Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PERAN IMAN DALAM MEMBANGUN KETAQWAAN

Kelompok 6
1. ELI SHAFITRI YANTI

2. RIAN ANDRA UTAMA

3. HENDRA

4. BAYU

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR


KATA PENGANTAR

Segala Puji Bagi Tuhan Yang Maha Esa telah melimpahkan karunia dannikmat bagi umat-
Nya. Alhamdulillah Makalah ini dapat teselesaikan tepat padawaktunya.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Agama Islamyang
berjudul “Keimanan dan Ketaqwaan”. Makalah ini jauh dari sempurna.Untuk itu, saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan.

Tidak lupa penulis sampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yangtelah turut
membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga bantuan danbimbingan yang telah
diberikan kepada kami mendapat balasan yang setimpal dariTuhan Yang Maha Esa.

Semoga makalah ini bermanfaat khusus bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

Labuapi, 25 september 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………………………………….

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………………………………........................... ...................................................

1.2 Rumusan msalah…………………………………………………………...................................................

1.3Tujuan..................................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Apa pengertian iman?................................................................... ...................................

2.2 Proses terbentuknya iman……………………………………………………………………………………………

2.3 Tanda-tanda Orang yang Beriman................................................................... ....................

2.4 Bagaimana wujud Iman.....................................................................................................

2.5 Apa pengertian taqwa…………………………………………………………………………………………………..

2.6 Hubungan antara Iman dan


Taqwa................................................................... ...................

BAB III PENUTUP

3.1Kesimpulan..........................................................................................................................
.

3.2 saran …………………………………………............... ..................................................................

DAFTAR PUSTAKA................................................................... ....................................


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah.

Kata Takwa (taqwa) secara luas mengandung makna pengendalian manusia akan
dorongan emosinya dan penguasaan kecendrungan hawa nafsu yang negatif. Agar manusia
melakukan tindakan yang baik, adil, amanat, dapat dipercaya, dapat menyesuaikan diri dan
bergaul dengan orang lain, dan menghindari permusuhan serta kezaliman. Manusia yang
bertakwa adalah manusia yang memiliki kepekaan moral yang teramat tajam untuk
mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu perbuatan. Dia memiliki mata batin yang
menembus jauh untuk melihat yang baik itu baik, dan yang buruk itu buruk. Dengan demikian
tingkah lakunya sehari-hari selalu mencerminkan perilaku mulia (akhlak al-karimah) dimana
Tuhan selalu hadir dalam kesadaran prilaku dan selalu berusaha menghindari hal-hal yang
menjadikan Allah SWT marah dan murka. Takwa adalah tingkatan tertinggi menunjukkan
kepribadian manusia yang benar-benar utuh dan integral. Ini merupakan semacam “stabilitas”
yang terjadi setelah semua unsur-unsur positif yang diserap masuk kedalam diri manusia Takwa
merupakan buah dari iman sesungguhnya, iman dalam doktrin ajaran Islam adalah bagaimana
membina kehidupan manusia yang dilandasi oleh ajaran tauhid. Dari tauhid tumbuh iman dan
akidah yang kemudian membuahkan amal ibadah dan amal saleh. Jika hal ini dihubungkan
dengan kenyataan dalam era reformasi pada pemerintahan Indonesia yang notabene
kebanyakan para birokratnya adalah penganut agama Islam. Mengapa dalam birokrasi
pemerintah masih banyak yang melakukan pelanggaran yang berulah ulang meskipun sudah
diketahui sanksi daripada perbuatan tersebut, contohnya seperti KKN (Korupsi, Kolisi,
Nepotisme), penyalahgunaan wewenang jabatan dan pelanggaran-pelanggaran jenis lainnya.
persoalan birokrasi tersebut memerlukan pemecahan solusi yang bersifat multi dimensi serta
merupakan bahan kajian yang menarik, salah satunya bagaimana merumuskan konsep serta
operasional teknisnya di dalam mentrasformasi nilai takwa ke dalam budaya birokrasi yang
sehat, situasi yang demikian sudah barang tentu terkait dan menyentuh masalah lain, seperti
kecenderungan melemahnya supremasi hukum, anarkisme, dan disintegrasi Bangsa. Takwa
sebagai bagian atau unsur transformasi budaya birokrasi yang sehat memerlukan uraian
beberapa satuan analisis, yaitu takwa sebagai satu unsur doktrinal ajaran Islam, dan budaya
birokrasi sebagai medan kegiatan aktualisasi ajaran Islam itu. Takwa sebagau satu unsur
variable analisis adalah ajaran islam yang bersumber dari Al-Qur’an seperti yang dirumuskan
dalam surah dzariyati ayat 56 yang menegaskan bahwa penciptaan jin dan manusia hanyalah
untuk beribadah kepada-Nya. Pengertian ibadah ini menunjukkan pada rumusan memenuhi
perintah Tuhan dan mengasihi makhluknyaBegitu pula halnya hukum-hukum yang dibuat oleh
Allah SWT. bilamana menaatinya akan mendapatkan pahala (ganjaran) baik di dunia dan di
akhirat. Begitu juga sebaliknya bilamana tidak menaati perintah dan larangannya akan
mendapatkan imbalan dan sanksi. Sebagaimana telah dijelaskan di dalam QS. Yunus 10:63.
Yang artinya: orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.”

