Anda di halaman 1dari 29

BUDIDAYA IKAN AIR TAWAR SISTEM

RECIRCULATING AQUACULTURE SYSTEM (RAS)

1
I. PENDAHULUAN

Meningkatnya kebutuhan protein hewani berdampak pada meningkatnya


kebutuhan ikan baik dari sektor perikanan tangkap maupun budidaya. Pengembangan
perikanan pada sektor tangkap memang tidak dapat lagi dilakukan peningkatan secara
signifikan karena over eksploitasi ikan di laut dan maraknya pencurian sumberdaya ikan
oleh asing. Perikanan budidaya memilki peran yang sangat besar dalam mendongkrak
produktivitas perikanan di Indonesia. Telah banyak metode dan sistem yang
dikembangkan oleh para praktisi perikanan di Indonesia. Salah satu sistem yang dapat
dikembangkan pada sektor perikanan adalah sistem resirkulasi. Sistem ini dapat
dijalankan pada media dan sumber air terbatas namun produktivitas yang jauh lebih
besar dibandingkan sistem konvensional, sehingga sistem ini akan aplikatif pada daerah
perkotaan dan daerah dengan sumber air yang kurang memadai. Dengan
dikembangkannya sistem ini maka diharapkan akan mendorong perkembangan
budidaya perikanan didaerah dengan keterbatasan teknis.

Beberapa kelebihan dari sistem resirkulasi adalah carrying capacity dari kolam
pemeliharaan yang tinggi sehingga produktivitas dapat mencapai dua hingga tiga kali
lipat sistem konvensional, konsentrasi oksigen dan suhu yang tinggi akan mempercepat
metabolisme yang berdampak pada kecepatan pertumbuhan ikan sehingga akan
mempercepat waktu panen. Bagaimana sistem resirkulasi air dapat mendukung
keberhasilan dari usaha budidaya ikan, secara teori dapat dilakukan rencana desainnya.
Secara detail terkadang akan sulit dihitung kebutuhan dari suatu sistem resirkulasi
dalam produktivitas tertentu, itu yang terjadi sehingga dengan komponen yang sama
akan mendapatkan output yang berbeda baik dari hasil maupun proses dan efisiensinya.
Hal tersebut yang mendasari penyusunan makalah ini sehingga akan membantu dalam
menyusun suatu desain resirkulasi yang benar.

Luas kolam pemeliharaan ikan yang tidak seimbang dengan unit filtrasi akan
mengakibatkan ketidak efektifan suatu sistem resirkulasi air budidaya. Harapan bahwa
dengan sistem resirkulasi akan menjadi solusi dalam mereduksi limbah kotoran ikan
akan sia-sia jika kapasitas filtrasi jauh lebih kecil dari kapasitas yang diperlukan
sesungguhnya. Rencana dalam mendesain resirkulasi, akan terkait dengan kapasitas
suatu sistem dalam mengkover produksi ikan dalam jumlah tertentu yang perlu dihitung
secara akurat, proses filtrasi yang dibutuhkan dan dipahami proses apa saja yang terjadi
didalamnya. Oleh karena Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BPPP) Tegal
mengadakan pelatihan on line Resirkulasi pada Sistem Budidaya Ikan bagi masyarakat
dengan harapan dapat membantu dalam mendesain sistem resirkulasi secara akurat dan
efisien serta dapat memahami proses yang terjadi dalam sistem baik secara fisik
maupun biologi.

2
II. RESIRKULASI (RECIRCULATING AQUACULTURE SYSTEM)
PADA BUDIDAYA IKAN

2.1 Kelebihan Sistem Resirkulasi

 Mengurangi penggunaan air

Minimnya penggunaan air dalam hal ini dikarenakan air media yang digunakan
tidak dilakukan pergantian, namun digunakan kembali setelah melalui tahapan
penyaringan. Penyaringan yang dilakukan dapat berupa penyaringan secara fisik,
mekanik dan biologi. Hal tersebut tentunya berdampak pada penghematan air, seperti
telah diketahui bahwa sumber air menjadi masalah dunia.

 Hemat energi

Pertumbuhan ikan yang baik dalam media budidaya salah satunya disebabkan
oleh kestabilan suhu air. Untuk mendapatkan suhu yang optimal dan stabil dalam sistem
air mengalir tentunya akan membutuhkan banyak energi, namun berbeda dengan
sistem resirkulasi. Hanya dibutuhkan energi pada awal untuk membuat suhu optimal
dan stabil. Bahkan akan lebih mudah untuk meningkatkan suhu diatas normal untuk
mempercepat pertumbuhan ikan karena sistem penghangatan berjalan secara terus
menerus.

 Mudah dibersihkan

Dengan resirkulasi air, maka kotoran yang ada dalam sistem dapat dibersihkan
baik yang bersifat padat atau senyawa. Pembersihan dilakukan dengan memasang unit
filter pada sistem tersebut dan memanfaatkan putaran air oleh pompa.

 Sumber air dapat berkualitas rendah

Penggunaan sumber air yang kurang ideal dalam sistem resirkulasi dapat
dilakukan dan dengan filter dan aktifitas bakteri pengurai maka diharapkan kualitas akan
diperbaiki secara perlahan sehingga mencapai kestabilan yang optimal bagi biota
kultivan.

Gambar 1. Perbedaan sistem air mengalir dan resirkulasi


3
2.2 Kekurangan sistem resirkulasi

Selain beberapa kelebihan sistem resirkulasi diatas, ternyata sistem tersebut


juga memiliki beberapa kekurangan antara lain biaya investasi awal yang cukup besar
dibandingkan dengan sistem air mengalir biasa karena desain pada sistem resirkulasi
harus dibuat sesuai desain yang ditentukan dan material penyusun yang kompleks
seperti unit pemeliharaan dan filternya. Selain itu kekurangan berikutnya adalah pada
sistem resirkulasi mengharuskan kontrol dan pemeliharaan sistem yang lebih rumit
karena dalam sistem tersebut harus ada keseimbangan antara sisa bahan organik dan
kecepatan penguraiannya oleh bakteri sehingga diperlukan operator khusus dalam
memantau berjalanya sistem.

2.3 Aspek Dalam Resirkulasi

Untuk dapat menggambarkan resirkulasi maka ada beberapa parameter pokok


yang harus dipahami sebagai berikut :

1. Tingkat Penggunaan Kembali Setelah Air Difilter

Tingkat penggunaan air kembali (R) dalam konteks resirkulasi menggambarkan


persentase air baru yang masuk kedalam sistem (Q N) dibandingkan dengan total air yang
dialirkan kedalam kolam media pemeliharaan ikan (Q T).

Gambar 2. Mekanisme air baru dalam resirkulasi

Dengan ilustrasi diatas, maka dapat digambarkan sebagai berikut :

R = (1 − (QN/QT)) × 100

Dimana :
R = Tingkat penggunaan air kembali setelah treatment
QN = Air baru

4
QT = Total air yang masuk dalam kolam media
( air baru yang masuk + air yang dialirkan kembali ke kolam pemeliharaan)
Contoh :
Jika dalam sehari dimasukkan air baru dalam sistem resirkulasi sebanyak 100 liter/menit,
dan total air yang diputar dalam sistem adalah 1000 liter/menit, hitung berapakah
tingkat penggunaan air kembali dalam sistem resirkulasi!
R = (1 − (QN/QT)) × 100
= (1 − (100/1000)) × 100
= 90%
Sistem resirkulasi lazim dikembangkan pada pemeliharaan ikan hias di akuarium,
namun dalam kegiatan budidaya dapat diterapkan dalam rangka mendapatkan
kestabilan kualitas air, dan pertumbuhan yang optimal. Penambahan air dalam sistem
resirkulasi ini dapat dilakukan sewaktu-waktu saja ketika kualitas air menurun saja.
Rumus diatas dapat diartikan berbeda sesuai keperluan sebagai berikut :
R = (1 − (QN/QT)) × 100

Dimana :
R = Tingkat penggunaan air kembali setelah treatment
QN = jumlah air baru dalam sehari
QT = Total air dalam semua sistem

R = (1 − (QN/QT)) × 100

Dimana :
R = Tingkat penggunaan air kembali setelah treatment
QN = Air baru
QT = Total air yang dialirkan dalam sistem
( air baru yang masuk + air yang dialirkan kembali ke kolam pemeliharaan)
Contoh :
Jika total air dalam sistem resirkulasi (kolam pemeliharaan + bak filter) adalah 1000 liter,
kecepatan aliran air dalam sistem adalah 10 liter/menit. Dalam satu hari dilakukan
pergantian air 250 liter. Dalam kasus diatas dapat dilakukan dua perhitungan yaitu
sebagai berikut :
 Penggunaan air kembali karena pergantian air sebanyak 250 liter
R = (1 − (QN/QT)) × 100
= (1 − (250/1000)) × 100
= 75%
 Penggunaan air kembali karena pergantian air 250 liter dengan putaran aliran air
10 liter/menit

5
Total aliran air selama sehari adalah 10liter/menit X 60 Menit X 24 Jam = 14.400
liter sehingga perhitungan menjadi :
R = (1 − (QN/QT)) × 100
= (1 − (250/14 400) × 100 = 98.3%
Kedua contoh diatas menggambarkan perbedaan antara sistem ganti air dan resirkulasi
dimana sistem ganti air hanya membandingkan air baru yang masuk dengan total air
sedangkan resirkulasi menghitung perbandingan air baru dan prosentase
penggunaannya dalam total air yang difilter selama sehari.
2. Tingkat Pemurnian Air

Tingkat pemurnian air dalam sistem resirkulasi perlu diketahui agar dapat
memperkirakan seberapa efektif unit treatment kita berfungsi. Ilustrasi dari pengertian
tersebut dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Kerja filter membuang kotoran dalam sistem resirkulasi

Jika dihitung tingkat pemurnian dari sebuah sistem filter maka dapat digambarkan
sebagai berikut :

CP = (Cin − Cout)/Cin × 100

Dimana :
Cp = Tingkat pemurnian
Cin = Konsentrasi kotoran yang memasuki filter
Cout = Konsentrasi kotoran yang keluar dari filter

Contoh
Konsentrasi kotoran terlarut saat memasuki unit filter adalah 25 mg/l, dan sesudah
memasuki unit filter adalah 10 mg/l maka dapat dihitung
CP = (Cin − Cout)/Cin × 100

= (25 mg/l – 10 mg/l)/ 25 mg/l X 100


= 60%

6
2.3 Perencanaan dalam sistem resirkulasi
Penjabaran mengenai desain dan konstruksi sistem resirkulasi dapat diterangkan
melalui penjelasan dibawah ini
2.3.1 Jumlah Substansi Terlarut Mengalir Dalam Sistem
Guna mengetahui jumlah konsentrasi terlarut dalam sebuah sistem resirkulasi
(C), maka kita perlu mengetahui debit air (Q) dan jumlah aliran konsentrasi terlarut (M).
Ketiga komponen tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
C = M/Q
Dimana :
Q = Debit aliran air (liter/menit)
M = Aliran massa terlarut (mg/Menit)
C = Konsentrasi massa terlarut (mg/liter)
Ketiga komponen tersebut dalam sistem dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Ilustrasi aliran air, konsentrasi kandungan terlarut dan


aliran massa terlarut dalam sistem resirkulasi

i = Air baru ke kolam pemeliharaan


o = Keluar ke outlet ( = Qi + Qri)
ri = Keluar dari kolam pemeliharaan dan masuk ke unit filter
ro = Keluar dari unit filter menuju kolam pemeliharaan (Q ri)
f = Sejumlah massa substansi yang dikeluarkan dan dikonsumsi ikan
r = Sejumlah substansi yang dikeluarkan dari sistem resirkulasi

