Anda di halaman 1dari 10

UJIAN TENGAH SEMESTER

PENGANTAR PENDIDIKAN

DISUSUN OLEH :
CHESY AISYAH STEFANE
NIM : 06111282227015

Dosen Pengampu :

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA TAHUN 2022
SOAL
1. Kemukakan gambaran manusia seutuhnya. Bagaimana implikasinya dalam pendidikan
2. Pengertian pendidikan juga tercantum dalam UU sistem Pendidikan Nasional nomor
20 tahun 2003. Bahas (boleh dikritisi) dan jelaskan pengertian pendidikan tersebut
kaitannya dengan manusia seutuhnya.
3. Pendidikan merupakan proses pemberdayaan dan pembudayaan manusia. Berikan
alasan secara teori maupun praktis.
4. Pendidikan perlu dibangun dengan landasan yang kokoh dari berbagai aspek
diantaranya landasan Filosofis dan landasan psikologis.
a) Bagaimana pendapat anda, berikan alasan secara teori maupun praktis.
b) Apa hubungannya landasan Filosofis dengan menentukan arah pendidikan kedepan
atau tujuan Pendidikan
5. Apakah Pendidikan non formal dan informal juga merupakan sebuah system?
Jelaskan!
JAWABAN :
JAWABAN NOMOR 1

A. Konsepsi Manusia Seutuhnya


Konsepsi manusia seutuhnya merupakan konsepsi ideal kemanusiaan yang terletak pada pengertian
kemandiriannya, bahwa manusia dengan keutuhan unsur-unsurnya akan memiliki nilai diri yang spesifik.
Kemandirian bukan berarti menyendiri atau serba sendiri.

Seseorang yang mandiri adalah seseorang yang berhasil membangun nilai dirinya sedemikian sehingga mampu
menempatkan perannya dalam alam kehidupan kemanusiaannya dengan penuh manfaat. Kemandirian seseorang
dapat terukur misalnya dengan sejauh mana kehadiran dirinya memberikan manfaat kearah kesempurnaan
dalam sistemnya yang lebih luas.

Berdasarkan observasi empirik atas unsur-unsur pembentuknya, deskripsi ringkas upaya pembentukan manusia
seutuhnya dapat dikemukakan sebagai berikut :
Secara fisik manusia ditunjukkan oleh kebadanannya, yaitu tubuh dari kehidupannya. Badan hidup ini bersifat
khas dan berbeda dari tumbuhan maunpun binatang karena memiliki kesadaran dan kemampuan berfikir dalam
bentuk penalaran rasional dan emosional. Dengan hidup dan penalarannya manusia tidak menjadi individualis
yang mengisolasi diri, melainkan membangun kemampuannya untuk berkomunikasi dengan lingkungan alam,
kehidupan dan kemanusiaannya membentuk masyarakat kemanusiaan. Masyarakat manusia ini ternyata
kemudian mampu membangun tatakrama etika peradabannya. Raihan atas nilai luhur etika ini menempatkan
manusia pada posisi terhormat dalam lingkungannya, sesuai dengan hidayah yang Maha Kuasa mampu meraih
takwa, menyadari keberadaannya sebagai khalifatullah fil ardhi.

Kebalikan dari upaya pembentukan unsur keutuhan kemanusiaan di atas, dapat dikemukakan dalam deskripsi
pengamatan empiris pemberian nilai kemanusiaan yang seutuhnya sebagai berikut :
Pancaran cahaya ketakwaan seseorang nampak dari wajah dan tubuhnya sehingga mampu ditangkap dan
mempertemukannya dengan manusia yang bertakwa pula. Selanjutnya diungkapkan pula dalam kenyataan nilai
etika seseorang sebagai moralitas tatakrama dan sopan santunnya yang membuka jalan bagi dirinya untuk
melakukan komunikasi dan pergaulan di dalam masyarakat. Lebih lanjut keberhasilan berkomunikasi akan
membuka jalan bagi dirinya untuk bertukar pikiran membahas pengertian tentang sesuatu sesuai dengan tingkat
penalarannya. Bila berhasil dicapai kesefahaman maka sesuatu yang dibahas ini akan menjadi bentuk nyata
kegiatan fisik, wahana kerja sama dan terapan iptek.

Dari penjelasan diatas, maka manusia seutuhnya adalah manusia yang memiliki ketiga potensi, baik akal,
jasmani maupun kerohanian yang seimbang. Mengapa demikian? Karena dengan seimbangnya ketiga potensi
tersebut, seorang manusia akan menjadi manusia seutuhnya yang tidak timpang. Sebagai contoh, jika ada
seseorang yang hanya maksimal pada potensi akal dan jasmani saja tanpa didukung potensi kerohanian, maka
bisa dibayangkan karakter yang nantinya terbentuk dalam pribadi orang tersebut seperti apa.

Orang-orang Indonesia banyak yang pandai. Namun, karena tidak dibekali dengan potensi kerohanian yang
maksimal, maka kepandaian yang ia miliki dapat disalahgunakan menuju ke hal-hal yang bertentangan dengan
pemahaman agama. Kalau saja orang tersebut memiliki pemahaman agama yang baik, maka tentu saja orang itu
akan berpikir panjang untuk melakukan sesuatu hal dan akan terbayang akan akibat-akibat yang ditimbulkan
jika ia melakukan perbuatan tersebut sesuai dengan yang diajarkan oleh agama mereka masing-masing.

Begitu pula sebaliknya, jika manusia hanya memiliki salah satu atau dua dari masing-masing potensi tadi, hal
itu tidak dapat menjadikan seorang manusia menjadi manusia seutuhnya. Oleh karena itu, ketiga potensi
manusia tadi, baik potensi akal, jasmani maupun rohani harus dimaksimalkan, tidak timpang atau cenderung
maksimal kepada satu atau beberapa potensi.

Adapun secara sederhana, manusia seutuhnya didefinisikan sebagai manusia yang memiliki life balance, sebuah
kehidupan yang seimbang dan harmonis di keempat area kehidupan : yaitu kehidupan pribadi, kehidupan kerja
atau professional, kehidupan keluarga dan kehidupan sosial. Dan ada empat kebutuhan dasar yang juga
sekaligus merupakan indikator tingkat keberhasilan dari setiap area kehidupan, yaitu kebutuhan tingkat fisik,
mental, sosial dan spiritual.

Pada umumnya setiap proses kerja di mulai dari tingkat paling bawah, yaitu tingkat fisik. Hal-hal yang
difokuskan pada tingkat fisik berupa: uang, waktu, tenaga. Hasil yang didapat pada tingkat fisik berbentuk
materi. Jika ukuran keberhasilan dalam pekerjaan hanya menggunakan ukuran fisik atau materi, keberhasilan
akan sangat terbatas.

Tingkat keberhasilan yang lebih tinggi diukur pada tingkat mental (peningkatan pengetahuan yang significant),
sosial (membangun kerjasama sinergistik di dalam team) dan tingkatan yang tertinggi yaitu tingkat spiritual
(mencapai kesuksesan bersama dan memberikan manfaat bagi banyak orang – dalam jangka panjang).

Berdasarkan empat tingkat kebutuhan di atas, Steven Covey dalam bukunya Building a Highly Effective Family
membagi arti sukses dalam tiga tingkatan, yaitu:
1. Survival – keberhasilan tingkat fisik.
2. Success – keberhasilan tingkat fisik, mental & sosial.
3. Significant – keberhasilan di keempat tingkat : fisik, mental, sosial & spiritual.

Bill Gates pemilik Microsoft yang merupakan orang terkaya di dunia saat ini menyatakan: ‘jika saya bekerja
untuk uang, maka saya telah pensiun dua puluh tahun yang lalu’.
Dengan pembahasan di atas, menjadi manusia seutuhnya dicapai melalui Kehidupan yang Seimbang dan
Harmonis. Hal ini dapat tercapai dengan menciptakan tujuan (GOAL) di masing-masing area kehidupan dan di
keempat tingkat kebutuhan, dengan membuat rencana (PLAN) dan mengatur aktifitas kehidupan sehari-hari
(PROGRAM) untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

Salah satu faktor pendorong yang penting adalah:


1. Percaya diri (Believe in Yourself)
2. Laksanakan rencana-rencana untuk mencapai sasaran (Execute your Goals).
3. Dan laksanakan dengan sepenuh hati (Transform your Energy)

Rhonda Byrne dalam The Secret menambahkan bahwa cara kita membuat keinginan dan rencana (ask),
keyakinan bahwa yang kita inginkan akan tercapai (believe) dan bersyukur seolah-olah yang diinginkan telah
tercapai (receive) akan membantu tercapainya tujuan-tujuan tersebut. Dan untuk menjadi Manusia Seutuhnya
kita hanya perlu fokus untuk merubah satu orang, yaitu diri sendiri. Belajar untuk terus berubah dan
memperbaiki diri.

Jika Anda ingin Membuat Dunia Menjadi Tempat yang Lebih Baik,
Lihatlah ke dalam Diri Anda, dan Buat Perubahan. Mari kita lihat ke dalam diri kita dan buat perubahan. Mari
menjadi insan yang lebih baik, menjadi Manusia Seutuhnya.

Implikasinya dalam Pendidikan


A. Peranan Pendidikan dalam Pembangunan
Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan yang mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat,
termasuk aspek sosial, ekonomi, politik dan kultural, dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga
bangsa secara keseluruhan. Dalam proses pembangunan tersebut peranan pendidikan amatlah strategis. John C.
Bock, dalam Education and Development: A Conflict Meaning (1992), mengidentifikasi peran pendidikan
tersebut sebagai :

1. Memasyarakatkan ideologi dan nilai-nilai sosio-kultural bangsa,


2. Mempersiapkan tenaga kerja untuk memerangi kemiskinan, kebodohan, dan mendorong perubahan sosial,
dan
3. Untuk meratakan kesempatan dan pendapatan. Peran yang pertama merupakan fungsi politik pendidikan
dan dua peran yang lain merupakan fungsi ekonomi.

Berkaitan dengan peranan pendidikan dalam pembangunan nasional muncul dua paradigma yang menjadi kiblat
bagi pengambil kebijakan dalam pengembangan kebijakan pendidikan: Paradigma Fungsional dan paradigma
Sosialisasi. Paradigma fungsional melihat bahwa keterbelakangan dan kemiskinan dikarenakan masyarakat
tidak mempunyai cukup penduduk yang memiliki pengetahuan, kemampuan dan sikap modern. Menurut
pengalaman masyarakat di Barat, lembaga pendidikan formal sistem persekolahan merupakan lembaga utama
mengembangkan pengetahuan, melatih kemampuan dan keahlian, dan menanamkan sikap modern para individu
yang diperlukan dalam proses pembangunan. Bukti-bukti menunjukkan adanya kaitan yang erat antara
pendidikan formal seseorang dan partisipasinya dalam pembangunan.

Sejalan dengan paradigma Fungsional, paradigma Sosialisasi melihat peranan pendidikan dalam pembangunan
adalah: a) mengembangkan kompetensi individu, b) kompetensi yang lebih tinggi tersebut diperlukan untuk
meningkatkan produktivitas, dan c) secara umum, meningkatkan kemampuan warga masyarakat dan semakin
banyaknya warga masyarakat yang memiliki kemampuan akan meningkatkan kehidupan masyarakat secara
keseluruhan. Oleh karena itu, berdasarkan paradigma sosialisasi ini, pendidikan harus diperluas secara besar-
besaran dan menyeluruh, kalau suatu bangsa menginginkan kemajuan.

B. Peranan Pendidikan dalam Meningkatkan Sumber Daya Manusia


Tujuan pembangunan nasional, yaitu terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan
dan berdaya saing maju dan sejahtera dalam wadah negara kesatuan republik indonesia yang didukung oleh
manusia yang sehat, mandiri dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa.

Dari tujuan tersebut tercermin bahwa sebagai titik sentral pembangunan adalah pemberdayaan sumber daya
manusia termasuk tenaga kerja, baik sebagai sasaran pembangunan maupun sebagai pelaku pembangunan.
Dengan demikian, pembangunan ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek pendukung keberhasilan
pembangunan nasional.

Sehubungan hal tersebut di atas pengembangan SDM di Indonesia dilakukan melalui tiga jalur utama, yaitu
pendidikan, pelatihan dan pengembangan karir di tempat kerja.
Jalur pendidikan merupakan tulang punggung pengembangan SDM yang dimulai dari tingkat dasar sampai
perguruan tinggi. Sementara itu, jalur pelatihan dan pengembangan karir di tempat kerja merupakan jalur
suplemen dan komplemen terhadap pendidikan.

Arah pembangunan SDM di indonesia ditujukan pada pengembangan kualitas SDM secara komprehensif
meliputi aspek kepribadian dan sikap mental, penguasaan ilmu dan teknologi, serta profesionalisme dan
kompetensi yang ke semuanya dijiwai oleh nilai-nilai religius sesuai dengan agamanya. Dengan kata lain,
pengembangan SDM di Indonesia meliputi pengembangan kecerdasan akal (IQ), kecerdasan sosial (EQ) dan
kecerdasan spiritual (SQ).

Dalam rangka pengembangan SDM di indonesia, banyak tantangan yang harus dihadapi. Tantangan pertama
adalah jumlah penduduk yang besar, yaitu sekitar 216 juta jiwa. Tantangan kedua adalah luasnya wilayah
indonesia yang terdiri dari 17.000 pulau dengan penyebaran penduduk yang tidak merata. Tantangan ketiga
adalah mobilitas penduduk yang arus besarnya justru lebih banyak ke pulau Jawa dan ke kota-kota besar.
Berbagai tantangan seperti itu, memerlukan konsep, strategi dan kebijakan yang tepat agar pengembangan SDM
di Indonesia dapat mencapai sasaran yang tepat secara efektif dan efisien. Hal ini penting dilakukan karena
peningkatan kualitas SDM Indonesia tidak hanya untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing di dalam
maupun diluar negeri, tetapi juga untuk meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan penghasilan bagi
masyarakat.

C. Peranan Pendidikan dalam Pembangunan Karakter Bangsa


Pendidikan kebangsaan bila dilihat dari kacamata pertahanan sebuah negara, dapat dibagi menjadi dua bagian,
yaitu pendidikan militer dan non militer. Di negara maju seperti Jepang, mereka menerapkan pertahanan rakyat
semesta atau wajib militer. Dalam wajib militer ini tidak hanya diberikan pelatihan fisik saja namun diberikan
juga pendidikan bela negara yang menanamkan pembentukan karakter sebuah bangsa.

Pendidikan dan pertahanan sebuah bangsa selalu berkaitan, karena dengan pendidikan kebangsaan yang baik
akan tercipta suatu kebhinekaan, dimana hal tersebut akan menjadi modal pertahanan sebuah negara. Setiap
percikan budaya merupakan bagian dari ke-Indonesiaan untuk mengisi ulang jati diri bangsa Indonesia.

Selain itu, kita harus dapat menjaga nilai-nilai budaya bangsa Indonesia, termasuk bahasa. Hal ini menjadi
penting karena bahasa sebagai suatu proses pertama transformasi nilai-nilai karakter bangsa. Diharapkan
dengan pengamalan budaya ini dapat menyaring persepsi dan pandangan-pandangan yang mengikis karakter.

D. Peranan Pendidikan Bagi Kemajuan Suatu Bangsa


Pendidikan adalah salah satu diantara sekian banyak pilar kesuksesan sebuah negara dalam upaya meningkatkan
taraf hidup rakyatnya. Peranan pendidikan merupakan hal penting bagi proses peningkatan kemampuan dan
daya saing suatu bangsa di mata dunia. Keterbelakangan edukasi seringkali menjadi hambatan serius dalam
proses pembangunan masyarakat.

Peranan pendidikan bukan hanya berkutat kepada peningkatan perekonomian saja. Dalam banyak kasus,
pendidikan yang terintegrasi dengan nilai-nilai moral akan mampu membentuk sumber daya manusia yang
unggul dengan tetap memiliki harkat dan martabat sebagai manusia yang berbudaya.

Secara umum kita mengenal lembaga pendidikan ada tiga macam, yaitu pendidikan formal, informal dan
nonformal. Ketiganya adalah satu paket sukses yang mampu membentuk karakter anak bangsa yang tangguh
dan tetap berkepribadian dengan ciri khas bangsanya. Pendidikan keluarga memegang peran vital dalam
mengajarkan pengalaman-pengalaman hidup yang berharga bagi masa depan anak didik di kemudian hari.

Perpaduan pendidikan akademis dan non-akademis efeknya akan kita rasakan dalam beberapa tahun ke depan.
Para sarjana bukan hanya berani dan terampil maju ke depan dalam berkompetisi dengan warga negara lain, tapi
juga bisa mempraktekkan karakter luhur bangsa Indonesia dengan ciri khas Pancasila yang menjadi ruh bangsa.

E. Peranan Pendidikan dalam Mewujudkan Mobilitas Sosial


Pendidikan dalam kaitannya dengan mobilitas sosial harus mampu untuk mengubah mainstrem peserta didik
akan realitas sosialnya. Pendidikan yang tepat untuk mengubah paradigma ini adalah pendidikan kritis yang
pernah digulirkan oleh Paulo Freire. Sebab, pendidikan kritis mengajarkan kita selalu memperhatikan kepada
kelas-kelas yang terdapat di dalam masyakarakat dan berupaya memberi kesempatan yang sama bagi kelas-
kelas sosial tersebut untuk memperoleh pendidikan.

Disini fungsi pendidikan bukan lagi hanya sekedar usaha sadar yang berkelanjutan. Akan tetapi sudah
merupakan sebuah alat untuk melakukan perubahan dalam masyarakat. Pendidikan harus bisa memberikan
pemahaman kepada peserta didik tentang realitas sosial, analisa sosial dan cara melakukan mobilitas sosial.

Orang bisa mendebat balik, dengan pendidikan seseorang bisa mengalami mobilitas sosial. Mereka tak harus
terus menjadi petani dan orang miskin jika bisa mengenyam pendidikan. Itulah masalahnya. Di banyak negara
berkembang lain mobilitas sosial tidak selalu dimungkinkan. Di negara seperti Indonesia, korupsi yang sudah
mengakar hingga ke tingkat penerimaan pegawai bisa jadi alasan lain mengapa mobilitas sosial relatif sulit
terjadi.

JAWABAN NOMOR 2

Definisi pendidikan dalam UU tentang sistem pendidikan No. 20 tahun 2003 :


“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara”.

Berdasarkan definisi di atas, kita menemukan 3 (tiga) pokok pikiran utama yang terkandung di dalamnya, yaitu:
(1) usaha sadar dan terencana; (2) mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif
mengembangkan potensi dirinya; dan (3) memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. Di bawah ini akan dipaparkan secara singkat ketiga pokok pikiran tersebut.

1. Usaha sadar dan terencana.


Pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana menunjukkan bahwa pendidikan adalah sebuah proses yang
disengaja dan dipikirkan secara matang (proses kerja intelektual). Oleh karena itu, di setiap level manapun,
kegiatan pendidikan harus disadari dan direncanakan, baik dalam tataran nasional (makroskopik),
regional/provinsi dan kabupaten kota (messoskopik), institusional/sekolah (mikroskopik) maupun operasional
(proses pembelajaran oleh guru).

Berkenaan dengan pembelajaran (pendidikan dalam arti terbatas), pada dasarnya setiap kegiatan pembelajaran
pun harus direncanakan terlebih dahulu sebagaimana diisyaratkan dalam Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007.
Menurut Permediknas ini bahwa perencanaan proses pembelajaran meliputi penyusunan silabus dan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi
dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar.

2. Mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi
dirinya
Pada pokok pikiran yang kedua ini kita melihat adanya pengerucutan istilah pendidikan menjadi pembelajaran.
Jika dilihat secara sepintas mungkin seolah-olah pendidikan lebih dimaknai dalam setting pendidikan formal
semata (persekolahan). Terlepas dari benar-tidaknya pengerucutan makna ini, pada pokok pikiran kedua ini,
kita menangkap pesan bahwa pendidikan yang dikehendaki adalah pendidikan yang bercorak pengembangan
(developmental) dan humanis, yaitu berusaha mengembangkan segenap potensi didik, bukan bercorak
pembentukan yang bergaya behavioristik. Selain itu, kita juga melihat ada dua kegiatan (operasi) utama dalam
pendidikan: (a) mewujudkan suasana belajar, dan (b) mewujudkan proses pembelajaran.

a. Mewujudkan suasana belajar


Berbicara tentang mewujudkan suasana pembelajaran, tidak dapat dilepaskan dari upaya menciptakan
lingkungan belajar, diantaranya mencakup: (a) lingkungan fisik, seperti: bangunan sekolah, ruang kelas, ruang
perpustakaan, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang BK, taman sekolah dan lingkungan fisik lainnya; dan (b)
lingkungan sosio-psikologis (iklim dan budaya belajar/akademik), seperti: komitmen, kerja sama, ekspektasi
prestasi, kreativitas, toleransi, kenyamanan, kebahagiaan dan aspek-aspek sosio–emosional lainnya yang
memungkinkan peserta didik untuk melakukan aktivitas belajar.

Baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosio-psikologis, keduanya didesan agar peserta didik dapat secara
aktif mengembangkan segenap potensinya. Dalam konteks pembelajaran yang dilakukan guru, di sini tampak
jelas bahwa keterampilan guru dalam mengelola kelas (classroom management) menjadi amat penting. Dan di
sini pula, tampak bahwa peran guru lebih diutamakan sebagai fasilitator belajar siswa .

b. Mewujudkan proses pembelajaran


Upaya mewujudkan suasana pembelajaran lebih ditekankan untuk menciptakan kondisi dan pra kondisi agar
siswa belajar, sedangkan proses pembelajaran lebih mengutamakan pada upaya bagaimana mencapai tujuan-
tujuan pembelajaran atau kompetensi siswa. Dalam konteks pembelajaran yang dilakukan guru, maka guru
dituntut untuk dapat mengelola pembelajaran (learning management), yang mencakup perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran (lihat Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses).
Di sini, guru lebih berperan sebagai agen pembelajaran (Lihat penjelasan PP 19 tahun 2005), tetapi dalam hal
ini akan lebih baik menggunakan istilah manajer pembelajaran, dimana guru bertindak sebagai seorang planner,
organizer dan evaluator pembelajaran).

Sama seperti dalam mewujudkan suasana pembelajaran, proses pembelajaran pun seyogyanya didesain agar
peserta didik dapat secara aktif mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya, dengan mengedepankan
pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered) dalam bingkai model dan strategi pembelajaran aktif
(active learning), ditopang oleh peran guru sebagai fasilitator belajar.

3. Memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pokok pikiran yang ketiga ini, selain merupakan bagian dari definisi pendidikan sekaligus menggambarkan
pula tujuan pendidikan nasional kita , yang menurut hemat saya sudah demikian lengkap. Di sana tertera
tujuan yang berdimensi ke-Tuhan-an, pribadi, dan sosial. Artinya, pendidikan yang dikehendaki bukanlah
pendidikan sekuler, bukan pendidikan individualistik, dan bukan pula pendidikan sosialistik, tetapi pendidikan
yang mencari keseimbangan diantara ketiga dimensi tersebut.

Jika belakangan ini gencar disosialisasikan pendidikan karakter, dengan melihat pokok pikiran yang ketiga dari
definisi pendidikan ini maka sesungguhnya pendidikan karakter sudah implisit dalam pendidikan, jadi
bukanlah sesuatu yang baru.

Selanjutnya tujuan-tujuan tersebut dijabarkan ke dalam tujuan-tujuan pendidikan di bawahnya (tujuan level
messo dan mikro) dan dioperasionalkan melalui tujuan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru dalam
proses pembelajaran. Ketercapaian tujuan – tujuan pada tataran operasional memiliki arti yang strategis bagi
pencapaian tujuan pendidikan nasional.

Berdasarkan uraian di atas, kita melihat bahwa dalam definisi pendidikan yang tertuang dalam UU No. 20
Tahun 2003, tampaknya tidak hanya sekedar menggambarkan apa pendidikan itu, tetapi memiliki makna dan
implikasi yang luas tentang siapa sesunguhnya pendidik itu, siapa peserta didik (siswa) itu, bagaimana
seharusnya mendidik, dan apa yang ingin dicapai oleh pendidikan.

Selain itu, dalam UU No. 20 tahun 2003 ini telah terjelaskan mengenai gambaran manusia Indonesia seutuhnya.
Yakni manusia yang diharapkan dapat memiliki sebuah kehidupan yang seimbang dan harmonis dalam dimensi
ketuhanan, pribadi dan sosial (keluarga, lingkungan kerja atau professional). Juga dibutuhkan empat kebutuhan
dasar, yaitu kebutuhan tingkat fisik, mental, sosial dan spiritual. Sehingga manusia itu dapat memiliki ketiga
potensi, baik akal, jasmani maupun kerohanian yang seimbang. Maka terlahirlah manusia yang mandiri dan
dapat memberikan peranan dalam kehidupan bermasyarakat yang ditandai dengan sejauh mana kehadiran
dirinya memberikan manfaat kearah kesempurnaan dalam sistemnya yang lebih luas.

JAWABAN NOMOR 3

Pendidikan sebagai proses pemberdayaan


Pendidikan sebagai proses pemberdayaan maksudnya ialah manusia pada dasarnya lemah sehingga harus
diberdayakan atau diberi kemampuan, proses pendidikan haruslah diarahkan sehingga potensi yang ada pada
anak manusia dapat dikembangkan seoptimal mungkin sesuai dengan fitrahnya, dia dapat menyumbangkan
kemampuannya untuk pengembangan dirinya, masyarakatnya, negaranya, dan kehidupan manusia pada
umumnya. Di dalam proses pemberdayaan, lingkungan kehidupan anak harus bisa memeberikan kesempatan
untuk pengembangan potensi anak tersebut. Karena kita tahu bahwa pendidikan merupakan interaksi antara
manusia dengan lingkungan, dan dalam interaksi tersebut manusia tidak hanya merupakan hasil interaksi tetapi
juga sebagai pelaku aktif dalam interaksi tersebut.

Pendidikan sebagai proses pembudayaan


Maksudnya proses pembelajaran manusia dipengaruhi oleh lingkungan, kultur, dan budaya sekitar,
pendidikan merupakan salah satu bentuk pelestarian budaya, sehingga apabila pendidikan itu dilepaskan dari
kebudayaan maka tujuan pendidikan dapat dimanipulasi ke arah yang kurang jelas atau bahkan ke arah yang
salah dan dapat direkayasa oleh kekuatan politik penguasa. Kita harus ingat bahwa kebudayaan bukan hanya
membentuk pribadi seseorang tetapi juga dikembangkan oleh manusia itu sendiri. Tanpa pendidikan yang
kreatif dan inovatif maka kebudayaan itu akan hilang.

JAWABAN NOMOR 4

A. Peranan landasan filosofis pendidikan adalah memberikan rambu-rambu apa dan bagaimana


seharusnya pendidikan dilaksanakan. Mustadi (2015) mengatakan bahwa Kebutuhan akan guru sebagai tenaga
pendidik yang berkualitas dan profesional sangat penting.

Peranan Landasan psikologis pendidikan dapat didefenisikan sebagai suatu landasan yang dijadikan


sebagai titik tolak dalam proses pendidikan yang membahas berbagai informasi tentang jiwa atau psikis
manusia yang selalu mengalami perkembangan dari bayi hingga usia lanjut sehingga dapat memudahkan
pelaksanaan proses pendidikan

B. Hubungan landasan filosofis dengan pendidikan :


Dalam pasal 3 bab II UU Sisdiknas menjeleskan bahwa tujuan pendidikan yaitu untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Terdapat kaitan yang erat antara pendidikan dan filsafat karena filsafat mencoba
merumuskan citra tentang manusia dan masyarakat, sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan citra itu.
Rumusan tentang harkat dan martabat manusia beserta masyarakatnya ikut menentukan.
JAWABAN NOMOR 5

 Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara
terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal paling banyak terdapat pada usia dini, serta pendidikan dasar,
adalah TPA, atau Taman Pendidikan Al Quran,yang banyak terdapat di Masjid dan Sekolah Minggu, yang
terdapat di semua Gereja. Selain itu, ada juga berbagai kursus,  diantaranya kursus musik, bimbingan belajar
dan sebagainya.

Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang
berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung
pendidikan sepanjang hayat.

Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan
pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.

Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan
kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan
pelatihan kerja.
Pendidikan kesetaraan meliputi Paket A, Paket B dan Paket C, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik seperti: Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), lembaga
kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, majelis taklim, sanggar, dan lain sebagainya, serta pendidikan lain
yang
ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara
mandiri yang dilakukan secara sadar dan bertanggung jawab. Hasil pendidikan informal diakui sama dengan
pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.
Alasan pemerintah mengagas pendidikan informal adalah:
1. Pendidikan dimulai dari keluarga
2. Informal diundangkan juga karena untuk mencapai tujuan pendidikan nasonal dimulai dari keluarga
3. Homeschooling: pendidikan formal tapi dilaksanakan secara informal.
4. Anak harus dididik dari lahir

Anda mungkin juga menyukai