Anda di halaman 1dari 12

Kesiapan Industri Jasa Keuangan Indonesia

Menghadapi Asean Economic Community

Oleh : Drs. Helmizar

Pendahuluan

Indonesia akan segera menghadapi berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) atau
Asean Economic Community yang akan dimulai pada 1 Januari 2016. Implementasi dari
kesepakatan Negara-negara Asean itu membuka lebar pasar ekonomi di kawasan regional
Asean. Untuk itu semua sektor industri Indonesia harus mampu bersaing industri serupa
dari negara ASEAN lainya.

Sebagaimana diketahui tujuan yang ingin dicapai melalui MEA, adalah adanya aliran bebas
barang, jasa, dan tenaga kerja terlatih, serta aliran investasi yang lebih bebas. Dalam
penerapanya pada 2015, MEA akan menerapkan 12 sektor prioritas yang disebut free flow
of skilled labor (arus bebas tenaga kerja terampil).

Setidaknya ada 12 (duabelas) sektor terampil itu adalah perawatan kesehatan (health
care), turisme (tourism), jasa logistic (logistic services) e-ASEAN, jasa angkutan udara (air
travel transport), produk berbasis agro (agrobased products), barang-barang electronic
(electronics), perikanan (fisheris), produk berbasis karet (rubber based products), tekstil
dan pakaian (textiles and appareles), otomotif (otomotive) dan produk berbasis kayu
(wood based products).

Peluang Indonesia untuk bersaing di pasar bebas Asean 2015 nanti, sebenarnya cukup
besar. Paling tidak bagi Indonesia ada beberapa faktor yang mendukung seperti peringkat
Indonesia yang berada pada rangking 16 dunia dalam besaran skala ekonomi dengan 108
juta penduduk. Dimana, jumlah penduduk ini merupakan kelompok menengah yang sedang
tumbuh. Sehingga berpotensi sebagai pembeli barang-barang impor. Indonesia juga
mengalami perbaikan peringkat investasi oleh lembaga pemeringkat dunia, dan masuknya
Indonesia sebagai peringkat ke 4 prospective destination berdasarkan UNCTAD world
investement report. Dan, pemerintah sendiri telah menerbitkan aturan (keputusan

1
Presiden) No.37/2014 yang memuat banyak indikator yang harus dicapai dalam upaya
untuk meningkatkan daya saing nasional dan kesiapan menghadapi MEA yang akan segera
dimulai.

Dari tahun 2014 telah diterbitkan inpres No.6/2014, tentang peningkatan daya saing
menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean, dimana pemerintah Indonesia sudah menyiapkan
pengembangan semua sektor industri, agar bisa bersaing di pasar bebas ASEAN itu. Upya
pengembangan ini termasuk pengembangan industri jasa-jasa keuangan didalamnya
perbankan masuk dalam 10 pengembangan industri yang harus didorong
pengembangannya .

Dari jauh hari, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merancang peta jalan atau roadmap
perbankan Indonesia. Adapun pembuatan roadmap tersebut secara terperinci dapat
berupa arah yang lebih jelas dalam hal konsolidasi perbankan dalam negeri, guna
memperbesar besaran suatu bank, baik secara alami maupun secara market driven.
Perbankan nasional, khususnya bank BUMN juga harus berperan aktif mengantisipasi
pemberlakuan MEA 2015.

Era bebas pasar ini, dipastikan akan membuka alur lalu lintas barang dan jasa serta pasar
semakin lebar. Karenanya, pertumbuhan ekonomi regional harus terintegrasi dengan
ekonomi global. Dengan demikian, perbankan nasional memerlukan kesamaan pandang
dalam melihat pertumbuhan ekonomi regional. Dengan kesamaan pandang regional itu,
diharapkan perbankan Indonesia akan dapat menyelesaikan planning (rencana), strategi,
sasaran yang tepat bagi kemajuan ekonomi Indonesia.

Jika ingin terlibat aktif dan tidak terlindas dalam era bebas pasar ASEAN, peran institusi
seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga penting guna meningkatkan Good corporate
government (GCG) pada industri perbankan di Indonesia. Selain itu perbankan nasional
juga perlu mengajak stake holder, seperti perhimpunan bank-bank nasional
(PERBANAS)dan institute bangkir Indonesia (IBI) untuk menstimulasi semakin baiknya
GCG bank menghadapi pasar bebas ekonomi ASEAN.

Bagaimanapun beratnya tanatangan industry perbankan regional, upaya mendorong


efisiensi sector perbankan yang berdaya saing tinggi harus terus dilakukan. Hingga kini

2
perbankan di Indonesia masih dinilai boros di di biaya operasional. Audit terhadap tingkat
efisiensi bank terutama bank BUMN yang memimpin pasar di Industri keuangan nasional
ini, juga menjadi indicator keberhasilan perbankan dalam mengelola rasio beban
operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO)nya. Semakin rendah maka kekuatan
daya saingnya akan semakin tinggi.

Sebaliknya, semakin tinggi efektivitas perbankan, semakin kuat juga perbankan nasional
untuk menciptakan lingkungan bisnis yang sehat, sehingga akan menambah kuat
kemampuan diri dalam menyongsong era pasar bebas ASEAN . kompetisi bisnis perbankan
sangat ketat. Tidak hanya di industry domestic, industry perbankan rfegional dan global
jauh lebih menantang. Perbankan di regional ASEAN memilki tingkat kesehatan yang
sangat tinggi.

Dari sisi efisiensi, tingkat prudentialnya, Indonesia masih jauh lebih rendah disbanding
negara ASEAN lainya. Untuk bisa mensejajarkan diri dengan kemampuan perbankan
dilingkup regional ASEAN, perbankan nasional harus bisa mengejar ketinggalanya mulai
dari sisi efisiensi dan efektifitas tadi hingga kemampuan berekspansi. Meskipun saat ini
sudah ada perbankan nasional yang beroprasi di negara ASEAN lainya, tidak sepadan
dengan jumlah bank asing (dari sama negara ASEAN lain) .

Untuk itu pemerintah yang baru nanti harus bisa menyeimbankan kedudukan industry
perbankan nasional dengan perbankan regional dikawasan ini. dasar prinsip perbankan
yang mengacu aturan terkini dalam basel III sudah menjadi konsekuensi untuk diikuti
semua industry perbankan global. Dan, aturan itu harus sudah di adaptasi untuk bisa ikut
berkecimpung di kancah pasar global.

Pasar Modal

Pasar modal Indonesia harus melakukan sejumlah hal untuk menghadapi Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA). Setidaknya ada empat tantangan utama yang harus dikerjakan OJK
dan para stakeholder pasar modal untuk mempersiapkan pasar modal Indonesia

3
menghadapi persaingan di regional. Pasar modal harus mempersiapkan diri, sehingga saat
MEA diberlakukan, pasar modal siap bersaing dengan pasar modal negara ASEAN lainnya. 1

Pertama, pendalaman pasar modal. Saat ini, perusahaan yang tercatat di Bursa Efek
Indonesia baru 489 emiten. Jumlah ini sangat jauh dibanding bursa negara di kawasan,
seperti misalnya Malaysia yang berisi 906 perusahaan dan Singapura yang beranggotakan
767 perusahaan. Padahal, perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) lebih
tinggi dibanding beberapa negara di kawasan.

Pada tahun 2015, secara year to date, IHSG itu meningkat 13,21 persen. Sementara
Malaysia hanya 0,11, Singapura 2,69 persen, Thailand 9,45 persen. Indonesia hanya kalah
dari Filipina yang indeksnya meningkat 14,48 persen. Karenanya, OJK berusaha untuk
meningkatkan jumlah emiten di pasar modal Indonesia. Untuk mewujudkan hal itu,
berbagai cara dilakukan OJK. Mulai dari dari mendekati BUMN, perusahaan swasta hingga
sektor UMKM. OJK terus melakukan sosialisasi bahwa pasar modal merupakan opsi yang
baik untuk pelaku usaha mendapatkan sumber pendanaan.

Selain itu, OJK juga akan meningkatkan jumlah dan produk di pasar modal,
mengembangkan pasar obligasi. OJK juga terus melakukan sosialisasi dan edukasi untuk
meningkatkan jumlah investor lokal. Pasar modal diharapan menjadi alat mendorong
pertumbuhan, meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi kesenjangan.

Kedua, membangun infrastruktur pasar modal Indonesia. Berbagai langka dikukan


pemerintah Indonesia khususnya dalam memperkuat regulasi di pasar modal, sehingga
memberikan fairness kepada emiten maupun investor. Selain itu, sistem perdagangan juga
ditingkatkan terus kualitasnya, sehingga masyarakat bisa semakin yakin dengan keamanan
berinvestasi di pasar modal.

Ketiga, implementasi Good Corporate Governance (GCG). Implementasi sistem dimana


pasar modal bukan hanya sarana mencari pendanaan. Namun, bagi perusahaan masuk ke
pasar modal akan meningkatkan kualitas GCG hingga memberikan banyak keuntungan dan

1
Rahmat Waluyanto (Wakil Ketua Otoritas Jasa Keuangan /OJK) , pada diskusi Indonesia's Capital Market Deepening in
AEC Era di Hotel Pullman, Jakarta, Senin (5/5/2015).

4
efisiensi bagi pelaku usaha. Dalam langkah ini, OJK akan membuat roadmap dan
memberikan rating yang mengukur GCG.

Keempat, penegakan hukum. Hal ini diperlukan untuk meyakinkan pelaku pasar bahwa
setiap pelanggaran akan ditindak menurut hukum. OJK akan meningkatkan penegakan
hukum, sehingga pasar kita bisa bersaing dengan negara lain.

Kemudian terkait integrasi dan dan pengembangan pasar modal, telah terbentuk Otoritas
pasar modal di ASEAN secara intensif sudah melakukan diskusi terkait integrasi dan dan
pengembangan pasar modal melalui ASEAN Capital Market Forum atau ACMF.

Asuransi

Dalam implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), khusus di bidang perasuransian


Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator menyiapkan berbagai strategi untuk tetap
bisa mengembangkan industri. Hal ini penting, mengingat penetrasi dan densitas asuransi
nasional yang masih mini, dalam menghadapi serbuan dari luar. Jika pelaku pasar asuransi
di dalam negeri tidak siap, perusahaan asuransi negara tetangga akan menggarap pangsa
pasar yang memang sangat besar di Indonesia. Karena, tenaga ahli masih terbatas,
pelayanan konsumen dan penanganan klaim juga masih rendah. 2

Oleh karena itu pemerintah Indonesia sebagai regulator menyiapkan delapan paket arah
kebijakan pengembangan industri perasuransian.

Pertama, penyesuaian, penyempurnaan dan harmonisasi regulasi. Ini sudah tercermin dari
penerbitan aturan mengenai tarif premi, aturan uji kepatutan dan kelayakan direksi,
komisaris, tenaga ahli dan tenaga kerja asing, termasuk tata kelola perusahaan dan
mekanisme pengawasan berbasis risiko.

Kedua, program pengembangan asuransi mikro untuk mewujudkan financial inclusion.


Strategi untuk mencapai itu, regulator menyusun grand design pengembangan produk
asuransi mikro bersama pelaku.

2
Dumoly F Pardede, Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK
5
Ketiga, efektivitas dalam pengawasan, baik terhadap konglomerasi keuangan maupun BPJS
Kesehatan.

Keempat, optimalisasi kapasitas reasuransi dalam negeri untuk mengurangi defisit neraca
pembayaran.

Kelima, penguatan permodalan perusahaan asuransi.

Keenam, koordinasi terkait pemanfaatan perusahaan asuransi jiwa. Seperti perlindungan


terhadap tenaga kerja dan sebagai wadah menyisihkan pesangon.

Ketujuh, peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) di bidang asuransi. Salah
satunya, lewat program 1.000 aktuaris dan rencana sertifikasi underwriter (tenaga ahli
yang melakukan seleksi risiko).

Kedelapan, perlindungan konsumen melalui rencana membentuk Lembaga Penjamin


Pemegang Polis (LPPP), regulasi, termasuk literasi keuangan.

Hingga saat ini, OJK mencatat perusahaan asuransi yang terdaftar di OJK, meliputi :
1. Perusahaan Asuransi Konvensional
2. Perusahaan Asuransi Syariah
3. Perusahaan Pialang Asuransi
4. Perusahaan Pialang Reasuransi
5. Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi
Jumlah yang terdaftar ada 47 perusahaan asuransi jiwa. Sebanyak 21 di antaranya
berstatus  joint venture  dan sisanya swasta nasional. Lalu, sebanyak 82 perusahaan
asuransi umum. Sebanyak 18 di antaranya berstatus  joint venture. Sementara, perusahaan
reasuransi mencapai lima buah.

6
Grafik 1.

Perkembangan Industri Asuransi


( Tahun 2009 - 2013 )
350

300

250

200

150

100

50

0
2009 2010 2011 2012 2013

Total Asset (Triliun Rp.) GDP ( Th. Dasar 2000) Jumlah Penduduk

Data : OJK, 2015 (diolah)

Jika melihat perbandingan data pertumbuhan jumlah penduduk, pertumbuhan gross


domestic product (GDP) dan total asset Perusahaan Asuransi dari tahun 2009 hingga 2013,
terlihat pertumbuhan industri asuransi berkembang cukup pesat bahkan melebihi
pertumbuhan polpulasi penduduk Indonesia dan GDP nya. Sehingga dapat disimapulkan
secara sederhana cakupan (coverage) industry asuransi di Indonesia berkembang baik.

Di sisi lain, telah dibentuk otoritas asuransi Asean yang membahas secara teknis rencana
integrasi asuransi ASEAN yang dikoordinasikan oleh Tim Kerja Liberalisasi Sektor Jasa
Keuangan, dan Regulator Asuransi di kawasan ASEAN (Asean Insurance Regulator
Meeting/AIRM).

7
Perbankan

Perbankan berperan dalam menciptakan produk dan jasa yang berdaya saing. Perbankan
yang memiliki fungsi sebagai lembaga intermediasi diharapkan mampu menyediakan
kredit kepada sektor-sektor produktif dengan suku bunga yang bersaing, apalagi di
beberapa negara ASEAN memiliki suku bunga yang sangat rendah seperti Singapura,
Malaysia dan Thailand.

Selain itu, peran perbankan sebagai penyedia sistem pembayaran dapat dioptimalkan.
Langkah-langkah menciptakan inklusi keuangan (financial inclusion) seperti menciptakan
layanan uang elektronik, sistem pembayaran/transaksi online melalui jaringan elektronik,
layanan perbankan tanpa cabang melalui agen dan lain-lain. Dengan demikian, perbankan
akan mampu menyerap setiap aktivitas ekonomi dari masyarakat sehingga mampu
mempercepat putaran ekonomi. Ke depan perbankan diharapkan mampu menciptakan
bisnis-bisnis di wilayah-wilayah yang masih tertinggal secara ekonomi.

Peran perbankan lainnya adalah sebagai lembaga keuangan yang mampu memberikan
edukasi kepada para nasabahnya dalam mengelola keuangan, maupun memberikan
pendidikan/pelatihan/pendampingan dalam menjalankan usaha. Upaya pemberdayaan
masyarakat dapat menopang pertumbuhan bisnis secara berkesinambungan. Peran ini
sangatlah penting dimana Bank berupaya menjaga ketahanan usaha mikro dan kecil dari
gempuran produk dan jasa Negara-negara tetangga.

Rekomendasi Strategi Perbankan Nasional dalam Menghadapi MEA


Dalam menghadapi MEA, perbankan Indonesia harus memiliki daya saing (competitive
advantage) yang komparatif dan tidak mudah ditiru oleh para kompetitor sehingga
menghasilkan kinerja terbaik yang berkesinambungan. Oleh karena itu, perlu
mengelaborasi seluruh kompetensi yang dimilikinya, mengkompilir kelemahan, melihat
kesempatan maupun ancaman. 3

Perbankan Nasioanal harus berupaya menyiapkan jaringan kerja elektronik (termasuk


produk dan layanan) sebagai alat pembayaran. Selain itu, juga harus mampu membaca arah
gerak kebijakan pemerintah terhadap komitmen gerakan nasional non tunai. Dalam

3
Tumbur M Silalahi, Peran dan Kesiapan Perbankan Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN, Medan Bisnis,
27 Mar 2015.
8
implementasinya pemerintah akan menyiapkan berbagai bentuk layanan dan bantuan yang
berbasis non tunai.

Di samping melakukan penetrasi kepada nasabah baru, perlu memiliki sistem pengelolaan
MIS yang dapat dioptimalkan menjadi customer relationship management (CRM). Dalam
melakukan inovasi penyediaan layanan perbankan khususnya system pembayaran, perlu
memahami pola atau gaya hidup setiap segmen yang menjadi sasarannya. Sebagai contoh
adalah trend sosial media pun wajib masuk dalam pemantauan karena tren media massa
pun telah berubah, bahkan oplah surat kabar terbesar saja hanya 400.000 koran perhari,
padahal pengikut (follower) dari akun seorang artis saja bisa mencapai belasan juta orang.

Selain melakukan penetrasi di dalam negeri, perbankan nasional juga perlu membangun
jaringan bisnis di luar negeri sebagai langkah pengembangan bisnis di wilayah kawasan
ASEAN. Dengan semakin dibukanya perdagangan antarnegara ASEAN tentunya frekuensi
penggunaan produk dan layanan perbankan akan semakin tinggi dan sangatlah
disayangkan jika tidak mengambil kesempatan ini.

Dalam melakukan ekspansi bisnis dapat dilakukan dengan merger/akuisisi atau membuka
unit kerja. Selain itu, langkah ekspansi ke luar negeri juga merupakan langkah antisipatif
ketika pasar domestik menjadi jenuh. Walaupun saat ini data menunjukkan bahwa
terdapat 55 jutaan usaha UMKM dan yang terlayani masih berkisar 12 jutaan, namun perlu
ditelusuri potensi market yang sesungguhnya karena tak semua usaha feasible dan perlu
tangan pemerintah membantunya.

Langkah menyatukan rantai bisnis melalui perusahaan anak atau perusahaan terafiliasi
perlu dilakukan untuk mencapai cost efficiency atau menangkap potensi bisnis sebagai
tautan bisnis utamamaupun menyediakan one stop service bagi para nasabahnya.

Di kawasan Asean kinerja perbankan nasional sebenarnya sudah cukup mengambarkan


kemampuan untuk bersaing. Sebagai contoh dalam Laporan kinerja perbankan Indonesia
4
triwulan II/2015 oleh OJK menunjukkan kinerja yang baik. Hal ini tercermin dari total
asset,

kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Umum masing-masing meningkat sebesar 2,58%
4
Kinerja perbankan nasional diwakili oleh kinerja Bank Umum yang didalamnya termasuk BUK, BUS, dan
UUS, dalam Laporan Profil Industri Perbankan (LPIP) Semester II/2015 OJK, 2015.
9
(qtq), 4,03% (qtq) dan 2,89% (qtq) menjadi sebesar Rp5.933 triliun, Rp3.828 triliun dan
Rp4.320 triliun. Selain itu, kondisi ketahanan Bank Umum Konvensional (BUK) juga masih
tetap solid, tercermin dari rasio kecukupan modal (CAR) sebesar 20,28% yang melebihi
batas ketentuan maksimal 8%. Lebih lanjut, Non Performing Loan (NPL) gross sebesar
2,46%

masih jauh dibawah threshold 5%, serta Return On Asset (ROA) sebesar 2,29% dan Loan To

Deposit Ratio (LDR) sebesar 88,46%. 5

Kondisi likuiditas perbankan secara umum juga masih baik. Hal ini diindikasikan dari rasio

AL/NCD2 maupun rasio AL/DPK3 perbankan pada posisi 24 Juni 2015 yang masih berada
diatas threshold masing-masing sebesar 77,14% dan 15,75%, meskipun mengalami
penurunan dibandingkan pada posisi 31 Maret 2015 masing-masing sebesar 90,73% dan

18,39%.

Dari sisi permodalan, ketahanan perbankan Indonesia masih cukup kuat. Hal ini
diindikasikan dengan tingkat permodalan yang relatif tinggi sebesar 20,28% meskipun
sedikit mengalamipenurunan dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 20,98%. Rasio
tersebut masih jauh di atas persyaratan Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum (KPMM).
Rasio modal inti menurun dari 18,40% pada triwulan I-2015 menjadi 17,75% pada
triwulan II-2015. Sementara itu, kinerja rentabilitas masih memadai, dengan ROA dan Net
Interest Margin (NIM)4 sebesar 2,29% dan 5,32% serta rasio BOPO (Beban Operasional
terhadap Pendapatan Operasional) sebesar 81,40%.

Sebagai pemegang otoritas, OJK telah melakukan langkah yang mengarah pada sistem
pengawasan global pada perbankan. OJK telah melaksanakan tiga kali pertemuan
Supervisory Colleges dengan beberapa Otoritas Pengawasan Bank, antara lain dengan
5
AL/NCD merupakan indikator likuiditas yang membandingkan antara Alat Likuid terhadap Non Core
Deposit. Likuiditas yang baik jika berada diatas threshold AL/NCD>50%. AL = Final Excess Reserve + Kas +
Penempatan pada BI lainnya + Reserve Repo, sementara NCD = 30% Tabungan + 30% Giro + 10% Deposito.
AL/DPK merupakan indikator likuiditas yang membandingkan antara Alat Likuid terhadap Dana Pihak
Ketiga. Likuiditas yang baik jika berada diatas threshold AL/DPK>10%. DPK = Tabungan + Giro + Deposito.
NIM (Net Interest Margin) merupakan indikator rentabilitas bank yang didapat dari rasio Pendapatan Bunga
Bersih terhadap rata-rata Total Aset Produktif (SE BI No. 13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011).

10
Monetary Authority of Singapore (MAS), United Kingdom (UK) Financial Services Authority
(FSA) dan Bank Negara Malaysia (BNM)). Pertemuan tersebut utamanya membahas profil
risiko, isu pengawasan yang penting, pertukaran informasi dan koordinasi pengawasan
terhadap tiga bank umum tergabung dalam kelompok bisnis keuangan Internasional.

DEngan semua langkah ini, sektor perbankan Indonesia diharapkan dapat lebih
meningkatkan ketahanan dan stabilitas melalui sistem keuangan yang lebih sehat, kokoh,
dan efisien, mempercepat fungsi intermediasi dan penyaluran dana masyarakat dalam
mendukung pembangunan, serta meningkatkan akses perbankan dalam rangka
peningkatan sektor keuangan yang inklusif.

Selain itu, otoritas keuangan sejumlah negara Asean telah mencapai kesepakatan terkait
kerangka integrasi perbankan ASEAN (ABIF). Hingga saat ini, terdapat tiga negara yang
telah bergabung dengan ABIF, yaitu Indonesia, Malaysia dan Singapura melalui perjanjian
bilateral antar negara.

ABIF diharapkan dapat memberikan manfaat yang paling optimal bagi seluruh negara
ASEAN melalui Qualified ASEAN Banks (QABs), dengan tetap mengedepankan prinsip
kehati-hatian agar integrasi perbankan tidak mengorbankan stabilitas sistem keuangan di
kawasan.

Dengan demikian, tiga pilar utama sektor keuangan ASEAN (perbankan, pasar modal dan
asuransi) secara paralel mulai bergerak menuju integrasi pada lingkup kawasan ASEAN.

Penutup
Tren perkembangan industri jasa keuangan yang semakin modern di tengah likuiditas yang
ketat memaksa perbankan untuk lebih kreatif lagi dalam menciptakan peluang bisnis baru
dan perlu terus menciptakan peluang-peluang bisnis baru yang menghasilkan keuntungan.

Penerapan MEA dengan segenap peluang dan tantangannya perlu mendapat perhatian
industri jasa keuangan nasional, termasuk didalamya pasar modal, perasuransian dan
perbankan nasional dalam menetapkan strateginya. Dibutuhkan pemikiran yang
menghasilkan daya saing yang komparatif serta strategi yang yang tepat agar bisa menjadi
pemenang pasar ASEAN.

11
Referensi

Tumbur M Silalahi, Peran dan Kesiapan Perbankan Menghadapi Masyarakat Ekonomi


ASEAN, Medan Bisnis, 27 Mar 2015.

Dumoly F Pardede, Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK,

Rahmat Waluyanto, (Wakil Ketua Otoritas Jasa Keuangan /OJK) , Bahan Diskusi
Indonesia's Capital Market Deepening in AEC Era di Hotel Pullman, Jakarta, Senin 5-5-2015.

Otoritas Jasa Keuangan, Database Statistik Industri Jasa Kuangan Non Perbankan, 2015.

Otoritas Jasa Keuangan, Profil Industri Sektor Perbankan pada triwulan II-2015.

12

Anda mungkin juga menyukai