2.35)
Dengan :
Qstot = Total banyaknya air buangan (limbah) dalam satu
kompleks (liter/hari)

34
Qsn = Banyaknya air buangan (limbah) dalam
kompleks 1,2,3...,n
Tabel 2. 11 Baku Mutu Air Limbah Domestik Tersendiri

Sumber : (Anonymus, 2016)

Keterangan (tabel 2.11) : = Rumah susun, rumah biasa, penginapan, asrama,


pelayanan kesehatan, lembaga pendidikan, perkantoran, perniagaan, pasar, rumah
makan, balai pertemuan, arena rekreasi, permukiman, industri, IPAL kawasan,
IPAL permukiman, IPAL perkotaan, pelabuhan, bandara, stasiun kereta
api,terminal dan lembaga pemasyarakatan.

2.8 Analisa Hidrolika


2.8.1 Dimensi Saluran
Potongan melintang saluran yang palng ekonomis adalah saluran yang dapat
melewatkan debit maksimum untuk luas penampang basah, kekasaran dan
kemiringan dasar tertentu. Salah satunya adalah saluran berbentuk persegi (Suripin,
2004). Berikut ini adalah jenis saluran persegi (segiempat) yang di pakai dalam
perencanaan yaitu (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12/PRT/M/2014
Tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan dan SK SNI T -07 -1990 -
F).
Saluran drainase bentuk segi empat tidak banyak membutuhkan ruang.
Saluran ini berfungsi menampung dan menyalurkan debit limpasan yang besar.

35
w
h
b

Gambar 2. 15 Penampang Saluran Berbentuk Segi Empat


Sumber : (Suripin, 2004)

Pada penampang melintang saluran segi empat dimensinya dinyatakan


sebagai berikut (Suripin, 2004):
b/h = 1 .…….....….............................................................................................(2.36)
R = A/P ............................................................................................................ (2.37)
A=b .h...............................................................................................................(2.38)
P= b + 2h ..........................................................................................................(2.39)
Dimana :
b = lebar saluran ( m )
h = tinggi muka air rencana ( m )
R = jari-jari hidrolis ( m )
A = luas penampang basah saluran (m2)
W = tinggi jagaan ( m )
Dalam menghitung dimensi saluran yang akan direncanakan dianjurkan
perbandingan antara lebar dasar saluran b dan tinggi air h sebagai berikut :

36
Tabel 2. 12 Pendekatan perbandingan dasar dari tinggi saluran
Kapasitas Tinggi dan
Saluran / Debit Lebar Saluran
No
(Qr) (b:h)
m/det m
1 0 - 0.5 1,0
2 0.5 - 1.0 1,5
3 1.0 - 1.5 2,0
4 1.5 - 3.0 2,5
5 3.0 - 4.5 3,0
6 4.5 - 6.0 3,5
7 6.0 - 7.5 4,0
8 7.5 - 9.0 4,5
9 9.0 - 11 5,0
Sumber : (Anonymus, 1990)

2.8.2 Kemiringan Saluran


Kemiringan saluran ditentukan dari hasil pengukuran di lapangan, dan
dihitung dengan rumus :
t1−t2
I= 𝑥100 %...............................................................................................( 2.40)
L

Dimana :
I = Kemiringan Dasar Saluran
t1 = Elevasi Bagian Tertinggi Saluran (m)
t2 = Elevasi Bagian Terendah Saluran (m)
L = Panjang Saluran (m)

Gambar 2. 16 Kemiringan Tanah


(Anonymus, 1994)

37
2.8.3 Kecepatan Aliran
Agar saluran yang dibangun tidak mengalami penggerusan (scoring) dan
mengendapkan sedimen dibawah oleh air, maka dalam merencanakan disarankan
agar kecepatan saluran drainase disesuikan dengan bahan ataupun material
pembuatan saluran.
Karena sulit menentukan tegangan geser dan distribusi kecepatan dalam aliran
turbulen, maka digunakan pendekatan empiris untuk menghitung kecepatan rata-
rata. Kecepatan pada saluran dapat dihitung dengan menggunakan rumus yang
dikemukakan oleh Manning: (Triatmodjo, 2008)
1
𝑉= 𝑅2/3 𝐼1/2................................................................................................(2.41)
𝑛

Dengan :
n = Koefesien kekasaran manning
R = Jari-jari hidrolik (m)
I = Kemiringan saluran
V = Kecepatan Aliran (m/dtk)
Tabel 2. 13 Kecepatan Aliran Sesuai Jenis Material
Jenis Bahan Vizin
(m/dtk)
Pasir Halus 0,45
Lempung Kepasiran 0,50
Lanau Aluvial 0,60
Kerikil Halus 0,75
Lempung Kokoh 0,75
Lempung Padat 1,10
Kerikil Kasar 1,20
Batu-Batu Besar 1,50
Pasangan Batu 1,50
Beton 1,50
Beton Bertulang 1,50
Sumber : (Kamiana, 2011)

38
Tabel 2. 14 Harga Koefisien Manning
No Tipe Saluran Baik sekali Baik Sedang Jelek
SALURAN BUATAN.
1 Saluran tanah, lurus teratur 0,017 0,020 0,023 0,025
2 Saluran tanah yang dibuat dengan 0,023 0,028 0,030 0,040
excavator
3 Saluran pada dinding batuan, lurus, 0,020 0,030 0,033 0,035
teratur
4 Saluran pada dinding batuan, tidak 0,035 0,040 0,045 0,045
lurus, tidak teratur
5 Saluran batuan yang diledakan, ada 0,025 0,030 0,035 0,040
tumbuh-tumbuhan
6 Dasar saluran dari tanah, sisi saluran 0,028 0,030 0,033 0,035
berbatu
7 Saluran lengkung, dengan kecepatan 0,020 0,025 0,028 0,030
aliran rendah
SALURAN ALAM.
8 Bersih, lurus, tidak berpasir, tidak 0,025 0,028 0,030 0,033
berlubang
9 Seperti no.8, tetapi ada timbunan atau 0,030 0,033 0,035 0,040
kerikil
10 Melengkung, bersih, berlubang, dan 0,033 0,035 0,040 0,045
berdinding pasir
11 Seperti no.10, dangkal, tidak teratur 0,040 0,045 0,050 0,055
12 Seperti no.10, berbatu, ada tumbuh- 0,035 0,040 0,045 0,050
tumbuhan
13 Seperti no.11, sebagian berbatu 0,045 0,050 0,055 0,060
14 Aliran pelan, banyak tumbuh- 0,050 0,060 0,070 0,080
tumbuhan, dan berlubang
15 Banyak tumbuh-tumbuhan 0,075 0,100 0,125 0,150
SALURAN BUATAN, BETON Baik sekali Baik Sedang Jelek
ATAU BATU KALI.
16 Saluran pasangan batu, tanpa 0,025 0,030 0,033 0,035
penyelesaian
17 Seperti no.16, tapi dengan 0,017 0,020 0,025 0,030
penyelsaian
18 Saluran beton 0,014 0,016 0,019 0,021

39
19 Saluran beton halus dan rata 0,010 0,011 0,012 0,013
20 Saluran beton pracetak dengan acuan 0,013 0,014 0,014 0,015
baja
21 Saluran beton pracetak dengan acuan 0,015 0,016 0,016 0,018
kayu
Sumber : (Anonymus, 1994)

2.8.4 Tinggi Jagaan


Menurut kriteria perencanaan (KP-03), 1986, tinggi jagaan berguna untuk
menaikan muka air di atas tinggi muka air maksimum dan mencegah kerusakan
saluran.
Tabel 2. 15 Tinggi Jagaan
Debit
(m³/detik) Tanggul (m) Pasangan(m)
<0,5 0,40 0,20
0,5-1,5 0,50 0,20
1,5-5,0 0,60 0,25
5,0-10,0 0,75 0,30
10,0-15,0 0,85 0,40
>15,0 1,00 0,50
Sumber : (Anonymus, 1986)

