Anda di halaman 1dari 12

PENGARUH FAKTOR PERILAKU TERHADAP PENERAPAN

KAWASAN TANPA ASAP ROKOK PADA MAHASISWA DI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

DISUSUN OLEH :

INTAN MUSTIKA PERMATA SARI


60100120087

JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Asap Rokok Orang Lain (AROL) adalah asap yang keluar dari ujung rokok yang
menyala atau produk tembakau lainnya, yang biasanya merupakan gabungan dengan asap
rokok yang dikeluarkan oleh perokok. Asap rokok terdiri dari asap utama (main stream)
yang mengandung 25% kadar bahan bebahaya dan asap sampingan (side stream) yang
mengandung 75% kadar bahan berbahaya. Perokok pasif mengisap 75% bahan berbahaya
ditambah separuh dari asap yang di hembuskan keluar dari perokok. Perempuan bukan
perokok yang menikah dengan suami perokok memiliki resiko terkena kanker paru 30%
lebih tinggi dibandingkan bila menikah dengan suami bukan perokok (Nurwati dkk, 2010).

Rokok biasanya dijual dalam bungkusan berbentuk kotak atau kemasan kertas yang dapat
dimasukkan dengan mudah ke dalam kantong. Sejakbeberapa tahun terakhir, bungkusan-
bungkusan tersebut juga umumnya disertai pesan kesehatan yang memperingatkan perokok
akan bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan dari merokok. Manusia di dunia yang
merokok untuk pertama kalinya adalah suku bangsa Indian di Amerika, untuk keperluan
ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad 16, Ketika bangsa Eropa menemukan benua
Amerika, sebagian dari para penjelajah Eropa itu ikut mencoba-coba menghisap rokok dan
kemudian membawa tembakau ke Eropa. Kemudian kebiasaan merokok mulai muncul di
kalangan bangsawan Eropa. Tapi berbeda dengan bangsa Indian yang merokok untuk
keperluan ritual, di Eropa orang merokok hanya untuk kesenangan semata-mata. Abad 17
para pedagang Spanyol masuk ke Turki dan saat itu kebiasaan merokok mulai masuk
negara-negara islam (Ahnyar, 2009).

Fakultas sains dan teknologi berkomitmen untuk menerapkan kawasan bebas rokok di
lingkungan kampus tersebut,. Adapun area yang termasuk larangan merokok adalah ruang
perkuliahan, laboratorium, perkarangan kampus, akademik dan musalla. Namun sampai saat
ini menurut pengamatan penulis, masih banyak ditemui para perokok aktif dikalangan
mahasiswa yang masih saja mengisap rokok di sembarangan tempat, terutama di kawasan
tanpa asap rokok di Fakultas sains dan teknologi.

Dengan uraian diatas, maka penulis terdorong untuk melakukan penelitian tentang
”Pengaruh Faktor Perilaku Terhadap Penerapan Kawasan Tanpa Asap Rokok Pada
Mahasiswa Di Fakultas Sains dan Teknologi.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka ditetapkan rumusan masalah yaitu
pengaruh faktor perilaku terhadap penerapan kawasan tanpa asap rokok pada mahasiswa di
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dalam pembahasan proposal ini dibatasi pada
Pengambilan data hanya dilakukan di taman fakultas sains dan teknologi.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah : Untuk mengetahui pengaruh faktor perilaku terhadap
penerapan kawasan tanpa asap rokok pada mahasiswa di Fakultas Sains dan Teknologi.

1.5 Manfaat Penelitian

Menurut Pardono (2002), penetapan kawasan tanpa asap rokok merupakan upaya yang
sangat mempengaruhi perokok terhadap hal-hal yang berkaitan dengan rokok, meniadakan
keinginan remaja untuk merokok, mengurangi konsumsi rokok di antara perokok,
menghentikan remaja atau orang dewasa yang sudah merokok maupun memberikan
keuntungan ekonomis. Pada akhirnya, penetapan kawasan tanpa rokok merupakan upaya
perlindungan terhadap generasi muda yang sangat bermanfaat bagi perokok aktif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Rokok

Rokok adalah lintingan atau gulungan tembakau yang digulung dan dibungkus dengan
kertas, daun atau kulit jagung yang berukuran panjang antara 70 mm hingga 120 mm
(bervariasi tergantung negaranya) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun
tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar salah satu ujungnya dan dibiarkan membara
agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lainnya (Frihartine, 2013).

Rokok merupakan salah satu benda berbahaya yang mestinya di jauhi karena semua
orang pasti telah mengetahui bahayanya dari kebiasaan bagi kesehatan. Racun yang terdapat
didalam rokok terbukti menjadi pemicu dari berbagai macam penyakit yang muncul
diakibatkan dari kebiasaan menghisap rokok. Beberapa diantaranya bahkan penyakit-
penyakit yang sangat berbahaya seperti kanker, penyakit jantung hingga gangguan
pernapasan (Ahnyar, 2009).

Bila dibandingkan dengan mereka yang tidak merokok, perokok cenderung merasa
kurang sehat, lebih rentan terserang penyakit, menurunnya sistem kekebalan tubuh sampai
meningkatkan risiko infeksi. Kepadatan tulang pada perokok akan berkurang, sehingga
dapat menyebabkan terjadinya patah tulang pinggul. Kepadatan tulang pada perokok
diketahui lebih rendah daripada mereka yang tidak merokok. Dalam waktu 10 detik setelah
dihisap, nikotin dalam rokok akan segera mencapai otak. Saat menghisap rokok itulah terjadi
pengiriman bahan kimia ke otak yang akan mengubah sifat kimiawi dalam otak sehingga
mempengaruhi perasaan perokok. Diketahui bahwa rokok merupakan salah satu penyebab
stroke (Mu’tadin, 2009).

Seperti yang kita ketahui, rokok merupakan salah satu dari beberapa penyebab masalah
kesehatan terbesar di Indonesia. Merokok sudah menjadi suatu kebiasaan yang membudaya
dikalangan masyarakat Indonesia. Didalam rokok terdapat zat-zat yang sangat berbahaya
seperti nikotin, tar, karbon monoksida, zat karsinogen, dan zat iritan yang dapat
menyebabkan kecanduan, merusak jaringan otak, membunuh sel dalam saluran darah,
kanker paru-paru, menghalangi transportasi dalam darah, memicu pertumbuhan sel kanker
dalam tubuh, mengotori saluran udara, menyebabkan batuk dan sebagainya (Kemenkes,
2010).
2.2 Dampak Kesehatan Akibat Paparan Asap Rokok Orang Lain (AROL)

Paparan terhadap asap rokok orang lain menyebabkan penyakit jantung dan
meningkatkan resiko kematian akibat penyakit ini sebesar kira-kira 30%. Sementara dampak
pada kehamilan dapat menyebabkan berat badan bayi lahir rendah (BBLR) dan bayi lahir
prematur, Sindroma Kematian Bayi Mendadak (Sudden Infant Death Syndrome), dan efek
pada bayi berupa pertumbuhan janin dalam rahim terhambat dan keguguran spontan.

Dengan komulasi bukti-bukti ilmiah yang ada, maka sejak tahun 1986, Amerika Serikat
telah menyimpulkan asap rokok orang lain memperlambat pertumbuhan dan menurunkan
fungsi paru pada masa anak-anak dan ada 12hubungan antara ibu yang merokok pada masa
hamil dengan akibatnya setelahmelahirkan (Pardono, 2002).

2.3 Kawasan Tanpa Asap Rokok

Merokok merupakan masalah yang sistemik yang memiliki sisi humanisme. Masalah
sistemik adalah ketika suatu sistem dalam arti institusi pendidikan diberlakukan sebagai
kawasan tanpa rokok, maka seharusnya tidak ada orang yang merokok di dalamnya. Namun
pada kenyataannya, masih saja ada mahasiswa atau karyawan yang merokok di lingkungan
kampus. Sedangkan yang dimaksud dengan humanisme yaitu merokok dan tidak merokok
adalah suatu pilihan. Tidak jarang orang yang merokok itu sebenarnya tahu akan bahaya
rokok dan ketika kita hendak menegur atau memberi sanksi yang kita tegur itu adalah teman-
teman kita sendiri. Terkadang ketika kita menegur, mereka malah mengabaikan.

Kawasan tanpa asap rokok adalah ruangan atau area yang di nyatakan dilarang untuk
melakukan kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi danpenggunaan rokok. Penerapan
kawasan tanpa asap rokok merupakan upaya perlindungan untuk masyarakat terhadap risiko
ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok. Secara umum,
penerapan kawasan tanpa asap rokok bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan
kematian akibat rokok. Secara khusus, tujuan penerapan kawasan tanpa asap rokok adalah
mewujudkan lingkungan yang bersih, sehat, aman dan nyaman, memberikan perlindungan
bagi masyarakat bukan perokok, menurunkan angka perokok, mencegah perokok pemula dan
melindungi generasi muda dari penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan zat Adiktif
(NAPZA) (Kemenkes, 2010).

Pemerintah membuat peaturan yang melindungi masyarakat terutama anak-anak dari


paparan Asap Rokok Orang Lain (AROL) yang mematikan, karena mengandung 4.000 bahan
kimia berbahaya yang 69 diantaranya menyebabkan kanker, penyakit jantung, sindroma
kematian mendadak pada bayi dan penyakit paru-paru.
2.4 Perlunya Kawasan Tanpa Asap Rokok

100% kawasan yang bebas dari asap rokok merupakan satu-satunya cara efektif dan
murah untuk melindungi masyarakat dari bahaya asap rokok orang lain. Menurut WHO cost
effectiveness akan naik apabila kawasan tanpa asap 15rokok dilaksanakan secara
komprehesif dengan strategi pengendalian tembakau lainnya.

Penerapan kawasan tanpa rokok melindungi hak bukan perokok untuk menghirup udara
bersih dan sehat, bebas dari asap rokok. Larangan merokok perlu diterapkan di tempat-
tempat umum, tempat kerja dan transportasi umum. Penerapan kawasan tanpa asap rokok
tidak saja untuk memenuhi hak bukan perokok untuk menghirup udara bersih dan sehat,
namun juga membantu perokok untuk dapat menahan dan menunda kebiasaan merokoknya
dan sebagai langkah awal perokok untuk berhenti merokok. Penerapan kawasan tanpa tanpa
rokok juga semakin menyadarkan banyak orang akan bahaya adiktif rokok dan
mengembalikan norma untuk tidak merokok di tempat umum, terutama diruangan tertutup
(Soewarso dkk, 2010).

2.5 Kawasan Tanpa Rokok di Indonesia

Sejak tahun 1999, melalui PP 19/2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan,
Indonesia telah memiliki peraturan untuk melarang orang merokok di tempat-tempat yang
ditetapkan. Peraturan Pemerintah tersebut, memasukkan peraturan kawasan tanpa rokok pada
bagian enam pasal 22 – 25. Pasal 25 memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah
untuk mewujudkan kawasan tanpa rokok. Namun peraturan tersebut belum menerapkan
100% kawasan bebas asap rokok karena masih dibolehkan membuat ruang khusus untuk
merokok dengan ventilasi udara di tempat umum dan tempat kerja. Dengan adanya ruang
untuk merokok, kebijakan kawasan tanpa rokok nyaris tanpa resistensi. Pada kenyataannya,
ruang merokok dan ventilasi udara kecuali mahal, kedua hal tersebut secara ilmiah terbukti
tidak efektif untuk melindungi perokok pasif, disamping rawan manipulasi dengan dalih hak
azasi bagi perokok (Nurwati dkk, 2010).

2.6 Konsep Perilaku

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk
hidup) yang bersangkutan. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktifitas
dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan,
berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari
uraian ini dapat di simpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan
atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati
oleh pihak luar.
Menurut Green, perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu :
1. Faktor Predisposisi (Predisposing Faktor)
Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan
kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem yang
dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya. Misalnya
di dalam menetapkan kawasan tanpa asap rokok ditempat proses belajar mengajar
(kampus) harus ada sosialisasinya di lingkungan internal mahasiswa, dosen maupun
karyawannya. Di samping itu juga adanya sistem monitoring teguran.

2. Faktor Pemungkin (Enabling Factors)


Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi
masyarakat. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana
pendukung. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya
perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pemungkin atau faktor
pendukung.

3. Faktor Penguat (Reinforcing Factors)


Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama
(toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga di
sini undang-undang, peraturan-peraturan, baik dari pusat maupun pemerintah daerah
yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang
bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan
diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama dan para
petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan. Di samping itu, undang-undang juga
diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut. Pimpinan beserta pengelola
kawasan tanpa asap rokok harus memberikan contoh, mencatat pelanggaran, pemantauan,
memberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku dan melakukan evaluasi
terhadap kawasan tanpa asap rokok tersebut (Notoatmodjo, 2012).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan yaitu jenis Penelitian Survey yang bersifat Survey
Analitik dengan pendekatan cross sectional survey yaitu suatu metode penelitian yang
dilakukan untuk membuat gambaran atau untuk mendeskripsikan tentang suatu keadaan
secara objektif di masa sekarang (Notoatmodjo, 2010).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian :
Lokasi penelitian ini dilakukan di taman fakultas sains dan teknologi universitas
islam negeri alauddin makassar
Waktu penelitian :

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data Primer
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan kuisioner,
untuk mencari informasi dari responden tentang pengaruh factor perilaku terhadap
penerapan kawasan tanpa asap rokok pada mahasiswa di Fakultas sains dan teknologi
uiniversitas islam negeri alauddin makassar.

Data Sekunder
Data skunder merupakan data yang diperoleh dari pihak/ intansi terkait. Untuk
memenuhidata skunder maka diambil dari sumber:
1. Fakultas Sains Dan Teknologi
2. Data yang diperoleh dari data yang diperoleh dari literature – literatur
perpustakaan (Library reseach) Koran, internet untuk menunjang penulisan dan
penelitian.
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Faktor Pengetahuan terhadap penerapan kawasan tanpa asap


rokok pada mahasiswa di Fakultas Sains dan Teknologi

Faktor ini meliputi pengetahuan masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan
masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem yang dianut masyarakat,
tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya (Notoatmodjo, 2012).
Pengetahuan yang tinggi belum tentu mempunyai perilaku yang baik terhadap penerapan
kawasan tanpa asap rokok. Walaupun pengetahuan mayoritas mahasiswa sudah baik, tapi masih
ada juga mahasiswa yang merokok di kawasan tanpa asap rokok di fakultas sains dan teknologi.
Oleh karena itu, masih di perlukannya sosialisasi tentang penerapan kawasan tanpa asap rokok
kepada mahasiswa untuk lebih meningkatkan pengetahuan dan mengubah perilaku mahasiswa
terhadap penerapan kawasan tanpa asap rokok di fakultas sains dan teknologi.
Dari 85 responden mahasiswa di Fakultas Sains dan Teknolog, maka responden yang
mempunyai pengetahuan yang baik adalah 38 (44,7%) responden dan yang mempunyai
pengetahuan kurang baik adalah 47 (55,3%) responden.

4.2 Pengaruh Faktor Sikap terhadap penerapan kawasan tanpa asap rokok
pada mahasiswa diFakultasSains dan Teknologi

Faktor ini meliputi kepercayaan, keyakinan, kebiasaan, nilai-nilai, norma sosial, budaya
dan faktor sosio-demografi. Manisfasi sikap tidak dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan,
kecenderungan yang berasal dari dalam diri individu untuk berkelakuan dengan pola-pola
tertentu (Maulana, 2012).

Meskipun pengetahuan mahasiswa di Fakultas sain dan teknologi sudah baik, namun
tidak diiringi dengan sikap yang baik. Pada sebagian besar mahasiswa yang memiliki sikap yang
kurang baik terhadap penerapan kawasan tanpa asap rokok mengaku belum pernah melihat
adanya larangan atau sanksi apabila merokok di kawasan tanpa asap rokok di Fakultas sains dan
teknologi. Mayoritas perokok pasif pun tidak mau ambil pusing apabila ada teman mereka yang
merokok di kawasan tersebut.
Dari 85 responden mahasiswa di Fakultas sains dan teknologi, maka responden yang
mempunyai sikap yang baik adalah 32(37,6%) responden dan yang mempunyai sikap kurang
baik adalah 53 (62,4%)responden.

4.3 Pengaruh Faktor Sarana dan Prasarana terhadap penerapan kawasan


tanpa asap rokok pada mahasiswa di FakultasSains Dan Teknologi.

Faktor ini meliputi keterampilan serta sumber daya yang penting untuk menampilkan
perilaku sehat. Sumber daya dimaksud meliputi fasilitas yang ada, personalia yang tersedia,
ruangan yang ada, atau sumber-sumber lain yang serupa (Mubarak, 2007).
Itikat yang baik untuk menerapkan kawasan tanpa asap rokok harus dilanjutkan dengan
adanya fasilitas yang memadai, kurangnya sarana dan prasarana seperti tanda larangan merokok
di Fakultas sains dan teknologi menjadi salah satu masalah masih banyaknya mahasiswa yang
merokok dikawasan tersebut.

4.4 Pengaruh Faktor Dukungan terhadap penerapan kawasan tanpa asap


rokok pada mahasiswa di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku
Umar Meulaboh tahun 2014.