2.3.2 Persyaratan Air Dalam Sistem Resirkulasi


Hal pokok yang berpengaruh dakam sistem terkait aliran air, pemisahan antara
air baru dan air terfilter tergantung dari beberapa faktor yaitu :
 Kemampuan air untuk memenuhi kebutuhan oksigen ikan
 Kemampuan air untuk mengencerkan dan membuang air sisa ke batas toleransi
 Kemampuan air untuk melakukan self cleaning pada media pemeliharaan

7
 Tingkat penggunaan air kembali
 Efektifitas sistem filter.
Aliran Air untuk Memenuhi Kebutuhan Oksigen pada Ikan Sesuai Persyaratan
Pemenuhan kebutuhan oksigen pada ikan akan optimal jika pada pada air masuk
dan keluar media pemeliharaan merupakan rentang yang dapat diterima oleh ikan
sehingga pertumbuhan akan optimal. Persyaratan khusus air media pemeliharaan dapat
dihitung dengan :
Qin = Mf/(Cin − Co)
Dimana :
Qin = Debit spesifik per kg ikan
Mf = Konsumsi oksigen spesifik ikan (mg O2/(menit kg ikan)
Cin = Konsentrasi oksigen dari saluran masuk ke kolam pemeliharaan
(mg/liter)
Co = Konsentrasi oksigen pada outlet kolam pemeliharaan (mg/liter)
Contoh:
Ukuran ikan 2000 g, suhu air 120C dan konsumsi oksigen spesifik 3,63
mgO2/(menit kg ikan). Konsentrasi jenuh oksigen di air media adalah 10,8
mg/liter. Konsentrasi yang dapat diterima pada outlet adalah 7 mg/l. Maka Debit
spesifik per kg ikan (Qin) dapat dihitung:
Qin = Mf /(Cin − Co)
= 3.63/(10.8 − 7)
= 0.96 l/(min kg ikan)
Dengan meningkatkan konsentrasi jenuh oksigen melalui penambahan oksigen
murni dalam air media, maka titik jenuh kelarutan oksigen meningkat.
Dari contoh diatas jika kelarutan oksigen ditingkatkan menjadi 150% maka kelarutan
oksigen dalam kondisi jenuh menjadi 16,2 mg/liter sehingga debit spesifik per kg ikan
dapat diturunkan nilainya sesuai kebutuhan sebagai berikut :
Qin = Mf /(Cin − Co)
= 3.63/(16,2 − 7)
= 0.39 l/(min kg ikan)

Debit Aliran Air untuk Mengencerkan Kotoran Sisa Kedalam Konsentrasi yang Dapat
Diterima Ikan
Massa dari sejumlah air yang dibutuhkan sebagai pengencer, air sisa dengan
kandungan terlarut (suspended solid), CO 2, dan Total Amonia Nitrogen (TAN) dapat

8
dihitung kedalam konsentrasi yang dapat diterima oleh ikan dengan memenuhi
persamaan sebagai berikut :
Min + Mro + Mf = Mo
Dimana :
Min = Jumlah kandungan pada air baru
Mro = Jumlah kandungan yang keluar dari filter dan memasuki kolam
pemeliharaan
Mf = Jumlah kandungan yang diproduksi oleh ikan dalam kolam
pemeliharaan
Mo = Jumlah kandungan terlarut pada outlet kolam pemeliharaan ikan.

Jika Mo dan debit air yang keluar dari kolam (Q o) diketahui, maka konsentrasi dari
kandungan pada air outlet dapat dihitung. Sehingga nilainya tidak melebihi
kemampuan toleransi ikan. Maka nilai terendah yang dapat diterima dari debit
outlet mengikuti persamaan :

Qo ≥ Mo/Co-acc
Dimana :
Co-acc = Konsentrasi substansi kotoran yang dapat diterima untuk menghindari
penurunan pertumbuhan ikan
Contoh :

Ikan dengan bobot 50 gr dengan pertumbuhan spesifik harian 31 gr, produksi


suspended solids 6,2 gr sedangkan konsentrasi Suspended Solids pada outlet
adalah 25 mg/liter maka debit air keluar harus :

SS per menit = 6200 mg/(24 jam X 60)

= 4,3 mg/menit

Qo = 4,3 mg/menit / 25 mg/liter = Mo/Co-acc

= 0,17 liter/menit

Berdasarkan persamaan diatas maka nilai debit air pada bak pemeliharaan harus
melebihi nilai 0,17 liter/menit untuk mengencerkan suspended solids kebatas
yang dapat diterima ikan.

9
2.3.3 Hubungan antara Konsentrasi Massa pada Outlet, Tingkat Penggunaan Air
Kembali dan Efektifitas Sistem Filter
Konsentrasi sisa kotoran dalam sebuah sistem resirkulasi akan terus mengalami
peningkatan hingga tercapai keseimbangan. Jika dalam sebuah sistem resirkulasi tingkat
penggunaan kembali air dalam sistem adalah 50% dan efisiensi filter 50% dipasang
dalam sistem, maka untuk menyaring air dalam media pemeliharaan dapat dihitung
berapa kali harus dilakukan pemutaran melalui filter sampai mencapai keseimbangan
ideal dimana produk metabolisme ikan dinyatakan dalam M.

Gambar 5. Ilustrasi efisiensi filter dalam resirkulasi

Ilustrasi diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:

No. 1 2 3 4 5
Frekwensi (Semua air
Putaran dianggap
baru)
Konsentrasi M 5/4 M (M 21/16 4/3 4/3
sisa ditambah M M M
metabolisme dengan ¼ M)
(M) yang dari putaran
keluar dari sebelumnya
kolam
pemeliharaan
Konsentrasi ½M 5/8 M 21/32 2/3 2/3
sisa (Setengah M M M
metabolisme dari putaran
yang masuk air)
ke unit filter
Konsentrasi ¼ (50% sisa 5/16 M 21/64 1/3 1/3
sisa metabolisme M M M
metabolisme yang
yang keluar dibuang)
dari unit filter oleh filter

10
Untuk mengetahui komparasi jumlah konsentrasi substansi buangan sisa antara
sistem resirkulasi dan flow through sistem (C) nilainya dipengaruhi oleh tingkat
penggunaan air kembali (R) dan efisiensi pembuangan sisa kotoran oleh filter (re)
maka dapat mengikuti persamaan sebagai berikut :

C = 1/(1 − R + (Rre))

Dimana :
C = Nilai komparasi konsentrasi sisa buangan dalam sistem dibanding ganti
air
R = Tingkat penggunaan air kembali dalam sistem
re = Efisiensi pembuangan sisa kotoran/metabolisme

Contoh :
Jika dalam sebuah sistem tingkat penggunaan air kembalinya adalah 96%,
sementara efisiensi pembuangan sisa kotoran adalah 50%. Maka dapat dihitung
perbandingan konsentrasi buangan pada outlet antara sistem resirkulasi dan
flow through sebagai berikut:
C = 1/(1-0,96 + (0,96 X 0,5))
= 1,92
Artinya konsentrasi substansi kotoran dari sistem resirkulasi adalah 1,92 kali
lebih banyak karena aliran air pada sistem resirkulasi memungkinkan jumlah
kotoran yang dialirkan akan terbaca lebih banyak/sering karena kotoran yang
difilter hanya 50% dan akan kembali masuk kedalam sistem. Hal tersebut
tentunya berbeda dengan sistem flow through yang akan langsung membuang
kotoran bersamaan pergantian air. Jika dalam sistem flow through substansi sisa
kotorannya adalah 20 mg/liter, maka dalam sistem resirkulasi akan terbaca 20 X
1,92 = 38,4 mg/liter. Jika toleransi maksimum ikan terhadap sisa kotoran adalah
25 mg/liter, maka dapat dikatakan bahwa filter tidak berjalan karena overload.
Keterangan diatas menunjukkan bahwa perlu peningkatan efisiensi filter
atau perlu adanya penambahan air untuk mengencerkan konsentrasi substansi
sisa kotoran sehingga dapat diterima oleh ikan. Seberapa banyak air baru yang
ditambahkan akan dapat dinyatakan sebagai berikut :
Cmax = 25/20 = 1.25mg/liter
Nilai tersebut kemudian dimasukkan dalam persamaan sebagai berikut :

11
C = 1/(1 − R + Rre)
1.25 = 1/(1 − R + 0.5R)
R = 0.4
Perhitungan diatas dapat diartikan bahwa maksimum air yang digunakan kembali hanya
40% dan air baru yang harus ditambahkan adalah 60% untuk memenuhi kebutuhan
pengurangan kotoran dalam sistem sehingga dapat diterima oleh ikan. Penambahan
efisiensi filter sebaiknya ditingkatkan karena pergantian air yang dilakukan terlalu
banyak dan akan menambah biaya. Formula baru yang digunakan untuk membuat
tingkat filter yang baru adalah sebagai berikut :
C = (1/(1 − R + Rre))Mf/Qout
Dimana Mf/Qout adalah konsentrasi outlet pada sistem flow through. Karena
dalam sistem resirkulasi afisiensi filter tidaklah mencapai 100% maka sisa
kotoran yang terbawa kembali dalam sistem kewadah pemeliharaan harus
ditambahkan juga sehingga persamaan menjadi:
C = (1/(1 − R + Rre))(Mf + (CinQi))/Qout
Dimana
Mf = Total sisa buangan awal + akhir
Cin = Nilai komparasi konsentrasi sisa buangan dalam sistem yang masuk
Qi = Debit aliran air masuk
Qout = Debit air yang keluar
2.4 Komponen-komponen Dalam Sistem Resirkulasi
Ikan membutuhkan oksigen guna melakukan pernafasan, metabolisme
dalam ilustrasinya maka dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 6. Metabolisme ikan yang menghasilkan feses dan sedimen terlarut

12
Akibat dari aktifitas diatas, maka konsentrasi oksigen akan mengalami
penurunan jika tidak dilakukan penambahan dan penyaringan kotoran sisa
metabolisme. Selain penyaringan maka konsentrasi oksigen menjadi sangat
penting karena kandungan oksigen terlarut akan dapat mendukung
kelangsungan ikan maupun mikroba yang bekerja dalam mereduksi bahan
anorganik sisa buangan ikan. Oksigen dalam komponen resirkulasi dapat
berkurang karena konsumsi dari mikroba yang hidup dalam air media dan
substrat. Oleh karena itu perlua adanya komponen oksigenasi untuk
meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut.

Menurunnya konsentrasi oksigen dalam sistem akan berpengaruh negatif


terhadap tingkat pertumbuhan dari ikan yang dipelihara. Selain itu akan
berdampak lebih parah lagi yaitu kematian masal karena kekurangan oksigen.
Gambaran mengenai oksigenasi dalam sistem resirkulasi secara bertahap dapat
dijabarkan dalam gambar 7.

Gambar 7. Diagram filter air pada tiap tahapan efisiensi resirkulasi

13
Oksigenasi dalam sistem diberikan untuk memenuhi kebutuhan jika
dalam kolam pemeliharaan memiliki padat tebar tinggi selain untuk mengaduk
kotoran terlarut sehingga kotoran dapat dioksidasi untuk membuang amonia.
Jika endapan kotoran ada dalam sistem dapat dibuat saluran penampung
endapan kotoran dengan komposisi 1 – 5% dari total kapasitas air yang diputar.
Dan perlu diberikan air baru tambahan yang dimasukkan setiap hari sejumlah air
yang dibuang bersama dengan pembuangan endapan.

Melambatnya aliran air dalam sistem resirkulasi akan mengakibatkan


meningkatnya NH3 karena jumlah air yang terfilter akan berkurang. Sistem
resirkulasi juga akan mengakibatkan nilai pH meningkat karena pada proses
nitrifikasi akan menghasilkan ion H + dan ikan sendiri akan mengeluarkan CO2.
Ketika dalam sistem dipelihara ikan dalam jumlah banyak, dan proses
penggunaan air kembali melebihi 99% maka bisa terjadi konsentrasi NO 3 (nitrat)
mencapai konsentrasi yang beracun bagi ikan, sehingga dalam sistem terkadang
perlu dilanjutkan ketahapan denitrifikasi.

2.4.1 Filter Mekanik

Pemisahan partikel padat terlarut yang ada dalam kolam pemeliharaan


sebaiknya dibuang. Dalam sistem resirkulasi, hal tersebut dapat dilakukan
dengan memanfaatkan putaran air dan menempatkan filter fisik dalam
rangkaiannya. Dalam melakukan penyaringan, maka dapat dikelompokkan dalam
tiga kelompok yaitu penyaringan mikro screen, sand filter dan settling.

Penyaringan dengan Mikro Screen

Penyaringan dengan mikro screen dilakukan pada air yang keluar pada
outlet. Prinsipnya adalah memisahkan partikel-partikel dari air media
pemeiharaan sebelum memasuki filter biologi. Ukuran yang dibpisahkan
berukuran minimal 6 m.

Gambar 8 . Penyaring statis pada sistem resirkulasi dan proses back flush

14
Penggunaan screen ini lambat laun akan mengalami penyumbatan dan metode
pembersihan dari screen ini adalah dengan back flush.

Modifikasi membran dapat diterapkan pada unit fiter mekanik.


Penggunaan membran 50 nm akan meningkatkan penyaringan hingga 8,5% dari
partikel kolooid yang lebih halus dengan putaran 2 kali sehari (Holan A.B, 2013)

Gambar 9. Perbedaan efisiensi Conventional RAS dan Membran RAS

Sand Filter

Penggunaan pasir dalam penyaringan dapat dilakukan dengan


melewatkan air dari outlet yang pada filter pasir ini hampir sama dengan screen
filter, hanya sanya bahan yang digunakan adalah pasir dan batu-batuan untuk
menjerap bahan buangan dari outlet.

15
Gambar 10 . Ilustrasi sand
Perawatan dari sand filter ini adalah dengan pembersihan secara manual atau
dengan back flush. Desain sand filter ada tiga macam yaitu sand filter lambat,
sand filter cepat dan sand filter dengan back flush.

2.4.2 Filter Biologi Dalam Resirkulasi

Dalam sistem resirkulasi masalah yang akan muncul adalah ketika


kemampuan filter dibawah kecepatan bentukan substansi sisa kotoran dari ikan
yang dipelihara sehingga akan mengakibatkan rendahnya oksigen dan
meningkatnya CO2 karena padat tebar dan aktifitas bakteri yang besar sehingga
mengurangi konsentrasi oksigen dalam sistem. Selain itu tingginya konsentrasi
TAN (NH4+). Dalam sistem filter dapat ditempatkan filter biologi untuk membuang
TAN kedalam bentuk yang lebih tidak berbahaya yaitu NO 3 atau N2. Melalui
proses Nitrifikasi dalam kondisi aerob dan Denitrifikasi dalam kondisi anaerob.
Sehingga konsentrasi Nitrogen dapat dilepas keudara. Bakteri nitrifikasi berada
pada substrat dan menempel membentuk biofilm. Penumpukan bahan organik
berupa Amoniak (NH3) dalam sistem akan mengakibatkan stress pada ikan dan
jika tidak segera diatas akan mengakibatkan keracunan amoniak dan terjadi
kematian. Untuk itu sangat penting membuang kandungan amoniak dalam
sistem resirkulasi. Dalam air ion amonium (NH 4+) dan amonia (NH3) akan
membentuk keseimbangan

NH3 + H+ NH4+

NH4+ dikenal sebagai TAN. Ketika menggunakan filter biologi, maka ada ada
beberapa tahapan nitrifikasi yaitu :

- Perubahan NH4+ ke NO2- (Nitrit)

- Perubahan NO2- (Nitrit) ke NO3- (Nitrat)

- Perubahan NO3- ke N2 (Molekuler Nitrogen)

Dua perubahan awal terjadi dengan cepat dan disebut Nitrifikasi pada filter
Nitrifikasi sedangkan pses ketigroa terjadi difilter denitrifikasi.

a.) Nitrifikasi

Nitrifikasi terjadi dalam dua tahap dengan memanfaatkan bakteri


pengoksidasi amonia. Bakteri ini bersifat autotrof dengan O 2 sebagai
pengoksidasi dan CO2 atau HCO3- sebagai sumber karbon untuk tumbuh. NH4+
diubah menjadi NO2- oleh Nitrosomonas kemudian ke NO3- oleh Nitrobacter.

NH4++ 3/2 O2 NO2- + 2 H+ + H2O

16
NO2- + ½ O2 NO3-

Proses nitrifikasi ini terjadi dalam substrat membentuk biofilm. Massa dari
biofilm sendiri dapat digambarkan sebagai C5H7NO2.

Tahap 1. Menggunakan bakteri Nitrosomonas

55NH4++5CO2 + 76O2 C3 H7NO2 + 54NO2- + 109H+ + 52H2O

Tahap 2 menggunakan bakteri Nitrobacter

400NO2 + 5CO2 + 76O2 C5H7NO2 + 400 NO3- +H+

Efektifitas nitrifikasi dapat dinyatakan sebagai jumlah amonia yang dioksidasi


perunit biofilm dalam satu luasan dalam satu satuan waktu (mg NH4+/(m2 menit).
Ada beberapa faktor yang dapat memicu percepatan biofilm dalam substrat
antara lain : Konsentrasi amonia, suhu, pH, DO, salinitas, kandungan bahan
organik dan kandungan racun. Berikut ini grafik yang menggambarkan hubungan
pH dengan konsentrasi amonia pada berbagai keadaan.