2.9 Gorong-gorong
Gorong-gorong adalah saluran tertutup (pendek) yang mengalirkan air
melewati jalan raya, jalan kereta api, atau timbunan lainnya. Ukuran dari gorong-
gorong tergantung pada banyaknya air yang harus dialirkan dan kecepatan air
didalamnya. Jikalau kecepatan air di dalam saluran telah ditetapkan, maka besarnya
gorong-gorong ditentukan menurut debit salurannya (Suripin, 2004).

Gambar 2. 17 Potongan Melintang Gorong-gorong Bentuk Persegi


Sumber : (Google, 2020)

40
Persamaan yang digunakan untuk menghitung dimensi gorong-gorong, yaitu
(Suripin, 2004) :
𝑄 = 𝐴. 𝑉...........................................................................................................(2.42)
1
𝑉 = 𝑛 𝑅2/3 I1/2..................................................................................................(2.43)

V
I = (n.R2/3 )2......................................................................................................(2.44)

𝐴 = 𝑏. ℎ............................................................................................................(2.45)
𝑃 = 𝑏 + 2. ℎ.....................................................................................................(2.46)
𝐴
𝑅 = 𝑃................................................................................................................(2.47)

𝑏 = 0.75 𝑥 ℎ.....................................................................................................(2.48)
Dimana :
Q = Debit aliran (m3/dtk)
A = Luas penampang basah (m2)
V = Kecepatan aliran (m/dtk)
I = Kemiringan dasar gorong-gorong
R = Jari-jari hidrolik (m)
n = Koefesien Kekasaran Manning (tabel 2.13)

2.10 Rencana Anggaran Biaya


2.10.1 Pengertian Rencana Anggaran Biaya
Yang dimaksud dengan Rencana Anggaran Biaya suatu bangunan atau proyek
adalah perhitungan banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah, serta
biaya-biaya lain yang berhubungan dengan pelaksanaan bangunan atau proyek
tersebut (Ibrahim B. H., 2012). Dalam kegiatan proyek konstruksi dikenal beberapa
tahap dan merupakan suatu urutan kegiatan-kegiatan yang berulang, yang biasa
disebut siklus proyek (lihat pada Gambar 2.18).
Dalam hal ini perhitungan rencana biaya pembangunan, yang lebih dikenal
dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB), adalah termasuk bagian dalam kelompok
kegiatan perencanaan. Seperti diketahui perencanaan memegang peranan penting
dalam siklus proyek, karena keberhasilan proyek akan sangat ditentukan oleh
kualitas dari perencanaan. Terjadinya perubahan-perubahan dalam pelaksanaan

41
akibat perencanaan kurang mantap, selain menambah panjang waktu pelaksanaan
juga menyebabkan pemborosan.
Dalam perencanaan pula ditetapkan besar kecilnya tujuan dan sasaran dari
proyek. RAB merupakan istilah dan singkatan yang popular dan sudah lama
digunakan di Indonesia. Ada beberapa istilah yang dipakai untuk itu, antara lain :
rencana biaya konstruksi, taksiran biaya, estimasi biaya, atau dalam bahasa asing
begrooting (bahasa Belanda) dan construction cost estimate dalam bahasa lnggris.

Gambar 2. 18 Siklus Proyek Konstruksi


Sumber : (Wulfram, 2005)

2.10.2 Langkah-langkah menghitung RAB secara umum


1. Mempersiapkan Gambar Kerja
Gambar kerja yang dibuat ternyata sangat bermanfaat untuk beberapa
keperluan proyek. Mulai dari keperluan pembuatan Izin Mendirikan Bangunan
(IMB), pembuatan Surat Perjanjian Kontrak Kerja (SPK), sampai tahap pembuatan
RAB. Penggunaan gambar kerja pada RAB diperlukan untuk menentukan berbagai
jenis pekerjaan, spesifikasi dan ukuran material bangunan. Gambar kerja inilah
yang menjadi rujukan dalam menentukan item-item pekerjaan yang akan dihitung
dalam pembuatan RAB. Setelah itu, jangan lupa untuk melakukan pengecekan
harga material bangunan ke toko-toko bangunan dan rate upah pekerja yang
berlokasi di wilayah proyek.
2. Menyusun Item Pekerjaan
Tahapan ini menguraikan item-item pekerjaan yang akan dikerjakan. Uraian
pekerjaan disajikan dalam bentuk pokok-pokok pekerjaan yang menjelaskan
mengenai lingkup besar pekerjaan.

42
Tabel 2. 16 Bentuk Tabel Penyusunan Item Pekerjaan

NO URAIAN PEKERJAAN
1 2

I PEKERJAAN PERSIAPAN
1 Mobilisasi Tenaga Kerja, Alat dan Bahan
2 Pembersihan Lokasi
3 Pembuatan Direksi keet, los kerja dan gudang
4 Pengukuran dan Pemasangan Bowplank
5 Pengadaan Air Kerja
6 Pengadaan Listrik Kerja
7 Pelaporan dan Dokumentasi

II PEKERJAAN TANAH
1 Galian Tanah Biasa
2 Urugan Tanah Kembali dan Timbunan Tanah

III PEKERJAAN PASANGAN SALURAN


1 Pasangan Batu Kali (1 PC : 4 PP)
2 Plesteran (1 PC : 4 PP)

IV PEKERJAAN AKHIR
1 Demobilisasi
2 Pembersihan Kembali Lokasi

Sumber : (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat 28/PRT/M/2016 Tentang
Analisis Harga Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum).

3. Menghitung Volume Pekerjaan


Langkah berikutnya adalah menghitung volume pekerjaan. Perhitungan ini
dilakukan dengan cara menghitung banyaknya volume pekerjaan dalam satu satuan,
misalnya per m², m³, atau per unit. Volume pekerjaan nantinya dikalikan dengan
harga satuan pekerjaan, sehingga didapatkan jumlah biaya pekerjaan.

43
Tabel 2. 17 Bentuk Tabel Volume Pekerjaan
NO URAIAN PEKERJAAN SATUAN VOLUME
1 2 3 4

I PEKERJAAN PERSIAPAN
1 Mobilisasi Tenaga Kerja, Alat dan Bahan Ls
2 Pembersihan Lokasi m²
3 Pembuatan Direksi keet, los kerja dan gudang m131
4 Pengukuran dan Pemasangan Bowplank m²
5 Pengadaan Air Kerja Ls
6 Pengadaan Listrik Kerja Ls
7 Pelaporan dan Dokumentasi Ls

II PEKERJAAN TANAH
1 Galian Tanah Biasa m³
2 Urugan Tanah Kembali dan Timbunan Tanah m³

III PEKERJAAN PASANGAN SALURAN


1 Pasangan Batu Kali (1 PC : 4 PP) m³
2 Plesteran (1 PC : 4 PP) m²

IV PEKERJAAN AKHIR
1 Demobilisasi Ls
2 Pembersihan Kembali Lokasi m²

Sumber : (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat 28/PRT/M/2016 Tentang
Analisis Harga Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum).