Faktor ini meliputi faktor perilaku dan contoh (acuan) tokoh masyarakat (toma), tokoh
agama (toga), sikap dan perilaku para petugas. Termasuk juga di sini undang-undang, peraturan-
peraturan, baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan
(Notoatmodjo, 2012).
Pimpinan beserta pengelola kawasan tanpa asap rokok harus memberikan contoh,
mencatat pelanggaran, pemantauan, memberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku
dan melakukan evaluasi terhadap kawasan tanpa asap rokok tersebut.
Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh
dukungan atau tidak. Sumber penguat tersebut bergantung pada tujuan dan jenis program
(Mubarak, 2007).
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan, dapat di simpulkan sebagai
berikut :
1. Pengaruh pengetahuan terhadap penerapan kawasan tanpa asap rokok pada mahasiswa di
Fakultas sains dan teknologi bahwa sebagian besar mahasiswa yaitu 38 (44,7%) responden sudah
mempunyai pengetahuan yang baik. Hal ini sesuai dengan hasilpenelitian yaitu (p value = 0,052
> α).
2. Pengaruh sikap terhadap penerapan kawasan tanpa asap rokok pada mahasiswa di Fakultas
sains dan teknologi bahwa sebagian besar mahasiswa yaitu 53 (62,4%) respondenkurang
mempunyai sikap yang baik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitianyaitu (p value = 0,007 < α).
3. Pengaruh sarana dan prasarana terhadap penerapan kawasan tanpa asap rokok pada mahasiswa
di Fakultas sains dan teknologi bahwa sebagian besar mahasiswa yaitu 45 (52,9%) responden
kurang menyatakan sarana dan prasarana yang baik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yaitu
(p value = 0,004 < α).
4. Pengaruh dukungan terhadap penerapan kawasan tanpa asap rokok pada mahasiswa di
Fakultas sains dan teknologi bahwa sebagian besar mahasiswa yaitu 46 (54,1%) responden

5.2 Saran
Sehubungan dengan hasil penelitian, Penulis menyampaikan saran - saran sebagai
berikut:
1. Berdasarkan hasil penelitian yang telah Penulis lakukan ditemukan adanya mahasiswa yang
melanggar larangan tentang kawasan tanpa asap rokok, oleh karena itu di sarankan kepada pihak
terkait di sains dan teknologi untuk mengawasi dan memperketat aturan tentang larangan
merokok di kawasan tanpa asap rokok supaya memberi efek jera bagi perokok aktif dan
memberikan perlindungan bagi perokok pasif.
2.Mahasiswa Fakultas sains dan teknologisekiranya lebih meningkatkan perilaku tidak merokok
di kawasan tanpa asap rokok karena merokok dapat menyebabkan berbagai macam penyakit
bahkan kematian.
DAFTAR PUSTAKA

Ahnyar. 2009, Dampak Merokok, Bina Medika, Jakarta.


Amelia, R, 2012, Jurnal Perilaku Merokok di Kalangan Mahasiswa, Universitas Muhammadiyah
Semarang.
Ardini, RF, 2012, Jurnal Proses Berhenti Merokok Secara Mandiri Pada
Mantan Pecandu Rokok Dalam Usia Dewasa Awal, Universitas Airlangga Surabaya.
Bustan, M.N, 2007, Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Rineka Cipta, Jakarta.
Frihartine N.W, 2013, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Merokok Pada Siswa Laki-
Laki Di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Banda Aceh Tahun 2013, Skripsi U’Budiyah, Banda
Aceh.
Ikatan Ahli Kesehtan Masyarakat Indonesia (IAKMI), 2008, Paket Pengembangan Kawasan
Tanpa Rokok, tobacco control center Ikatan ahli kesehtan masyarakat indonesia, Jakarta.
Ikatan Ahli Kesehtan Masyarakat Indonesia (IAKMI), 2010, Fakta Tembakau Permasalahannya
di Indonesia, tobacco control center Ikatan ahli kesehtan masyarakat indonesia, Jakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,2010), Pedoman Teknis Pengembangan Kawasan
Tanpa Rokok, Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta.
Mardira, S, 2013, Akan Ada Qanun Kawasan Tanpa Rokok di Aceh,
http://news.okezone.com/read/2013/05/31/340/815523/akan-ada-qanunkawasan-tanpa-rokok-di-
aceh.
Maulana, H, 2009, Promosi Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarata.
Mubarak WI, 2012, Promosi Kesehatan, Graha Ilmu, Yoyakarata.
Mu’tadin, Z, 2009, Panduan bagi Para Perokok, Hipokrates, Jakarta.
Notoatmodjo, S, 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.
Notoatmodjo, S, 2012, Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.
Pardono, K, 2002, Passive Smokers, The Forgotten Disaster, Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai