Pada masa sebelum kekuatan Eropa Barat mampu menguasai daratan dan perairan Asia
Tenggara, belum ada Indonesia. Nusantara yang sekarang kita kenal sebagai Indonesia terdiri
dari pulau-pulau dan tanah yang dikuasai oleh berbagai kerajaan dan kekaisaran, kadang-
kadang hidup berdampingan dengan damai sementara di lain waktu mereka berada pada
kondisi berperang satu sama lain. Nusantara yang luas ini kurang memiliki rasa persatuan
sosial dan politik seperti yang dimiliki Indonesia sekarang.
Pada masa ini nilai politik yang hidup dan berkembang sesuai penguasa saat itu, gaya politik
kerajaan sesuai bentuk negaranya. Karena bentuk negara adalah kerajaan maka
kepemimpinan negara berada di tangan raja, pangeran, atau silsilah keluarga kerajaan.
Sedangkan untuk keterlibatan militer tentu saja sangat kuat karena pada masa itu adalah masa
peperangan.
MASA KOLONIAL
Penjajahan adalah sistem di mana negara menguasai rakyat dan sumber daya negara lain
tetapi masih tetap berhubungan dengan negara asal tersebut. Istilah ini juga menunjuk kepada
suatu himpunan keyakinan yang digunakan untuk melegitimasi atau mempromosi sistem ini,
terutama kepercayaan bahwa moral dari penjajah lebih hebat ketimbang yang dijajah.
Kedatangan bangsa Eropa yang tertarik dengan potensi menjanjikan yaitu perdagangan
rempah-rempah adalah salah satu titik balik utama dalam sejarah kepulauan. Memiliki
teknologi yang lebih canggih dan persenjataan baru di tangan, orang Portugis dan khususnya
orang Belanda, berhasil menjadi pemegang kekuatan ekonomi dan politik yang berpengaruh
dan mampu mendominasi kepulauan ini serta mulai menciptakan kerangka politik dan batas-
batas baru.
Dalam Groundweet 1922 istilah Koloni daerah- daerah milik diganti sejajar dengan negara di
Eropa yaitu Hindia Belanda yang mempunyai hukum yang sama dan setiap wilayah
berwenang untuk mengurus kepentingannya sendiri dengan demikian kerajaan Belanda
bukan merupakan gabungan/federasi dari empat wilayah gabungan kesatuan/sentralistik yang
dipimpin oleh seorang raja dan untuk wilayah Hindia Belanda dipegang oleh Gibernur
General (GG).
Konflik antara Indonesia dan Belanda yang menggemparkan sejarah politik Indonesia ini
akhirnya ditengahi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan diadakannya Konferensi
Meja Bundar alias KMB. Meskipun sebenarnya berbagai perjanjian seperti Perjanjian
Linggarjati, Perjanjian Renville, dan Perjanjian Roem-Royen sudah pernah dilakukan.
Masa RIS
Perjanjian KMB pada saat itu dilakukan di Den Haag, Belanda, pada tanggal 23 Agustus
sampai tanggal 2 November 1949. Hasil perjanjian KMB ini sangat penting bagi Indonesia.
Salah satunya adalah kembalinya kedaulatan Indonesia seutuhnya setelah Belanda berusaha
untuk menguasai Indonesia lagi. KMB juga menjadi babak baru sistem pemerintahan
Indonesia.
Saat itu Indonesia menjadi salah satu negara federasi yang secara langsung memiliki
hubungan dengan Kerajaan Belanda. Makanya, Indonesia juga menggunakan nama baru,
yaitu Republik Indonesia Serikat (RIS). Sistem kepemimpinan dan pemerintahannya juga jadi
berubah. Indonesia terbagi menjadi beberapa negara bagian.
Sistem ini sebenarnya malah akan membuat posisi Indonesia jadi lemah, tapi pada saat itu
pemerintah Indonesia tidak memiliki cara lain. Hanya inilah satu-satunya cara yang bisa
dilakukan pemerintah Indonesia untuk mengusir Belanda dari bumi Indonesia. Coba, deh,
kamu bayangin. Wilayah Indonesia yang sangat besar dipecah-pecah menjadi beberapa
negara bagian seperti Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, Negara
Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Madura, Negara Sumatera Timur, dan Negara
Sumatera Selatan. Setiap negara bagian tersebut memiliki pimpinannya masing-masing
.
Pada masa sekarang, dunia sedang diresahkan dengan wabah Covid-19. Berbagai sektor mulai dari
ekonomi, wisata,dan lain-lain sangat sekali terdampak pada penganggulangan pandemi Covid-19
tidak ditangani secara baik dan juga tepat. Pemerintah pun diharapkan dapat mengambil kebijakan
yang baik dan membangun perencanaan yang pasdi tengah situasi darurat seperti sekarang. Dari
sudut pandang hukum, pemerintah juga dianggap terlalu lalai dari perspektif pemerintahan. Ketika
sudah berstatus darurat, maka harus adanya koordinasi antara pemerintah pusat juga daerah. Ini
adalah keadaan darurat, kebijakannya harus sesuai dengan penganggulangan harus sesuai dengan
situasi, namun sangat disayangkan yang terjadi justru sebaliknya, pemerintah pusat dan daerah
mengalami ketidaksamaan satu dengan lain.
Dengan masih tingginya kasus Covid-19 terutama varian terbaru Delta, parah tokoh politik justru
sangat berlomba mencari perhatian publik dengan memasang baliho dan juga perang sesama politisi
dengan mengerahkan buzzer di media sosial. Jika tidak ingin jatuh pada krisis, sebaiknya fokus para
politisi tetap pada menangani pandemi Covid-19. Jika di tengah kondisi krisis kesehatan, para politisi
haus kekuasaan, saatnya tandai mereka untuk tidak lagi dipilih di pemilu selanjutnya