11499-Article Text-32215-1-10-20190716
11499-Article Text-32215-1-10-20190716
26-38
Adeline Nathania
Institut Teknologi Bandung
adelnathania@gmail.com
ABSTRAK
Dengan tidak adanya kehadiran salah satu orangtua, banyak stigma oleh masyarakat yang menganggap remaja
dalam keluarga single parent sebagai remaja yang berperilaku menyimpang atau bermasalah. Hal ini tentu saja
akan mempengaruhi kehidupan psikologis remaja dalam keluarga single parent. Kurangnya representasi media
menyebabkan banyak orang yang tidak mengetahui kisah dibaliknya. Dibutuhkan adanya media yang dapat
menyampaikan perasaan dan pengalaman remaja tersebut, dari sudut pandang mereka. Metode perancangan
dimulai dengan perumusan masalah, pengumpulan data, analisis ide rancangan, dan pada akhirnya adalah
pengembangan solusi perancangan. Animasi digunakan untuk menyampaikan pesan perasaan yang kompleks
dalam bentuk sederhana. Metafora visual digunakan untuk menyampaikan pesan yang cukup mendalam bagi
target audiens. Gaya visual animasi yang digunakan adalah gaya animasi Jepang tahun 90an. Perumusan
karakter utama didasari dari hasil wawancara serta terinspirasi dari cerita para narasumber. Penggunaan
dialog dalam jumlah yang lebih proporsional dalam film animasi menjadi bagian yang patut untuk
dipertimbangkan untuk perancangan lebih lanjut.
ABSTRACT
In the absence of one of the parent, many adolescents are stigmatized by the community as who behave
deviant or problematic. This will affect the psychological life of adolescents in single parent families. It is lack of
media representation that caused many people do not understand the real story about their life. Media that
can convey the feelings and experiences of the teenager is needed, from their own perspective. The design
method starts with problem formulation, data collection, analysis of design ideas, and ultimately the
development of design solutions. Animation is used to convey complex feelings messages in a simple form.
Visual metaphors are used to convey a sufficiently deep message to the target audience. The visual style of
animation used is Japanese style animation in the 90s. The formulation of the main characters is based on the
results of interviews and inspired by their stories. The use of dialogue in more proportional amounts in
animated films is an appropriate part to be considered for further design.
26
Jurnal Wimba Volume 10, No.1, 2019, Hal. 26-38
Storytelling menggunakan animasi dapat tetapi para penonton tidak dapat memahami
dibantu dengan desain karakter, warna, latar, karakter tersebut, saat itulah aspek mental
ataupun aspek visual lainnya yang akan dibuat. desain karakter penting. Sebuah karakter
Di sisi lain, desain karakter selalu menjadi dapat menyenangkan untuk dilihat, tetapi itu
salah satu prioritas dalam sebuah cerita. adalah sifat yang fana dan mudah memudar.
Apabila tidak ada karakter, maka tidak ada Harus ada suatu hal yang dapat melekatkan
cerita yang diceritakan, karena semua narasi penonton dengan karakter tersebut.
didasarkan pada konflik karakter dan tindakan
Penggunaan warna dapat memiliki pengaruh
untuk menyelesaikannya. Warna dan desain
yang kuat pada suasana hati dan emosi, maka
karakter sangat penting untuk keseimbangan
para pembuat film telah menggunakan
dalam bercerita, secara langsung
hampir seluruh spektrum warna untuk
memengaruhi dua tingkat kognitif pikiran,
mendukung penyampaian cerita. Warna juga
yaitu sadar dan bawah sadar. Hal ini
memiliki fitur lain yang dikenal sebagai
menjadikan animasi sebagai alat yang kuat
pembagian warna, yang terdiri menjadi warna
untuk menyampaikan pesan dan emosi
dingin dan warna hangat. Warna dingin dan
kepada penonton.
hangat digunakan untuk menggambarkan dua
Pemanfaatan gaya visual dalam animasi juga kesan yang berlawanan. Contoh warna dingin
dipertimbangkan dari cerita yang ingin adalah biru atau hijau atau ungu. Sementara
disampaikan. Seperti misalnya dalam contoh dari warna hangat adalah merah,
menyampaikan cerita yang realis, gaya jingga, dan kuning.
animasi yang efektif untuk digunakan yakni
David (2015) menyatakan bahwa warna
adalah gaya semi-realis, dengan membuat
hangat umumnya berkesan lebih aktif dan
latar dan karakter yang semi-realis (serupa
agresif, sementara warna dingin cenderung
dengan yang ada di dunia nyata). Contoh
pasif dan tenang. Di sisi lain, Nita Leland juga
animasi yang menggunakan gaya semi-realis
menyatakan bahwa temperatur warna
adalah animasi dari Studio Ghibli dan Satoshi
membantu menciptakan kedalaman.
Kon.
Berbicara tentang kedalaman, background
Meskipun membuat karakter yang menarik
atau latar adalah visualisasi kedalaman ruang
secara visual adalah penting, banyak aspek
dan waktu terjadinya peristiwa. Pada
lainnya yang sama pentingnya dalam
dasarnya, background identik dengan
membuat karakter; dunia mental dan cerita.
penggambaran lingkungan dalam suatu film.
Ketika seorang desainer karakter dapat
Namun fungsi background tidak hanya
membuat karakter yang indah secara visual,
29
Jurnal Wimba Volume 10, No.1, 2019, Hal. 26-38
terbatas sebagai elemen pelengkap atau membandingkannya dengan hal atau objek
pendukung, tetapi juga sebagai elemen lain yang lebih mudah dipahami. Metafora
pembangun mood suatu adegan serta bekerja melalui asosiasi, kemiripan, dan
keutuhan cerita sebuah film. perbandingan.
Seorang sutradara dan animator, Makoto Bentuk ekspresi yang lebih pribadi dan non-
Shinkai, memanfaatkan background serta mimetis (proses peniruan) dari dunia animasi
elemen-elemen di dalamnya untuk telah terealisasikan melalui film, terutama
menunjukkan perkembangan karakter melalui untuk mewakili hal-hal abstrak dari pikiran,
makanan, barang kepunyaan, pencahayaan, salah satu contohnya adalah pengalaman
dan penentuan posisi. Penggambaran pribadi. Hal-hal yang abstrak memiliki
background yang detail serta realis membuat masalah dalam hal pendokumentasian,
animasi yang dirancang terasa alami dan lebih dikarenakan tidak adanya kesetaraan visual
imersif. Karakter Shinkai biasanya tidak yang dapat direalisasikan dengan kamera film,
mengekspresikan emosi mereka secara maka dari itu animasi telah terbukti memiliki
langsung dan dia tidak menulis adegan aksi menguntungkan dalam hal mewakili
dan reaksi sederhana. Sebaliknya, emosi fenomena tersebut.
disampaikan melalui suasana keseluruhan film,
Menurut Wells (2013) professor dalam studi
terutama pada background adegan tersebut.
animasi, fitur utama metafora sebagai salah
Hal ini dapat dilihat melalui film Makoto satu strategi naratif ini adalah
Shinkai yang berjudul “The Garden of Words”, kemampuannya untuk membangun makna
penunjukkan mood karakter ditampilkan yang sejalan dengan jalan cerita. Hal ini
melalui cuaca. Contohnya adalah adegan memungkinkan metafora untuk ditafsirkan
ketika kedua karakter utama pada film melalui simbol-simbolnya, tetapi pada saat
tersebut bertengkar, latar di sekitarnya yang sama tetap terbuka untuk lebih dari satu
menjadi gelap dan hujan semakin deras, makna dalam cerita. Berbeda dengan simbol,
namun ketika kedua karakter utama mulai seperti yang ditunjukkan Wells, metafora
membuka diri dan berbaikan, hujan di tidak harus terkait dengan citra atau visual
sekitarnya berubah menjadi lebih reda dan yang jelas, tetapi sebaliknya metafora
langit menjadi cerah. menciptakan kerangka kerja, di mana makna
juga bisa berasal dari pemahaman simbol
Metafora dalam Animasi
tersebut.
Metafora didefinisikan sebagai kiasan yang
menggambarkan subjek tertentu dengan cara
30
Jurnal Wimba Volume 10, No.1, 2019, Hal. 26-38
Lakoff & Johnson (1980), menegaskan dari keluarga harmonis yang lengkap
pernyataan sehubungan dengan Teori anggotanya, yaitu ada ayah, Ibu serta anak.
Metafora Konseptual. Mereka menyatakan
Problema yang dimiliki anak yang diasuh
bahwa esensi dari metafora adalah
oleh single parent tentunya akan memiliki
memahami dan mengalami satu jenis hal yang
banyak perbedaan dibandingkan dengan
berkenaan dengan hal lainnya. Teori mereka
anak yang diasuh oleh keluarga yang utuh,
menunjukkan bahwa manusia tidak hanya
dikarenakan terbaginya perhatian orangtua
menggunakan metafora dalam bahasa, tetapi
antara pekerjaan dengan mengurus anak.
pada dasarnya manusia berpikir metaforis
Tetapi beberapa hasil penelitian
ketika fenomena abstrak hendak diubah ke
mengungkapkan bahwa tidak sedikit anak
dalam hal atau sesuatu yang konkret (yang
yang diasuh oleh single parent bertumbuh
lebih hal di dapat dibuktikan dengan
menjadi orang yang sukses, karena adanya
pengalaman nyata yang dialami pada manusia
kondisi yang berbeda dengan anak lain akan
pada umumnya ketika sedang berpikir. Maka
menjadi pengalaman tersendiri bagi anak
dari itu, perancangan film animasi 2D ini akan
yang akhirnya dijadikan sebagai motivasi
memanfaatkan metafora visual sebagai unsur
dalam menjalani kehidupan.
storytelling.
Dalam hal kemandirian menurut Gringlas &
Remaja Single Parent
Weinraub (1995), kemandirian anak single
Pola asuh adalah gambaran yang dipakai oleh
parent tidak akan jauh berbeda dengan anak
orang tua dalam mengasuh, membesarkan,
yang mempunyai orangtua utuh, dikarenakan
merawat, dan mendidik anak yang
kemandirian juga dipengaruhi oleh faktor
berpengaruh secara langsung terhadap
eksternal seperti lingkungan dan keadaan
kemandirian anak dalam belajar (Surya, 2003).
sekitar. Selain itu penyebab keadaan single
Pola asuh orang tua dalam memberikan nilai-
parent pada keluarga juga akan memengaruhi
nilai dan norma terhadap anaknya selalu
psikologis remaja; remaja yang mengalami
berbeda-beda berdasarkan latar belakang
salah satu orangtua meninggal dengan remaja
pengasuhan orang tua itu sendiri, sehingga
yang dari lahir hanya memiliki satu orangtua
akan menghasilkan bermacam-macam pola
tentu berbeda.
asuh yang berbeda pula, seperti halnya orang
tua yang memiliki status sosial single parent METODE
dalam mendidik anaknya akan berbeda pola Metode perancangan dilakukan dengan
asuhnya jika dibandingkan dengan orang tua beberapa tahapan. (1) Mendefinisikan
masalah : perumusan masalah dilakukan
31
Jurnal Wimba Volume 10, No.1, 2019, Hal. 26-38
dengan seputar kehidupan mereka dalam #10 Ayah Ditinggal Keuangan Menjadi lebih
pergi Asumsi mandiri/dewasa
keluarga single parent. Tabel berikut simpulan negatif
dengan
dari hasil wawancara yang didapat. sosok laki-
laki
rumah tangga. Sang tokoh utama merasa ekspresif namun tidak terlalu berlebihan.
harus tetap tegar meski kehilangan ayahnya Tone warna akan berubah tiap scene,
karena harus menjadi sosok laki-laki panutan tergantung pada suasana dan latar yang
bagi adiknya. Sang ibu sempat jatuh sakit dibawakan.
karena sibuk kerja, akhirnya dia tidak punya
waktu untuk banyak bermain dengan teman-
temannya karena harus membantu ibu
mengurus pekerjaan rumah tangga. Dibalik itu
semua, tokoh utama tetap tidak mau
menunjukkan kalo dia kesusahan, karena dia
merasa ibunya juga lagi susah, ditambah dia
satu-satunya sosok laki-laki paling tua di Gambar 3. Moodboard
keluarga. Dia ditolak di universitas yang
diinginkan, padahal telah berusaha keras. Desain Karakter
Ditambah dengan adik-adik nakal, kurang Perancang membuat karakter-karakter yang
membantu. Ketika dia sudah merasa tidak kriterianya didasari oleh data hasil wawancara
tahan lagi karena memendam perasaan cukup narasumber.
lama, akhirnya breakdown, menyalahkan 1. Tokoh Utama
semuanya, lalu lari dari rumah. Tokoh utama Berusia 16-17 tahun, pendidikan SMA, anak
pergi ke suatu tempat dekat rumah yang biasa tertua dalam keluarganya, karakter pendiam,
dia datangi saat keluarganya masih lengkap, introvert dan mandiri.
lalu flashback momen-momen
membahagiakan. Sang ibu tahu bahwa
anaknya pergi ke tempat favoritnya, lalu ibu
menghampirinya. Sang ibu mengerti dan
berterimakasih kepada anaknya karena sudah
menjadi anak yang tangguh. Akhirnya mereka
berdua kembali ke rumah. Di masa depan,
sang tokoh utama menjadi orang yang sukses. Gambar 4. Karakter Tokoh Utama
Moodboard 2. Ibu
Referensi visual yang digunakan berasal dari Berusia paruh baya (sekitar 40 keatas),
film animasi yang memiliki visual sederhana seorang single parent, bekerja sekaligus
Latar
Latar waktu cerita ini adalah Indonesia era
2010-an. Latar tempat cerita adalah daerah
perkotaan di Indonesia, dengan karakter
sebagai penduduk Kalangan SES B sampai
Gambar 5. Karakter Ibu dengan SES A. Hal ini dapat terlihat pada
benda-benda kepunyaan karakter, beserta
nakal dan manja, bertingkah sesuai umur Storyboard pada animasi yang dirancang
masing-masing, hanya menuruti ibu. memiliki total durasi sebanyak 4-5 menit.
Storyboard berisi gambaran adegan,
keterangan, serta dialog atau music yang ada
pada suatu scene, sehingga storyboard
menjadi panduan panduan dalam pembuatan
animasi.
dimengerti, menarik empati serta Gringlas, M., & Weinraub, M. (1995). The
mempengaruhi emosi audiens, baik yang More Things Change...Single Parenting
Revisited. Journal of Family Issues, 16(1), 29–
berada di situasi yang sama ataupun bukan.
52.
Dari hasil wawancara, didapati bahwa para
Lakoff, George & Johnson, Mark. (1980).
narasumber merasa menjadi pribadi yang
Conceptual metaphor in everyday
lebih dewasa atau mandiri semenjak ditinggal language. Journal of Philosophy 77 (8):453-
salah satu orangtuanya. Narasumber laki-laki 486.
yang memiliki adik merasa bertanggung jawab Ochonogor, N. V. (2014). The impact of single
dalam menjadi sosok lelaki panutan untuk parenthood on adolescent educational
achievements: A socio-educational
mengganti sosok ayah, sementara para
perspective (Doctoral dissertation, University
narasumber yang ditinggal pergi oleh ayahnya of South Africa).
memiliki asumsi negatif terhadap laki-laki,
Surya, M. (2003). Bina keluarga. Aneka Ilmu.
yang disebabkan oleh perilaku ayahnya.
Wells, Paul. (2013). Thinking about animated
Karakter utama dalam animasi ini adalah
film: In Understanding Animation (pp21–22).
remaja usia sekitar 17 tahun, yakni usia Abingdon, Oxon: Routledge.
remaja. Aspek karakter utama, baik dari segi
fisik, watak maupun latar belakang keluarga
didasari oleh hasil kesimpulan wawancara,
serta terinspirasi dari cerita para narasumber
yang terjadi pada saat mereka masih berusia
yang sama dengan karakter utama. Untuk
kedepannya, perancang akan
mempertimbangkan untuk memperbanyak
penggunaan dialog dalam animasi agar
penonton dapat lebih menghayati cerita serta
lebih empatik terhadap karakter dalam cerita.
DAFTAR PUSTAKA
Davis, J. (2015). Foundation of Color
Paperback. Tempe Digital.
38