Anda di halaman 1dari 3

MATERI INISIASI 4

ADBI4500 TUGAS AKHIR PROGRAM

KONSEP BUDAYA ORGANISASI

Budaya organisasi merupakan ciri khas dari suatu organisasi yang dapat mencerminkan citra dari
organisasi tersebut. Organisasi yang memunyai budaya positif, akan menunjukkan citra positif dari
organisasi yang bersangkutan. Demikian sebaliknya, apabila budaya organisasi tidak berjalan dengan
baik, akan memberikan citra yang negatif bagi organisasi (Wibowo, 2010:2).

Budaya organisasi merupakan terjemahan dari organization culture, dan menurut Ndraha (2003:4),
istilah ini sering disalingtukarkan dengan istilah budaya korporat/perusahaan (Corporate Culture) yang
dapat didefinisikan dalam berbagai pengertian. Mengacu pada pendapat tersebut, maka pengertian
budaya organisasi disamaartikan atau sinonim dengan budaya perusahaan. Dengan demikian,
penggunaan istilah budaya organisasi dan budaya perusahaan pada tulisan ini akan saling mengganti.

Menurut Sutrisno (2010:4) Budaya Organisasi atau budaya perusahaan adalah seperangkat nilai-nilai
(values), atau norma-norma yang telah relatif lama berlakunya, dianut bersama oleh para anggota
organisasi (karyawan) sebagai norma perilaku dalam menyelesaikan masalah-masalah organisasi
(perusahaan).

Schein (1985:9) mengemukakan bahwa budaya korporat (corporate culture) sebagai a pattern of basic
assumptions that was learned by a group as it solved its problems of external adaption and internal
integration, that has worked well enough to be considered valid and, therefore, to be taught to new
members as the correct way to perceive, think, and feel in relation to those problems.

Schein menjelaskan tentang budaya organisasi merupakan pola asumsi-asumsi dasar yang oleh suatu
kelompok telah ditemukan, dibuka, atau dikembangkan melalui belajar untuk memecahkan masalah-
masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal, dan telah berjalan cukup baik. Oleh karena itu,
diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk memandang, berpikir, dan
berperasaan yang sama dalam menyelesaikan permasalahan berorganisasi.

Menurut Kotter dan Heskett (1992:141) budaya organisasi adalah a set values and ways of behaving that
are common in a community and that tend to perpetuate themselves, sometimes over long periods of
time.

Hodge dan Anthony (1998:472) mendefinisikan budaya organisasi sebagai berikut: “Organization culture
is the mix of values and beliefes, assumptions, meanings, and expectations that members of a particular
organization, group or subgroup hold in common and thet they use as behavior and problem solving
guides”.

Pengertian budaya organisasi merupakan kombinasi dari nilai-nilai, keyakinan, asumsi-asumsi, makna
bersama, dan harapan dari anggota organisasi yang dijadikan pedoman untuk berperilaku dalam
organisasi dan sebagai pedoman untuk memecahkan permasalahan dalam organisasi.

Sementara itu menurut Kreitner dan Kinicki (2001:68) mengatakan bahwa budaya organisasi adalah
nilai-nilai dan keyakinan bersama yang mendasari identitas perusahaan. Definisi Kreitner dan Kinicki ini
menunjukkan bahwa budaya organisasi sebagai perekat organisasi yang mengikat anggota-anggotanya
melalui nilai-nilai yang ditaati, peralatan simbolis, dan cita-cita yang akan dicapai.
Menurut Kotter dan Heskett (1992:3-12) mengatakan bahwa budaya perusahaan mencakup dua aspek,
yaitu yang disebut share value yaitu nilai-nilai yang dianut dan dipegang teguh oleh seluruh anggota
organisasi, dan behavior, yaitu pola perilaku anggota organisasi yang terbentuk dalam aktivitas sehari-
hari. Share value umumnya akan membentuk dan memengaruhi behavior dari orang-orang yang ada di
dalam organisasi. Nilai-nilai utama budaya perusahaan sesungguhnya adalah upaya untuk membangun
share value. Dengan adanya share value, maka seluruh jajaran organisasi akan memiliki pedoman
mengenai nilai-nilai yang harus mereka pegang teguh dan dikembangkan ke dalam perilaku mereka
sehari-hari dalam aktivitasnya di perusahaan. Untuk mencapai budaya yang kuat (strong culture), maka
share value tersebut harus bisa diaktualisasikan ke dalam perilaku sehari-hari setiap orang yang ada di
dalam organisasi.

Realisasi share value menjadi behavior inilah yang merupakan pekerjaan yang paling besar dan tersulit
dalam keseluruhan upaya Posindo membangun culture baru. Sehingga untuk melakukannya dibutuhkan
effort yang sangat besar dari seluruh jajaran organisasi (Cahyana dalam Kertadjaja, 1999:173).

Berdasarkan beberapa teori yang telah dikemukakan di atas, penulis memberikan batasan tentang
budaya organisasi adalah seperangkat nilai-nilai (values) yang dianut bersama oleh seluruh anggota
organisasi (karyawan) sebagai pedoman beraktivitas sehari-hari dalam menyelesaikan masalah-masalah
organisasi (perusahaan).

Nilai-nilai itu sendiri bersifat abstrak, oleh sebab itu dinyatakan dalam bentuk semantik atau kata-kata
(Sutrisno, 2011:177). Kata “semantik” sengaja digunakan untuk membedakan kata sebagai pencerminan
suatu nilai (das sollen) dan nilai yang sudah menjadi tindakan (das sain). Pemilihan dan perumusan
semantik nilai-nilai harus benar, profesional, dan sesuai dengan yang diinginkan, serta ditanamkan
secara efektif menjadi nilai-nilai yang hidup, sehingga akan berdampak pada kinerja individu maupun
kinerja organisasi atau perusahaan. Nilai-nilai yang sudah menjadi tindakan yang secara terus-menerus
digunakan sebagai pedoman bertindak oleh sebagian besar anggota organisasi, maka nilai-nilai tersebut
menjadi budaya organisasi.

Benyamin (1997:4), menjelaskan bahwa budaya organisasi mempunyai dua tingkatan yang berbeda
dilihat dari sisi kejelasan dan ketahanan mereka terhadap perubahan. Tingkatan pertama, yaitu pada
tingkatan yang lebih dalam dan kurang terlihat, budaya merujuk pada nilai-nilai yang dianut bersama
oleh orang dalam kelompok dan cenderung bertahan sepanjang waktu bahkan meskipun anggota
kelompok sudah berubah. Pada tingkatan ini budaya bisa sangat sukar berubah, sebagian karena
anggota kelompok sering tidak sadar akan banyaknya nilai yang mengikat mereka bersama. Tingkatan
kedua, yaitu pada tingkatan yang lebih terlihat, budaya yang menggambarkan pola atau gaya perilaku
suatu organisasi sehingga karyawan-karyawan baru otomatis terdorong untuk mengikuti perilaku
sejawatnya. Budaya dalam pengertian ini, masih kaku untuk berubah, tetapi tidak sesulit pada tingkatan
nilai-nilai dasar.

Lebih lanjut Benyamin (1997:15) mengatakan bahwa budaya organisasi dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu budaya yang kuat (strong culture) dan budaya lemah. Organisasi yang mempunyai budaya kuat
biasanya dapat dilihat oleh orang luar sebagai memilih suatu gaya tertentu. Budaya yang kuat
menjadikan nilai-nilai yang dianut bersama itu dalam semacam pernyataan misi dan secara serius
mendorong para manajer untuk mengikuti pernyataan tersebut. Gaya dan nilai dari budaya yang kuat
cenderung tidak banyak berubah walaupun ada pergantian pimpinan karena akar-akarnya sudah
mendalam.
Dalam kaitan ini Robbins (2001:292) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan budaya yang kuat
adalah budaya di mana nilai-nilai inti dipegang secara intensif dan dianut bersama secara meluas. Makin
banyak anggota yang menerima nilai-nilai inti dan makin besar komitmen mereka kepada nilai-nilai itu,
makin kuat budaya tersebut. Sebaliknya, jika untuk organisasi yang berbudaya lemah, nilai-nilai yang
dianut tidak begitu kuat sehingga ciri dari sebuah organisasi tidak begitu menonjol dan kemungkinan
besarnya setiap pergantian pimpinan nilai-nilai yang dianut pun berubah sesuai dengan kebijakan
pimpinan yang baru.

Bagi para karyawan, budaya organisasi dapat memberikan arah atau pedoman berperilaku dalam
organisasi, sehingga tidak dapat semena-mena bertindak atau berperilaku sekehendak hati. Setiap
anggota akan memunyai kesamaan langkah dan visi di dalam melakukan tugas dan tanggung jawab
sehingga masing-masing individu dapat meningkatkan fungsinya dan mengembangkan tingkat
interdependensi antar individu/bagian dengan individu/bagian yang lain dan dapat saling melengkapi
dalam kegiatan usaha organisasi/lembaga. Di samping itu, budaya organisasi juga dapat mendorong
sumber daya manusia/anggota organisasi untuk selalu mencapai prestasi kerja atau produktivitas yang
lebih baik serta mengetahui secara pasti kariernya dalam organisasi sehingga mendorong mereka untuk
konsisten dengan tugas dan tanggung jawabnya.

Bagi organisasi, budaya organisasi yang kuat merupakan salah satu unsur yang dapat menekan tingkat
turn over karyawan, karena budaya organisasi mendorong anggota memutuskan untuk tetap
berkembang bersama lembaga. Di samping itu dijadikan pedoman dalam menentukan kebijakan yang
berkenaan dengan ruang lingkup kegiatan intern lembaga, juga untuk menunjukkan kepada pihak
eksternal tentang keberadaan organisasi dan ciri khas yang dimiliki, di tengah organisasi-organisasi yang
ada di masyarakat, serta sebagai acuan dalam penyusunan perencanaan organisasi.

Dengan adanya Budaya organisasi dapat mondorong keberhasilan pelaksanaan kebijakan-kebijakan


manajemen, termasuk kebijakan rekayasa ulang organisasi yang akan menyangkut perubahan struktur,
sistem, dan teknologi serta sumber daya manusianya. Oleh karena itu, apabila suatu organisasi
memahami dan menghargai keberadaan budaya organisasi serta memberi peluang bagi tumbuh dan
berkembangnya budaya organisasi tersebut, maka organisasi tersebut akan menjadi suatu organisasi
yang berhasil dalam melakukan perubahan.

Daftar bacaan:

Handoko, T. Hani, 1992. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Edisi Kedua, BPFE UGM,
Yogyakarta.
Kotter and Heskett, 1992. Corporate Culture and Performance. The Free Press, New York.
Soedjono, Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Organisasi Jurusan Ekonomi Manajemen,
Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/47
Moeljono Djokosantoso, 2003. Budaya Korporat dan Keunggulan Korporasi, Elex Media Komputindo,
Jakarta
Robbins, Stephern P., 1998. Organization Behavior, Concepts, Controversies, Application. Seventh
Edition, Englewood Cliffs dan PT. Prenhallindo, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai