PWKL 4204
1.Ada beberapa aspek dari dimensi ruang dan daerah yang berkaitan dengan administrasi
pembangunan daerah:
Aspek pertama adalah regionalisasi atau perwilayahan. Regionalisasi, sebagai bagian dari upaya
mengatasi aspek ruang dalam pembangunan, memberikan keuntungan dalam mempertajam fokus
dalam lingkup ruang yang jauh lebih kecil dalam suatu negara. Unit-unit wilayah dapat dibentuk
karena alasan historis, geografis, kondisi ekonomi, atau latar belakang sosial budaya (Kartasasmita,
1996d).
Aspek ke dua, yaitu ruang, akan tercermin dalam penataan ruang. Tata ruang adalah perwujudan
struktur dan pola ruang, yang pada hakikatnya merupakan lingkungan fisik yang mempunyai
hubungan organisatoris/fungsional antar a berbagai macam objek dan manusia yang terpisah dalam
ruang-ruang. Pengelolaan ruang dalam dimensi administratif adalah upaya mengoptimasikan
sumber daya untuk pembangunan (Kartasasmita, 1995d).
Aspek ke tiga adalah otonomi daerah. Dimensi administratif yang berkaitan dengan otonomi adalah
desentralisasi. Desentralisasi pada dasarnya adalah penataan mekanisme pengelolaan
kebijaksanaan dengan kewenangan yang lebih besar diberikan kepada daerah agar
penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan menjadi lebih efektif
Aspek ke empat adalah partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Salah satu karakteristik atau
ciri sistem administrasi modern adalah bahwa pengambilan keputusan dilakukan sedapat-dapatnya
pada tingkat yang paling bawah (grass-root level). Dalam hal ini masyarakat, bersama-sama dengan
aparatur pemerintah, menjadi stakeholder dalam perumusan, implementasi, dan evaluasi dari
setiap upaya pembangunan. Paradigma pembangunan yang memberi kesempatan dan bertumpu
pada masyarakat menjadi bagian dari sistem perencanaan.
Aspek ke lima, adalah dimungkinkannya keragaman dalam kebijaksanaan (policy diversity). Dari segi
perencanaan pembangunan harus dipahami bahwa satu daerah berbeda dengan daerah lainnya.
Tak ada satu pun daerah yang memiliki karakteristik yang sama, baik dari potensi ekonomi, sumber
daya manusia, maupun kelembagaan masyarakatnya. Maka kebijaksanaan yang bersifat nasional
harus luwes (flexible), agar aparat memodifikasi pemerintah dibawahnya dapat mengembangkan
dan kebijaksanaan tersebut sesuai dengan kondisi masing-masing wilayah (Heaphy, 1971).
konflik Tujuan
Konflik yang terjadi apabila hasil akhir yang diinginkan tidak bersifat kompatibel
Konflik Kognitif
Konflik yang muncul apabila individu-individu menyadari bahwa pemikiran mereka atau ide-ide
mereka tidak konsisten satu sama lain.
Konflik Efektif
Konflik yang muncul apabila perasaan-perasaan tidak kompatibel satu sama lain.
3. Menurut Minnery (1980), proses manajemen konflik perencanaan kota merupakan bagian yang
rasional dan bersifat iteratif, artinya bahwa pendekatan model manajemen konflik perencanaan kota
secara terusmenerus mengalami penyempurnaan sampai mencapai model yang representatif dan
ideal.
2. Klarifikasi karakteristik dan struktur konflik, evaluasi konflik (jika bermanfaat maka dilanjutkan
dengan proses selanjutnya).
4.Menentukan peran perencana sebagai partisipan atau pihak ketiga dalam mengelola konflik.