4. Membuat Analisa Harga Satuan Pekerjaan


Yang dimaksud dengan harga satuan pekerjaan ialah, jumlah harga bahan dan
upah tenaga kerja berdasarkan perhitungan analisis. Harga dan bahan didapat di
pasaran, dikumpulkan dalam satu daftar yang dinamakan Daftar Harga Satuan
Bahan. Upah tenaga kerja didapatkan dilokasi dikumpulkan dan dicatat dalam satu
daftar yang dinamakan Daftar Harga Satuan Upah. Setiap bahan atau material
mempunyai jenis dan kualitas sendiri. Hal ini menjadi harga material tersebut
beragam. Untuk itu sebagai patokan harga biasanya didasarkan pada lokasi daerah
bahan tersebut berasal dan sesuai dengan harga patokan pemerintah. Misalnya
untuk harga semen harus berdasarkan kepada harga patokan semen yang ditetapkan.
Harga satuan bahan dan upah tenaga kerja di setiap daerah berbeda-beda. Jadi
dalam menghitung dan menyusun anggaran biaya suatu pekerjaan harus
berpedoman pada harga satuan bahan dan upah tenaga kerja di pasaran dan lokasi
pekerjaan (Ibrahim H. B., 2012). Upah tenaga kerja didapatkan di lokasi,
dikumpulkan dan dicatat dalam satu daftaryang dinamakan Daftar Harga Satuan

44
Upah. Untuk menentukan upah pekerja dapat diambil standar harga yang berlaku
di pasaran atau daerah sekitar proyek dikerjakan yang sesuai dengan spesifikasi dari
Dinas PU. Pada analisa ini sudah termasuk peralatan kerja atau setiap pekerja harus
mempunyai perlatan kerja sendiri yang mendukung keahlian masing-masing.
Untuk menentukan harga satuan alat dapat diambil standar harga yang berlaku di
pasar atau daerah tempat proyek dikerjakan sesuai dengan spesifikasi dari dinas PU
setempat yang dinamakan Daftar Harga Satuan Alat. Secara umum dapat
disimpulkan sebagai berikut:
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑆𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎𝑎𝑛 = 𝐻. 𝑆. 𝐵𝑎ℎ𝑎𝑛 + 𝐻. 𝑆. 𝑈𝑝𝑎ℎ + 𝐻. 𝑆 𝐴𝑙𝑎𝑡 ........(2.49)
Analisa harga satuan pekerjaan merupakan analisa material, upah, tenaga
kerja, dan peralatan membuat satu-satuan pekerjaan tertentu yang diatur dalam
pasal-pasal analisa BOW maupun SNI, dari hasilnya ditetapkan koefisien pengali
untuk material, upah tenaga kerja dan peralatan segala jenis pekerjaan. Sedangkan
analisis lapangan ditetapkan berdasarkan perhitungan kontraktor pelaksana.
Tabel 2. 18 Bentuk Perhitungan Analisa Harga Satuan

Sumber : (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat 28/PRT/M/2016 Tentang
Analisis Harga Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum).

45
Dengan perhitungan analisa harga yang sama, maka didapatkan jumlah harga
untuk setiap satuan analisa item pekerjaan.
1) Analisa bahan
Yang dimaksud dengan analisa bahan suatu pekerjaan, ialah
menghitung banyaknya/ volume masing-masing bahan, serta besarnya biaya
yang dibutuhkan.
Biaya bahan merupakan biaya pada penggunaan bahan dalam hal ini
pekerjaan drainase (semen, pasir, air, batu kali, batu kerikil, besi beton, dan
gorong-gorong) (Ibrahim B. H., 2012). Kebutuhan bahan/material ialah
besarnya jumlah bahan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan bagian
pekerjaan dalam satu kesatuan pekerjaan. Kebutuhan bahan dapat dicari
dengan rumus sebagai berikut :
𝛴𝐵𝑎ℎ𝑎𝑛 = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑃𝑒𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎𝑎𝑛 × 𝐾𝑜𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛 𝐴𝑛𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎 𝐵𝑎ℎ𝑎𝑛.......(2.50)
2) Analisa upah
Yang dimaksud dengan analisa upah suatu pekerjaan ialah,
menghitung banyaknya tenaga yang diperlukan, serta besarnya biaya yang
dibutuhkan untuk pekerjaan tersebut (Ibrahim B. H., 2012).
Biaya upah merupakan biaya bagi para pekerja (mandor, kepala
tukang, tukang dan lain-lain sesuai kebutuhan) sedangkan bahan merupakan
kebutuhan atau bahan yang digunakan untuk pekerjaan konstruksi drainase
(semen, pasir, kerikil, batu kali dan lain-lain sesuai kebutuhan). Kebutuhan
tenaga kerja adalah besarnya jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk
suatu volume pekerjaan tertentu yang dapat dicari dengan menggunakan
rumus :
∑𝑇𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎 =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑃𝑒𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎𝑎𝑛 × 𝐾𝑜𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑇𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎 ............................(2.51)
3) Harga biaya peralatan
Biaya peralatan dihitung dengan sewa atau memperhitungkan harga
penyusutan, perbaikan, operasi dan pemeliharahan serta biaya lainnya.
4) Produktivitas Tenaga Kerja
Produktivitas atau kapasitas tenaga kerja adalah kemampuan tenaga
kerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan volume tertentu dalam

46
batas waktu tertentu dalam kondisi standar dan diukur dalam satuan
volume/hari-orang. Pengertian produktivitas bila dituliskan dalam suatu
bentuk perumusan matematis adalah sebagai berikut :
𝑆𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛 𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎⁄
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑖𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 = 𝑆𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢.....................(2.52)
5. Menghitung Jumlah Biaya Pekerjaan
Setelah Volume dan harga satuan kerja sudah bisa didapatkan, maka langkah
selanjutnya adalah mengalikan angka tersebut sehingga dapat ditentukan jumlah
biaya dari masing-masing pekerjaan. Hitung jumlah biaya pekerjaan dengan cara
mengalikan volume pekerjaan dengan harga satuan. Seperti contoh pekerjaan
pembuatan pondasi batu kali, kita menghitung volumenya sebesar 10 m³ dengan
harga satuan sebesar Rp. 350.000. maka dari sini kita bisa mengetahui bahwa biaya
pekerjaan pembuatan pondasi batu kali adalah 10 m³ x Rp. 350.000 = Rp.
3.500.000,00
Tabel 2. 19 Bentuk Tabel Perhitungan Jumlah Biaya Pekerjaan
NO URAIAN PEKERJAAN SATUAN VOLUME HARGA SATUAN JUMLAH HARGA
1 2 3 4 5 6

I
PEKERJAAN PERSIAPAN
1
Mobilisasi Tenaga Kerja, Alat dan Bahan Ls
2
Pembersihan Lokasi m²
3
Pembuatan Direksi keet, los kerja dan gudang m131
4
Pengukuran dan Pemasangan Bowplank m²
5
Pengadaan Air Kerja Ls
6
Pengadaan Listrik Kerja Ls
7
Pelaporan dan Dokumentasi Ls
JUMLAH I Rp -
II PEKERJAAN TANAH
1 Galian Tanah Biasa m³
2 Urugan Tanah Kembali dan Timbunan Tanah m³
JUMLAH II Rp -
III PEKERJAAN PASANGAN SALURAN
1 Pasangan Batu Kali (1 PC : 4 PP) m³
2 Plesteran (1 PC : 4 PP) m²
JUMLAH III Rp -
IV PEKERJAAN AKHIR
1 Demobilisasi Ls
2 Pembersihan Kembali Lokasi m²
JUMLAH IV Rp -
Sumber : (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat 28/PRT/M/2016 Tentang
Analisis Harga Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum).

6. Rekapitulasi
Langkah terakhir dalam membuat RAB adalah membuat bagian Rekapitulasi.
Rekapitulasi adalah jumlah total masing-masing sub pekerjaan, seperti pekerjaan

47
persiapan, pekerjaan pondasi, atau pekerjaan beton. Kedua sub pekerjaan tersebut
dapat diuraikan lagi secara lebih detail. Setiap pekerjaan tersebut dapat diuraikan
lagi secara lebih detail. Setiap pekerjaan kemudian ditotalkan sehingga didapatkan
jumlah total biaya pekerjaan. Di dalam perhitungan biaya rekapitulasi ini, kita juga
nisa memasukan biaya tambahan dan pajak.
Tabel 2. 20 Contoh Format Rekapitulasi
NO URAIAN PEKERJAAN JUMLAH HARGA

I PEKERJAAN PERSIAPAN

II PEKERJAAN TANAH

III PEKERJAAN PASANGAN SALURAN

IV PEKERJAAN AKHIR

A TOTAL BIAYA PEKERJAAN


B PPN 10%
C TOTAL
D DIBULATKAN
TERBILANG :

Sumber : (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat 28/PRT/M/2016 Tentang
Analisis Harga Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum).

