PROPOSAL PENELITIAN
Oleh
1806002015015
1443 H/ 2022 M
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma adalah salah satu bentuk tekanan emosional, fisik dan mental, yang
dialami oleh seorang korban dalam suatu kejadian buruk dalam hidupnya. Hal ini
mental. Akibatnya korban menjadi orang yang anti sosial, berusaha menutup diri
seperti kehilangan jati diri, kehilangan kebahagian yang dulu pernah dirasakan.
(Abrianto, 2018)
Menurut Sri, (2015) trauma adalah suatu tekanan emosional dan psikologis
yang terjadi karena, peristiwa tidak menyenangkan, trauma bisa menimpa siapa
saja tampa memandang umur, dan warna kulit. Sehingga korban akan mengalami
trauma sepanjang waktu, dapat menimbulkan perasaan sakit pada seseorang atau
diri korban, baik disegi fisik maupun mental, bahkan sering menyebabkan
dengan “post traumatic stress disorder” (PTSD) atau gangguan stress pasca
trauma.
Menurut Willey dan Sons dalam Citra (2015), trauma merupakan keadaan
bahaya fisik atau psikis, bahkan hampir menyebabkan kematian, menurut APA
2
trauma, sangat sulit untuk melupakan pengalaman buruk tersebut, sehingga rasa
Society), menjelaskan bahwa reaksi setiap orang berbeda-beda dilihat dari segi
trauma yang mereka alami, namun sebagian besar, dapat pulih dari trauma dengan
pakar psikologis menjelaskan trauma dapat pulih dengan cara rehabilitas atau bisa
Trauma Healing adalah, salah satu bentuk proses pemulihan yang sedang
dihadapi oleh para korban, agar bisa pulih dari pengalaman buruk, pentingnya
masa pemulihan, supaya mereka tidak merasa sendiri dalam menghadapi masalah
yang tengah mereka alami. Pemulihan setiap orang memerlukan waktu berbeda-
beda dan tidak bisa diperkirakan sampai kapan trauma tersebut akan hilang
(Kusumandari, 2019).
yang tidak diinginkan, masa seumuran mereka masih memerlukan kasih sayang
dari orang tua, merasakan indahnya dunia bermain, tetapi kenyataanya adalah
mereka harus menghadapi rasa truma dalam pelecehan seksual (Anhusadar, 2016)
Pelecehan seksual adalah salah satu bentuk kekerasan fisik termasuk dalam
penyalah gunaan hubungan perempuan dan laki-laki yang merugikan salah satu
3
pihak, pelecehan seksual pada anak adalah pemaksaan, ancaman atau
anak sebagai rangsangan seksual, pelaku pelecehan seksual dapat berasal dari
kalangan keluarga terdekat seperti paman, sepupu laki-laki dan bahkan ayah
berkepanjangan artinya, mereka akan selalu mengingat tentang apa yang telah
terjadi hingga tumbuh dewasa. Merasa dihantui oleh rasa takut dengan perasaan
dan permasalahan akan berakibat fatal, pada masa tersebut anak sudah mengalami
Akibat dari pelecehan seksual pada anak dapat berupa fisik, psikologis,
pemerkosaan dan berupa luka atau robek pada selaput darah. Pada psikologi
meliputi trauma mental, ketakutan, rasa malu, kecemasan bahkan keinginan atau
percobaan bunuh diri, efek lingkungan sosial yaitu perlakuan sinis dari masyarakat
di sekelilingnya, berusha menutup diri dari lingkungan dan tidak mau mengikuti
aktifitas diluar rumah, mengurung diri dikamar, takut untuk bertemu orang baru.
(Marcheyla, 2013).
4
seksual terjadi di Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang nomor (23, 2002)
pasal 1 dan 2 menjelaskan tentang anak adalah seseorang yang belum berusia 18
hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara
Undang-udang nomor (39, 1999) tentang Hak Asasi Manusia juga mengatur
perihal hak warga negara untuk bebas dari kekerasan seksual, dalam Pasal 1 ayat 4
sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmasi
dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah
Maka perlu adanya perlindungan anak juga terkait dengan lima pilar yakni,
mengupayakan agar setiap hak anak tidak dirugikan. Perlindungan anak bersifat
melengkapi hak-hak lainnya menjamin, bahwa anak-anak akan menerima apa yang
dibutuhkan agar mereka, dapat bertahan hidup, tumbuh dan berkembang. Akan
5
tetapi, pada kenyataannya kondisi anak di Indonesia masih sangat memperhatikan
(Fitriani, 2016).
pelecehan seksual, beberapa korban banyak ditemukan pada anak usia 18 tahun ke
Dampak trauma pada kesehatan mental yaitu, perasaan di hantui oleh rasa
takut, tidak mau bertemu dengan orang-orang baru, muncul rasa panik dan cemas
ketika ada orang yang datang untuk bertanya, tentang peristiwa pelecehan seksual
yang terjadi, akibatnya korban sering mengurung diri di dalam kamar. Mengalami
rasa sedih berkepanjangan, munculnya pikiran negatif dan, terlalu sensitif terhadap
banyak hal di sekelilingnya, merasa waspada karena takut akan ada bahaya lain.
Mngalami shock atau terkejut karena tidak bisa percaya dengan kejadian buruk
bahwa korban yang memikat pelaku untuk berbuat demikian, mereka berpikir
lingkungan sosial, tidak mau berinteraksi berusaha, menutup diri dari lingkungan
6
sosial yang selalu menyudutkannya, seharusnya mereka di berikan dukungan agar
bisa bangkit dari trauma, dan tidak menyebarkan berita yang membuat korban
semakin terpuruk, mereka butuh dukungan agar bisa sembuh dari trauma.
Oleh sebab itu perlu adanya penanganan trauma, dalam kasus pelecehan
seksual untuk perbaikan mental korban, agar baik secara fisik maupun psikis salah
perorangan. Konseling perorangan yaitu, salah satu bentuk layanan tatap muka
antara seorang konselor dan klien dalam pengetasan masalah pribadi, dan proses
seorang klien, agar mereka bisa bercerita tentang peristiwa yang sedang menimpa
dirinya, tugas seorang konselor ialah berusha menciptakan rasa aman, percaya, dan
yakni agar dapat membantu para korban dalam pemilihan trauma, dan berusaha
layanan agar bisa pulih dari trauma yang mereka hadapi, memberikan dukungan
dan perlindungan supaya mereka kembali pulih dan bisa menlajutkan kehidupan
B. Rumusan Masalah
7
Dalam Pemulihan Trauma Korban Pelecehan Seksual Di Dinas Sosial Kabupaten
50 Kota.”
C. Batasan Masalah
D. Tujuan Penelitian
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
2. Manfaat Praktis
Bagi para korban dapat memulihkan trauma yang sedang dirasakan oleh
8
3. Bagi dinas sosial Kabaupaten 50 kota, sebagai tujuan dapat mengatasi berbagai
masalah yang sedang ditangani, dan mencari solusi dan infomasi agar korban
4. Bagi prodi, hasil penelitian di harapkan sebagai bahan acuan bagi penelitian
selanjutnya
F. Definisi Operasional
maka peneliti akan menjelaskan beberapa istilah yang ada dalam penelitian
sebagai berikut:
9
masyarakat. Maka yang dimaksud dengan layanan
10
emosional dan fisik dapat dikatakan serius karena
(Rahma, 2018).
11
seksual orang dewasa atau oleh anak kepada anak lainnya.
S.H.
12
kabid rehabilitas sosial.
G. Sistematika Penulisan
seksual.
BAB III : Metode penelitian, subjek penelitian, sumber data, teknik pengumpulan
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Trauma Healling
13
1. Pengertian Trauma Healling
Kata trauma, berasal dari kata bahasa Yunani tramatos yang berarti luka
yang bersumber dari luar, trauma memiliki pengertian ganda, yakni secara
medis dan psikologis. Trauma dalam paradigma medis adalah seluruh aspek
trauma fisik, yaitu trauma pada kepala atau bagian tubuh lainya yang juga,
dikenal sebagai cedera atau gangguan fungsi normal bagian tubuh berasal, dari
Trauma adalah jiwa atau tingkah laku tidak normal akibat, tekanan jiwa
atau cedera jasmani karena mengalami kejadian sangat membekas dan tidak
bisa dilupakan. Trauma dapat terjadi pada anak yang pernah menyaksikan,
yang tengunjang jiwa dan mental dalam luka sangat dalam, mengalami
dalam peristiwa dimasa lalu, dalam masa pemulihan dimulai dengan melibatkan
para korban dalam proses komunikasi cukup baik, dimana setiap korban
adalah berusaha membangkitkan rasa aman dan percaya dalam diri mereka,
14
untuk mengungkapkan dirinya, serta menceritakan secara detail pengalaman
2. Gejala-gejala trauma
a. Gejala Fisik
1) Tubuh terasa panas, artinya anak mengalami deman dengan suhu badan
menelan, bahkan mulut terasa pahit, dan tidak memiliki nafsu makan, dan
meski anak tersebut tidak melalakukan aktifitas, badan yang terasa sakit
saat akan tidur, sehingga anak menjadi tidak nyaaman dengan keadaan
dirinya sendiri.
4) Perut terasa mual, biasanya perut tidak nyaman, akan menyebabkan rasa
mual atau ingin muntah saat memakan makanan yang sedang dimakan.
5) Badan terasa lemah, anak akan merasa gelisah, rewel, jika kondisi
15
untuk bernapas, detak jantung lebih cepat dari sebelumnya yang akan
b. Kognitif.
terjadi adalah:
1) Suka keliru, dan tidak percaya lagi dengan orang lain, bahkan dengan
sadarnya.
saat anak mengalami taruma anak akan sering berpikir negatif dan
Pada efektif gejala trauma yang sering muncul pada anak adalah:
16
lain, mengalami rasa terkejut berlebihan, sehingga kadang-kadang
d. Pada perilaku
akan mengalami tanda-tanda trauma seperti hal tersebut. Akan tetapi tidak
tergantung pada tingkat truma yang sedang dialami oleh korban, maka
3. Ciri-Ciri Trauma
17
Beberapa pakar psikologi atau psikiater merumuskan beberapa keadaan
penghayatan yang berulang dari trauma sendiri seperti: Ingatan yang selalu
membuat korban menjadi murung, sedih dan putus asa. Contohnya seperti:
merasa tidak nyaman, saat berada di luar rumah, rasa takut seketika masalah
akan muncul kembali, gangguan tidur disertai mimpi dan gangguan gelisah,
kurangnya daya ingat atau tidak bisa berkonsentrasi saat pembelajaran, dan
4. Aspek-Aspek Traumaa
a. Kekerasan emosional
18
Kekerasan emosional dapat diartikan sebagai sikap atau perilaku
berakibat buruk bagi perkembangan pada masa remaja, dan sampai hingga
lain adalah akan terlibat dalam penganiayaan baik secara fisik maupun
b. Kekerasan Seksual
anak dengan yang lebih tua, atau orang dewasa seperti orang asing, saudara
sekandung atau bahkan orang tua sendiri. Anak dipergunakan sebagai objek
harus melibatkan kontak badan antara pelaku dengan korban (Bahri, 2015)
c. Kekerasan fisik
19
jangka waktu lama, akan menimbulkan cedera serius, meninggalkan bekas
baik fisik maupun psikis, anak menjadi menarik diri dari lingkungan sosial,
d. Penyiksaan emosional
anak basah atau lapar karena orang tua terlalu sibuk atau tidak ingin
diganggu waktunya.
Orang tua secara emosional berlaku keji pada anaknya, akan terus
20
Menurut Kartini Kartono dalam Cahya (2020) sebab-sebab trauma adalah
sama, dan ditimbulkan kemudian direspon oleh ketakutan, walaupun ada usaha-
peristiwa terjadi, hal memicu munculnya gangguan stres paska kejadian trauma
trauma.
juga turut berperan, bagi kesehatan mental dan fisik individu kurang bagus
adalah suatu proses konseling yang dilakuan oleh seorang konselor kepada
seorang klien bertujuan untuk mengetahui, masalah terjadi dan mencari jalan
keluar dari masalah tersebut, konseling perorangan dilakukan oleh dua orang
atau empat mata didalam sebuah ruangan yang tidak bisa didengar oleh orang
21
lain. Konseling perorangan merupakan suatu hal penting dalam pendidikan
konseling perorangan tidak bisa lepas dari peran orang tua, dan masyarakat.