Ivar Odd L, 2007


Gambar 11. Keseimbangan antara amonia dan pH pada suhu 20 0C

Kandungan amonia menjadi faktor paling penting dalam menjaga


kelangsungan hidup bakteri dengan nilai dibawah 3 mg/liter. Selain kebutuhan
amonia, oksigen menjadi penting untuk mengoksidasi amonia. Bakteri Nitrifikasi
membutuhkan oksigen, berdasarkan hasil pengamatan konsentrasi dibawah 4
mg/liter akan mengurangi proses nitrifikasi dan 2 mg/liter untuk Nitrobacter.
Nilai optimal untuk suhu pada aktifitas bakteri ini adalah 30 0C. Suhu terlalu
panas akan membunuh bakteri nitrifikasi, range dimana bakteri beraktifitas

17
antara 0 – 300C. Perubahan suhu 50C secara langsung akan menghambat kerja
bakteri untuk mengoksidasi amonia.

Nitrifikasi akan optimal pada pH 8 – 9. Berdasarkan penelitian nitrifikasi


menurun hingga 90% ketika pH turun menjadi 7 – 6. Perlu diingat bahwa ion H +
dihasilkan dalam proses nitrifikasi sehingga konsentrasinya meningkat. Jika
kapasitas biofilter kurang mampu lagi menahan pH maka dapat dilakukan
pengapuran. Keberadaan bahan organik dalam sistem dapat menghambat kerja
nitrifikasi karena dimungkinkan akan muncul bakteri lain yang tumbuh dan
mendominasi. Nitrifikasi akan akan menurun dengan meningkatnya C/N rasio,
dan sekitar 60 – 70% akan menurun ketika Chemical Oxygen Demand/Nitrogen
(COD/N) meningkat dari 0 ke 3 dengan substrat mengandung 10 mg TAN.

Gambar 12. Tingkat Nitrifikasi pada berbagai suhu

Nitrifikasi berjalan lebih baik pada air tawar karena ion klorida menghambat
kinerja bakteri. Selain itu filter juga harus terlindung dari cahaya karena dapat
menurunkan tingkat nitrifikasi.

Menurut John Colt, 2006 ada beberapa parameter fisika dan kimia yang
penting pada operasi biofilter yaitu sebagai berikut

Parameter Implikasi
Nitrat Pada level minimum akan mencegah H2S kedalam
bentuk anaerobic/gas
Oksigen Nitrifikasi akan berhenti pada kondisi oksigen
Obat-obatan dan bahan rendah
kimia Obat-obatan dan bahan kimia akan berdampak
serius pada proses nitrifikasi
pH (dan alkalinitas) Proses nitrifikasi akan berjalan lambat pada pH
yang rendah dan tinggi
Salinitas Bakteri nitrifikasi pada air tawar dan air asin akan
berbeda . perubahan salinitas secaracepat akan
menurunkan tingkat nitrifikasi dalam kurun waktu
tertentu

18
b.) Konstruksi Filter Nitrifikasi

Inti dari konstruksi filter nitrifikasi adalah bagaimana mengoptimalkan


pertumbuhan bakteri nitrifikasi dalam biofilm pada substrat secara optimal. Ada
4 yang model filter biologi yang dapat memunculkan biofilm ini yaitu : flow
through sistem, bioreaktor, lumpur aktif, dan filter granul.

 Sistem Flow Through


Pada sistem ini secara prinsip adalah mengalirkan air yang kaya akan oksigen
kedalam substrat penempelan bakteri nitrifikasi sehingga terbentuk biofilm.
Ada dengan model percikan air secara terus menerus kedalam filter biologi
dan ada yang mengalirkan air baik dari atas maupun bawah dalam posisi
substrat terendam.

Gambar 9. Beberapa desain filter biologi pada sistem flow through

Komponen dalam filter biologi dapat berupa macam-macam tetapi secara


prinsip bahwa bahan yang digunakan bukan merupakan bahan aktif, memiliki
penampang yang lebih luas dengan material yang kecil, tidak menghambat
aliran air, dan mudah untuk dibersihkan.

19
Gambar 10. Bahan-bahan dalam biofilter

 Perputaran Biodrum
Selain dengan model percikan air dari atas, filterbiologi sebagai media
menempelnya bakteri dalam biofilm, dapat juga berupa Biodrum yang diset
setengah tenggelam dengan partikel substrat didalamnya dan akan dirotasi
dengan kecepatan 2 – 3 rpm.

Gambar 11. Desain Biodrum pada filter biologi

20
 Lumpur Aktif
Pada model ini partikel buangan diaduk dalam sebuah wadah dengan aerasi
kencang sehingga posisi partikel buangan terus teraduk bersama substrat
sehingga partikel tidak mengendap dan pada komponen substrat terbentuk
biofilm.

Gambar 12. Ilustrasi lumpur aktif dalam biofilter

 Filter Granul
Filter granul secara prinsip hampir sama dengan metode sebelumnya hanya
saja substrat yang digunakan berupa butiran-butiran plastik kecil yang
ditempatkan dalam sebuah wadah sehinggga menjadi media melekatnya
biofilm.

c.) Manajemen Filter Biologi

Proses nitrifikasi akan terus berlangsung ketika kondisi media hidup dari
bakteri nitrifikasi terjaga. Filter dipasang 20 – 40 hari setelah bakteri nitrifikasi
ditumbuhkan. Secara perlahan maka TAN akan direduksi menjadi senyawa yang
tidak terlalu beracun yaitu Nitrit dan Nitrat.

Gambar 13. Grafik aktifitas Nitrifikasi oleh bakteri

21
Contoh Desain Biofilter

Jika dalam ikan dalam kolam mengkonsumsi pakan 100 kg setiap hari,
maka TAN akan dihasilkan tergantung dari tingkat pertumbuhan ikan, kandungan
protein pakan dan daging ikan, jumlah nitrogen dalam pakan, dan protein yang
tercerna dan tidak tercerna. Konsentrasi TAN yang dihasilkan rata-rata 30 – 40 g
per kg pakan dapat dijadikan acuan dalam memperkirakan perhitungan. Suhu air
200C dan pH 7. Maka desain dan ukuran biofilter dapat dihitung sebagai berikut :

Pengeluaran TAN akan menunjukkan 3 – 4 Kg per hari pada pH 7 dan suhu


0
20 C maka hanya 0,4% berupa NH3 (dapat dilihat pada gambar 8). Konsentrasi
NH4+ dalam air hampir sama dengan NH3 karena akan membuat keseimbangan.
Dalam kondisi normal maka nitrifikasi akan berjalan berdasarkan suhu sehingga
data pada gambar 8 dapat digunakan sebagai acuan yaitu pada suhu 20 0C maka
konsentrasi NH4+ dalam sistem adalah 1,0 gr per m2 luasan biofilter perhari dapat
digunakan. Maka substrat biofilter harus memiliki luas area (B a) sebagai berikut :

Ba = (3.000 sampai 4.000)/1


= 3.000m2 sampai 4000m2

Untuk memastikan luasan tersebut maka lazim untuk menambah luasannya


wadah dalam perhitungan menjadi dua kali karena akan dipertimbangkan lost
dalam alirannya. Maka jumlah luasan nya menjadi 8.000m 2. Tahap selanjutnya
adalah memilih subsrat yang akan digunakan, misal akan digunakan substrat
dengan luasan area 3.00 m2 per m3 filter maka volume yang akan ditutup oleh
substrat menjadi 8.000/3.00 m3 sehingga diperoleh angka 27m3. Dalam
pemasangannya, lazim jika digunakan perbandingan 2 : 1 atau 1 :1 yang artinya
dapat dilakukan pemasangan pada posisi filter terendam sebanyak 18 m 3 dan
terpercik air 9 m3.

d.) Denitrifikasi

Konsentrasi pada NO3- dari hasil nitrifikasi memang tidak seberbahaya


NH3 terhadap ikan, namun bukan berarti NO 3- juga tidak berbahaya terhadap
ikan. Dalam konsentrasi tinggi NO3- juga akan dapat membunuh ikan. Oleh
karena itu perlu ada filter lagi yang dapat merubah NO 3- kedalam bentuk N2 (gas)
yang kemudian akan dilepas keudara sehingga konsentrasi dari amonia dan nitrat
akan berkurang dalam air. Proses denitrifikasi juga dilakukan oleh bakteri yang
membentuk biofilm, dan proses perubahan nitrat menjadi N2 (gas) berada dalam
kondisi anaerob melalui dua tahap yaitu perubahan nitrat menjadi nitrit
kemudian nitrit menjadi N2 (gas).

22
Berbeda dengan proses nitrifikasi dimana bakteri nitrifikasi membutuhkan
banyak oksigen, pada proses denitrifikasi ini bakteri membutuhkan karbon bukan
oksigen. Namun karena dalam sebuah sistem sisa buangan dari kolam
pemeliharaan tidak banyak mengandung karbon maka perlu dilakukan
penambahan karbon. Karbon yang diberikan dalam sistem biasanya berupa
methanol, ethanol atau gula dalam bentuk cair yang ditambahkan sebelum
memasuki filter denitrifikasi. Penambahan methanol dalam sistem yang merubah
nitrat akan melalui dua tahap perubahan sebagai berikut :

Tahap 1

CH3OH + 3NO3- 3NO2- + CO2 + 2H2O

Tahap 2

CH3OH + 2NO2- N2 +CO2 +H2O + 20H-

Jika dalam pembentukan biofilm berupa C6H7O2N, maka reaksi secara empirik
yang berhubungan dengan kedua tahap diatas adalah sebagai berikut :

CH3OH + 0,92NO3- + 0,92 H+ 0,06C6H7O2N + 0,43N2 + 0,7CO2 +


2,25H2O

Karena proses denitrifikasi merupakan proses yang bersifat anaerobik maka tidak
ada bentukan oksigen. Maksud dari penambahan methanol dalam sistem adalah
untuk mengikat oksigen sehingga tidak ditemukan oksigen dalam keadaan bebas.
Desain dari filter denitrifikasi sama dengan desain filter nitrifikasi, hanya saja
substrat dari biofilm harus terendam secara keseluruhan dan vakum untuk
menghindari masuknya oksigen dari luar sistem.

Penggunaan methanol dapat disubstitusi dengan menggunakan sulfur.


Dalam proses ini maka jenis bakteri yang dikembangkan adalah Thiobacillus
denitrificans. Sulfur yang digunakan dapat berupa sulfur lempeng dengan
ketebalan 0,9 mm dan ditempatkan didasar bak denitrifikasi seluas 3 m. Bak
denitrifikasi ini dibuat dalam dua fase / tahapan. Dan dari hasil percobaan
didapatkan bahwa pada fase 1 komponen denitrifikasi mampu menyerap nitrat
menjadi N2(gas) sebanyak 37 – 39% selama 3,2 – 3,3 menit dalam debit air 860 –
888 liter/menit atau dapat membuang nitrat sebanyak 1,57 mg/liter . Sedangkan
pada fase 2 dapat menyerap 13 – 42% Nitrat selama 3,2 – 4,8 menit atau dapat
membuang nitrat sebanyak 0,71 mg/liter (Christianson L, et al, 2015).

23
2.5 Desain Resirkulasi

Beberapa model desain resirkulasi dibuat sesuai kepentingan dalam


pemeliharaan ikan, namun secara prinsip adalah adanya peningkatan kualitas air
media pemeliharaan secara tersentral sehingga mudah dalam melakukan
treatment atau perlakuan tertentu.

Gambar 14. Desain berbeda pada resirkulasi satu kolam dan beberapa kolam pemeliharaan ikan

24
Gambar 15. Tata letak sistem resirkulasi pada budidaya ikan

Dalam beberapa kasus sistem resirkulasi dilengkapi dengan filter denitrifikasi


untuk menghilangkan unsur N karena dalam bentuk Nitrat dapat menjadi
beracun jika konsentrasinya berada pada konsentrasi diatas ambang batas.

Desain resirkulasi rata-rata menggunakan prinsip terminal filter terpusat,


yaitu menggunakan satu unit filter untuk memfilter beberapa unit pemeliharaan.
Artinya dalam penerapannya pipa yang digunakan antar kolam pemeliharaan
tersambung menjadi satu dalam satu rangkaian menuju unit filter. Desain
tersentral/terpusat tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan yang
didapatkan adalah biaya pembuatan dan biaya operasional dari sistem akan lebih
rendah. Namun selain kelebihan tersebut juga terdapat kekurangan yaitu adanya

25
kemungkinan kontaminasi dari satu kolam pemeliharaan kekolam yang lainnya
ketika terjadi serangan penyakit.

Selain desain terpusat tersebut, desain resirkulasi juga dapat dibuat


secara paralel terpisah antar unit pemeliharaan ikan. Artinya adalah dalam tiap
unit kolam pemeliharaan akan disertai dengan unit filtrasi. Dengan cara ini maka
kemungkinan kontaminasi dari satu kolam pemeliharaan kekolam lainnya akan
tidak ada. Namun resiko dari penerapan desain ini adalah biaya pembuatan yang
cukup besar karena harus membuat unit filter pada masing-masing kolam
pemeliharaan. Selain itu biaya operasional terkait perawatan dan energi yang
dikeluarkan juga akan sangat tinggi. Model seperti ini dapat diterapkan pada unit
resirkulasi dengan kolam pemeliharaan yang relatif besar pada penerapannya.

Dari masing-masing desain dengan kelebihan dan kekurangannya


tersebut akan dapat menguntungkan jika diterapkan pada target produksi yang
tepat. Pada desain terpusat maka kualitas air yang ada dalam tiap kolam
pemeliharaan akan relatif seragam yang artinya akan memberikan hasil yang
relatif sama pula pada tiap kolam pemeliharaan sedangkan pada unit resirkulasi
paralel akan membuka peluang perbedaan produktivitas tiap kolam
pemeliharaan karena adanya perbedaan kualitas air pada tiap-tiap kolam
pemeliharaan.

26
III LANGKAH KERJA PEMBUATAN RAS

Unit Resirkulasi terdiri dari :

1. Unit Tank Pemeliharaan


2. Unit Filter Mekanik
3. Unit Filter Fisik
4. Unit Filter Biologi

Instalasi unit resirkulasi :

Tank Pemeliharaan Filter Mekanik Filter Fisik

Sterilisasi Filter Biologi Tandon pompa air

Operasional Unit RAS :

 Tank pemeliharaan dirangkai dengan filter mekanik dan filter fisik, Tank
pemeliharaan diisi dengan air media / air pasok
 Tank filter mekanik berupa tabung kerucut yang kemudian menampung
air buang Bersama kotoran ikan. Kotoran ikan tersebut kemudian
diakumulasi pada ujung corong dibagian bawah dengan system pusar
sehingga air out put dari paralon dibuat arus ketepi agar terbentuk
pusaran.
 Air yang sudah dipisahkan dari kotoran padat kemudian dialirkan ke tank
filter fisik untuk dilakukan penyaringan lebih lanjut untuk menangkap
kotoran fisik halus yang masih terbawa aliran dari filter mekanik. Filter
fisik terdiri atas material filter halus dibagian atas dan material fisik kasar
di bagian bawah yang disusun rapih. Dengan penyaringan kotoran padat
pada filter mekanik maka dibagian filter fisik akan lebih lama masa
penyumbatannya.
 Setelah melalui proses penyaringan kemudian air dipompa pada filter
biologi sebanyak 2 tahap filter biologi tidak terendam dan filter biologi
terendam.

27
 Setelah aktifitas amonifikasi pada filter biologi, air dialirkan pada unit
sterilisasi untuk kemudian diteruskan ke tank pemeliharaan kembali
demikian seterusnya.

Catatan :

 Pompa yang digunakan memiliki debit air yang mampu mengganti air
pada tank pemeliharaan sebanyak 2 kali dalam satu jam.
 Filter mekanik dan fisik ukuran disesuaikan dengan besar tank
pemeliharaan dan padat tebar.
 Filter biolgi dapat digunakan bahan dan SSA (Spesific Sinface Area) yang
baru sehingga dapat meminimalisir ruang pada filter biologi.

28
DAFTAR PUSTAKA

Colt J. 2006. Water Quality Requirements for Reuse System. Aquaculture


Engineering. Elsevier, 34 : 143 - 156

Christianson L., et.al. 2015. Nitrate Removal Effectiveness of Fluidized Sulfur-


Based Autotrophic Denitrification Biofilters for Recirculating Aquaculture
Systems. Aquaculture Engineering. Elsevier, 68 : 10 -18

Holan A.B., et.al. 2014. Intensive Rearing of Cod Larvae (Gadus morhua) in
Recirculating Aquaculture Systems (RAS) Implementing A Membrane
Bioreactor (MBR) for Enhanced Colloidal Particle and Fine Suspended
Solids Removal. Aquaculture Engineering. Elsevier, 58 : 52 – 58

Lawson T.B. 1994. Fundamentals of Aquacultural Engineering. Departement of


Biological Engineering Lousiana State University. Kluwer Academic
Publishers

Lekang O.I. 2007. Aquaculture Engineering.Norwegian University of Life Sciences.


Blackwell Publishing.

Pungrasmi W., et.al. 2016. Nitrogen Removal From A Recirculating Aquaculture


System Using A Pumice Bottom Substrate Nitrification-Denitrification
Tank. Ecological Engineering. Elsevier, 95: 357 – 363

29

Anda mungkin juga menyukai