Anda di halaman 1dari 10

Nama : Deta Putri Kirana

NIM : F0120048

Mata Kuliah : Ekonomi Industri / E

Tema : Kebijakan Persaingan Usaha di Indonesia dan Negara ASEAN

Implementasi Dokrin Single Economy Entity Pada Kasus Pelanggaran Kebijakan


Persaingan Usaha di Indonesia : Studi Kasus Temasek Holding Company

Persaingan usaha yang terjadi di wilayah ASEAN dari tahun ke tahun terus
mengalami dinamika perkembangan. Dimana setiap perubahan aktivitas dan kegiatan di
dunia usaha tentu memberikan dampak yang cukup signifikan bagi kondisi perekonomian
sebuah negara. Oleh karena itu diperlukannya sebuah antisipasi strategis dari masing-
masing negara anggota ASEAN.

Timbulnya persaingan usaha pada dasarnya pasti akan terjadi dalam kegiatan pasar.
Sehingga perlu adanya instrumen yang mampu meningkatkan kesejahteraan para pelaku
pasar. Instrumen tersebut berupa kebijakan persaingan usaha yang berperan untuk
mengatur konsentrasi pasar agar tidak menganggu persaingan dan berperan dalam
meningkatkan fleksibilitas perekonomian suatu negara untuk dapat bertahan dalam kondisi
ekonomi dunia yang dapat berubah-ubah. Kebijakan persaingan usaha sendiri merupakan
bentuk kebijakan pemerintah dalam rangka memajukan dan memelihara tingkat persaingan
industry dan pasar.

Sudah lebih dari dua dekade banyak negara-negara di dunia telah menerapkan
kebijakan persaingan usaha. Dimana Indonesia termasuk kedalam negara di dunia yang
tengah menikmati euphoria keuntungan dari adanya kebijakan tersebut di negaranya.
Sebelumnya, WTO mengambil keputusan untuk concern terhadap pemberlakuan kebijakan
persaingan usaha agar kesejahteraan negara-negara yang menjadi anggotanya terjamin.
Hal tersebut di implementasikan dalam market access, dimana tidak adanya entry barrier
serta tidak adanya rezim persaingan usaha yang masuk kedalam kegiatan pasar suatu
negara.

ASEAN Economic Community Blueprint mengatakan bahwa ASEAN akan menjadi


wilayah perekonomian yang dinamis dan kompetitif. Kebijakan persaingan usaha akan
menjadi regulator terjaminnya persaingan usaha yang sehat dan adil di kawasan Asia
Tenggara. Dimana hal tersebut bertujuan untuk melindungi konsumen dan menghindari
terjadinya monopoli. Namun, ASEAN sendiri belum memiliki sebuah kebijakan dan lembaga
yang mengatur dan mengawasi persaingan usaha negara-negara anggota ASEAN khusunya
dalam konteks ASEAN Free Trade Area (AFTA). Oleh karena itu, pelaksanaan kegiatan
persaingan udaha diserahkan kepada masing masing negara anggota yang dimana
kebijakannya disesuaikan dengan kebijakan persaingan usaha nasional negaranya. Namun,
ASEAN telah menerbitkan sebuah pedoman aturan persaingan usaha umum bagi negara
anggotanya yang disebut dengan ASEAN Regional Guidelines on Competition Policy.

Indonesia sendiri merupakan salah satu dari empat negara di ASEAN yang telah
menerapkan dan memiliki kebijakan persaingan usaha sejak tahun 1999 . Tahun 2003 di
Bali, Indonesia juga menjadi pelopor dalam penyelenggaraan “ASEAN Conference On Fair
Competition Law and Policy”. Kemudian forum tersebut di lanjutkan dengan “The 2nd ASEAN
Conference On Competition Policy and Law” pada tahun 2006 dan di tempat yang sama yaitu
Pulau Bali. Namun, sangat disayangkan bahwa forum tersebut hanya sebatas perkenalan
mengenai efektifitas hukum dan kebijakan persaingan usaha.

Selain Indonesia, Thailand juga telah memiliki Trade Competition Act sebagai
kebijakan persaingan usaha di negaranya sejak 1999. Kemudian Singapura sejak 2004 dan
Vietnam sejak 2005. Serta negara yang berbatasan langsung dengan Indonesa yaitu
Malaysia yang telah mengesahkan hukum persaingan sejak 2012 dan pada tahun 2011
Filipina membentuk Office For Competition di bawah Departemen keadilan. Sedangkan
Laos, Kamboja, Myanmar dan Brunei Darussalam merupakan empat dari sepuluh negara di
ASEAN yang sedang berproses menyusun serta merencanakan hukum persaingan usaha.
Pembentukan ASEAN Experts Group On Competition (AEGC) sebagai forum
kerjasama dan diskusi mengenai Hukum dan Kebijakan Persaingan Usaha sejak 2007 sangat
didukung oleh Menteri Ekonomi ASEAN. Indonesia yang merupakan negara pelopor
terbentunya Hukum dan Kebijakan Persaingan Usaha di kawasan ASEAN diberikan sebuah
mandat kepercayaan oleh ASEAN. Dimana pada tahun 2012, Komisi Pengawas Persaingan
Usaha (KPPU) dijadikan ketua AEGC. KPPU sendiri merupakan lembaga independen di
Indonesia yang bertugas mengawasi pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1999 tentang larangan
praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Indonesia dan KPPU terus berusahan
mencapai target yang telah ditetapkan oleh ASEAN, dimana salah satunya memfokuskan
peningkatan kesadaran publik tentang isu kebijakan persaingan usaha di kawasan ASEAN.
Untuk hal itu KPPU telah membentuk ASEAN Consultative Forum on Competition dan itu
menjadi cikal bakal terbentuknya lembaga sektoral bidang persaingan usaha di ASEAN yaitu
ASEAN Expert Group on Competition (AEGC).

KPPU sendiri merupakan lembaga persaingan usaha yang paling maju di wilayah Asia
Tenggara. Pernyataan tersebut telah diakui oleh PBB dan secara tegas disampaikan oleh
United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD). Hal tersebut dikarenakan
KPPU berhasil mengimplementasikan hukum dan kebijakan persaingan usahanya. Selain
itu, dalam salah satu sesi di Konferensi Internasional memperingati 10 tahun KPPU
dinyatakan pula bahwa KPPU merupakan lembaga pengawas persaingan usaha yang dinilai
paling dinamis di dunia. KPPU juga ditunjuk tiga kali sebagai regular observer pada komite
persaingan OECD. Padahal Indonesia bukanlah salah satu negara anggota OECH. Oleh
karena itu, kondisi tersebut dapat dikatakan sebagai status tertinggi bagi negara non-
anggota OECD.

Setalah dua puluh tahun peranannya dan kontribusi upaya yang telah dilakukan bagi
perekonomian di negeri ini melalui penegakan kebijakan persaingan usaha di Indonesia.
Serta melakukan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berpotensi terhadap
terjadinya persaingan usaha tidak sehat. KPPU sendiri saat ini tengah dihadapkan oleh
situasi bisnis yang semakin hari semakin kompleks. Dimana perubahan persaingan usaha
yang sekarang ini di gerakan oleh teknologi indormasi membuat terjadinya disrupsi bisnis.
Keberadaan KPPU pun menajadikan para pelaku usaha terbiasa menjalankan bisnisnya
dengan memperhitungkan keberadaannya. Pencarian dokumen serta proses bisnis yang
dapat dijadikan alat bukti semakin sulit ditemukan. Di lain sisi, KPPU tidak mampu mengikuti
perkembangan terhadap perubahan dalam tatanan peraturan dan kelembagaan. Serta
kinerja yang dinilai masih jauh dari kata ideal apalagi setalah tahun 2019 anggaran KPPU
menurun. Padahal keberadaan KPPU dijadikan sebagai titik sorotan atas keputusunnya.
Dimana segala keputusan KPPU dijadikan referensi yang penting dalam pertimbangan
segala aktivitas usaha.

Sebagai contoh kasus penegakan hukum dan kebijakan persaingan usaha yang
menjadi sumber hukum yudisprudensi bagi kepentingan penegak hukum persaingan usaha
yang pernah ditangani oleh KPPU yaitu Kasus Single Economy Entity Temasek holding
company. Kasus ini dapat menjadi argumentasi tentang makna pentingnya kerjasama
penagakan hukum yang dilakukam otoritas pengawas persaingan usaha di negara-negara
kawasan ASEAN. Dalam kasus ini, KPPU menggunakan doktrin single economic entity yang
mana merupakan teori yang memandang bahwa hubungan antara anak perusahaan dengan
induk perusahaan dimana induk perusahaan memegang saham anak perusahaan.

Doktrin ini sebenarnya tidak diatur secara eksplisit dalam Undang-Undang No.5
Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, tetapi
secara implisit dapat ditemukan ketentuan yang mengaturnya yaitu Pasal 27 tentang
larangan kepemilikan saham silang. Pada kasus ini, Temasek holding company yang
berpusat di Singapura telah terbukti melakukan persaingan usaha tidak sehat di Indonesia.
Hal tersebut terbukti bahwa Temasek holding company melakukan praktek monopoli dalam
pasar jasa telekomunikasi di Indonesia.

Dalam Kasus ini Temasek yang memiliki anak perusahaan antara lain Singapore
Technologies Telemedia (STT) dan Singapore Telecommunication (Singtel). Walaupun kedua
anak perusahaan itu berada di Singapura yang berarti berada di luar yurisdiksi kebijakan
persaingan usaha Indonesia. Namun, kedua perusahaan ini memiliki saham yang besar di
perusahaan telekomunikasi Indonesia. Dimana STT memiliki saham di PT Indosat sedangkan
Singtel memiliki saham di PT Telkomsel. Hal tersebut mampu membuat mereka sebagai
entitas ekonomi tunggal dengan kepemilikan saham yang dimilikinya. Dengan demikian
Temasek melalui anak-anak perusahaannya memiliki kendali atas Telkomsel dan Indosat.

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa ketentuan yang mengatur single economic


entity tersebut diatur dalam Pasal 27 UU No. 5/1999. Adapun ketentuanyanya yaitu
kepemilikan saham silang oleh suatu pelaku usaha di beberapa perusahaan dapat
mengakibatkan penguasaan atas pangsa pasarnya lebih dari 50%.

Temasek sebagai induk perusahaan melalui anak perusahaannya yaitu Singtel


memiliki 35% saham dengan hak suara di Telkomsel. Hak-hak yang dimiliki Singtel terhadap
Telkomsel merupakan hak untuk menominasikan direksi maupun komisaris, kewenangan
untuk menentukan arah kebijakan perusahaan dan kemampuan untuk memveto putusan
RUPS dalam perubahan Anggaran Dasar, buy back saham perusahaan, penggabungan,
peleburan, pengambilalihan, pembubaran maupun likudasi perusahaan. Selain itu melalui
anak perusahaannya STT tamsek juga memiliki 42% saham dengan hak suara di Indosat.
Hak-hak yang dimiliki STT terhadap Indosat yaitu hak untuk menominasikan direksi dan
komisaris, kewenangan untuk menentukan arah kebijakan perusahan Indosat. Pemegang
saham lainnya adalah Pemerintah RI sebesar 15% dan publik sebesar 43,06%. Sedangkan
saham publik merupakan saham yang diperdagangkan di pasar modal Indonesia dan
Amerika Serikat yang kepemilikannya berubah-ubah sehingga tidak mungkin untuk
bertindak secara bersama-sama. Dalam hal ini Temasek merupakan pengendali aktif di
Indosat. Sebagaimana diketahui bahwa perusahaan Telkomsel dan Indosat merupakan
perusahaan telekomunikasi yang berada di Indonesia. Dengan demikian Temasek melalui
anak-anak perusahaannya memiliki kendali yang besar pada Telkomsel dan Indosat.
Membahas tentang single economic entity, tidak terlepas dari kepemilikan saham
suatu induk perusahaan terhadap anak perusahaan atau perusahaan yang lain. Dimana
terdapat kepemilikan saham mayoritas pada beberapa perusahaan. Saham mayoritas
dimaknai sebagai kepemilikan saham yang persentasenya melebihi 50%. Pemegang saham
mayoritas sendiri mempunyai kepentingan mengawasi atau mengontrol perusahaan
tersebut. Oleh karena itu, pemegang saham perlu memiliki saham lebih dari 50% untuk
dapat sebagai pengendali.

