Anda di halaman 1dari 9

‫الر حيم‬

ّ ‫الر حمه‬
ّ ‫بسم هللا‬

Nama : Nur Rohmatul Awwaliyah


NIM : 1214010119
Kelas : BKI-3C
Mata Kuliah : Metodologi Dakwah
Dosen Pengampuh : Dr. H. Abdul Mujib, M. Ag.

Ujian Tengah Semester III

Soal:

Jelaskan oleh Anda tentang:

1. Metode dan metodologi


2. Dasar hukum mempelajari metodologi dakwah
3. Ruang lingkup metodologi dakwah
4. Sumber metodologi dakwah
5. Urgensi metodologi dakwah dalam core jurusan Anda (BKI)

Jawaban:

1. Pengertian Metode dan Metodologi


a. Metode
Pengertian metode secara etimologi.
1) Metode berasal dari Bahasa Yunani yang berarti “methodos”, yang tersusun dari
kata:
 Method/ meta = menuju, melangkah, bergerak, melalui, mengikuti, atau
sesudah.
 Hodos = cara, jalan, atau arah.
2) Metode dalam Bahasa Arab yang berarti jalan, diantaranya berasal dari kata:
ُ – ‫طريقة‬
 ‫ط ُر ٌق – طريك‬
 ‫سبُ ٌل – سبيل‬
ُ
 ‫شريغ‬
 ‫صراط‬
 ‫مناهج – منهاج‬
Akan tetapi, yang diambil sebagai pengertian metode secara etimologi adalah
‫ منهاج‬،‫ طريك‬dan ‫صراط‬.
Sedangkan menurut terminologi, pengertian metode adalah sebagai berikut:
1) Menurut Munzir Suparta dan Harjani Hefni (2009), Metode adalah cara yang
telah diatur dan melalui proses pemikiran untuk mencappai suatu maksud.
2) Menurut Drs. Agus M. Hardjana, metode merupakan suatu cara yang telah
dipikirkan matang-matang sebelumnya. Selanjutnya dilakukan dengan mengikuti
langkah-langkah tertentu untuk mencapai tujuan.
Jadi metode adalah langkah atau upaya yang tersusun sistematis dan sistematik
yang dianggap mampu dan efektif mempermudah untuk mendapatkan suatu tujuan.
Selain itu, metode juga berarti suatu cara atau proses sistematis yang digunakan
untuk melakukan suatu kegiatan agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Metode
sama halnya berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan.
b. Metodologi
Secara etimologi, metodologi berasal dari Bahasa Yunani yakni:
 Method/ meta = menuju, melangkah, bergerak,
 Logos/ logi = ilmu
Jadi metodologi adalah ilmu tentang metode.
Secara istilah/ terminologi, metodologi adalah:
 Menurut Mouton (1996), metodologi adalah tata cara atau metode untuk
melakukan sesuatu.
Jadi Metodologi adalah seperangkat ilmu pengetahuan yang mengatur dan
membahas tentang tatacara metode itu dibangun dan digunakan dengan sistematis
sehingga menjadi sebuah cara yang permanen. Atau metodologi dapat diartikan
sebagai ilmu yang membahas tentang segala proses terciptanya suatu metode sampai
digunakannya metode itu sendiri secara sistematis.
2. Dasar hukum mempelajari metodologi dakwah
Yang menjadi akar dari metodologi dakwah adalah al-nazhariyah al-syumuliya al-
qur’aniyah. Al-nazhariyah berarti pemikiran, Al-syumuliyah berarti universal dan Al-
Qur’aniyah berarti berbasis al-Qur’an. Jadi al-nazhariyah al-syumuliya al-qur’aniyah
merupakan pemikiran holistik (keseluruhan/kesatuan) berdasarkan petunjuk al-Qur’an
yang menyatukan ilmu pengetahuan parsial (yang terpecah-pecah). Yang dimaksud
pengetahuan parsial adalah madzab-madzab berikut ini:
a. Al-madzab al-tajribi (empirisme) adalah segala sesuatu yang harus empirik k atau
terbukti harus ada wujudnya.
b. Al-madzab al-aqli (rasionalisme) adalah segala sesuatu harus diukur masuk akal
atau tidaknya, logis atau tidaknya.
c. Al-madzab al-naqli (kritisisme) adalah mazhab yang menyelidiki kemampuan batas-
batas rasio dan memeriksa dengan teliti.
d. Al-madzab al-shufi (sufisme) adalah pendekatan rasa dan bukan berdasarkan rasio.
Dari keempat mazhab tersebut, semuanya disatukan dan ada pada Al-Qur’an yang
disebut Al-nazhariyah al-syumuliyah al-qur’aniyah.
Sedangkan yang menjadi landasan normatif atau dasar hukum mempelajari
metodologi dakwah adalah Al-Qur’an sendiri, dan perintah itu terdapat pada QS. Al-Nahl
(16): 125 dan untuk perintah dakwahnya sendiri ada pada QS. Al-Imron: 104
sebagaimana berikut:

َ ‫س ُۗهُ ا َِّن َربَّكَ ه َُى اَ ْػلَ ُم بِ َم ْه‬


َ ‫ض َّل َػ ْه‬
‫سبِ ْي ِل ٖه َوه َُى‬ َ ‫سنَ ِة َو َجا ِد ْل ُه ْم بِالَّتِ ْي ه‬
َ ْ‫ِي اَح‬ َ ‫ظ ِة ْال َح‬
َ ‫سبِ ْي ِل َربِّكَ بِ ْال ِح ْك َم ِة َو ْال َم ْى ِػ‬ َ ‫ع ا ِٰلى‬ ُ ْ‫اُد‬
َ‫اَ ْػ َل ُم ِب ْال ُم ْهت َ ِديْه‬

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Berdasarkan ayat al-Qur’an tersebut, menjelaskan bahwa metode dakwah itu dapat
dilakukan dengan tiga cara. Diantaranya dengan bil hikmah, mauidhah hasanah, dan
mujadalah bil lati hiya ahsan.
a. Metode dakwah bil hikmah
Dakwah bil hikmah adalah dakwah dengan menggunakan perkataan yang benar dan
pasti, yaitu dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan. Dalam
metode dakwah ini, da’I dapat memilih dan memilah serta menyelaraskan teknik
dakwah dengan kondisi onjektif mad’u.Metode bil hikmah, seorang da’i saat
memberi ceramah harus memperhatikan realitas yang terjadi di luar diantaranya
intelektual, pemikiran dan psikologis. Jadi pada metode ini da’i harus benar-benar
memahami apa saja yang perlu dipersiapkan sebelum berdakwah. Bil hikmah sama
dengan pendekatan ilmiah, jadi ditujukan pada mad’u tertentu terutama kalangan
pelajar.
Metode hikmah dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya:
1) Pendekatan kisah (peristiwa sejarah)
2) Perumpamaan atau tamsil
3) Pendekatan wisata, dll
b. Metode dakwah al-mauidhah al-hasanah
Metode ini berupa pemberihan perkataan-perkataan berupa nasihat yang baik,
perkataan yang mampu menembus qalbu dan perasaan dengan penuh kelembutan
sehingga dapat meluluhkan hati seseorang yang keras. Metode al-mauidhah al-
hasanah ringkasnya debagai pendekatan nasihat yang santun, dan dikhususkan
dakwah kepada kalangan awam.
Metode al-mauidhah al-hasanah dapat dilakukan dalam beberapa bentuk yakni
1) Menggunakan bahasa yang relevan
2) Nasihat dan wasiat
3) Memberikan peringatan dan menggembirakan
c. Metode dakwah Wa jadilhum bi al-lati hiya ahsan
Metode ini lebih kepada upaya tukar pendapat (berdebat) yang dilakukan oleh dua
pihak secara sinergis (kerja sama), tanpa adanya suasana yang mengharuskan
lahirnya permusuhan diantara keduanya. Metode Wa jadilhum bi al-lati hiya ahsan
lebih pada bendekatan dialog yang logis, terkhusus pada kalangan yang sejk awal
sudah menolak. Jadi wujud bentuk dakwahnya dapat berupa:
1) Tanya jawab
2) Dialog (diskusi)

3. Ruang lingkup metodologi dakwah


Terdapat 3 aspek utama, ruang lingkup metodologi dakwah, diantaranya sebagai berikut:
a. Aspek Personal (pelaku), yakni kepribadian mereka yang terlibat dalam proses
dakwah, yang terdiri dari:
1) Peningkatan sumber daya da’i. Seorang da’i harus memiliki kompetensi,
diantaranya:
a) Kompetensi personal, lebih menekankan pada kemampuan yang berkenaan
dengan moralitas dan intelektual
b) Kompetensi sosial, kepribadian da’i yang shaleh, pemurah, bijak dalam
menghadapi kenyataan yang dihadapinya, memiliki sikap empati dan simpati
yang tinggi.
c) Kompetensi substansi, berkenaan dengan kemampuan da’i dalam menguasai
pesan-pesan/ materi-materi dakwah yang akan disampaikan kepada mad’u.
d) Kompetensi metodologi, kemampuan da’i dalam menyampaikan pesan-pesan
dakwah secara efektif dan efisien kepada mad’u.
2) Pemetaan segmentasi mad’u, Mad’u atau objek dakwah dapat disegmentasikan
berdasarkan pemahamannya terhadap islam (cendikiawan, awam, beda agama),
usia, tingkat ekonomi, mata pencaharian, tingkat pendidikan, jenis kelamin,
wilayah tingga, jumlah mad’u, sikapnya terhadap islam, dan lain sebagainya.
Segementasi ini diperlukan untuk menentukan pesan/materi dakwah dan metode
apa yang cocok digunakan oleh da’i dalam berdakwah.
b. Aspek interaksional (metode), pola hubungan antar masyarakat atau da’i dengan
mad’u agar tidak terjadi benturan/tabrakan/pertentangan, antara apa yang
disampaikan oleh da’i dengan apa yang diterima oleh mad’u. terbagi menjadi dua,
yakni:
1) Pendekatan dakwah struktural, bersifat struktural dari atas ke bawah, adanya
kekuasaan dangat mempengaruhi proses dakwah, seperti pendekatan/metode
dakwah bil yadi, bil lisan,bil kitabah, bil hal dan lainnya.
2) Pendekatan dakwah kultural, dakwah dibarengi dengan kultur daerah setempat.
Misalnya zaman walisongo, sunan kalijaga, berdakwah dengan media wayang.
c. Aspek institusional/ kelembagaan (media), berkenaan dengan pertimbangan sesuai
tidaknya media yang digunakan pada masyarakat setempat, yang terdiri dari:
1) Pemanfaatan teknologi sebagai media dakwah, dakwah sekarang dapat
memanfaatkan media sosial seperti facebook, instagram, youtube, tiktok, dll, atau
dakwah kitabah dengan membuat karya tulis yang dipublish pada website, dll.
2) Manajemen proses dan pelaksanaan dakwah, adanya manajemen yang tertata rapi,
mulai dari proses analaisis mad’u, penentuan metode hingga berlangsungnya
dakwah.
3) Monitoring dan evaluasi program dakwah, evaluasi digunakan sebagai gambaran
ulang ketika berdakwah dikemudian hari dengan pola mad’u yang sama, dapat
memperbaiki metode agar tidak melakukan kesalahan sama seperti sebelumnya
dan dakwah pun dapat berjalan lebih efektif.
Pada intinya, ruang lingkup metodologi dakwah adalah tidak jauh-jauh dari unsur
dakwah itu sendiri yakni Da’i, mad’u, maudhu’, metode, dan media. Metode tercipta
berdasarkan pertimbangan keenam unsur tersebut agar dapat diterapkan dalam proses
dakwah secara maksimal.

4. Sumber metodologi dakwah


Menurut Abdul Karim Zaidan, (1992: 413), sumber metodologi dakwah adalah:
a. Al-Qur’an. Metodologi dakwah bersumber dari al-Qur’an karena di dalamnya banyak
ayat-ayat mengenai kisah para nabi dengan kaumnya yang perlu diambil ibrah dan
metodologi yang telah digunakan dalam menghadapi mereka. Al-Qur’an juga
memerintahkan manusia untuk mengikut manhaj dakwah Rasulullah SAW.
b. Sunnah Nabawiyyah. Dalam Sunnah terdapat banyak hadis yang berkaitan dengan
dakwah serta pendekatannya. Begitu juga dalam sejarah hidup nabi SAW sama ada di
Makkah atau Madinah telah memberi contoh dalam pendekatan dakwah. Para
pendakwah perlu memahami cara dan pendekatan yang telah dilakukan oleh
Rasulullah SAW kerana Rasulullah SAW telah mempraktikkannya sesuai dengan apa
yang diperintahkan Allah dan menyampaikan risalah Islam dengan sempurna.
c. Sejarah hidup para Sahabat. Dalam sejarah hidup para sahabat yang besar dan tabi'in
telah memberi contoh yang baik dan berguna kepada para pendakwah. Mereka adalah
orang yang lebih memahami tentang ajaran İslam dan dakwah Islamiah. Sepatutnya,
ahli ilmu mengambil manfaat dari mereka. Dalam kehidupan mereka penuh dengan
kisah-kisah, qudwah, ijtihad, fatwa, kesabaran dan musyawarah yang perlu diambil
iktibar.
d. Pendapat para fuqaha. Fuqaha ialah orang yang terlibat dalam menggali hukum yang
praktis dari sumber-sumber dan dalil-dalil agama. Di antara hukum yang berkaitan
dengan dakwah seperti hukum amar-ma'ruf dan nahi mungkar, jihad, hisbah dan
semua ini mereka susun dalam suatu bab tertentu dalam kitab kitab fikah. Oleh karena
itu, para pendakwah harus mengambil pandangan mereka terutama hukum yang
berkaitan ibadat dan muamalat.
e. Pengalaman. Pengalaman adalah guru terbaik bagi mereka yang selalu bergaul
dengan masyarakat. Pengalaman pendakwah bergaul dengan orang ramai merupakan
teori-teori yang difahami dari sumber-sumber terdahulu dan memperbetulkan
kesalahan berdasarkan pengalaman yang lalu agar tidak berulang. Oleh itu,
pendakwah perlu mengambil manfaat dari pengalamannya sendiri dan juga
pengalaman orang lain dalam pendekatan berdakwah.
Berdasarkan literatur lain, Sumber metodologi dakwah, terbagi menjadi berikut:
a. Metode dakwah berdasarkan Al-Qur’an, mencakup bil hikmah, mauidhah hasanah,
dan al mujadalah.
b. Metode dakwah berdasarkan struktur dan sistemnya
c. Metode dakwah berdasarkan thabaqat (peringkatnya)
d. Metode dakwah berdasarkan bentuk dan macamnya, mencakup dakwah tabligh,
irsyad, tamkin, tadbir, jurnal.
e. Metode dakwah berdasarkan pelakunya, mencakup mukallaf atau da’I (penceramah),
dll

5. Urgensi metodologi dakwah dalam core jurusan Anda (BKI)


Dakwah adalah usaha untuk mempengaruhi orang lain agar mereka bersikap/
bertingkah laku seperti apa yang diinginkan oleh da’i yang merujuk pada al-Qur’an dan
as-sunnah. Sedangkan Bimbingan Konseling Islam adalah memberikan bantuan kepada
orang yang membutuhkan bantuan agar sehat wal afiat, baik fisik maupun psikisnya,
supaya mereka sadar kembali sebagai makhluk Allah SWT dan kembali ke fitrah.
Antara dakwah dengan BKI, urgensinya terletak pada perbedaan bentuk dakwah
yang dilakukan. BKI bentuk dakwahnya terfokus pada dakwah “irsyad”. Dakwah irsyad
adalah dakwah yang dilakukan melalui kegiatan bimbingan atau pun konseling, atau
dapat disebut juag dengan penyuluhan. Mad’unya pun akan tampak lebih spesifik, bisa
individu maupun kelompok kecil. Dimensi irsyad sendiri terbagia menjadi:
a. Bimbingan ‫ارشاد‬
b. Penyuluhan ‫مىػظه‬
c. Konseling ‫تىجيه‬
d. Psikoterapi ‫استشفا‬
Sedangkan kolerasi metodologi dakwah dengan BKI (irsyad islam) adalah untuk
menentukan pendekatan/metode penalaran apa yang cocok dalam menangani berbagai
klien atau dalam melakukan irsyad islam. Metodologi penalaran yang digunakan dalam
BKI adalah:
a. Al-Thuruq al-Istinbath: yaitu metodologi penalaran dengan menurunkan teori-teori
BK dari sumber pokok al-Qur'an dan as-Sunnah secara langsung. Dari sisi ini harus
diakui belum banyak berkembang acuan pokok dasar-dasar teori BK yang bersumber
dari sumber pokok tersebut (al-Qur’an dan as-Sunnah).
b. Al-Thuraq al-iqtibas: yaitu metodologi penalaran dengan meminjam teori-teori
tentang perilaku manusia dari Barat sejauh tidak bertentangan dengan sumber pokok
yaitu al-Qur'an dan as-Sunnah. Dengan metodologi penalaran seperti inilah teori-
terori tentang BK yang bersumber dari Barat dapat dijadikan sebagai ilmu bantu
(bukan sebagai pokok) selama tidak bertentangan dengan sumber pokok. Saat ini
terlihat hasil dari sisi inilah yang berkembang, hal ini dapat dilihat dari beberapa buku
dan hasil seminar tentang BKI di Indonesia dan kurikulum di Jurusan BKI di
lingkungan Fakultas Dakwah.
c. Al-Thuruq al-Istiqra yaitu metodologi penalaran dengan meminjam berbagai hasil
riset dan penelitian tentang BK, pengalaman-pengalaman empiris sejauh memiliki
keajegan ilmiah dan tidak bertentangan dengan sumber pokok.
d. Al-jam'u Bayna U'qul al-Shafiyyah wa Nufus al Zakiyyah yang disebut juga dengan
metode irfani.
Jadi pada intinya, metodologi dakwah membantu konselor dalam melakukan
dakwah irsyad kepada kliennya, dengan menggali atau menganalisis dari berbagai unsur
yang ada (da’i, mad’u, maudhu’, metode, dan media), sehingga dakwah yang
disampaikan tepat sasaran, mendapat respon baik dan dapat diamalkan oleh klien.

Anda mungkin juga menyukai