Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PENGANTAR MEKANIKA TANAH

BATAS-BATAS ATTERBERG

DISUSUN OLEH
NAUWALUL AZKA AZNA
210702018

DOSEN PEMBIMBING
ARIEF RAHMAN, ST., M.T.

PRODI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
BANDA ACEH
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini
kami susun sebagai tugas dari mata kuliah Mekanika Tanah dengan judul “ Batas-
Batas Atterberg”. Demikianlah tugas ini kami susun semoga bermanfaat dan dapat
memenuhi tugas mata kuliah Mekanika Tanah dan penulis berharap semoga makalah
ini bermanfaat bagi diri kami dan khususnya untuk pembaca. Tak ada gading yang
tak retak, begitulah adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran
dan kritik yang konstruktif dan membangun sangat kami harapkan dari para pembaca
guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu
mendatang.

Banda Aceh, 23 Juli 2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kondisi tanah di Indonesia yang sangat bervariasi dan merupakan salah satu
material yang memegang peranan penting untuk mendukung pondasi dan struktur,
dalam kenyataannya sering dijumpai sifat tanah yang tidak memadai. Sifat
konsistensi tanah yang selalu berubah-ubah salah satunya akibat perubahan kadar
air. Bila bertambah kadar airnya, maka interaksi antara butir-butir yang
bersentuhan semakin kecil bahkan hilang, sehingga konsistensi tanah akan
bersifat seperti cairan.

Pada tahun 1900, seorang ilmuwan dari Swedia bernama Albert Atterberg
mengembangkan suatu metode untuk menjelaskan sifat konsistensi tanah berbutir
halus pada kadar air yang bervariasi. Bilamana kadar airnya sangat tinggi, sifat
campuran tambah dan air akan menjadi sangat lembek seperti cairan. Oleh karena
itu, atas dasar yang dikandung tanah, tanah dapat dipisahkan kedalam empat
keadaan dasar, yaitu: padat, semi padat, plastis dan cair. Perubahan kadar air dari
maksimum ke minimum atau sebaliknya akan mengalami 4 fase atau keadaan
yang dikemukakan oleh Albert Atterberg. Batas-batas fase ini disebut sebagai
batas konsistensi Atterberg yang ditunjukkan oleh kandungan kadar airnya pada
masing-masing batas tersebut. (Braja M.das, 1993). Karena hasil Uji Atterberg
yang bervariasi dengan rentang variasi yang cukup besar, mengacu kepada
penggunaannya hasil Uji Atterberg ini begitu penting dalam penentuan design
terhadap tanah tersebu.

Batas-batas Atterberg umumnya dinyatakan sebagai indeks konsistensi atau


batasan kadar air yaitu batas susut (Shrinkage Limit), batas plastis (Plastic
Limit) ,batas cair (Liquid Limit) dan Batas Plastis (PL) adalah kadar air terendah
di mana tanah mulai bersifat plastis. Sifat plastis ditentukan berdasarkan kondisi
di mana tanah yang digulung dengan telapak tangan mulai retak setelah mencapai
diameter ± 3mm. Batas Cair (LL) adalah kadar air tertentu di mana perilaku tanah
berubah dari kondisi plastis ke cair. Pada kadar air tersebut tanah mempunyai kuat
geser terendah.

Ada dua metode yang secara umum dilakukan untuk menguji batas-batas
Atterberg khususnya LL, yaitu standar ASTM (Casagrande cup test) dan standar
Bristish (fall cone penetrometer test). Pada standar ASTM (2005), LL ditentukan
dengan uji Casagrande menggunakan Casagrande cup, sedangkan PL
menggunakan gulungan tanah. Sedangkan fall cone penetrometer test dengan
Metode Lee dan Freeman (2009) merupakan salah satu metode pengembangan
menggunakan alat fallcone penetrometer yang dapat sekaligus menentukan LL
dan PL dalam satu pengujian. Fall cone penetrometer test cenderung memiliki
kesalahan lebih kecil dalam pengerjaannya oleh operator, karena untuk
melakukan uji ini operator hanya perlu menyiapkan sampel, menekan tombol, dan
membaca penetrasi konus. Oleh karena itu, dalam penelitian ini pengujian dengan
alat fall cone penetrometer dipilih untuk menjadi metode dalam
mengidentifikasikan batas- batas Atterberg. Jadi,metode Lee dan Freeman (2009)
ini diharapkan dapat mengurangi kesalahan operator di laboratorium khususnya di
dalam penentuan LL dan PL.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana definisi dari batas plastis dan susut terhadap batas Atterberg?

2. Bagaimana cara menghitung batas plastis dan susut terhadap batas Atterberg?

3. Bagaimana pembagian pada batas-batas Atterberg?

C. Tujuan

1. Memahami definisi dari baatas plastis dan susut dalam batas Atterberg

2. Memahami penggunaan batas-batas plastis dan susut


3. Mampu menyelesaikan hitungan dalam suatu permasalahan.

BAB II
PEMBAHASAN

Batas Atterberg dikenalkan oleh Albert Atterberg pada th. 1911 dengan
maksud untuk mengklasifikasikan tanah berbutir halus serta memastikan karakter
indeks property tanah. Batas Atterberg mencakup batas cair, batas plastis, serta batas
susut.
Tanah yang berbutir halus umumnya mempunyai karakter plastis. Karakter
plastis itu adalah kekuatan tanah sesuaikan pergantian bentuk tanah sesudah
bercampur dengan air pada volume yang tetaplah. Tanah itu bakal berupa cair, plastis,
semi padat atau padat bergantung jumlah air yang bercampur pada tanah itu.
Batas Atterberg memerlihatkan terjadinya bentuk tanah dari benda padat
sampai jadi cairan kental sesuai sama kadar airnya. Dari test batas Atterberg bakal
diperoleh parameter batas cair, batas plastis, batas lengket serta batas kohesi yang
disebut kondisi ketekunan tanah. Batas-batas Atterberg bisa diliat pada tabel dibawah
ini :

1.     Batas Cair (Liquid Limit)


Batas cair (LL) adalah kadar air tanah yang untuk nilai-nilai diatasnya, tanah akan
berprilaku sebagai cairan kental (batas antara keadaan cair dan keadaan plastis), yaitu
batas atas dari daerah plastis.
2.      Batas Plastis (Plastic Limit)
Batas plastis (PL) adalah kadar air yang untuk nilai-nilai dibawahnya, tanah tidak lagi
berpengaruh sebagai bahan yang plastis. Tanah akan bersifat sebagai bahan yang
plastis dalam kadar air yang berkisar antara LL dan PL. Kisaran ini disebut indeks
plastisitas.
3.      Indeks Plastisitas (Plasticity Index)
Indeks Plastisitas merupakan interval kadar air, yaitu tanah masih bersifat plastis.
Karena itu, indeks plastis menunjukan sifat keplastisitas tanah. Jika tanah mempunyai
interval kadar air daerah plastis kecil, maka keadaan ini disebut dangan tanah kurus.
Kebalikannya, jka tanah mempunyai interval kadar air daerah plastis besar disebut
tanah gemuk. Nilai indeks plastisitas dapat dihitung dengan persamaan berikut ini :
IP = LL – PL
Batasan mengenai indeks plastis, sifat, macam tanah dan kohesi diberikan
oleh Atterberg tabel berikut ini:

4.      Batas Susut / Shrinkage Limit (SL)


Kondisi kadar air pada kedudukan antara daerah semi padat dan padat, yaitu
prosentase kadar air dimana pengurangan kadar air selanjutnya tidak mengakibatkan
perubahan volume tanah disebut Batas Susut.
SL = (V0/W0 - 1/Gs) x 100%
Keterangan :
SL = batas susut tanah
V0 = volume benda uji kering
W0 = berat benda uji kering
Gs = berat jenis tanah
5.      Kontrol Batas-batas atterberg mencakup :
a.         Kontrol Batas Cair (Liquid Limit)
b.         Kontrol Batas Plastis (Plastic Limit)
c.         Kontrol Batas Susut (Shrinkage Limit)

a. Kontrol Batas Cair (Liquid Limit)


Batas Cair yaitu: kadar air yang mana ketekunan tanah mulai beralih dari kondisi
plastik ke kondisi cair.
Peralatan :
1. Dish cawan porselin dengan diameter 114 mm.
2. Spatula pisau potong dengan panjang 76 mm lebar 19 mm.
3. Liquid Limit Piranti – terbagi dalam cawam yang dapat naik – turun serta grooving
tool.
4. Container – Kaleng kecil bertutup.
5. Timbangan – Dengan kecermatan 0, 01 gr.
6. Oven – Dapat memanaskan hingga 110 ± 5o C.
Bahan :
Tanah lolos saringan No. 30 seberat ± 200 gr.
Prosedur Kontrol :
1. Masukan tanah kedalam cawan porselin serta berikan air sejumlah 15 – 20 ml.
Aduk dengan spatula hingga air rata bercampur dengan tanah. Berikan air sedikit-
sedikit (1-3 ml), bila tanah masihlah kurang plastis, lalu aduk lagi dengan spatula
hingga rata.
2. Ambillah beberapa tanah yang sudah diaduk rata serta tempatkan pada cawan dari
Liquid limit piranti. Ratakan permukaan tanah dalam cawan itu hingga kedalamannya
yang maksimum yaitu 10 mm. Garuk tanah itu sedikit-sedikit dengan grooving tool
hingga pada akhirnya hingga ke basic cawan serta tanah dalam cawan terbelah dua.
3. Putar liquid limit piranti hingga cawan naik turun sembari dihitung jumlah ketukan
yang berlangsung yang dibutuhkan untuk mempertemukan kembali tanah yang
terbelah selama sekitaran 12, 7 mm.
4. Ambillah contoh tanah di bagian pertemuan ke-2 tanah itu untuk di check kadar
airnya lewat cara seperti berikut :
Timbang berat container atau cawan kosong = A.
Masukan contoh tanah kedalam container serta timbang = B.
Keringkan contoh tanah dalam oven pada temperatur ± 110o C sepanjang 24 jam lalu
timbang container + tanah kering = C
Kadar air :
Bekas tanah yang ketinggalan dalam cawan masukan kembali kedalam cawan
porselin untuk digabung dengan contoh tanah awal mulanya, serta bersihkan dan
keringkan liquid limit piranti.
Ulangilah prosedur a hingga e hingga didapat data jumlah pukulan pada 10 – 20, 20 –
30, 30-40 serta 40 – 45. Sebagai catatan kalau bila tanah semakin basah, jumlah
pukulan bakal makin sedikit, demikian juga demikian sebaliknya.
Perhitungan :
Kalkulasi kadar air untuk semasing jumlah pukulan dengan rumus seperti dalam butir
iv.
Flow Curve (Kurva Kelelahan)
Buat Flow curve yang disebut jalinan pada kadar air serta jumlah pukulan yang
berlangsung. Kadar air adalah ordinat dengan taraf linier serta jumlah pukulan adalah
absis dengan taraf logaritma. Sambungkan titik-titik yang didapat hingga diperoleh
suatau garis lurus, bila tak dapat ambil satu garis lurus yang mewakili titik-titik yang
didapat. Garis ini dimaksud dengan Flow curve.
Liquid Limit (Batas Cair)
Liquid limit yaitu kadar air yang didapat pada jumlah pukulan 25 kali, yang dapat
didapat dengan pertolongan Flow Curve yang sudah di buat.
b. Kontrol Batas Plastis (Plastic Limit)
Batas Plastis yaitu kadar air yang disebut batas pada konsostensi tanah dalam kondisi
semi plastis serta kondisi plastis.
Peralatan :
Dish – cawan porselin dengan diameter 114 mm
Spatula – pisau potong dengan panjang 76 mm lebar 19 mm
Plat kaca – untuk menggiling benda uji
Container – Kaleng kecil bertutup
Timbangan – Dengan kecermatan 0, 01 gram
Oven – Dapat memanaskan hingga 110 ± 5o C.
Benda Uji
Tanah lolos saringan No. 30 seberat ± 20 gram
Prosedur Kontrol :
1. Masukan tanah kedalam cawan porselin serta berikan air sedikit-sedikit lalu aduk
hingga rata dengan spatula. Buat tanah jadi cukup plastis hingga gampang dibuat jadi
bola.
2. Ambillah tanah plastis itu seberat ± 8 gr serta bentuk jadi ellipsoida. Lalu giling
tanah itu dengan jari tangan ke plat kaca pelan-pelan hingga diameternya seragam.
3. Saat diameter tanah jadi ± 3, 2 mm, potong tanah itu jadi 6 – 8 sisi. Lalu ambillah
satu sisi serta     bentuk lagi jadi ellipsoida lalu giling lagi dengan jari diatas kaca
hingga diameternya ± 3, 2 mm. 4.Sesudah diameter tanah jadi ± 3, 2 mm, desakan
penggilingan dikurangi serta giling selalu dengan diameter tetaplah hingga pada
akhirnya bakal berlangsung retak.
5.Ambillah contoh tanah yang retak itu, lalu check kadar airnya lewat cara seperti
berikut :
6. Timbang berat cawan kosong = A
7.Masukan contoh tanah kedalam cawan serta timbang = B
8.Keringkan contoh tanah dalam oven pada temperatur ± 110o C sepanjang 24 jam
lalu timbang cawan + tanah kering = C
Kadar air =D
Perhitungan
Plastic limit (batas plastis) yaitu adalah kadar air dari tanah itu mulai retak saat
digiling pada diameter ± 3, 2 mm.
Plastic Limit (PL) =
Dengan :
A = Berat cawan kosong
B = Berat cawan + tanah basah
C = Berat cawan + tanah kering
Plasticity Index (PI) yaitu adalah selisih pada Liquid Limit serta Plastic Limit.
Plasticity Index = Liquid Limit – Plastic Limit
Bila kontrol tidak berhasil memastikan Liquid Limit atau Plastic Limit , atau harga
Plastic Limit sama atau semakin besar dari harga Liquid Limit, laporkan tanah itu
sebagai Non-Plastis.
c. Kontrol Batas Susut (Shrinkage Limit)
Batas susut yaitu kadar air di mana ketekunan tanah itu ada pada kondisi semi plastis
serta kaku, hingga bila diselenggarakan pengurangan kadar air, tanah itu akan tidak
menyusut volumenya.
Peralatan :
Dish – Terbagi dalam 2 cawan porselin dengan diameter 115 mm serta 150 mm.
Spatula – pisau potong dengan panjang 76 mm lebar 20 mm
Milk Dish – Cawan porselin atau monel yang memiliki basic rata dengan diameter 45
mm serta tinggi 12, 7 mm.
Straight edge – Penggaris besi dengan panjang 100 mm.
Glass Cup – Gelas kaca dengan diameter 50 mm serta tinggi 25 mm.
Transparant Plate – Plat kaca dengan 3 buah pegangan yang dipakai untuk
mencelupkan tanah ke air raksa.
Gelas ukur – Kemampuan 25 ml dengan kecermatan 0, 2 ml.
Timbangan – Dengan kecermatan 0, 01 gram
Air raksa – cukup untuk isi Glass cup hingga penuh.
Oven – Dapat memanaskan hingga 110 ± 5o C.
Benda Uji
Tanah lolos saringan No. 30 seberat ± 30 gram
Prosedur Kontrol :
Masukan contoh tanah kedalam cawan porselin yang berdiameter 115 mm lalu
berikan air seperlunya serta aduk dengan spatula hingga semuanya pori tanah itu diisi
air. Pemberian air yaitu sedemikian hingga kadar air tanah itu melebihi batas cairnya
± 10%.Usap dengan paselin, permukaan samping dalam dari Milk Dish hingga rata.
Lalu timbang Milk Dish kosong (A).
Tuang tanah cair pada butir a. kedalam Milk Dish ini dengan cara pelan-pelan hingga
penuh serta ratakan permukaannya dengan penggaris besi dan bersihkan semuanya
tanah yang melekat di Milk Dish.
Timbang Milk Dish diisi tanah basah ini selekasnya (B), lalu keringkan di hawa
hingga warnanya beralih dari gelap jadi jelas. Setelah itu masukan kedalam oven
dengan temperatur 110 ± 5o C.
Sesudah tanah kering (sepanjang 24 jam) timbang Milk Dish diisi tanah
kering(C).Ukur volume tanah kering dengan pertolongan air raksa lewat cara seperti
berikut :
Isi glass cup dengan air raksa hingga penuh lalu ratakan permukaan air raksa dengan
glass cup dengan jalan menekannya dengan plat kaca. Untuk menyimpan tumpahan
air raksa di cawan porselin.
Masukan tanah kering ke air raksa serta tekan tanah itu dengan Transparant plate (plat
kaca). Air raksa yang tumpah lalu masukan kedalam gelas ukur, hingga volume yang
terbaca yaitu adalah volume tanah kering (E).
Ukur volume Milk Dish lewat cara mengisinya hingga penuh dengan air raksa, lalu
tuang air raksa itu kedalam gelas ukur. Volume yang terbaca yaitu volume Milk Dish
yang sama juga dengan volume tanah basah (D).

DAFTAR PUSTAKA

http://www.ilmulabtekniksipil.id/2016/04/batas-batas-atterberg.html

ARZA, D. M. (2019). MAKALAH MEKANIKA TANAH; BATAS-BATAS ATTERBERG.

Anda mungkin juga menyukai