Begitu pula halnya mereka yang senantiasa menjunjung tinggi peraturan perundang-
perundangan disebut sebagai orang yang taat (disiplin). Karakter individu seperti ini membuka
peluang bagi kegiatan penelitian yang tidak hanya bermaksud memperoleh data melainkan juga
teori yang bersifat ilmiah. Teori dalam pengertian ini bukan hanya berbagai variabel data esensi
takwa dan aktualisasi dalam diri individu birokrat, sehingga sifat keterkaitan yang
memungkinkan tumbuhnya unsur eksplanasi, prediksi dan kontrol terhadap gejala empiris
seperti yang dirumuskan dalam penelitian ilmiah.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian iman?

2. Proses Terbentuknya Iman

3. Tanda-tanda Orang yang Beriman.

4. Bagaimana wujud Iman.

5. Apa pengertian takwa?

6. Hubungan antara Iman dan Taqwa

1.3 Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah:

1. Mendeskripsikan pengertian iman

2. Menjelaskan proses terbentuknya iman

3. Memaparkan tanda-tanda orang yang beriman

4. Memaparkan wujud iman


5. Mendeskripsikan pengertian takwa

6. Menjelaskan korelasi antara keimanan dan ketakwa

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Iman

Iman menurut bahasa adalah yakin, keyakinan berarti keyakinan. Dengan


demikian, rukun adalah dasar, inti, atau pokok – pokok kepercayaan yang harus diyakini
oleh setiap pemeluk agama Islam. Kata iman juga berasal dari kata kerja amina-yu'manu
– amanan yang berarti tidak percaya. Oleh karena itu iman berarti percaya sikap batin
yang terletak dalam hati. Sebagai hasilnya, orang yang percaya kepada Allah dan
selainnya seperti yang ada dalam rukun iman, walaupun dalam sikap kesehariannya
tidak mencerminkan kepatuhan atau kepatuhan ( taqwa ) kepada yang dipercayainya,
masih disebut orang yang percaya. Hal itu disebabkan karena adanya keyakinan mereka
bahwa yang tahu tentang urusan hati manusia adalah Allah dan dengan membaca dua
kalimah syahadat telah menjadi Islam.

Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah (QS: Al-Anfal 2-4)

َ‫ِإنَّ َما ٱ ْل ُمْؤ ِمنُونَ ٱلَّ ِذينَ ِإ َذا ُذ ِك َر ٱهَّلل ُ َو ِجلَتْ قُلُوبُ ُه ْم َوِإ َذا تُلِيَتْ َعلَ ْي ِه ْم َءا ٰيَتُ ۥهُ َزا َد ْت ُه ْم ِإي ٰ َمنًا َو َعلَ ٰى َربِّ ِه ْم يَتَ َو َّكلُون‬

َ‫صلَ ٰوةَ َو ِم َّما َر َز ْق ٰنَ ُه ْم يُنفِقُون‬


َّ ‫ٱلَّ ِذينَ يُقِي ُمونَ ٱل‬

َ‫ص ٰلوةَ َو ِم َّما َر َز ْق ٰن ُه ْم يُ ْنفِقُ ْون‬


َّ ‫الَّ ِذيْنَ يُقِ ْي ُم ْونَ ال‬

ٌ ‫ولِٓئكَ ُه ُم ا ْل ُمْؤ ِمنُ ْونَ َحقًّا ۗ لَ ُه ْم َد َر ٰجتٌ ِع ْن َد َربِّ ِه ْم َو َم ْغفِ َرةٌ َّو ِر ْز‬
‫ق َك ِر ْي ٌم‬ ٰ ُ‫ا‬

artinya: “bahwa sesungguhnya orang-orang yang percaya adalah mereka yang bila
disebut Allah bergetar hati mereka dan apabila dibacakan ayat-ayatnya bertambah iman
mereka (karena-Nya) dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, yaitu orang-
orang yang mendirikan shalat dan yang mnafkahkkan sebagian dari rezeki yang kami
berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenarnya. Mereka
akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhan-NYA dan ampunan serta
rizki (nikmat) yang mulia.

Pengertian iman menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ialah kepercayaan
yang berkaitan dengan agama, keyakinan dan ketetapan hati, dan keteguhan batin.
Iman berarti percaya atau meyakini dengan hati, mengucapkan dengan lisan, dan
mengamalkan dengan perbuatan.Orang yang beriman disebut mukmin, sedangkan
orang yang tidak beriman disebut kafir.

 Pengertuan iman menurut para ahli

1. Ustadz Khalid Basalamah

Iman adalah mengikrarkan sesuatu dengan pikiran, mengucapkan dengan


lisan, meyakini dalam hati, dan mengaplikasikan dengan anggota tubuh.

2. Ustadz Adi Hidayat

Kata iman berasal dari kata Al-Amnu yang dalam bahasa Indonesia berarti
aman, tentram, dan tenang.Iman memiliki korelasi dengan kata aman. Korelasi
kedua kata tersebut dapat diartikan bilamana meyakini Allah, maka akan
diberikan ketenangan dalam jiwanya, aman dari kegelisahan dunia dan
ancaman di akhirat. Maka turunlah Quran Surat Al- An'am ayat 82 yang
berbunyi sebagai berikut: "Orang-orang yang beriman dan tidak
mencampuradukkan iman mereka dengan syirik, mereka itulah orang-orang
yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk.

3. Menurut Imam Malik, Asy Syafi’i, Ahmad, Al Auza’i, Ishaq bin Rahawaih

Iman adalah pembenaran dengan hati, pengakuan dengan lisan, dan


aman dengan anggota badan. Para ulama salaf menjadikan amal termasuk
unsur keimanan.

4. Menurut Ath Thahawi

Iman adalah pengakuan dengan lisan dan pembenaran dengan hati.

5. Ada pula yang mengatakan bahwa pengakuan dengan lisan adalah rukun
tambahan saja dan bukan rukun asli.

2.2 proses terbentuknya iman

Pada dasarnya, proses pembentukan iman, diawali dengan proses perkenalan,


kemudian meningkat menjadi senang atau benci. Mengenal ajaran Allah adalah langkah awal
dalam mencapai iman kepada Allah. Jika seseorang tidak mengenal ajaran Allah maka orang
tersebut tidak mungkin beriman kepada Allah. Disamping proses pengenalan, proses
pembiasaan juga perlu diperhatikan, karena tanpa pembiasaan, seseorang bisa saja seorang
yang benci menjadi senang. Seorang anak harus dibiasakan terhadap apa yang diperintahkan
Allah dan menjahui larangan Allah agar kelak nanti terampil melaksanakan ajaran Allah.
Berbuat sesuatu secara fisik adalah satu bentuk tingkah laku yang mudah dilihat dan diukur.
Tetapi tingkah laku tidak terdiri dari perbuatan yang nampak saja. Di dalamnya tercakup juga
sikap-sikap mental yang tidak terlalu mudah ditanggapi kecuali secara langsung (misalnya ,
melalui ucapan atau perbuatan yang diduga dapat menggambarkan sikap sikap mental
tersebut). Terdapat 5 prinsip dalam proses penanaman iman, yaitu :

a. Prinsip pembinaan berkesinambungan

Proses pembentukan iman adalah suatu proses yang penting, terus menerus,
dan tidak berkesudahan. Belajar adalah suatu proses yang memungkinkan orang
semakin lama semakin mampu bersikap selektif. Implikasinya ialah diperlukan
motivasi sejak kecil dan berlangsung seumur hidup. Oleh karena itu penting
mengarahkan proses motivasi agar membuat tingkah laku lebih terarah dan selektif
menghadapi nilai-nilai hidup yang patut diterima atau yang seharusnya ditolak.

b. Prinsip internalisasi dan individuasi

Suatu nilai hidup antara lain iman dapat lebih mantap terjelma dalam bentuk
tingkah laku tertentu, apabila anak didik diberi kesempatan untuk menghayatinya
melalui suatu peristiwa internalisasi (yakni usaha menerima nilai sebagai bagian dari
sikap mentalnya) dan individuasi (yakni menempatkan nilai serasi dengan sifat
kepribadiannya). Melalui pengalaman penghayatan pribadi, ia bergerak menuju satu
penjelmaan dan perwujudan nilai dalam diri manusia secara lebih wajar dan
“amaliah”, dibandingkan bilamana nilai itu langsung diperkenalkan dalam bentuk
“utuh”, yakni bilamana nilai tersebut langsung ditanamkan kepada anak didik
sebagai suatu produk akhir semata-mata. Prinsip ini menekankan pentingnya
mempelajari iman sebagai proses (internalisasi dan individuasi).

c. Prinsip sosialisasi

Pada umumnya nilai-nilai hidup bru benar-benar mempunyai arti apabila telah
memperoleh dimensi sosial. Oleh karena itu suatu bentuk tingkah laku terpola baru
teruji secara tuntas bilamana sudah diterima secara sosial. Implikasi metodologinya
ialah bahwa usaha pembentukan tingkah laku mewujudkan nilai iman hendaknya
tidak diukur keberhasilannya terbatas pada tingkat individual (yaitu hanya dengan
memperhatikan kemampuan seseorang dalam kedudukannya sebagai individu),
tetapi perlu mengutamakan penilaian dalam kaitan kehidupan interaksi sosial
(proses sosialisasi) orang tersebut. Pada tingkat akhir harus terjadi proses sosialisasi
tingkah laku, sebagai kelengkapan proses individuasi, karena nilai iman yang
diwujudkan ke dalam tingkah laku selalu mempunyai dimensi sosial.

d. Prinsip konsistensi dan koherensi

Nilai iman lebih mudah tumbuh terakselerasi, apabila sejak semula ditangani
secara konsisten, yaitu secara tetap dan konsekuen, serta secara koheren, yaitu
tanpa mengandung pertentangan antara nilai yang satu dengan nilai lainnya.
Implikasi metodologinya adalah bahwa usaha yang dikembangkan untuk
mempercepat tumbuhnya tingkah laku yang mewujudkan nilai iman hendaknya
selalu konsisten dan koheren. Alasannya, caranya dan konsekuensinya dapat
dihayati dalam sifat dan bentuk yang jelas dan terpola serta tidak berubah-ubah
tanpa arah. Pendekatan demikian berarti bahwa setiap langkah yang terdahulu akan
mendukung serta memperkuat langkah-langkah berikutnya.

e. Prinsip integrasi

Hakikat kehidupan sebagai totalitas, senantiasa menghadapkan setiap orang pada


problematika kehidupan yang menuntut pendekatan yang luas dan menyeluruh.
Jarang sekali fenomena kehidupan yang berdiri sendiri. Begitu pula dengan setiap
bentuk nilai hidup yang berdimensi sosial. Oleh karena itu tingkah laku yang
dihubungkan dengan nilai iman tidak dapat dibentuk terpisah-pisah. Makin integral
pendekatan seseorang terhadap kehidupan, makin fungsional pula hubungan setiap
bentuk tingkah laku yang berhubungan dengan nilai iman yang dipelajari.

 Proses terbentuknya iman dalam diri seseorang hamba adalah:

1. Tahapan pemulaian kehidupan dengan cara yang baik yang dilakukan oleh orang tua
pada saat anak masih dalam kandungan dan anak masih belita dengan memberikan
makanan yang halalan tayyiban dan memperdengarkan hal-hal yang berikatan dengan
agama.

2. Tahapan pengenalan tentang keimanan dengan memahaman ilmu pengetahuan agama


pada saat anak sudah dapat membedakan hal-hal yang benar dan salah yaitu pada saat
anak sudah mumayyiz.

3. Tahapan pembiasaan nilai-nilai keimanan yang telah dipelajari dan dikehui dalam
kehidupan sehari-hari.
Keimanan merupakan hal yang sangat krusial bagi semua umat islam dalam menjalani
kehidupan sehari-hari. Keimanan yang wajib diimani oleh umat islam dan termasuk dalam
rukun iman adalah:

 Keimanan umat islam yang wajib kepada Allah.

 Keimanan umat islam yang wajib kepada malaikat.

 Keimanan umat islam yang wajib kepada kitab-kitab.

 Keimanan umat islam yang wajib kepada rasul.

 Keimanan umat islam yang wajib kepada hari kiamat.

 Keimanan umat islam yang wajib kepada qada dan qadar.

2.3 Tanda Tanda orang yang beriman

Al-Qur'an menjelaskan tanda-tanda orang yang beriman sebagai berikut:

1. Jika disebut nama Allah, maka hati akan bergetar dan berusaha agar Allah tidak lepas
dari syaraf memorinya, serta jika dibacakan ayat al-Qur'an, maka bergejolak untuk
segera melaksanakannya ( al-Anfal : 2). Dia akan berusaha memahami ayat yang tidak
dia pahami sebelumnya.

2. Senantiasa tawakal, yaitu bekerja keras berdasarkan kerangka ilmu Allah, diiringi dengan
doa, yaitu harapan untuk tetap hidup dengan ajaran Allah menurut Sunnah Rasul ( Ali
Imran: 120 , al - Maidah: 12, al-Anfal: 2, at-Taubah : 52, Ibrahim : 11, Mujadalah : 10,
dan at-Taghabun : 13).

3. Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu menjaga pelaksanaannya ( al-Anfal :3dan
al-Mu'minun : 2, 7). sibuknya, kalau sudah masuk waktu shalat, dia segera shalat untuk
membina kualitas imannya.

4. Menafkahkan rezki yang diterimanya ( al-Anfal : 3 dan al - Mukminun : 4). Hal ini
dilakukan sebagai suatu kesadaran bahwa harta yang dinafkahkan di jalan Allah
merupakan upaya pemerataan ekonomi, agar tidak terjadi antara kaya dengan yang
miskin.
5. kutipan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan ( al-Mukminun : 3, 5).
Perkataan yang bermanfaat atau yang baik adalah yang berstandar ilmu Allah, yaitu al-
Qur'an menurut Sunnah Rasulullah.

6. Memelihara amanah dan janji ( al-Mukminun : 6). Seorang mu'min tidak akan
berkhianat dan dia akan selalu memegang amanah dan menepati janji.

7. Berjihad di jalan Allah dan suka menolong ( al-Anfal : 74). Berjihad di jalan Allah adalah
bersungguh-sungguh dalam menjamin ajaran Allah, baik dengan harta benda yang
dimiliki maupun dengan nyawa.

8. Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin ( an-Nur : 62). Sikap seperti itu
merupakan salah satu sikap hidup seorang mukmin, orang yang berpandangan dengan
ajaran Allah dan Sunnah Rasul.

Akidah Islam sebagai keyakinan membentuk perilaku bahkan mempengaruhi kehidupan


seorang muslim. Abu A'la Maududi menyebutkan tanda orang percaya sebagai berikut:

1. Menjauhkan diri dari pandangan yang sempit dan picik.

2. Memiliki kepercayaan terhadap diri sendiri dan tahu harga diri.

3. Memiliki sifat rendah hati dan khidmat.

4. Senantiasa jujur dan adil.

5. Tidak bersifat murung dan putus asa dalam menghadapi setiap masalah dan situasi.

6. Memiliki pendirian yang teguh, kesabaran, ketabahan, dan optimisme.

7. Memiliki sifat ksatria, semangat dan berani, tidak gentar menghadapi resiko, bahkan tidak
takut kepada maut.

8. Memiliki sikap hidup damai dan ridha.

9. Patuh, taat, dan disiplin menjalankan peraturan Ilahi.

2.4 Bagaimana Wujud Iman

Akidah Islam dalam al-Quran disebut iman. Iman bukan hanya berarti percaya,
melainkan keyakinan yang mendorong seseorang muslim untuk berbuat. Oleh karena itu
lapangan iman sangat luas, bahkan mencakup segala sesuatu yang dilakukan seorang muslim
yang disebut amal shaleh. Seseorang dinyatakan iman bukan hanya percaya terhadap segala
seseuatu sesuai dengan keyakinan. Karena itu iman bukan hanya dipercayai atau diucapkan,
melainkan menyatu secara utuh dalam diri seeorang yang dibuktikan dalam perbuatannya.

Akidah Islam adalah bagian yang paling pokok dalam agama Islam. Ia merupakan
keyakinan yang menjadi dasar dari segala sesuatu tindakan atau amal. Seseorang dipandang
sebagai muslim atau bukan muslim tergantung pada akidahnya. Apabila ia berakidah Islam,
maka segala sesuatu yang dilakukannya akan bernilai sebagai amaliah seseorang muslim atau
amal saleh. Apabila tidak berakidah maka segala amalnya tidak memiliki arti apa-apa,
kendatipun perbuatan yang dilakukan bernilai dalam pendengaran manusia.

Akidah Islam atau Iman mengikat seeorang muslim, sehingga ia terikat dengan segala
aturan hukum yang datang dari Islam. Oleh karena itu menjadi seorang muslim berarti meyakini
dan melaksanakan segala sesuatu yang diatur dalam ajaran Islam. Seluruh hidupnya didasarkan
pada ajaran Islam.

2.5 Pengertian Taqwa

Taqwa berasal dari kata waqa, yaqi , wiqayah, yang berarti takut, menjaga, memelihara
dan melindungi.Sesuai dengan makna etimologis tersebut, maka taqwa dapat diartikan
menjaga sikap yang diwujudkan dalam pengamalan ajaran Islam secara utuh dan konsisten
( istiqomah ).

Seorang muslim yang bertaqwa pasti selalu berusaha melaksanakan perintah Tuhannya
dan membatasi laranganNya dalam kehidupan ini.

karakteristik orang – orang yang bertaqwa, secara umum dapat dilihat kedalam lima kategori
atau indikator ketaqwaan.

a) Iman kepada Allah, para malaikat, kitab – kitab dan para nabi. Dengan kata lain,
instrument ketaqwaan yang pertama ini dapat dikatakan dengan memelihara fitrah
iman.

b) Mengeluarkan harta yang diberikan kepada kerabat, anak yatim, orang miskin, orang
yang terputus dalam perjalanan, orang yang meminta bantuan dana, orang yang tidak
memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban memerdekakan hamba sahaya.
Indikator taqwa yang kedua ini, dapat disingkat dengan mencintai sesama umat manusia
yang diwujudkan melalui pengorbanan harta.
c) Mendirikan solat dan menunaikan zakat, atau dengan kata lain, memelihara ibadah
formal.

d) Menepati janji, yang dalam pengertian lain adalah memelihara kehormatan diri.

e) Sabar disaat kepayahan, dan diwaktu perang, atau kata lain memiliki semangat
perjuangan.

2.6 Korelasai Antara Keimanan Dan Ketaqwaan

Keimanan dan ketakwaan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Orang yang
bertakwa adalah orang yang percaya yaitu yang berpandangan dan hidup dengan cara Allah
menurut Sunnah Rasul yakni orang yang melaksanakan shalat, sebagai upaya pembinaan iman
dan menafkahkan rizkinya untuk mendukung tegaknya ajaran Allah.

Iman yang benar kepada Allah dan Rasulnya akan memberikan daya rangsang atau
stimulus yang kuat untuk berbuat kebaikan kepada sesama sehingga sifat-sifat luhur dan akhlak
mulia itu pada akhirnya akan menghantarkan seseorang kepada derajat takwa. Orang yang
bertakwa adalah orang yang benar-benar beriman dan orang yang benar-benar percaya adalah
orang yang memiliki sifat dan akhlak yang mulia. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
orang yang berakhlak mulia merupakan cirri-ciri daro orang yang bertaqwa. Keimanan pada
keesaan Allah yang dikenal dengan istilah tauhid dibagi menjadi dua yaitu tauhid teoritis dan
tauhid praktis. Tahu secara teoritis adalahtauhid yang membahas tentang keesaan Zat, keesaan
Sifat, dan keesaan Perbuatan Tuhan. Diskusi keesaan Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan berkaitan
dengan kepercayaan, pengetahuan, persepsi, dan pemikiran atau konsep tentang Tuhan.
logistik tauhid teoritis adalah pengakuan yang ikhlas bahwa Allah adalah satu-satunya Wujud
Mutlak, yang menjadi sumber semua wujud.

Adapun tauhid praktis yang disebut juga tauhid ibadah, berhubungan dengan amal
ibadah manusia. Tauhid praktis merupakan terapan dari tauhid teoritis. Kalimat Laa ilaaha
illallah (Tidak ada Tuhan selain Allah) lebih merupakan pengartian tauhid praktis (tauhid
ibadah). Tauhid ibadah ketaatan adalah hanya kepada Allah. Dengan kata lain, tidak ada yang
disembah selain Allah, atau yang berhak disembah hanya Allah semata dan menjadikan-Nya
tempat tumpuan hati dan tujuan segala gerak dan langkah.

Selama ini pemahaman tentang tauhid hanyalah dalam pengartian beriman kepada
Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Mempercayai saja keesaan Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan, tanpa
mengucapkan dengan lisan serta tanpa mengamalkan dengan perbuatan, tidak dapat dikatakan
seorang yang sudah bertauhid secara sampurna. Dalam pandangan Islam, yang dimaksud
dengan tauhid yang sempurna adalah tauhid yang menanti dalam ibadah dan dalam perbuatan
praktis kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, harus ada kesatuan dan keharmonisan tauhid
teoritis dan tauhid praktis dalam diri dan dalam kehidupan sehari-hari secara murni dan
konsekuen.

Dalam tauhid, seseorang harus tanpa iman dan amal, konsep dan pelaksanaan, fikiran
dan perbuatan, serta teks dan konteks. Dengan demikian bertauhid adalah mengesakan Tuhan
dalam pengartian yakin dan percaya kepada Allah melalui fikiran, membenarkan dalam hati,
mengucapkan lisan, dan mengamalkan dengan perbuatan. Oleh karena itu seseorang baru
dinyatakan percaya dan bertakwa, apabila sudah mengucapkan kalimat tauhid dalam syahadat
asyhadu allaa ilaaha illa Alah, (Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah), kemudian
diikuti dengan mengamalkan semua perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya.
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Beriman kepada Allah adalah kebutuhan yang mendasar bagi manusia untuk merasakan
kebahagiaan hidup. dikatakan percaya kepada Allah apabila memenuhi tiga keyakinan akidah
dalam islam. Yaitu: isi hati, ucapan, dan tingkah laku.

Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah (QS: Al-Anfal 2-4) yang artinya

“bahwa sesungguhnya orang-orang yang percaya adalah mereka yang bila disebut Allah
bergetar hati mereka dan apabila dibacakan ayat-ayatnya bertambah iman mereka (karena-
Nya) dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, yaitu orang-orang yang mendirikan
shalat dan yang mnafkahkkan sebagian dari rezeki yang kami berikan kepada mereka. Itulah
orang-orang yang beriman dengan sebenarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat
ketinggian di sisi Tuhan-NYA dan ampunan serta rizki (nikmat) yang mulia. Keimanan dan
ketakwaan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dari diri manusia. Oleh karenanya
orang yang bertakwa adalah orang yang berpandangan hidup dengan ajaran-ajaran Allah
menurut sunnah rasul.
3.2 saran

Hendaknya umat muslim berperilaku terpuji agar iman dalam dirinya meningkat.sifat-
sifat tercela agar iman dalam diri kita terus terjaga. Hendaknya umat muslim bersyukur atas
nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT. Senantiasa tawakal dan muhasabah diri agar tidak
mengalami kesesatan hidup.
DAFTAR PUSTAKA

http://amrhy.blogspot.co.id/2011/10/makalah-keimanan-dan-ketakwaan.html

http://mdwimartasadewo.blog.com/2012/11/04/makalah-keimanan-dan-ketakwaan/

https://fitachoiyanti14.blogspot.com/2016/03/makalah-keimanan-dan-ketaqwaan-matkul.htm

http://klikjendeladunia.blogspot.com/2012/05/proses-terbentuknya-iman.html

https://www.islampos.com/pengertian-takwa-dan-tiga-maknanya-di-dalam-alquran-119425/

https://www.google.com/amp/s/surabaya.jatimnetwork.com/khazanah/amp/pr-521273001/
ciri-ciri-orang-beriman-dalam-al-quran-surat-al-anfal-ayat-2-4

Anda mungkin juga menyukai