DOSEN PEMBIMBING
Mujiburrahman,S.Pd.I., M.A.
DISUSUN OLEH
Agus Putra Mustafa
210702067
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini kami susun
sebagai tugas dari mata kuliah Mekanika Tanah dengan judul “ Batas-Batas Atterberg”.
Demikianlah tugas ini kami susun semoga bermanfaat dan dapat memenuhi tugas mata kuliah
Mekanika Tanah dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi diri kami dan
khususnya untuk pembaca. Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini. Dengan
segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif dan membangun sangat kami
harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan
pada waktu mendatang.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Sebenarnya ijtihad adalah suatu cara untuk mengetahui hukum sesuatu melalui dalil-
dalil agama yaitu Al-Qur'an dan Al-hadits dengan jalan istimbat. Dengan kata lain ijtihad
merupakan sebuah media yang sangat besar peranannya dalam hukum-hukum Islam (Fiqh).
Tanpa ijtihad, mungkin saja konstruksi hukum Islam tidak akan pernah berdiri kokoh seperti
sekarang ini serta ajaran Islam tidak akan bertahan dan tidak akan mampu menjawab
tantangan zaman saat ini.
Yang dapat melakukan ijtihad hanyalah seorang mujtahid. Adapun mujtahid itu ialah
ahli fiqih yang menghabiskan atau mengerahkan seluruh kesanggupannya untuk
memperoleh persangkaan kuat terhadap sesuatu hukum agama. Dalam menentukan atau
menetapkan hukum-hukum ajaran Islam para mujtahid telah berpegang teguh kepada
sumber-sumber ajaran Islam.
Jadi, kita harus berterima kasih kepada para mujtahid yang telah mengorbankan
tenaga, waktu, dan pikirannya untuk menggali hukum tentang masalah-masalah yang
dihadapi oleh umat Islam. Baik masalah-masalah yang sudah lama terjadi di zaman
Rasullullah maupun masalah –masalah yang baru terjadi di masa ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan di atas, penyusun mencoba
mengemukakan beberapa permasalahan pokok berkaitan dengan materi makalah ini, yaitu:
1. Apa pengertian Ijtihad?
2. Apa dasar hukum dari ijtihad?
3. Apa fungsi dari ijtihad?
4. Bagaimana lapangan ijtihad?
5. Apa saja syarat-syarat ijtihad?
C. Tujuan Penulisan
1.Untuk mengetahui pengertian ijtihad.
2.Untuk mengetahui dasar huykum ijtihad.
3.Untuk memahami fungsi dari ijtihad.
4.Untuk mengetahui lapangan ijtihad.
5.Untuk mengetahui syarat-syarat untuk melakukan ijtihad.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN IJTIHAD
Kata ijtihad berakar dari kata al-juhd, yang berarti al-thaqah (daya, kemampuan,
kekuatan) atau dari kata al-jahd yang berarti al-masyaqqah (kesulitan, kesukaran). Dari itu,
ijtihad menurut pengetian kebahasaannya bermakna “badzl al-wus’ wa al-majhud”
(pengerahan daya dan kemampuan), atau “pengerahan segala daya dan kemampuan dalam
suatu aktivitas dari aktivitas-aktivitas yang berat dan sukar”. ( DR.Nasrun Rusli, Konsep
Ijtihad Al-Shaukani, hlm 73)
Ijtihad dalam terminologi usul fikih secara khusus dan spesifik mengacu kepada
upaya maksimal dalam mendapatkan ketentuan syarak. Dalam hal ini, al-Syaukani
memberikan defenisi ijtihad dengan rumusan : “mengerahkan segenap kemampuan dalam
mendapatkan hukum syarak yang praktis dengan menggunakan metode istinbath”. Atau
dengan rumusan yang lebih sempit : “upaya seseorang ahli fikih (al-faqih) mengerahkan
kemampuannya secara optimal dalam mendapatkan suatu hukum syariat yang bersifat
zhanni”. ( DR.Nasrun Rusli, Konsep Ijtihad Al-Shaukani, hlm 75)
Sedangkan pengertian ijtihad menurut istilah hukum islam ialah mencurahkan tenaga
(memeras fikiran) untuk menemukan hukum agama (Syara’) melalui salah satu dalil Syara’,
dan dengan cara-cara tertentu, sebab tanpa dalil Syara’ dan tanpa cara-cara tertentu tersebut,
maka usaha tersebut merupakan pemikiran dengan kemauan sendiri semata-mata dan sudah
barang tentu cara ini tidak disebut ijtihad. (Jalaluddin Rahmat, Dasar Hukum Islam, hlm
162)
Menurut firman pertama, yang dimaksud dengan dikembalikan kepada Allah dan
Rasul ialah bahwa bagi orang-orang yang mempelajari Qur’an dan Hadits supaya
meneliti hukum-hukum yang ada alsannya, agar bisa diterapkan kepada peristiwa-
peristiwa hukum yang lain, dan hal ini adalah ijtihad. Pada firman kedua, orang-orang
yang ahli memahami dan merenungkan diperintahkan untuk mengambil ibarat, dan hal
ini berarti mengharuskan mereka untuk berijtihad. Oleh karena itu, maka harus selalu
ada ulama-ulama yang harus melakukan ijtihad. (Jalaluddin Rahmat, Dasar Hukum
Islam, hlm 163).
“Dan orang-orang yang berjihad untuk ( mencari keridlaan ) Kami, benar-benar akan
Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-
benar beserta orang-orang yang berbuat baik”.( Q.S. Al-‘Ankabut:69 )
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran,
supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan
kepadamu”. (Q.S.An-nisa:105)
2. Al-Hadits
- Kata – kata Nabi s.a.w. : “Ijtihadlah kamu, karena tiap-tiap orang akan mudah
mencapai apa yang diperuntukkan kepadanya” (Jalaluddin Rahmat, Dasar Hukum
Islam, hlm 163)
-
- Hadits yang menerangkan dialog Rasulullah SAW dengan Mu’adz bin Jabal, ketika
Muadz diutus menjadi hakim di Yaman berikut ini:
َ َكيْف:س ْو ُل هللاِ لَ َّما َأ َرا َد َأنْ َي ْب َع َث ُم َعا ًذا الِ َي ا ْليَ َم ِن قَا َل
ُ ب ُم َعاذ ْب ِن َجبَ ِل ِإنَّ َر
ِ ص َحا ْ س ِّمنْ اَ ْه ِل َح َمص ِمنْ َأٍ َ عَنْ ُأنا
: قَا َل.ِس ْو ِل هللا
ُ سنَّ ِة َرُ ِ فَب:ب هللا؟ قَا َل ِ َفِإنْ لَ ْم تَ ِج ْد ِفي ِكتَا: قَا َل.ِب هللا ِ ضى بِ ِكتَاِ َأ ْق:ضا ٌء؟ قَا َل َ ض ِإ َذا َع َر
َ َض لَ َك ق ِ تَ ْق
:ص ْد َرهُ َوقَا َل
َ ِس ْو ُل هللا َ َ ف. اَ ْجتَ ِه ُد َرا ْيِئ َواَل آلُ ْو:ب هللاِ؟ قَا َل
ُ ض َر َب َر ِ س ْو ِل هللاِ َواَل فِي ِكتَا ُ فَِإنْ لَ ْم تَ ِج ْد فِي
ُ سنَّ ِة َر
.) (رواه ابوداود ِس ْو ُل هللا ُ ضي َر َ س ْو ِل هللاِ لَ َّما يَ ْر
ُ س ْو َل َر
ُ ق َر َ َّي َوف
ْ اَ ْل َح ْم ُدهَّلِل ِ الَّ ِذ
“Diriwayatkan dari penduduk homs, sahabat Muadz ibn Jabal, bahwa Rasulullah
saw. Ketika bermaksud untuk mengutus Muadz ke Yaman, beliau bertanya: apabila
dihadapkan kepadamu satu kasus hukum, bagaimana kamu memutuskannya?,
Muadz menjawab:, Saya akan memutuskan berdasarkan Al-Qur’an. Nabi bertanya
lagi:, Jika kasus itu tidak kamu temukan dalam Al-Qur’an?, Muadz menjawab:,Saya
akan memutuskannya berdasarkan Sunnah Rasulullah. Lebih lanjut Nabi bertanya:,
Jika kasusnya tidak terdapat dalam Sunnah Rasul dan Al-Qur’an?,Muadz
menjawab:, Saya akan berijtihad dengan seksama. Kemudian Rasulullah menepuk-
nepuk dada Muadz dengan tangan beliau, seraya berkata:, Segala puji bagi Allah
yang telah memberi petunjuk kepada utusan Rasulullah terhadap jalan yang
diridloi-Nya.”(HR.Abu Dawud)
Ijmak
Umat Islam dan berbagai madhabnya telah sepakat atas dianjurkannya ijtihad, dan
sungguh ijtihad ini telah dipraktekkan benar. Di antara buah dan hasil ijtihad ini adalah
hukum-hukum fiqh yang cukup kaya yang ditelorkan para mujtahid sejak dulu sampai
sekarang.
Akal kita pun mewajibkan untuk melaksanakan ijtihad karena sebagian besar
dalil-dalil hukum syara’ praktis adalah bersifat dzanni yang menerima beberapa
interpretasi pendapat sehingga memerlukan adanya ijtihad guna menentukan
pendapatnya yang kuat atau yang terkuat. Demikian juga perkara-perkara yang tidak ada
nashnya menuntut adanya ijtihad agar bisa menjelaskan hukum syara’nya dengan
menggunakan salah satu cara istidlal. Oleh karena Syariat Islam harus menetapkan
semua hukum perbuatan hamba-hamba Allah SWT maka tidak ada jalan lain selain
ijtihad.
C. FUNGSI IJTIHAD
Imam syafi’I ra. (150-204 H) dalam kitabnya Ar-risalah ketika menggambarkan
kesempurnaan Al-Quran pernah menegaskan : “Maka tidak terjadi suatu peristiwa pun pada
seorang pemeluk agama Allah, kecuali dalam kitab Allah terdapat petunjuk tentang
hukumnya”.
Pernyataan Syafi’I tersebut menginspirasikan bahwa hukum-hukum yang terkandung
oleh Al-Quran yang bisa menjawab berbagai permasalahan itu harus digali dengan kegiatan
ijtihad. Oleh karena itu, Allah mewajibkan hamba-Nya untuk berijtihad dalam upaya
menimba hukum-hukum dari sumbernya itu. Allah menguji ketaatan seseorang untuk
melakukan ijtihad, sama halnya seperti Allah menguji ketaatan hamba-Nya dalam hal-hal
yang diwajibkan lainnya.
Selanjutnya ijtihad memiliki banyak fungsi, diantaranya :
1. Menguji kebenaran hadis yang tidak sampai ke tingkat hadis mutawattir seperti Hadis
Ahad, atau sebagai upaya memahami redaksi ayat atau hadis yang tidak tegas
pengertiannya sehingg tidak angsung dapat dipahami.
2. Berfungsi untuk mengembangkan prinsip-prinsip hukum yang terdapat dalam Al-Quran
dan Sunnah seperti dengan Qiyas, Istihsan, dan Maslahah mursalah. Hal ini penting,
karena ayat-ayat dan hadis-hadis hukum yang sangat terbatas jumlahnya itu dapat
menjawab berbagai permasalahan yang terus berkembang dan bertambah denga tidak
terbatas jumlahnya.
D. LAPANGAN IJTIHAD
Tidak semua lapangan hukum Islam bisa menjadi pokok ijthad, melainkan hanya
beberapa lapangan tertentu. Lapangan yang tidak boleh menjadi objek ijtihad ialah :
1. Hukum yang dibawa oleh nas qat’I baik kedudukannya maupun pengertiannya, atau
dibawa oleh Hadits Mutawir, seperi kewajiban shalat, puasa, zakat, haji, dan
sebagainya, haramnya riba dan makan harta orang. Demikian pula penentuan bilangan-
bilangan tertentu syara’ yang dibawa oleh Hadits mutawir juga tidak menjadi obyek
ijtihad, seperti bilangan raka’at shalat, waktu-waktu shalat, cara-cara melakukan haji,
dan sebagainya.
2. Hukum-hukum yang tidak dibawa oleh sesuatu nas, dan tidak pula diketahui dengan
pasti dari agama, melainkan telah disepakati (diijma’kan) oleh para mujtahidin dari
sesuatu masa, seperti pemberian warisan untuk nenek perempuan, tidak sahnya
perkawinan yang dilakukan antara wanita Islam dengan orang lelaki bukan muslim.
Sudah barang tentu pandangan orang-orang yang berijtihad dapat berbeda-beda, terutama
dalam lapangan yang ke-empat tersebut. Oleh karena itu dalam sesuatu persoalan bisa
terdapat bermacam-macam pendapat, sesuai dengan perbedaan tinjauan dan jalan
pengambilan hukum yang dipakai. Perbedaan-perbedaan pendapat yang kita dapati dalam
lapangan hukum Islam mencerminkan bermacam-macamnya hasil ijtihad. Keadaan ini tidak
perlu melemahkan kedudukan syri’at Islam, bahkan menunjukkan sifat flexibilitasnya dan
menjadi sumber kekayaan dan kepadatan pembicaraan-pembicaraannya.
Ringkasnya lapangan ijtihad ada dua, yaitu perkara yang tidak ada nas (ketentuan) sama
sekali, dan perkara yang ada nasnya, tetapi tidak qath’I wurud dan dalalahnya. Pembatasan
lapangan ijtihad seperti ini sama dengan apa yang diikuti oleh sistem hukum positif, karena
selama undang-undang menyatakan dengan jelas, maka tidak boleh ada pena’wilan dan
perubahan terhadap nas-nasnya dengan dalih bahwa jiwa undang-undangnya menghendaki
adanya perubahan tersebut, meskipun andaikata hakim sendiri berpendapat bahwa undang-
undang tersebut tidak mencerminkan rasa keadilan, karena sumber undang-undang tersebut
adalah majelis perundang-undangan sendiri, sedang wewenang hakim hanya terbatas pada
pemberian keputusan berdasarkan undang-undang tersebut, bahkan untuk mengadili undang-
undang itu sendiri. ( Jalaluddin Rahmat, Dasar Hukum Islam, hlm 174)
Setelah memahami, membuat dan mempelajari makalah ini maka penyusun dapat
menyimpulkan:
1. Ijtihad menurut pengetian kebahasaannya bermakna “badzl al-wus’ wa al-majhud”
(pengerahan daya dan kemampuan), atau “pengerahan segala daya dan kemampuan dalam
suatu aktivitas dari aktivitas-aktivitas yang berat dan sukar”.
2. Ijtihad dalam terminologi usul fikih secara khusus dan spesifik mengacu kepada upaya
maksimal dalam mendapatkan ketentuan syarak. Dalam hal ini, al-Syaukani memberikan
defenisi ijtihad dengan rumusan : “upaya seseorang ahli fikih (al-faqih) mengerahkan
kemampuannya secara optimal dalam mendapatkan suatu hukum syariat yang bersifat
zhanni. Sedangkan pengertian ijtihad menurut istilah hukum islam ialah mencurahkan
tenaga (memeras fikiran) untuk menemukan hukum agama (Syara’) melalui salah satu dalil
Syara’, dan dengan cara-cara tertentu.
3. Dasar hukum ijtihad:
- Firman Allah surat An-nisa' :59 dan 105, Al-Hasyr : 2, Al-‘Ankabut:69.
- Banyak juga hadits-hadits Rosulullah SAW yang menyebutkan tentang dasar-dasar
ijtihad
- Ijmak
4. Fungsi ijtihad :
- Mengembangkan prinsip-prinsip hukum yang terdapat dalam Al-Quran dan Sunnah
seperti dengan Qiyas, Istihsan, dan Maslahah mursalah
- Menguji kebenaran hadits yang tidak sampai ke tingkat hadits mutawattir.
5. Lapangan ijtihad secara umum terbagi menjadi dua :
- Perkara yang tidak ada nas (ketentuan) sama sekali
- Perkara yang ada nasnya, tetapi tidak qath’I wurud dan dalalahnya.
6. Syarat-syarat seseorang dapat berijtihad menurut Al-Syaukani antara lain :
- Mengetahui al-Kitab (al-Qur’an) dan sunnah
- Mengetahui ijmak
- Mengetahui bahasa Arab
- Mengetahui ilmu usul fikih
- Mengetahui nasikh (yang menghapuskan) dan mansukh (yang dihapuskan)
DAFTAR PUSTAKA
Rusli, Nasrun. 1999.Konsep Ijtihad Al-Syaukani. PT. Logos Wacana Ilmu : Jakarta
Al Qardlawy, Yusuf. 1987. Ijtihad Dalam Syariat Islam – Beberapa Pandangan Analitis tentang
Ijtihad Kontemporer. PT.Bulan Bintang : Jakarta
Ash Siddieqy, Hasbi. 1993. Pengantar Ilmu Fiqih. PT Bulan Bintang : Jakarta
http://alhumaydy.wordpress.com/2011/07/20/dasar-hukum-ijtihad
http://zairifblog.blogspot.com/2010/11/fungsi-ijtihad.html