Anda di halaman 1dari 37

TATALAKSANA GIGITAN

ULAR DAN KALAJENGKING


Aridamuriany D. Lubis

Departemen Anak
Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara
Medan - Indonesia

Ular yang penting secara medis di


Indonesia

South East Asian

snake species

Australasian snake
species
Data
• RECSINDONESIA (2017) 728 kasus

• Kematian 35 (4.8%)

• Perkiraan insidens 135.000/years

• Spesies ular yang paling banyak mengakibatkan kematian:


- Kingcobra (kerjaan/atraksi)
- Bungarus (kecelakaan kerja)
- Caloselesma (kecelakaan kerja)
- Death adder (kecelakaan kerja)
- Trimeresurus (peliharaan, kecelakaan kerja)
- Microphecis ikaheka (kecelakaan kerja)
- Cobra (kecelakaan kerja)
- Spesies yang belum teridentifikasi (peliharaan, kecelakaan kerja)

Perbedaan ular berbisa dan


tidak berbisa
• Indonesia, perkiraan jumlah spesies ular : 348
• Venomous (beracun) :
- Elapidae : 55

- Viperidae : 21

- Colubridae : 1

Elapidae (biasanya neurotoksin)


• Naja sputatrix (Kobra)
• Bungarus fasciatus (Ular welang)
• Death adder

Viperidae (biasanya hematotoksin)


• Trimeresurus insularis (ular viper pohon)
• Calloselesma rhodostoma (ular tanah)
• Daboia russelii siamensis (ular puspa)

Colubridae
• Calamaria lumbricoidea (ular alang-alang)
• Ahaetulla fasciolata (ular pucuk berbintik)
• Boiga cynodon (ular taring kucing)

Bisa Ular
•Komposisi bisa ular 90% terdiri dari protein. Masing-masing
bisa memiliki lebih dari ratusan protein berbeda: enzim (meliputi
80-90% bisa viperidae dan 25-70% bisa elapidae), toksin
polipeptida non-enzimatik, dan protein non-toksik, seperti faktor
pertumbuhan saraf
•Enzim pada bisa ular meliputi hidrolase digestif, hialuronidase,
dan aktivator atau inaktivator proses fisiologis, seperti
kininogenase

•Sebagian besar bisa mengandung L-asam amino oksidase,


fosfomono- dan diesterase, 5`-nukleotidase, DNAase, NAD-
nukleosidase, fosfolipase A2, dan peptidase

• Enzim ini menyebabkan destruksi jaringan lokal, bersifat toksik


terhadap saraf, menyebabkan hemolisis atau pelepasan
histamin sehingga timbul reaksi anafilaksis. Hialuronidase
merusak bahan dasar sel (jaringan ikat) sehingga memudahkan
penyebaran racun.

Masalah
• Data di Indonesia
• Pertolongan pertama
• Keterampilan dokter dan perawat (A, B, C)
• Antivenom
• Public Safety Center ?

Tatalaksana


Manifestasi Klinis
• Gejala lokal, edema, ekimosis (kulit kegelapan karena
darah yang terperangkap di jaringan bawah kulit), nyeri
tekan pada luka gigitan, pembesaran KGB di daerah
sekitar gigitan
• Gejala sistemik, hipotensi, otot melemah, berkeringat,
menggigil, mual, hipersalivasi, muntah, nyeri kepala,
pandangan kabur
• Laboratorum: darah rutin, faktor pembekuan darah, fungsi
ginjal, fungsi hati, elektrolit, kalsium, KGD, fibrinogen,
urinalisa (pemantauan berkala)

Pertolongan pertama Gigitan Ular di


luar RS

• Jangan panik
• Jangan menghambat aliran luka menggunakan
constricting band (seperti torniquet atau es
batu)

• Jangan menghisap luka gigitan ular

• Imobilisasi gigitan ular menggunakan


elasticated bandage
• Imobilisasi gigitan ular menggunakan
elasticated bandage

• Rujuk ke faskes terdekat


• Bawa ular yang telah mati atau foto ular ke
faskes tsb untuk penggunaan antivenom

• Lakukan 20 minute blood clotting test (20WBCT), caranya:


- Ambil botol gelas (JANGAN BOTOL PLASTIK)
- Ambil 2 ml darah pasien
- Masukkan ke dalam gelas kaca tersebut
- Tunggu sekitar 20 mnt
- Ulangi hasil tes ini minimal 2 kali

Hasil (setelah menunggu 20 menit):


- Clotting (+) : tidak ada gangguan koagulasi (non hematotoxin)
- Clotting (-) : gangguan koagulasi (hematotoxin)

• Rate Proximal Progression Test (RPP Test), caranya:


- Ambil plaster sebagai penanda awal edema
- Pastikan batas proksimal dari edema kemudian ambil batas distal dari edema
- Buat catatan kapan mulai pengukuran (tanggal, waktu)
- Ulangi setiap 2 jam
- Hasilnya: cm/jam
Contoh: 10/02/19 ; 09.00 - 11.00 = 4 cm, jadi kita evaluasi edema meningkat 2 cm
per jam (4/2)

Penatalaksanaan Gigitan Ular


Setelah di RS

• Pertahanakan jalan nafas, pernafasan dan


sirkulasi (Airway, Breathing, Circulation)

• Pemberian cairan dengan akses vaskular yang


adekuat (lihat kondisi hemodinamik)

• Pemeriksaan laboratorium menyeluruh


• Immobilisasi daerah gigitan

• Penggunaan Antibisa Ular (SABU) hanya bisa


digunakan jika ular yang menggigit termasuk dari 3
jenis ular yang mempunyai bisa ular (SABU)

• SABU hanya digunakan pada pasien yang benar-benar


memerlukannya dan sudah mempertimbangkan
manfaatnya dibandingkan resikonya, karena SABU
termasuk mahal dan sedikit persediaannya

• Indikasi pemakaian SABU, untuk pasien yang terbukti


atau dugaan digigit ular berbisa diikuti satu atau lebih
gejala berikut, keracunan menunjukkan gejala sistemik
(gangguan koagulopati, gejala neurotoksis, gangguan
kardiovaskular, AKI/gagal ginjal, Haemoglobin-/
myoglobin-uria, didukung hasil laboratorium, oedem
yang meluas, pembesaran KGB yang progresif)
• Bila terdapat gejala neurotoksin yang hebat dan
perdarahan spontan yang massif diberikan SABU 2 vial
ditambah larutan isotonis dan didrip, ulangi setiap 6
jam. Apabila dalam 1 jam kemudian terjadi perburukan
baik koagulopati, gangguan kesadaran pemberian
SABU dapat diulang
• Ditanyakan riwayat atopi/alergi dalam keluarga, setiap
pemberian SABU harus sudah tersedia epinefrin injeksi
untuk mengatasi komplikasi SABU

Antibisa ular di Indonesia


• Pemberian analgetik dan antibiotik (sesuai klinis)
• Monitoring tanda-tanda vital (denyut nadi, pernafasan,
temperature, tekanan darah), keluhan pasien, skala
nyeri, daerah yang digigit

• Jika diperlukan konsul PICU


Gigitan Kobra
Gigitan Trimeresurus (fase lokal)
Gigitan Trimeresurus (fase sistemik,
hematotoksin)
Simpulan
• Jangan panik jika ada korban gigitan ular, atau menangani gigitan ular
• Lakukan metode PBI (Pressure, Bandage, Immobilise) segera bawa
ke Faskes terdekat

• Pemberian SABU tidak boleh sembarangan harus berdasarkan jenis


ular yang menggigit

• Evaluasi dan Follow up


• https://youtu.be/XZNE2Lgo4Bk
• https://youtu.be/6VqZkYxumNM

• Arthropoda terbagi menjadi 4 kelas, yaitu Kelas Crustacea (golongan


udang), Kelas Arachnida (golongan kalajengking dan laba-laba), Kelas
Myriapoda (golongan luwing) dan Kelas Insecta (serangga)

• Arachnida meliputi kalajengking, laba-laba, tungau atau caplak.