depan studi dan kariernya dalam perencanaan karier yang dilakukan bisa satu
visi dan satu tujuan. Secara khusus layanan konseling perorangan yaitu layanan
22
bermakna, dan konseli berupaya memberikan bantuan, untuk pengembangan
konseli, didukung oleh keahlian dan dalam suasana laras dan integrasi,
( Sitorus, 2021)
proses membantu konselor kepada klien mendapat apa yang menjadi tujuan
masalah dan upaya mengembangkan pribadi klien dalam menjadikan diri klien
bisa beradaptasi dan dapat melakukan penyesuain dengan lingkungan sosial dan
moral.
firman Allah:
Qur’an sesuatu yang menjadi obat penawar bagi hati dari penyakit kebodohan,
kekafiran dan keraguan, dan sesuatu menjadi obat bagi badan bila melakukan
23
ruqyah dengannya juga, dari Al-Qur’an itu kami turunkan sesuatu menjadi
Makna dari ayat diatas yakni Allah menurunkan Al-Qur’an sebagai bahan
pembelajaran untuk menata hidup menjadi lebih baik dan teratur bagi orang-
orang berpegang teguh kepada Al-Qur’an, bagi siapa tidak berpedoman dan
berpegang teguh kepada Al-Qur’an, hidupnya akan menjadi tidak tentram, akan
perorangan adalah:
24
berusaha berhati-hati di manapun berada, hal tersebut merupakan hal
adalah mencari, menumukan masalah yang terjadi kepada seorang klien, dan
a. Pemahaman
dam memahami apa yang sedang dirasakan oleh seorang klien memberikan
25
dukungan terhadap masalahnya, dan mencari jalan terbaik dari permasalahan
tersebut.
agar klien tidak berlarut dalam kesedihan yang tenngah dirasakan. (Yeni,
2019).
c. Fungsi Pengentasan
mencari jalan keluar dari masalah yang sedang dihadapi, memberikan solusi,
26
konselor yaitu membantu menyembuhkan kondisi agar bisa keluar dari
d. Pemeliharaan
akan timbul serta akan menambah masalah baru bagi seorang klien, yaitu
memelihara sesuatu yang baik pada diri individu baik hal itu merupakan
e. Fungsi advokasi
oleh klien, contohnya yaitu melanggar UUD tentang perlindungan anak, dan
a. Teknik attending
teknik dilakukan oleh seorang konselor dalam upaya membangun rasa aman
27
berekspresi secara bebas. Perilaku Attending meliputi kontak mata, gesture
b. Teknik Empati
merasakan kondisi dialami oleh orang lain baik, yang dikenalnya ataupun
Oleh karenanya, krisis empati melanda generasi Indonesia pada saat ini
adalah masalah penting yang harus diperhatikan dan dicari, solusinya baik
2015) .
individu, terhadap perbedaan sudut pandang dan pendapat orang lain, empati
emosi mengusik hati nurani seseorang, ketika melihat orang lain kesusahan.
sayang, memahami kebutuhan orang lain, serta mau membantu orang lain
c. Teknik Refleksi
28
non verbal, teknik refleksi digunakan dalam mengembangkan keterampilan
yang dimiliki oleh konselor sehingga seorang klien merasa nyaman saat
berkaitan dengan masalah sikap respek, disamping itu juga, teknik refleksi
2020)
d. Teknik Eksplorasi
perasaan, pengalaman, dan pikiran klien, hal ini penting, karena kebanyakan
e. Teknik Parafrase
yang paling penting. Persingkat atau klarifikasi inti dari apa yang baru saja
29
memberi umpan balik pada kata-kata dan frasa kunci, tetapi menangkap, dan
menyaring esensi kognitif dari apa yang dikatakan klien. Lalu, klien akan
tanpa mengulang cerita yang sama persis. Mereka juga menjadi lebih jernih
dan terorganisir dalam berpikir. Jika parafrase tidak akurat, klien memiliki
layanan atau kegiatan bersikap terbuka dan tidak berpura-pura, baik dalam
berbagai informasi, dan materi dari luar yang berguna bagi mengembangkan
individu, agar klien dapat terbuka dan tidak berpura-pura saat menceritakan
30
b. Asas kerahasiaan
(Mulkiyan, 2017).
c. Asas Kesukarelaan
tidak adanya paksaan dari siapapun. Karena seorang klien, diharapkan secara
d. Asas Kemandirian.
2019).
31
Pelecehan seksual adalah salah satu perilaku bertentangan dengan Undang-
Undang, baik hanya berupa tindakan mengancam atau tindakan yang sudah
benda, atau juga bisa menyebabkan kematian seseorang. Pada kasus kekerasan
seksual tidak hanya menyerang pada kekerasan fisik, tetapi secara tidak langsung
juga menyerang mental korban. Dampak mental dialami korban akibat adanya
yang di alami, dibutuhkan waktu cukup lama agar korban benar-benar pulih dari
tidak diinginkan oleh seseorang terhadap orang lain, pendekatan seksual dilakukan
tidak harus selalu bersifat fisik, namun juga dapat berbentuk verbal. Oleh karena
itu, pelecehan seksual dapat hadir dalam berbagai bentuk, contohnya seperti
pemerkosaan, menyentuh badan orang lain dengan sengaja, ejekan atau lelucon
membuat gerakan seksual melalui tangan atau ekspresi wajah (Pamungkas, 2020).
menikmati pelecehan seksual, ketika korban sudah berani melaporkan kasus yang
terjadi padanya, tidak jarang pula aparat ataupun pihak berwajib tidak menanggapi
laporan tersebut, dan tidak serius dan menganggap remeh. Perlindungan, perhatian
32
pertimbangkan dalam kebijakan hukum pidana dan kebijakan sosial, baik lembaga
sosial yang ada maupun lembaga kekuasaan negara (Paradiaz dkk, 2022)
khusus dari pemerintah daerah. Setiap korban harus diberikan perlindungan dan
perlindungan saksi dan korban. Begitu juga dengan tim investigasi harus
dalam lingkungan sosial yang mendapatkan reputasi baik dari publik (J. C. Sitorus,
2019)
D. Penelitian Relevan
P2TP2A lamban ratu agom Kabupaten (Studi Kasus di P2TP2A Lamban Ratu
33
lamban ratu agom dibentuk untuk menangani atau memantu korban kekeraan baik
dalam memenuhi hak korban yaitu hak atas kebenaran hak atas perlindungan, hak
atas keadilan dan hak atas pemulihan atau pemberdayaan serta mewujudkan
dan anak secara menyeluruh, tim pendamping melakukan kunjungan rumah (home
visit) dan setelah tiba dirumah korban, tim pendamping menjelaskan maksud dan
tentang korban pelecehan seksual terutama pada anak dapat menyebabkan anak
belajar, masalah pendidikan termasuk dropt-out dari sekolah, kesehatan fisik dan
berdampak sangat serius pada kehidupan anak dikemudian hari. Maka perlu
adanya penanganan tepat bagi korban yaitu berupa konseling diterapkan dalam
34
proses pendampingan untuk pemulihan anak mendapatkan perlakua salah secara
pemahaman diri korban baik secara individu maupun keluarga, kepada para
untuk menangani pos traumatic stress disorder (PTSD) pada anak korban
diri dan mengembangkan kesehatan mentalnya secara utuh. Tetapi yang terjadi,
mereka tidak lagi dengan mudah mendapatkan bantuan tersebut namun sebaliknya,
dampak negatif pada diri anak, tindakan kekerasan dilakukan oleh pelaku,
dilakukan oleh orang tua, guru, maupun lingkungan. Beberapa dampak negatif
E. Hipotesis
35
Hipotesis adalah suatu dugaan sementara yang harus dibuktikan keberannya
melalui penelitian ilmiah, hipotesis adalah jawaban dari sebuah pertanyaan, untuk
memastikan kebenaran pendapat ini suatu hipotesis harus diuji. Untuk menguji
atau hasil deduksi dari suatu teori, pemikiran logis, atau pengalaman. Sejalan
dengan hal tersebut dapat dijelaskan bahwa, dalam kegiatan penelitian berhipotesis
disebut jawaban sementara atau dugaan karena memang jawaban masih perlu diuji
36
BAB III
METODE PENELITIAN.
A. Jenis Penelitian.
analisis data bersifat kuantitatif atau statistik, dengan tujuan untuk menguji
hipotesis yang telah ditetapkan. Metode ini disebut kuantitatif karena data
lebih memperjelaskan hasil karya ilmiah, karena setiap penelitian mengalami dan
terlatih dalam cara berpikir ilmiah, dan dengan mengujinya dapat menemukan
37
B. Tempat dan Waktu Penelitian.
di Jl. Soekarno-Hatta, Balai Nan Duo, Kec. Payakumbuh Barat, kodepos 26223,
penelitian ini dimulai pada tanggal 03 Maret 2022 hingga waktu yang dibutuhkan.
laporan secara tertulis didukung oleh berbagai macam dokumen yang diperlukan
dalam penelitian.
C. Subjek Penelitian
pelecehan seksual.
Kategori Interval
Sangat Tinggi 199- 235
Tinggi 197- 163
Sedang 155- 137
Rendah 128- 100
Sangat Rendah 100- 50
1. Intrumen Penelitian.
38
Instrumen penelitian diartikan sebagai alat bantu merupakan sarana yang
dapat di wujudkan dalam bentuk benda, misalnya angket, daftar cocok atau
skala sikap. Instrumen merupakan alat bantu bagi peneliti dalam menggunakan
memerlukan lebih dari satu jenis instrumen. Sebaliknya satu jenis instrumen
model skala likert, sebuah eksperimen dirancang untuk memasukkan hanya satu
digunakan sebagai titik awal untuk merakit elemen alat, bisa dalam bentuk
untuk menjelaskan nilai diperoleh dari survei yang diisi responden di setiap
2. Uji Validitas
Temuan dianggap valid jika ada kesamaan antara data yang dikmpulkan
dengan data sebenarnya terjadi di lokasi yang diteliti. Diaktifkan berarti dapat
menggunakan alat untuk mengukur. Oleh karena itu, peneliti harus mampu
39
menggunakan alat untuk mengukur variabel yang mereka selidiki (Sugiyono,
2019).
Keterangan :
r xy : Koefisien Korelasi
40
Tabel. 2 Hasil Uji Validitatas
Jumlah 32 18
penelitian dan item yang tidak valid, di buang karena tidak memenuhi syarat yang
telah di tentukan.
3. Uji Reliabilitas
sudah cukup baik untuk digunakan sebagai alat akuisisi data” (Pinasti, 2011).
r 11 =
keterangan:
r 11 : Reliabilitas Instrumen
k : Banyaknya Soal
41
∑ : Jumlah Varian Butir
: Varian Total.
Uji reliabilitas dilakukan dengan menggun akan rumus SPSS versi 25,
dikatakan reliable jika koefisien reliabilitas Alfha Cronbach lebih dari 0,70 (ri >
0,70). Tavakol & Dennick menyatakan bahwa jika koefisien reliabilitas Alfha
Cronbach kurang dari 0,70 (ri < 0,70), untuk merevisi atau menghilangkan item
soal yang memiliki korelasi renda (Yusup, 2018). Adapun hasilnya dapat dilihat
dari tabel
Reliability Statistics
semua data diperlukan untuk memecahkan masalah yang diteliti telah terkumpul
secara lengkap (Muhson, 2006). Teknik analisis data digunakan adalah uji rank
untuk analisis skala ordinal dari signifikansi perbedaan antara dua pasang data,
42
Dasar pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak Ho pada uji
wilcoxon signed rank test adalah jika probabilitas (Asymp.sig < 0,05 maka
Hipotesis ditolak. Jika probabilitas (Asymp.sig > 0,05 maka Hipotesis diterima.
1. Variabel terikat memiliki skala interval atau rasio data, tetapi distribusi datanya
tidak berdistribusi normal. Oleh karena itu, jika dataset (distribusi) memiliki
skala inteval rasio, harus terlebih dahulu menguji normalitasnya. Jika hasil uji
normalitas menunjukkan hasil normal, maka metode yang sesuai adalah dengan
menggunakan uji t berpasangan, tetapi jika data menunjukkan hasil yang tidak
Test.
3. Bentuk dan distribusi data antara dua kelompok pasangan adalah simetris. Jika
asumsi ini gagal, gunakan tes alternatif lain, tes sign test.
sebagai berikut:
T – n (n + 1)
Z = T-σT = 4 .
43
Keterangan:
F. Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian terdiri dati 3 (tiga) tahap antara lain sebagai berikut:
1. Tahap persiapan
servei
penelitian.
2. Tahap peleksanaan
44
a. Memberikan skala penelitian pretes kepada subjek penenlitian dalam
pelecehan seksual.
kategori
d. Posttest.
3 Jumat, 22/ 07/ Membuka diri kearah yang lebih positif 110
2022 dan Pengukuran posttest trauma korban Menit
pelecehan seksual
3. Tahap penyelesaian
45
BAB IV
HASIL PENELITIAN
46
A. Deskripsi Data Penelitian
Hasil penelitian ini berupa skor, mengetahui hasil tentang efektivitas layanan
keada 5 orang responden untuk melihat perbedaan skor sebelum dan sesudah
pretest dan posttest untuk melihat perbedaan trauma korban sebelum dan
1. Hasil Pretest
47
DY 209 Sangat AD 209 Sangat Tinggi
Tinggi
YPS 201 Sangat SG 130 Rendah
tinggi
NU 222 Sangat MUN 194 Sedang
Tinggi
MS 209 Sanagt SL 179 Tinggi
Tinggi
RN 209 Sangat KF 190 Tinggi
Tinggi
WRY 197 Tinggi TSL 202 Sangat Tinggi
48
HHR 124 49,6 Sedang
Rata-Rata 693 55,44 Sedang
rendah dengan skor (124-130) 9 korban dalam kategori sedang dengar skor
2. Hasil Posttets
bawah ini:
katgori tinggi da nada yang berada pada kategori sedang, setelah diberikan
49
konseling perorangan dengan rata-rata 71,36% responden layanan konseling
perorangan berada pada kategori yaitu tinggi terdapat 1 orang korban dengan
kategori sedang dengan skor (164) dan 4 orang korabn dengan kategori tinggi
Korban
Dari table diatas, terlihat perbedaan yang signifikan antara pretest dan
50
responden sebelum diberikan tindakan yaitu 55,4 % kategori sedang dan
71,36 %. Hal ini dapat dilihat dari 5 responden yang memiliki kategori
B. Pengujian Hipotesis
51
95% Confidence
Std. Interval of the Sig.
Std. Error Difference (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper tailed)
PRE -39.80000 15.53061 6.94550 -59.08381 -20.51619 -5.730 4 .005
TEST -
POST
TEST
5.730 sedangkan df 4 dan sig (2- tailed) .005. Nilai Asymp.Sig .005
versi 25. Dapat dikatakan Ho ditolak dan Ha diterima karena nilai skor lebih
Dengan kata lain terdapat perbedaan rata-rata antara hasil pretest dan
C. Pembahasan
52
trauma healing dalam mengatasi tarauma korban akibat dari pelecehan
konseling perorangan.
pelecehan seksual yang akan mendapatkan perlakuan. Hasil skor 693 dan
skor 152 dan rata-rata 60,8% dengan kategori sedang, sedangkan peringkat
terendah yaitu Hhr dengan skor 124 dan rata-rata 49,6% dengan kategori
892 dan rata-rata 71,36% dengan kategori tinggi. Sebagai contohnya Hhr
sebelum diberikan perlakuan skor 124 dan rata-rata 49,9% kategori sedang
Dimana skor Hhr 182 dan rata-rata 72,8% dengan kategori tinggi, ini
konseling perorangan.
perbedaan antara nilai rata-rata pretest dan posttest sebelum dan sesudah
mana mean 6.94550, Std Deviation 15.53061, Std Error Mean 6.94550, Lower
53
-59.08381, Upper – 20.51619, t -5.730 sedangkan df 4 dan sig (2- tailed) .005.
karena nilai skor lebih kecil dari ( 0,000 ≤ 0,05). Kesimpulan adalah layanan
rata-rata presentasi setiap korban dalah An presentasi skornya 152 dan rata-
rata 60,8% , masuk dalam kategori sedang, Ft skor 137 dan rata-rata 54,8%
sedang, Rra skor 144 dan rata-rata 57,6% sedang, Inj skor 136 rata-rata
54,4%, dan Hhr skor 124 dan rata-ratanya 49,6 % kategori rendah.
Artinya masih ada beberapa pemulihan truama korban yang belum bisa
54
kategori tinggi. Terdapat 4 orang korban dengan kategori tinggi, An dengan
skor 182 dan rata-rata 72,8% dengan kategori tinggi, Ft skor 178 rata-rata
71,2% kategori tinggi, Rra skor 164 rata-rata 65,6% kategori sedang, Inj
skor 184 rata-rata 73,6% tinggi, dan Hhr dengan skor 184 dan rata-ratanya
pelecehan seksual.
pelecehan seksual pada diri sendiri. Oleh karena itu, melalui bimbingan
jalan keluar terbaik agar masalah tersebut tidak terulang kembali (Rico, 2021)
55
Berdasarkan hasil penelitian ini, layanan bimbingan konseling
dengan kebutuhan dan fasilitas yang ada. Program yang dapat dilakukan
56
rehabilitas, agar memberikan layanan bimbingan peroranagn yang
terstruktur dalam masa pemulihan korban, agar menjadi diri yang lebih
baik dalam hal pribadi maupun sosial. Untuk kepala rehabilitas sosial,
jam, agar layanan bisa berjalan dengan baik dan lancar. Untuk peneliti,
BAB V
57
PENUTUP
A. Kesimpulan
trauma korban pelecehan seksuak dinas sosial kabupaten 50 kota, maka secara
khusus kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan skor dan
ketegori yang besar antara pretest dan posttest pada pemulihan trauma korban
pelecehan seksual.
seksual, niat untuk bisa bangkit dari trauma, hal tersebut merupakan salah satu
mereka perlu mendapatkan dukungan dan perhatian dari orang tua, serta
B. Saran
ada beberapa saran yang dapat disampaikan setelah penelitian ini dilakukan,
anatara lain:
4. Korban diharapkan agar bisa mendekatkan diri kepada Allah SWT dan
58
5. Korban bisa lebih terbuka dengan orang tua, terhadap hal yang terjadi, bisa
dan mencari jalan keluar dari permsalahan tentang pelecehan seksual yang
59
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Shalih Bin Abdullah Bin Hamid Abdullah, Dr. S. Bin. (2013). Tafsir Al-Mukhtashar /
Markaz Tafsir Riyadh.
Anita, R. (2021). Peran Pekerja Sosial Dalam Trauma Pasca Bencana Alam
Menggunakan Kognitif. 7 (2), 77–90.
Bahri, S. (2015). Suatu Kajian Awal Terhadap Tingkat Pelecehan Seksual Di Aceh. 9
(1), 50–65.
Citra Widyastuti. (2019). Play Therapi Sebagai Bentuk Penangan Konseling Trauma
Healing Pada Anak Usia Dini. 16, 104–106.
60
Destyawanti, N. (2021). Fungsi Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga Dalam
Menangani Trauma Fisik Dan Mental Anak Korban Kekerasan Seksual Di
Kabupaten Pringsweu. Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.
Kusmawati Hatta. (2015). Peran Orangtua Dalam Proses Pemulihan Trauma Anak.
1 (2), 57–59.
Kusumandari, Bayu R. D. (2019). Game Peka Untuk Trauma Healling Pada Anak
Pasca Bencana Dikabupaten Banyumas. 21 (3).
61
Marcheyla, S. (2013). Perbuatan Kekerasan/Pelecehan Seksual Terhadap
Perempuan. 1(2).
Novia Putri Rahayu. (2021). Pemulihan Trauma Kekerasan Seksual Pada Anak Oleh
Dinas Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Provinsi Sumatera
Barat. Institut Islam Negri (Iain) Batusangkar.
62
Ratna, S. (2010). Pelecehan Seksua Terhadap Anak. 2, 1–146.
63
Suryadi. (2019). Konseling Individual Untuk Mengatasi Perilaku Bullying Pada
Perbedaan Gender Di Mts Negeri Sleman Maguwoharjo Yogyakarta. 9 (1),
54–57.
Yeni, Septi. (2019). Pelaksanaan Konseling Individu Bagi Korban Kekerasan Dalam
Rumah Tangga Di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan
Anak (P2tp2a) Kabupaten Kampar. Universitas Islam Negri Sultan Syarif
Kasim Riau.
64
65