Kepemilikan saham antara 25% sampai 50% dapat dipastikan bahwa kemampuan
pemiliknya untuk menghalangi keputusan-keputusan strategis yang memiliki persetujuan
mayoritas. Sehingga kepemilikan saham diatas 25% pada satu perusahaan dinilai mampu
memberikan kendali yang signifikan pada perusahaan tersebut. Sehingga ada faktor-fakto
yang perlu dipertimbangkan untuk melihat apakah pemilik saham tersebut memiliki
decisive influence atau material influence terhadap arah kebijakan perusahaan. Adanya
pengaruh terhadap kebijakan perusahaan menandakan kepemilikan atas saham tersebut
meskipun bukan merupakan saham pengendali namun memiliki kemampuan untuk
mengendalikan perusahaan.

Jika dilihat berdasarkan aturan saham mayoritas ,dapat diiketahui bahwa STT tidak
memiliki saham mayoritas terhadap Indosat dikarenakan saham yang dimiliki atas Indosat
dibawah 50%, yaitu 42%, begitupula dengan Singtel terhadap Telkomsel yang hanya
memiliki saham sebesar 35%. Walaupun sebenarnya kedua perusahaan tersebut tidak
melanggar Pasal 27 huruf a UU No.5 Tahun 1999 tentang kepemilikan saham. Namun, jika
dilihat lebih teliti pada kasus tersebut perusahaan Temasek yang merupakan induk
perusahaan atas dua anak perusahaan tersebut memiliki total kepemilikan saham sebesar
77% atas dua kegiatan usaha dalam bidang yang sama yaitu telekomunikasi. Sehingga
persentase tersebut telah melebihi dari aturan yaitu 50% dan dianggap melanggar
ketentuan Pasal 27 huruf a UU No.5 Tahun 1999. Sehingga Temasek di nilai telah melakukan
kepemilikan saham silang karena menjadi pengendali atas saham mayoritas yang
dimilikinya.

Selain itu, adanya rangkap jabatan horizontal antara Temasek dengan Telkomsel dan
Indosat. Hal tersebut mempermudah pengimplementasian kebijakan yang telah ditetapkan
oleh induk perusahaan. Penguasaan saham mayoritas serta rangkap jabatan di bidang
telekomunikasi Indonesia membuat Temasek berada di dalam posisi sentral untuk
mengatur, mengarahkan rencana dan strategi perusahaan dan pangsa pasar di Indonesia.
Sehingga hal tersebut membuat Temasek menjadi pricel Leadership dimana mampu
menentukan harga yang kemudian diikuti oleh pelaku usaha lainnya yang berakibat
merugikan bagi konsumen. Telkomsel dengan posisi dominan sebagai perusahaan
telekomunikasi di Indonesia mampu melakukan penetapan harga dengan menaikkan tarif
harga tinggi dan pelaku usahanya otomatis akan mengikuti patokan harga tersebut.
Sehingga kerugian yang dialami oleh konsumen karena kenaikan tarif yang tinggi serta tidak
tercapainya kesejahteraan.

Setelah diputuskan oleh KPPU maka dinyatakan bahwa Kepemilikan saham


Temasek melalui STT dan Singtel dalam industri telekomunikasi seluler nasional telah
melanggar Pasal 27 UU No.5 Tahun 1999. Terhadap kasus kepemilikan saham silang yang
dilakukan oleh Temasek Holdings sihingga Temasek Holdings Company dinilai melakukan
praktek usaha yang dilarang yaitu penyalahgunaan penguasaan pasar yang menimbulkan
dampak negatif terhadap persaingan.

Karena pelanggaran tersebut, KPPU telah memerintahkan Temasek dan dua anak
perusahaannya yaitu Singapore Technologies Telemedia (STT) dan Singapore
Telecommunication (Singtel) untuk menghentikan tindakan kepemilikan silang atas saham
di Telkomsel dan Indosat. Sehingga Temasek perlu melepas keselurahan atas saham yang
dimilikinya pada salah satu perusahaan tersebut. Dengan artian Temasek juga harus
melepaskan hak suara dan hak untuk mengangkat direksi dan komisaris pada
perusahaan tersebut. Hal tersebut dilakukan dengan cara menentukan antara Telkomsel
atau indosat yang nantinya akan dilepaskan seluruh kepemilikan sahamnya pada salah satu
perusahaan tersebut.

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memperbaiki putusan KPPU menjadi sebagai


berikut :

1. Menyatakan bahwa Tamasek Holding Company yang merupakan BUMN Singapura telah
secara sah melanggar Pasal 27(a) Undang-Undang No 5 Tahun 1999.
2. Memerintahkan Tamasek Holding Company untuk mengakhiri kepemilikan silang atas
saham Telkomsel atau Indosat dengan mengalihkan kepemilikan silangnya pada
Telkomsel atau Indosat dengan ketentuan tidak lebih dari 12 bulan sejak keputusan ini
dikeluarkan.
3. Menentukan bahwa pengalihan saham akan dibatasi oleh ketentuan berikut, anatara
lain
a. Setiap pembeli tidak boleh membeli lebih dari 10% total saham yang dimiliki.
b. Pembeli tidak terasosiasi dengan Tamasek Holding Company.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa single economic entity yang dimana kepemilkan
silang atas sebagian besar saham pada sebuah perusahaan sejenis dianggap melanggar
Undang Undang No 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopili dan persaingan usaha
tidak sehat. Temasek Group (BUMN Singapura) sendiri telah menguasai pangsa pasar
seluler di Indonesia. Doktrin Single economic entity tersebut dapat dibuktikan dengan
adanya kepemilikan silang dan juga jabatan rangkap oleh Temasek Holding company (STT
dan Singtel) pada Indosat dan Telkomsel. KPPU juga telah menetapkan secara sah bahwa
Temasek Holdings company dan kedua anak perusahaannya telah melanggar ketentuan
Pasal 27 UU No. 5/1999 yaitu tentang larangan kepemilikan saham silang. Selanjutnya
doktrin single economic entity perlu disosialisasikan supaya dalam penegakannya
mempunyai pemahaman dan perspektif yang sama. Oleh karena itu, ASEAN
memberlakukan ASEAN Free Trade Area (AFTA) dengan tujuan terjadinya kesepahaman
mengenaik kebijakan persaingan usaha dalam negara maupun regional ASEAN. Karena
ketidakberhasilan penegakan hukun dan kebijakan persaingan usaha berdampak terhadap
ketimpangan pelaku usaha dalam mengakses sumber daya maupun informasi. Maka dari itu,
sudah seharusnya semua negara anggota ASEAN harus memiliki kesepahaman bahwasannya
konsep free trade area diperlukan aturan yang jelas untuk melindungi kepentingan negara maupun
kepentingan regional.
Daftar Pustaka

M Muchtar. R , Darwin. E . (2013) Kebijakan Hukum Persaingan Usaha Yang Sehat : Sinergitas
kawasan ASEAN DI Era Globalisasi , Jakarta

I Gusti. A. A. R. M. I. D. P , Ida. B. W. P , Ida. B. E. R. Harmonisasi Kebijakan Persaingan Usaha


Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Udin. Silalahi. (2018) Single Economy Entity : Kajian Hukum Persaingan Usaha di Indonesia.
Jurnal Hukum dan Syariah ,9(1)

KPPU.go.id. 5 Mei 2011. Kebijakan Persaingan Umpan Negara Memancing Investasi. Diakses pada
29 Juni 2022 dari https://kppu.go.id/blog/2011/05/kebijakan-persaingan-umpan-
negara-memancing-investasi/

Hukumonline.com. 20 Januari 2010, Pesrsaingan Usaha di ASEAN. Diakses pada 29 Juni 2022 dari
https://www.hukumonline.com/klinik/a/persaingan-usaha-di-asean-cl4404

Anda mungkin juga menyukai