2.10.3 Bagan Alir Rencana Anggaran Biaya


Diagram alir rencana anggaran biaya dapat dilihat pada gambar 2.19

Mempersiapkan Gambar Kerja

Menyusun Item Pekerjaan

Menghitung Volume Pekerjaan

Membuat Analisa Harga Satuan Pekerjan

Menghitung Jumlah Biaya Pekerjaan

Rekapitulasi
Gambar 2. 19 Bagan alir perhitungan Rencana Anggaran Biaya

48
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian


Wilayah penelitian terletak di dalam Kompleks Perumahan Puri Lasiana
Indah Jalan Sanjola Kelurahan Lasiana Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang.
Secara Geografis terletak pada 10o08’46,66” LS 123o40’10” BT dengan luas
wilayah 50.731 m2. Adapun batas-batas Kelurahan Lasiana antara lain :
1. Sebelah utara berbatasan dengan Teluk Kupang
2. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Oesapa
3. Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Tarus (Kabupaten Kupang)
4. Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Penfui Timur
Untuk lebih jelasnya dilihat pada Gambar 3.1 Peta Administrasi Kota Kupang.

Gambar 3. 1 Peta Kota Kupang


Sumber : BPS Provinsi NTT

49
Jl. Sitarda

Jl. Sanjola

Jl. Siliwangi

Gambar 3. 2 Rute Lokasi Penelitian


Sumber : Google Maps 2020

Gambar 3. 3 Detail Lokasi Penelitian


Sumber : Google Earth 2020

50
3.2 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan penulis adalah dengan cara :
1. Metode Studi Pustaka
Metode ini dilakukan dengan cara studi pustaka atau membaca literatul
maupun bahan ajar perkuliahan yang ada sebagai panduan dalam
penyusunan proposal skripsi.
2. Metode Wawancara
Maksud dari metode ini adalah penulis mengadakan konsultasi langsung
dengan pihak-pihak yang terkait (masyarakat atau instansi terkait) dengan
masalah yang dijelaskan oleh penulis.
3. Metode Observasi
Metode observasi yaitu pengamatan/peninjauan dilakukan secara langsung
tentang situasi atau kondisi dilapangan secara visual.
3.3 Jenis Data Yang diperlukan
Ada dua cara yang digunakan untuk memperoleh data-data yang diperlukan
yaitu :
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lokasi penelitian.
Adapun data primer yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1) Pengukuran langsung situasi di Kompleks Perumahan Puri Lasiana
Indah untuk memperoleh Data Topogragi.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi-instansi guna
mendukung penelitian. Adapun data-data sekunder yang akan digunakan
dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Master Plan Perumahan Puri Lasiana Indah yang diperoleh dari PT.
Dafe Putri Pratama Mandiri, Tahun 2020.
2) Data curah hujan 10 tahun terakhir yakni dari tahun 2010 - 2019 yang
diperoleh dari Kantor BMKG Lasiana Kota Kupang, Tahun 2020.
3) Data jumlah rumah di kompleks Perumahan Puri Lasiana Indah yang
diperoleh dari PT. Dafe Putri Pratama Mandiri, Tahun 2020.

51
4) Daftar Analisa Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) yang diperoleh
PERMEN PUPR NOMOR 28 Tahun 2016.
5) Daftar Satuan Harga Upah dan Bahan Kota Kupang yang diperoleh
dari Kantor Dinas PU Kota Kupang, Tahun 2020.
3.4 Teknik Analisa Data
Langkah-langkah uang dilakukan dalam menganalisa data tentang
Perencanaan Saluran Drainase di Kompleks Perumahan Puri Lasiana Indah Jalan
Sanjola Keluran Lasiana Kecamatan Kepala Lima Kota Kupang adalah sebagai
berikut :
a. Data Primer
Menentukan luas daerah pengaliran (A) berdasarkan Peta Topografi.
b. Data Sekunder
1) Menentukan besarnya koefisien pengaliran (C) berdasarkan master plan
yang ada;
2) Menghitung besarnya intensitas hujan (I) berdasarkan data curah hujan;
3) Menghitung debit limpasan QR = 0,00278 * C * I * A;
4) Menghitung debit air kotor berdasarkan data jumlah rumah di kompleks
Perumahan Pondok Indah Matani;
5) Menghitung debit total berdasarkan debit limpasan ditambah debit air kotor;
6) Menghitung dimensi saluran drainase;
7) Menggambar dimensi saluran drainase berdasarkan hasil perhitungan
saluran drainase;
8) Menghitung volume berdasarkan gambar saluran drainase;
9) Menentukan item pekerjaan;
10) Menghitung harga satuan pekerjaan berdasarkan daftar analisa harga satuan
pekerjaan (AHSP) PERMEN PUPR NOMOR 28 Tahun 2016 serta daftar
harga upah dan bahan Kota Kupang 2020;
11) Menghitung Rencana Anggaran Biaya (RAB) dilakukan berdasarkan hasil
perhitungan volume pekerjaan dan analisa harga satuan pekerjaan;
12) Setelah perhitungan selesai maka dapat diketahui hasil perencanaan
draianse pada kompleks Perumahan Puri Lasiana Indah.

52
3.5 Bagan Alir Penelitian
Untuk mengetahui tahapan-tahapan dalam perencanaan drainase perumahan
mulai dari pengumpulan data hingga analisa data disajikan dalam bagan alir di
bawah ini.
MULAI

Data Primer Data Sekunder

Pengukuran
Langsung Master Plan Curah Hujan Jumlah Rumah AHSP 2016 Harga Upah & Bahan
2020

Luas Daerah Koefisien Intensitas Debit Air


Pengaliran (A) Pengaliran Curah Hujan Kotor
(C) (I)

Debit Limpasan(QR)

Debit Total

Dimensi Saluran

Gambar Dimensi Saluran

Harga Satuan Pekerjaan


Volume

RAB

Kesimpulan Dan Saran

Selesai

Gambar 3. 4 Bagan Alir Penelitian

53
DAFTAR PUSTAKA
Anonymus, (2012). Cara Menghitung Air Buangan / Limbah Kompleks
Perumahan. (2012, April 28). Dipetik Juli 9, 2019, dari http://tutut-
hardiyanti.blogspot.com/2012/04/cara-menghitung-air-buangan-
limbah.html.

Anonymus. (1994). Standar Nasional Indonesia SNI 03-3424-1994. Jakarta.

Anonymus. (2016). Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik


Indonesia Nomor P.68/Menlhk-Setjen/2016 tentang Baku Mutu Air Limbah
Domestik. Jakarta.

Hasmar, H. (2011). Drainase Terapan. UII Press Yogyakarta.Yogyakarta.

Ibrahim, B. H. (2012). Rencana dan Estimate Real Of Coast, Bumi Aksara.Jakarta.

Kamiana, I. M. (2011). Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air. Graha


Ilmu. Yogyakarta.

Larasati, D. (2014). Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Pada Komplek


Perumahan Grand Sukati Kecamatan Sungai Kakap , 6.

Mulyanto, H. (2013). Penataan Drainase Perkotaan. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Sidharta. (1997). Drainase Perkotaan. Gunadarma. Depok.

Suhardjono. (1984). Drainase. Fakultas Teknik Universitas Brawijaya. Malang.

Suripin. (2004). Sistem Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan. Andi. Yogyakrta.

Triatmodjo, B. (2008). Hidrologi Terapan. Beta Offset. Yogyakarta.

Wulfram, E. (2005). Manajemen Proyek Konstruksi. Andi. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai