Anda di halaman 1dari 7

TAFSIR

Surat Ali Imran Ayat 128, Teguran


Allah kepada Rasulullah
Sunnatullah 
Sabtu, 30 Oktober 2021 | 07:30 WIB
Sunnatullah

Surat Ali Imran Ayat 128, Teguran Allah kepada Rasulullah

Di antara perang paling heroik yang terjadi pada zaman Rasulullah


adalah perang Uhud.Perang ini merupakan upaya para pemimpin
Quraisy yang lolos dari maut dalam Perang Badar untuk membalas
kekalahan saat itu. Mereka bertekad untuk menuntut balas atas
kekalahannya pada Perang Badar. Mereka segera menyiapkan
pasukan besar sekaligus berupaya untuk menggalang dukungan
dana dari para pedagang Quraisy.

Pada permulaan pertama perang, tepatnya ketika kedua pasukan


bertemu, terjadilah perang yang berkecamuk sangat dahsyat.
Pasukan Muslim berhasil memporak-porandakan barisan pasukan
musyrik. Di barisan paling depan pasukan Muslim, bertarung
gagah para pahlawan Islam, termasuk Abu Dujanah, Hamzah bin
Abdul Muthalib, dan Mush‘ab bin Umair.

Tak lama berselang, pasukan musyrik tercerai-berai dan tidak


sedikit yang melarikan diri. Para perempuan musyrik yang melihat
keadaan itu, dengan sumpah serapah, meneriaki mereka agar
kembali ke medan perang. Namun, tetap saja mereka lari tunggang-
langgang dikejar pasukan Muslim, dibunuh, dan diambil hartanya
sebagaimana kelaziman perang. Melihat kondisi itu, sepertinya
perang akan segera berakhir.

Pada saat yang bersamaan, pasukan pemanah yang ditempatkan


Rasulullah di atas bukit mulai tergoda untuk turun, saat melihat
para sahabat mengambil ganimah (harta rampasan perang)
berlimpah. Mereka juga tergoda ingin ikut mengumpulkan harta.
Mereka berdebat. Alhasil, akhirnya tidak sedikit dari mereka yang
turun dan meninggalkan posisi demi ganimah, dan hanya tersisa
beberapa orang, di antaranya adalah sahabat Abdullah bin Jubair
(pemimpin pasukan pemanah) di atas bukit.

Khalid bin Al-Walid (saat itu belum masuk Islam), yang jeli
melihat bukit sudah tidak dijaga kecuali oleh beberapa orang saja
segera mengarahkan pasukan berkuda kaum musyrik untuk naik
ke bukit dengan tujuan menyerang dari arah belakang. Begitu pula
pasukan yang dipimpin Ikrimah. Setibanya di posisi pasukan
pemanah Muslim, Khalid langsung saja menyerang dari arah
belakang. Pasukan pemanah Muslim tak ada lagi yang tersisa.
Semua mati terbunuh, termasuk Abdullah bin Jubair.

Pasukan Muslim terhenyak dengan kejadian ini. Rasa takut mulai


menyelimuti mereka. Akibatnya, mereka berperang tanpa semangat
dan aturan. Serangan demi serangan terus dilancarkan ke arah
mereka. Kaum musyrik yang sebelumnya lari tunggang langgang,
kini berbalik menyerang pasukan Muslim. Mereka benar-benar
memberikan perang yang sangat mengerikan.

Menurut Syekh Muhammad Said Ramdhan al-Buthi, setelah semua


umat Islam berhasil mereka hancurkan, pasukan musyrik pun
berhasil mendekati tempat Rasulullah. Mereka melempari beliau
dengan batu hingga jatuh tersungkur ke sebuah lubang. Salah satu
gigi serinya tanggal, dan kepalanya terluka. Darah segar mengucur
deras dari wajahnya. Beliau mengusapnya sembari berkata,

‫ َوُهَو َيْدُعوُهْم إَلى َرّب ِهْم‬،‫َكْيَف ُيْفِلُح َقْوٌم َخَضُبوا َوْجَه َنِبّيِهْم‬

Artinya, “Bagaimana mungkin suatu kaum mendapat kemenangan


bila mereka mengalirkan darah di wajah nabi mereka, sedangkan ia
(nabi) yang mengajak mereka ke jalan Tuhan (Allah)
mereka?”(Syekh Ramadhan al-Buthi, Fiqhus Sirah Nabawiyah ma’a
Mujazin li Tarikhil Khilafah ar-Rasyidah, [Beirut, Darul Fikr,
cetakan ketujuh: 2019], halaman 171).
Tidak hanya itu, paman Rasulullah yang selalu mendukung
dakwahnya sekaligus menjadi pelindung ketika orang-orang
musyrik hendak melukai Rasulullah, yaitu Sayyidina Hamzah,
gugur sebagai syahid saat pada perang Uhud. Hal ini tentu
membuat Rasulullah sangat terpukul, terlebih ketika melihat
jasadnya dimutilasi; perutnya dikoyak, hidung dan kedua telinganya
dipotong.

Sebab Diturunkannya Ayat


Imam Fakhruddin ar-Razi (wafat 606 H) dalam kitabnya
mengatakan, pada saat yang bersamaan, Rasulullah dan umat Islam
sangat marah. Siapa pun tidak akan menerima ketika rasulnya
dilukai oleh orang musyrik. Rasulullah juga sangat marah dan
geram dengan ulah mereka. Bahkan, kejadian itu membuat
kesabaran Rasulullah hilang. Menurut Ar-Razi, saat itu Rasulullah
hendak memohon pertolongan kepada Allah agar
membumihanguskan musuh-musuh Islam yang ada dalam perang
Uhud. Namun, tiba-tiba Allah memberikan peringatan bahwa
semua itu atas kehendak Allah.

Ketika kesabaran Rasulullah hilang, kemarahan umat Islam sangat


memuncak. Namun upaya untuk menyerang pasukan musuh tidak
memadai. Rasulullah pun hendak mendoakan celaka kepada
mereka. namun Allah swt memberikan teguran kepada Rasul-Nya,
sebagaimana yang telah diabadikan dalam Al-Qur’an:

‫َلْيَس َلَك ِمَن الأمر َشْي ٌء َأ ْو َيُتوَب َعَلْيِهْم َأ ْو ُيَعِّذَبُهْم ِإَف َّن ُهْم َظاِلُموَن‬

Artinya, “Itu bukan menjadi urusanmu (Muhammad) apakah Allah


menerima tobat mereka, atau mengazabnya karena sungguh
mereka orang-orang zalim.” (Surat Ali ‘Imran ayat  128).

Imam Fakhruddin Ar-Razi berpendapat bahwa para ulama berbeda


pendapat perihal penyebab diturunkannya ayat ini. Namun
pendapat yang paling masyhur adalah diturunkan ketika
meletusnya perang Uhud setelah umat Islam dipukul mundur oleh
musuh. Menurutnya, ayat ini diturunkan sebagai teguran kepada
Rasulullah ketika hendak mendoakan keburukan kepada pasukan
musuh.

Pendapat di atas dilatarbelakangi oleh beberapa alasan, di


antaranya:

(1) ketika pasukan musuh mendekati Rasulullah dan


menyerangnya sehingga beliau pun terluka, Rasulullah hendak
mendoakan kehancuran bagi mereka, sebagaimana riwayat Utbah
bin Abi Waqash;

(2) menurut riwayat Salim bin Abdullah, ada tiga tokoh paling
berperan di balik perang Uhud yang menyebabkan umat Islam
kalah dan memiliki keinginan besar untuk membunuh Rasulullah,
yaitu Abu Sufyan, Harits bin Hisyam dan Shafwan bin Umayyah.

Melihat aksi mereka yang sangat brutal, Rasulullah berdoa kepada


Allah, agar Ia melaknat mereka, akan tetapi kemudian Allah
menegurnya dengan ayat di atas; dan 

(3) Rasulullah marah kepada pasukan pemanah yang


meninggalkan bukit demi mendapatkan harta rampasan. Akhirnya
ia hendak mendoakan mereka agar diberi ampunan oleh Allah,
akan tetapi sebelum Rasulullah berdoa, Allah menegurnya dengan
ayat di atas. (Imam Ar-Razi, Tafsir Mafatihul Ghaib, [Beirut, Darul
Ihya’, cetakan ketiga: 2001], juz VIII, halaman 355).

Maksud yang Terkandung


Selain penjelasan di atas, ada beberapa poin yang juga tidak kalah
penting untuk diketahui, yaitu memahami maksud yang
terkandung dalam ayat di atas, perihal alasan Allah swt menegur
Nabi Muhammad saat itu. Untuk memahami kandungan ini, ada
dua poin yang disebutkan oleh ulama ahlit tafsir, yaitu; (1) yatuba
alaihim; dan (2) yuadzdzibahum.

Pertama, yatuba (apakah Allah menerima tobat mereka?)


Syekh Mutawalli asy-Sya’rawi dalam tafsirnya mengatakan, pada
potongan ayat ini mengandung pelajaran yang sangat penting, yaitu
perihal hilangnya semua kesalahan yang dilakukan oleh manusia di
masa kafir, ketika ia bertobat dan diterima oleh Allah swt.

Seperti apapun keburukan yang pernah dilakukan, sebanyak


apapun dosa yang ada dalam diri seseorang, ketika ia sudah
bertobat kepada Allah dan diterima oleh-Nya, maka semua
kesalahan dan dosa-dosa tersebut akan hilang dari dirinya. Dengan
adanya potongan ayat ini, akhirnya Rasulullah tidak jadi
mendoakan keburukan bagi mereka.

Selain itu, jika ia ternyata benar-benar bertobat, menebus segala


kesalahan dan dosanya, justru akan menjadi kebanggan tersendiri
bagi Rasulullah saw dan Islam itu sendiri. Sebab, dengan masuk
Islam, jumlah umat Islam akan semakin bertambah, dan bahkan
bisa memberikan sumbangsih kepada risalah yang dibawa oleh
Nabi Muhammad. (Syekh Mutawalli, Tafsir al-Khawathir lisy-
Sya’rawi, juz I, h. 1212).

Kedua, yuadzdzibhum (atau mengazabnya)

Pada poin kedua ini, menurut Syekh Mutawalli merupakan opsi


selanjutnya ketika orang-orang yang menyakiti Rasulullah tidak
memeluk ajaran Islam dan tidak bertobat, maka Allah akan
mengazabnya.

Jika pada poin pertama akan memberikan kebanggan bagi


Rasulullah dan Islam, maka opsi kedua ini justru tidak merugikan
Rasulullah ketika Allah menyiksa mereka. Kenapa demikian? Sebab,
semua siksaan yang Allah berikan kepada mereka merupakan
balasan dan timbal balik atas kezaliman yang dilakukan selama ada
di dunia.

Oleh karenanya, pada ayat di atas, Allah menegaskan kepada Nabi


Muhammad dengan kata, “Laysa laka minal amri syay'un (itu
bukan menjadi urusanmu)”. Dengan kata lain, Allah hendak
memberi peringatan kepadanya, bahwa tugas Rasulullah hanyalah
berdakwah dan menyampaikan risalah yang diterima kepada
kaumnya. Selebihnya, jika ada beberapa orang yang menolak, atau
bahkan menghina dan menyerangnya, maka tugas untuk
memberikan siksa dan ancaman kepada mereka hanyalah Allah,
manusia tidak. (Syekh Mutawalli, Tafsir al-Khawathir, juz I, h.
1212).

Dari poin kedua ini seharusnya memberikan kesadaran bagi umat


Islam, bahwa dalam berdakwah tidak ada istilah mendoakan
keburukan, ‘kekerasan’ atau bahkan hendak memukul dan
menyerang orang-orang yang tidak menerima ajaran Islam. Sebab,
jika Rasulullah saja tidak memiliki hak untuk mendoakan mereka
dengan keburukan, apalagi umatnya.

Harapan penulis, dakwah dan mengajak pada ajaran Islam memang


wajib untuk diupayakan dan tidak boleh ditinggalkan. Hanya saja,
potret paling ideal untuk dijadikan panutan adalah Rasulullah.
Perang Uhud menjadi saksi paling buruk bagi umat Islam. Mereka
sangat terpukul saat itu, bahkan orang paling sabar sampai hilang
kesabarannya dan hendak mendoakan kehancuran bagi kaumnya,
akan tetapi keinginan itu tidak terlaksana karena adanya teguran
dari Allah.

Ini cukup sebagai bukti bahwa ajaran Islam memang harus


disampaikan dengan penuh kelembutan dan menghindari paksaan,
kekerasan dan sumpah serapah yang justru menghilangkan dan
mencederai dakwah Islam itu sendiri. Wallahu a’lam bis shawab.

Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah


Darussalam, Durjan, Kokop, Bangkalan, Jawa Timur.

Download segera! NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap.


Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung aktivitas ibadah
sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.

TAGS:
tafsir

Anda mungkin juga menyukai