Umumnya hewan ini bersifat parasit yang merugikan manusia, hewan
dan tumbuhan dan juga bersifat karnivora sekaligus predator

• Kelompok Arachnida tersebut yang memiliki racun secara alami adalah


kalajengking dan laba-laba, namun demikian di Indonesia kedua jenis
hewan tersebut tidak menyebabkan keracunan yang fatal.

Kalajengking :

• Berukuran kecil berkaki delapan dengan ekor yang mengandung


racun

• Habitat kering dan lingkungan yang panas, namun beberapa spesies


dapat ditemukan di hutan

• Aktifdi malam hari, memakan serangga dan kalajengking kecil


lainnya, pada siang hari biasanya bersembunyi di bawah batu, batang
kayu atau pohon

• Mampu bertahan hidup dalam berbagai kondisi baik panas kering


maupun dingin hingga beku tanpa makan dan minum selama
berbulan-bulan

Heterometrus spinifer Heterometrus cyaneu Heterometrus liophysa Heterometrus longimanus


s

• Tubuh kalajengking terdiri dari dua bagian yaitu bagian sefalotoraks dan
bagian ekor

• Memiliki delapan kaki, sepasang capit dan ekor yang panjang


• Pada ekor kalajengking terdapat telson pada ujung ekor yang
mengandung dua kelenjar racun yang mengeluarkan racunnya melalui
penyengat tajam di ujung ekor

• Ciri-ciri kalajengking yang racunnya mematikan adalah capitnya terlihat


lemah, bagian badan kurus namun bagian ekor gemuk

•Terdapat sekitar 1500 spesies kalajengking di seluruh dunia dan sekitar


25 spesies diantaranya dapat membunuh manusia

•Racun kalajengking merupakan campuran kompleks yang terdiri dari


protein, neurotoksin, nukleotida, asam amino, kardiotoksin, nefrotoksin,
toksin hemolitik, fosfodiesterase, fosfolipase A, hyaluroinidase,
asetilkolinesterase, glikosaminoglikan, histamin, serotonin, dan zat-zat
lain

•Sengatan kalajengking menyebabkan rasa sakit yang luar biasa yang


menjalar ke dermatom (area kulit dengan saraf spinalis) yang dapat
menimbulkan efek sistemik yang mengancam jiwa

• Efeksengatan kalajengking umumnya hanya menyebabkan efek lokal


berupa rasa nyeri (kadang-kadang parah, rasa terbakar dan dapat
menyebar), bengkak, kemerahan pada lokasi sengatan, sensitif terhadap
sentuhan, dan sensasi mati rasa/kesemutan
• Reaksi hipersensitivitas.
• Pada beberapa spesies kalajengking mempengaruhi sistemik. Racun
kalajengking menyebabkan efek keracunan parah yang menstimulasi
efek sistem saraf simpatis dan parasimpatis
• Tanda-tanda dan gejala autonomic storm yaitu stimulasi parasimpatetis
sementara (muntah, keringat berlebihan, salivasi kental, bradikardi,
kontraksi ventrikel prematur, hipotensi) dan stimulasi simpatis
berkepanjangan (ekstremitas dingin, hipertensi, takikardi, edema paru
dan syok)


Pertolongan pertama :

• Secara umum efek sengatan kalajengking tidak menimbulkan efek


berbahaya (Indonesia)
• Dirawat dirumah dan dimonitor selama 8 jam
• Bersihkan lokasi sengatan dengan air dan sabun atau antiseptik ringan
• Penanganan awal berupa kompres pada lokasi sengatan dengan air
dingin / kantung es selama 15-20 menit
• Imobilisasi
• Antihistamin dan anti nyeri non narkotik

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai