T1 - 132007078 - BAB II Grand Teori
T1 - 132007078 - BAB II Grand Teori
LADASAN TEORI
Perilaku agresif adalah perilaku atau kecenderungan perilaku yang niatnya untuk
menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun psikologis (Buss & Perry, 1992).
Karena dalam penelitian ini menggunakan skala perilaku agresif yang disusun oleh
Buss & Perry 1992 yang mengacu pada teori belajar behavioral Thorndike dan
Teori perilaku terbagi menjadi dua pendekatan yaitu pendekatan biologis dan
dari beberapa teori yang bertolak belakang dari teoris pendekatan biologi yaitu para
teoris dari kalangan behaviorisme. Perilaku agresif dalam pendekatan belajar yaitu
sebagai perilaku yang dipelajari atau hasil belajar yang melibatkan faktor-faktor
perilaku berubah akibat adanya interaksi stimulus dengan respons, maka individu
akan mendapatkan suatu pengalaman yang baru. Seseorang dikatakan belajar apabila
stimulus dan outpun adalah respons yang penting dalam menujukkan seseorang itu
9
belajar. Dimana stimulus yang diberikan kepada peserta didik, sedangkan respons
adalah reaksi atau tanggapan dari peserta didik terhadap stimulus yang diberikan.
Pendekatan behavioral berorientasikan pada hasil yang dapat diukur dan diamati oleh
Skiner (dalam Hergenhann & Olson, 2008). Hasil dari pendekatan belajar behavioral
yaitu adanya suatu perilaku yang diinginkan oleh seseorang dimana pengulangan dan
pelatihan. Perilaku yang diinginkan dapat menjadi suatu kebiasaan. Dimana perilaku
yang diinginkan mendapat respons positif dan perilaku yang kurang susuai
tentang penyebab terjadinya perilaku agresif yang dilakukan oleh individu, dimana
perilaku agresif seseorang kepada orang lain bukan bersifat instingtif (naluri/bawaan)
merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain
yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respons adalah reaksi yang
dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan,
atau gerakan/tindakan. Agar tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu
adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui percobaan-
10
Konsekuensi dari law of readiness adalah:
a. Ketika seseorang siap untuk melakukan suatu tindakan, bila
melakukannya akan memuaskan.
b. Ketika seseorang siap untuk melakukan suatu tindakan, bila tidak
melakukannya akan menjengkelkan.
c. Ketika seseorang belum siap untuk melakukan suatu tindakan
tetapi dipaksa melakukan maka melakukannya akan
menjengkelkan.
2. Law of exercise (hukum latihan)
Hukum latihan terdiri dari dua bagian yaitu:
a. Law of use (hukum penggunaan), yaitu semakin sering suatu
koneksi (hubungan) stimulus dan respon dipraktekkan maka
koneksi itu makin erat atau dengan kata lain koneksi antara
stimulus dan respons akan menguat saat keduanya dipakai.
b. Law of disuse (hukum ketidakgunaan), yaitu bila koneksi
(hubungan) yang sudah terbentuk itu jarang atau tidak pernah lagi
dipraktekkan, maka koneksi itu akan melemah dan akhirnya
menghilang.
3. Law of effect (hukum akibat)
Law of effect (hukum akibat) adalah penguatan atau pelemahan dari suatu
koneksi antara stimulus dan respons. Jika suatu respon diikuti dengan
keadaan yang memuaskan (satisfying state of affairs), kekuatan
koneksi itu menjadi lebih kuat. Jika respons diikuti dengan keadaan
yang tidak memuaskan (annoying state of affairs), maka kekuatan
koneksi itu menjadi menurun. Hadiah (reward) dan hukuman
(punishment) memainkan peranan penting. Individu cenderung akan
mengulang suatu perilaku apabila perilaku tersebut menimbulakan
efek yang menyenangkan atau memuaskan, dan sebaliknya individu
tidak akan mengulang suatu perilaku apabila perilaku tersebut
menimbulkan efek yang tidak menyenangkan atau tidak memuaskan
bagi dirinya.
agresif yaitu perilaku yang diperoleh dari hasil belajar dari proses pembentukan
koneksi / hubungan antara stimulus dan respon. Dari tiga hukum pokok Thorndike
agresif, ketika individu siap melakukan perilaku agresif dan melakukan perilaku
agresif maka individu akan merasa puas. Individu yang siap melakukan perilaku
11
agresif tetapi tidak melakukan perilaku agresif maka akan merasa
menjengkelkan.
individu semakin sering berperilaku agresif maka perilaku agresif pada diri
individu akan semakin kuat dan sebaliknya individu tidak pernah atau jarang lagi
melakukan perilaku agresif maka perilaku agresif pada diri individu akan
3. Hukum akibat (law of effect) menjelaskan perilaku agresif terjadi dan diulang
oleh individu karena dengan perilaku agresif individu memperoleh hasil yang
menyenangkan maka perilaku agresif itu tidak akan mengulang perilaku agresif.
adalah suatu proses penguatan perilaku (reinforcement) baik penguatan positif atau
kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan. Menurut Skinner setiap suatu
Skinner (dalam Hergenhahn & Olson, 2008) operant conditioning terdiri dari dua
12
1. Penguatan (reinforcement)
Penguatan (reinforcement) adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas
bahwa suatu perilaku akan terjadi. Penguatan boleh jadi kompleks. Skinner membagi
penguatan ini menjadi dua bagian:
a. Penguatan positif adalah penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons
meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung (rewarding).
Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah , perilaku (senyum,
menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan
jempol), atau penghargaan (Juara 1 dsb).
b. Penguatan negatif, adalah penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi
respons meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang merugikan
atau tidak menyenangkan. Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain:
menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau
menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka
kecewa).
2. Hukuman (punishment)
Hukuman (punishment) adalah konsekuensi yang menurunkan probabilitas terjadinya
suatu perilaku atau apa saja yang menyebabkan sesuatu respon atau perilaku
menjadi berkurang atau bahkan langsung dihapuskan atau ditinggalkan. Dalam
bahasa sehari-hari kita dapat mengatakan bahwa hukuman adalah mencegah
pemberian sesuatu yang diharapkan, atau memberi sesuatu yang tidak
diinginnya.
belajar, diantaranya :
perilaku agresif dimana perilaku agresif tersebut mendapatkan pengutan positif dan
perilaku tersebut akan diulang oleh individu untuk memperoleh penguatan kembali.
13
Skinner 1938 (dalam Proborini, 2012) Perilaku merupakan respons atau reaksi
seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Perilaku agresif merupakan
hasrat atau keinginan yang selalu timbul berulang-ulang untuk menyakiti, merusak
atau keinginan yang selalu timbul baik secara fisik maupun mental. Perilaku agresif
menyakiti, dan melukai orang lain. Selanjutnya perilaku agresif merupakan perilaku
yang dilakukan seseorang dengan maksud untuk menyakiti dan melukai orang lain.
Dan yang terakhir adalah perilaku yang dilakukan seseorang dengan maksud untuk
melukai, menyakiti dan membahayakan orang lain dengan sengaja, namun apabila
menyakiti orang lain karena unsur ketidak sengajaan maka tidak dapat dikatakan
perilaku agresif. Sebaliknya niat menyakiti orang lain tetapi tidak berhasil maka dapat
dikatakan sebagai perilaku agresif. Agresi tidak hanya dilakukan secara fisik tetapi
Perilaku agresif akan terbentuk dan diulang oleh individu karena dengan melakukan
dapat dihindari, tetapi merupakan perilaku manusia yang bersifat potensial, yang
14
dapat dibangkitkan atau ditekan oleh pengalaman emosional yang timbul dari
kejadian aversif. Buss & Perry (1992) ada empat aspek perilaku agresi, yaitu;
fisik untuk mengekspresikan kemarahan atau agresi. Bentuk serangan fisik tersebut
secara verbal, yaitu melalui kata-kata atau penolakan. Bentuk serangan verbal
3. Anger (kemarahan)
Anger adalah perasaan marah, kesal, sebal dan bagaimana cara mengontrol hal
4. Hostility (permusuhan)
Hostility tergolong dalam agresi covert (tidak nampak). Hostility terdiri dari dua
bagian yaitu Resentmen seperti cemburu dan iri hati terhadap orang lain, dan
Suspicion seperti adanya ketidak kepercayaan, kekhawatiran, dan proyeksi dari rasa
15
1.1.2 Faktor yang mempengaruhi perilaku agresif
Buss & Perry (dalam Anderson & Bushman, 2002) menyatakan bahwa secara
umum perilaku agresif dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni faktor personal dan
faktor situasional.
1. Faktor Personal
a. Sifat
Sifat dapat menyebabkan individu lebih agresif dari pada individu lain. Misalnya,
b. Jenis Kelamin
terbukti lebih banyak terlibat tindakan agresif dibanding perempuan, dan pilihan
agresif antara laki-laki dan perempuan berbeda karena kebanyakan laki-laki lebih
c. Keyakinan
agresif lebih mungkin melakukan perilaku agresif ketimbang individu yang tidak
d. Sikap
Sikap adalah evaluasi umum seseorang terhadap diri mereka sendiri, orang lain,
objek-objek ataupun isu-isu tertentu. Sikap positif terhadap perilaku agresif terbukti
16
mempersiapkan individu untuk melakukan tindakan agresif. Sebaliknya, sikap negatif
agresif.
e. Nilai
Nilai adalah keyakinan mengenai apa yang harus dan sebaiknya dilakukan. Nilai
agresif. Contohnya, orang yang menganut nilai bahwa kekerasan diperbolehkan untuk
Tujuan hidup jangka panjang juga mempengaruhi kesiapan individu untuk terlibat
dalam perilaku agresif. Misalnya, tujuan beberapa anggota geng adalah untuk
dihormati dan dihargai. Tujuan ini mewarnai persepsi, nilai-nilai, dan keyakinan
anggota geng mengenai pantas tidaknya melakukan suatu tindakan tertentu, dan
agresif.
2. Situasional
pada sebuah senjata, akan lebih agresif dibandingkan ketika dihadapkan dengan
sebuah roket. Selain senjata, obyek lain termasuk dalam kategori ini adalah
17
b. Provokasi
gangguan yang menghambat pencapaian suatu tujuan dan sejenisnya. Karyawan yang
c. Frustrasi
Seseorang yang mengalami frustrasi terbukti lebih agresif terhadap agen yang
e. Obat-obatan
meningkatkan perilaku agresif secara tidak langsung. Individu yang berada di bawah
f. Intensif
18
Pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan untuk selalu menginginkan lebih
banyak hal. Maka dari itu, ada banyak objek yang dapat digunakan sebagai intensif
yang diberikan pada seseorang untuk melakukan tindakan agresif. Perilaku agresif
dapat dimediasi dengan memberikan imbalan berupa hal yang dianggap berharga oleh
tindakan kekerasan.
Mengukur perilaku agresif dapat dilakukan melalui dua pendekatan umum yaitu
1) Observasi alamiah yaitu salah satu tujuan observasi dalam konteks alamiah
perilaku agresif. Dalam tipe penilaian ini, alur alamiah perilaku pertama-tama
dicatat, kemudian dipecah menjadi unit-unit analisis yang lebih kecil, dan yang
sebelumnya. Pertanyaan tentang kapan dan dimana sampel perilaku itu diambil,
19
dan bagaiman cara menetapkan unit-unit analisi dasar, itu semua sangat penting
sehari-hari dengan cara yang tidak mencolok, untuk melihat hubungan antara
biasa, reaksi agresif para pengemudi yang ditetapkan berdasarkan latensi dan
3) Eksperimen Laboratoris
1) Paradigma guru-murid
untuk memainkan peran guru yang harus mempresentasikan tugas asosiasi kata
kepada orang lain yang berperan sebagai murid. Untuk kesalahan yang dibuat oleh
murid akan diberikan hukuman oleh guru dengan menerapkan stimulus advertif
kepada murid. Penunjukan kedua peran ini dilakukan secara bergantian sehingga
20
setiap responden berkesempatan memainkan peran guru, yang pilihan intensitas
Pradigma ini diperkenalkan pertama kali oleh Berkowitz (1962). Paradigma ini
atau provokasi yang telah dialami sebelumnya. Subyek diminta menulis bagi sebuah
tugas mengatasi masalah. Kemudian tugas tersebut akan dievaluasi yang akan
solusi yang subjek tulis, masing – masing subjek akan menerima satu sampai tujuh
kejutan listrik. Dalam fase kedua peran dibalik subjek mendapat kesempatan untuk
mengevaluasi solusi yang dibut orang lain. Jumlah kejutan listrik yang diberilakan
oleh subjek merupakan variabel dependen dan menunjukkan kekuatan respon agresif
mereka.
Bandura, Ross, dan Ross (1963) dalam penelitiannya mengukur perilaku agresif
dengan cara memperlihatkan seorang model yang bertindak agresif terhadap boneka
Bobo. Selanjutnya perilaku anak terhadap boneka Bobo diobservasi dan diukur dalam
4) Agresi verbal
Baron dan Richardson (1994) pengukuran perilaku agresif dilakukan dengan cara
respon agresif. Setelah itu reaksi verbal mereka dicatat, baik secara respons bebas
21
yang nantinya akan dianalisis isi agresifnya maupun sebagai evaluasi terstandar dari
seperti pikiran dan khayalan agresif, yang juga tidak dapat diobservasi.
mengenai perilaku agresif mereka sendiri, baik dalam konteks survei berskala besar
secara umum, atau hanya tindakan khusus pada ranah tertentu. Ukuran perilaku
agresif umum itu diukur, misalnya dengan skala agresi fisik dan verbal dari kuesioner
agresi (aggression questionnaire) yang disusun oleh Buss dan Perry (1992).
lain, misalnya untuk mengukur korespondensi antara laporan diri dan laporan orang
lain. Contoh skala yang dapat digunakan adalah skala taktik konflik (conflict tactics
scale) yang dikembangkan oleh Straus (1979) untuk mengukur kekerasan rumah
tangga
menojol bila orang-orang lain yang tahu banyak mengenai subyek diminta untuk
dan teman sebaya. Yang memiliki pengetahuan mengenai perilaku agresif orang
yang dimaksud.
22
3) Catatan arsip dari pada dengan cara menanyai individu mengenai perilakunya
sendiri atau perilaku orang lain, peneliti bisa mendapatkan informasi mengenai
perilaku agresif dari data arsip yang aslinya dikumpulkan untuk keperluan lain.
4) Di luar permintaan untuk melaporkan agresi pada tingkat perilaku, peneliti sering
tertarik untuk meneliti kondisi kognitif dan afektif perilaku agresif serta
dalam dirinya saat ini atau disposisi yang bersifat lebih menetap. Kuesioner
agresi yang dikembangkan oleh Buss dan Perry (1992) berisi dua skala semacam
itu, yaitu mengukur amarah dan permusuhan. Perbedaan antara keadaan saat ini
dan ciri sifat yang stabil dicerminkan dalam state trait anger scale yang
stimulus yang ambigu, seperti bercak-bercak tinta pada tes Rorschach atau
penelitian ini menggunakan kuisioner perilaku agresif yang dikembangkan oleh Buss
& Perry (1992). Dengan menggunakan kuisioner perilaku agresif dapat diperoleh
hasil tingkat perilaku agresif dari sangat tinggi sampai dengan sangat rendah sesuai
dengan skor yang diperoleh. Dimana skor yang didapat tinggi maka tingkat perilaku
23
agresifnya sangat tinggi dan sebaliknya skor yang diperoleh rendah maka tingkat
aspek perilaku agresif fisik, perilaku agresif verbal, kemarahan dan permusuhan.
Perilaku agresif dilakukan oleh individu, dengan begitu sebagian besar upaya
1. Katarsis
berkurang. Freud menyebut proses ini sebagai catharsis (katarsis). Kita semua
diri untuk mengekspresikan perilaku agresif dimasa mendatang. Agar katarsisi dapat
mengurangi agresif, urutan perilaku itu harus diinterupsi: harus ada pemutusan dalam
tidakan perubahan dalam diri korban atau perubahan dalam cara agresif
diekspresikan.
2. Hukuman
perilaku agresif (Stratus et al,1981). Namun ancaman dan hukuman dan balasan
setimpal bukan cara sederhana untuk mereduksi agresif. Anak yang sering dihukum
24
karena berbuat agresif justru akan cenderung lebih agresif (Sears, Maccoby &
perilaku agresif.
secara temporer dalam menekankan agresif langsung, namun teknik ini terlalu mahal
untuk mengatasi masalah. Sulit untuk bergantung pada control eksternal guna
meminimalkan kekerasan.
3. Mengelola kemarahan
agresif tentang model kemarahan yang bisa dimengerti dan hubungannya dengan
Novaco (1975).
pada individu yang menyadari kenyataan bahwa perilaku agresif mereka adalah
akibat kegagalan mengontrol implus agresif dan pada individuyang termotivasi untuk
mengubah cara mereka yang tidak kuat dalam menangani implus. Selain itu, control
25
mampu menyadari tentang penyebab-penyebab potensial dan keadaan-keadaan yang
dapat mengurangi perilaku orang lain yang negative dan menyebabkan frustasi.
repertoar perilaku baru diman pola-pola respons agresif dapat digantikan untuk
jangka waktu yang lebih lama. Mengamati orang-orang yang berperilaku nonagresif
1994)
Cara yang lebih efektif untuk mencegah dan mengurangi agresif fisik dan
kecederungan agresif fisik dan kemarahan melalui pencetusan afek negatif, misalnya
Harga diri yang mempunyai peran penting dan pengaruh besar terhadap sikap
dan perilaku individu. Pengertian harga diri menurut Coopersmith, (1978) merupakan
suatu proses penilaian yang dilakukan oleh seseorang terhadap dirinya sendiri. Proses
adalah serangkaian langkah sistematik atau tahapan yang jelas dan dapat ditempuh
berulang kali. Sedangkan penilaian adalah suatu pertimbangan atau proses yang
sesuatu. Harga diri merupakan serangkaian langkah sistematik yang dapat ditempuh
secara berulangkali dalam membuat suatu pertimbangan mengenai nilai sesuatu, yaitu
hasil yang dicapai individu dengan menganalisis seberapa jauh kesesuain perilaku
26
dengan ideal self. Karena penilaian berkaitan dengan diri sendiri, penilaian dapat
Individu yang dapat menerima dirinya apa adanya dan menilai baik tentang
dirinya, berarti individu tersebut mempunyai harga diri tinggi. Namun sebaliknya
individu yang memiliki harga diri rendah akan memandang dirinya dari sudut
dengan konsep diri yang positif. Individu dengan konsep diri yang positif dapat
memahami dan menerima fakta-fakta yang berbeda dengan dirinya, individu dapat
positif. Jika membicarakan evaluasi diri berarti membicarakan self dari komponen
berkaitan dengan dirinya yang mengekspresikan sikap setuju atau tidak setuju dan
menujukkan tingkat individu menyakini dirinya sendiri. Harga diri individu dapat
mengalami perubahan karena adanya interaksi antara individu dengan individu lain
dan interaksi individu dengan lingkungannya. Individu yang memiliki harga diri
tinggi biasanya akan memiliki hubungan antar pribadi yang lebih baik dan lebih
sering terpilih pada posisi kepemimpinan, merasa diterima oleh orang lain dan dapat
memberi pengaruh terhadap hubungan yang terjalin diantara individu. Individu yang
merasa senang dengan dirinya tidak akan tergantung secara berlebihan terhadap orang
lain agar memperoleh pengakuan, motivasi atau dorongan dan pengarahan. Individu
akan berada dalam posisi lebih baik untuk bekerja sama dalam hubungan dengan
orang lain.
27
Manusia hidup dan tumbuh dalam perkembangan berkelanjutan. Setiap orang
memerlukan harga diri, berapapun usia, latar belakang budaya serta pekerjaan dalam
hidupnya. Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidup ini dibentuk oleh persepsi dan
harga diri hamper mempengaruhi setiap segi kehidupan. Harga diri merupakan
kondisi psikologis seseorang yang relative tetap, juga bukan merupakan sesuatu yang
dibawa sejak lahir. Harga diri berhubungan dengan perkembangan, seirama dengan
interaksi individu dengan individu laian dan lingkunganya. Oleh karena itu harga diri
1. Penerimaan diri
meliputi sikap, perhatian, dan ekspresi perasaan mereka terhadap diri individu.
2. Penerimaan sosial
Proses indentifikasi anak dengan orang tua dalam pembentukan harga diri
seseorang. Keluarga adalah lingkungan pertama yang ditemui oleh individu dan
seseorang dapat merasakan dirinya dicintai, diinginkan, diterima dan dihargai, pada
akhirnya membantu individu untuk lebih dapat menghargai dirinya.Suka cita karena
28
dihargai, dapat di pelihara dengan ucapan pujian yang tulus dan diberikan dengan
konsisten.
3. Interaksi sosial
Interaksi sosial sebagai cara pandang dan evaluasi diri sendiri, harga diri
merupakan cermin dan kriteria penialaian orang-orang penting dalam dunia sosial
menginternalisasikan ide dan sikap yang diekspresikan oleh figure kunci dalam
kehidupannya. Individu cendrung memberi respons terhadap sikap diri yang sesuai
4. Penghargaan
kurang cakap dalam menghadapi lingkungan akan merasa dirinya kurang. Perasaan
kurang atau rendah diri akan mempengaruhi usahanya untuk memperoleh status
Individu yang memiliki harga diri tinggi memiliki ciri : mandiri, kreatif, yakin
tinggi, melihat dirinya sebagai orang yang berguna dan mempunyai harapan-harapan
yang tinggi, lebih berorientasi kepada kebutuhan, mempunyai pendapat sendiri dan
29
2. Harga diri Sedang
Individu yang mempunyai harga diri sedang memiliki ciri: hamper sama dengan
harga diri tinggi, namun disertai sifat-sifat memandang lebih baik dari kebanyakan
orang dan kurang yakin terhadap dirinya dan selalu tergantung pada penilaian orang.
Individu yang mempunyai harga diri rendah memiliki ciri kurang mandiri,
kurang kreatif, mempunyai rasa cemas yang tinggi, merasa dirinya kurang berguna
kurang percaya diri, malas menyatakan diri terutama jika mempunyai gagasan-
gagasan baru.
1. Faktor pengalaman
Pengalaman dalam bentuk emosi, perasaan, tindakan dan kejadian yang pernah
dialami individu yang dirasakan bermakna dan meninggalkan kesan dalam hidup
mengatasi kekurangan diri menyebabkan timbulnya kepercayaan diri dan harga diri
individu..
30
Pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anaknya yang
orang tua menujukkan orientasinya dan cara orang tua memberikan perhatiannya
serta tanggapan terhadap anaknya. Orang tua permisif atau mengijinkan, sampai
akhirnya orang tua menghukum anak dengan perlakukan kasar dan menghina serta
tanpa menujukkan kasih sayang.Sebaliknya orang tua anak yang memiliki harga diri
tinggi sangat memperhatikan tuntutan, ketentuan yang orang tua ciptakan untuk anak-
anak dan kepastian yang orang tua tuntut pada anak-anak.Dengan demikian orang tua
memberikan kepada anak sesuatu struktur moral yang jelas sehingga anak-anak dapat
Pola asuh orang tua menurut Coopersmith(1976) dapat meningkatkan harga diri
a) Anak menerima kasih sayang dan terlibat. Dimana orang tua secara terbuka dan
anak mereka.
b) Orang tua yang ketat, yang tegas dan aturan ditegakkan secara konsisten dalam
terbiasa menaati peraturan yang ada, namun jangan sampai anak tertekan dengan
aturan-aturan itu. Oleh karena itu orang tua harus berhati-hati dalam membuat
c) Anak akan menyukai orang tua yang menggunakan sedikit hukuman fisik atau
ancaman untuk menarik cinta. Orang tua dari anak-anak dengan harga diri
31
sedang akan lebih cenderung menggunakan hukuman badan atau penarikan cinta.
Kecenderungan ini bahkan lebih banyak dilakukan oleh orang tua yang memiliki
tua yang ketat dan tegas, tetapi terbukti bahwa anak dengan harga diri tinggi
antara remaja dengan orang tua, teman sebaya dan lingkungan sekitasrnya sehingga
menumbuhkan rasa aman dan nyaman dalam penerimaan sosial serta harga dirinya.
Kehilangan kasih sayang, penghinaan dan dijauhi teman sebaya akan menurunkan
harga diri.
kebutuhan hidup sehari-hari. Individu yang tingkat sosial ekonominya tinggi akan
32
2.2.5 Peningkatan Harga Diri
diri sendiri dan orang lain dengan baik maka hal tersebut akan mendorong
terbentuknya harga diri yang positif atau tinggi, demikian juga sebaliknya.
Kekuatan juga dikaitkan dengan inisiatif, pada individu yang memiliki kekuatan
membuat individu tersebut diterima dengan baik oleh masyarakat. Bila individu
mampu memberikan contoh atau dapat menjadi panutan yang baik bagi
individu dari orang lain. Berhasil atau tidaknya individu memiliki keberartian
diri dapat diukur melalui perhatian dan kasih sayang yang ditujukkan oleh
lingkungan.
33
4. Kompetensi (competence) yaitu memiliki usaha yang tinggi untuk mendapatkan
prestasi yang baik, sesuai dengan tahapan usianya. Apabila usaha individu sesuai
dengan tuntutan dan harapan, berarti individu memiliki kompetensi yang dapat
membantu membentuk harga diri yang tinggi. Sebaliknya apabila usaha individu
harapan dan tututan, individu tersebut merasa tidak kompeten dan dapat
perilaku agresif pernah dilaksanakan oleh Trisna 2010 yang meneliti Hubungan
antara self esteem dan perilaku agresif siswa SMA Yayasan Pendidikan Kotamadya
kuesioner. Analisis data menggunakan dua cara, yaitu data dianalisis dengan teknik
persentase dan uji korelasi product moment. Hasil penelitian menunjukkan sebagai
berikut: (1) Sebanyak 56,90% siswa SMA Yayasan Pendidikan Kotamadya Blitar
memiliki self esteem yang tinggi. (2) Sebanyak 56,90% siswa SMA Yayasan
Pendidikan Kotamadya Blitar memiliki perilaku agresif yang rendah. (3) Ada
hubungan negatif yang signifikan antara self esteem dan perilaku agresif siswa SMA
34
Nurdi dan suwarti (2001) melaksanakan penelitian untuk mengetahui
hubungan antara harga diri dengan kecederungan perilaku agresif pada anggota
satuan polisi pamong praja (SATPO PP) kabupaten banyumas. Penelitian ini
satuan polisi pamong praja kabupaten Banyumas. Hasil penelitian diperoleh rxy=-
0,476 dengan p<0,05 maka dapat disimpulkan terdapat hubungan negatif signifikan
antara harga diri dengan kecenderungan perilaku agresif pada anggota SATPOL PP
kabupaten Banyumas.
menyatakan bahwa individu dengan harga diri rendah lebih rentang terhadap perilaku
Berdasarkan latar belakang dan teori-teori yang ada hipotesis yang akan
1. Ada Hubungan signifikan antara Harga Diri Dengan Perilaku Agresif Fisik pada
2. Ada Hubungan signifikan antara Harga Diri Dengan Perilaku Agresif Kemarahan
35